[Katakan yang Benar Meskipun Pahit]

.
.
Suatu hari Muhammad bin Sirin membeli dari seorang pemasok 40 kaleng besar minyak zaitun
yang semuanya ia beli dengan berhutang. Ia berencana untuk membayarnya dari hasil penjualan
minyak tersebut. Namun malang nasibnya, seekor bangkai tikus ditemukan di salah satu kaleng
minyak.
.
.
Tanpa pikir panjang, ia mengatakan kepada seluruh pekerja tentang bangkai tersebut kemudian
meemrintahkan untuk membuang seluruh minyak zaitun tersebut. Kerugiannya berlipat ganda,
jangankan untung, hutang pun tidak mampu dibayarkan sampai sampai berujung penjara
.
.
“katakan yang benar, meskipun pahit”, begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Al-
Baihaqi dari Abu Dzar Al-Giffari. Hadist ini dibahas dalam kitaabut Tijarah / kitab perdagangan.
Konteksnya adalah supaya para pedagang berlaku jujur terhadap barang dagangannya. Dalam
kasus ini, Muhammad bin Sirin telah mengatakan yang benar meskipun itu pahit baginya.
.
.

Dari kisah tersebut kita bisa mengambil pelajaran berharga, bahwa ‘katakan yang benar
meskipun pahit’ itu pahit nya untuk siapa? Tentunya mudah disimpulkan bahwa jika disesuaikan
dengan konteksnya maka kepahitan yang dimaksud adalah untuk yang mengucapkannya, bukan
untuk yang mendengarkannya. Katakan yang benar, meskipun itu pahit untuk diri sendiri.
Katakan yang benar, meskipun diri kita harus menanggung malu dan pilu.
.
.

Sering kali kita merasa mulia dengan menyampaikan apa yang menurut kita paling benar. Kita
bahagia dengan memenangkan hujjah dan merasa aman meskipun telah mempermalukan pihak
lain. Sayangnya, kita melakukan itu dengan dalil ‘katakan yang benar meskipun pahit’. Bukan
kah itu pemahaman yang meleset?. Saya ingat perkataan seorang ustadz “yang benar belum
tentu tersampaikan, namun yang pahit pasti dirasakan oleh para penyimak kata kata” . yang
menurut kita benar pun belum tentu benar, namun menyakiti seseorang, sudah pasti berujung
dosa..
.
Wallahua’lam ..
.
.
Laa ilaa ha illa anta, subhanaka inni kuntu minadzzhaalimiin,