Sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul Muhammad Ibn Abdillah telah lebih
dahulu menjalani beberapa profesi dan pekerjaan dalam rangka menopang
kebutuhan hidup dan hajatnya sebagai manusia biasa. Menggembala kambing
dan berdagang adalah dua pekerjaan yang pernah dijalani baginda.
Dari dua pekerjaan yang dilakukan baginda, dapat diambil beberapa pelajaran
dan panduan. Apa yang beliau lakukan sebelum diangkat menjadi Nabi dan
Rasul, sama seperti yang beliau ajarkan dan tuntun kepada kita untuk
melakukannya. Ketika mendapatkan gelar Al Amin (orang yang jujur), Muhamad
belum menjadi Nabi apalagi Rasul. Kedua gelar itu diperoleh karena perilaku
beliau. Termasuk dalam menggembala dan berdagang.
Beberapa kajadian yang ditulis dalam sejara perjalanan Rasulullah SAW dapat
dijadikan teladan bagi kita dalam bekerja dan kehidupan sehari-hari. Jangan
mengatakan baiau bisa bisa berbuat seperti itu karena seorang nabi, akan tetapi
ketahuilah bahwa Nabi juga manusia. Yang berarti mempunyai sifat dan
keinginan dasar yang sama seperti kita.
Istilah Nabi adalah juga manusia, dapat kita lihat di dalam surat al Kahfi ayat 110
dan surat Yasin ayat 15 serta puluhan ayat lagi yang maksudnya sama.
Sedangkan dalm Hadits Rasululah sendiri terdapat satu pertanyaan yang
diriwayatkan berulang-ulang sebanyak 71 kali di sembilan kitab Hadits standar
yang menegaskan pernyataan Rasulullah SAW bahwa : Sesungguhnya aku
adalah manusia, dan kalian membawa perkara kalian kehadapanku. Barang kali
sebabgian dari kalian lebih pandai berdaliih dibanding sebagaian yang lain.
Karena dalih itu aku memenangkan perkaranya sesuai dengan apa yang aku
dengar. Maka berangsiapa yang aku menangkan kasusunya karena dalihnya
lebih kuat padahal dia sudah mendzalimi saudaranya, ketauilah sesungguhnya
aku telah memberinya sepertak kapling di neraka. (HR Bukhari dan Muslim).
Pernyataan seperti ini juga terdapat dalam kumpulan syair yang popular disebut
Burdah karya al Busyiri. Di sana dikatakan bahwa Muhammadun Basyar la kal
Basyar, hal huwa kal yaquti bainal hajar. Artinya: Muhammad itu manusia yang
tidak seperti mausia, tetapi dia seperti batu permata di antara bebatuan biasa.
Tida pokok ajaran Rasulullah SAW dalam berdagang dan menjalani pekerjaan
apapun, dapat kita petik sepanjang perjalanan maupun setelah masa kenabian.
Tiga hal tersebut ialah: Sungguh-sungguh, Jujur dan Amanah.
Demikian pula dengan sulitnya menempuh perjalanan ke negri Syam. Jarak yang
hari itu sekitar 2500 km itu, harus ditempuh dalam satu bulan perjalanan, pulang
dan pergi dan menjad dua bulan. Dengan kondisi sedemikian rupa dan
tantangan yang perjalananan yang sangat luar biasa beratnya. Diperlukan
mental yang kuat dan tekad yang teguh. Ternyata Muhammad Ibn Abdillah
mempu melakukannya dengan baik sehinga dapat menjadi teladan pengikutnya.
Dari perjalanan ini kita dapat mengambil hikmahnya, bahwa semua pekerjaan itu
memerlukan kerja keras, ketekunan, kesabaran, dan ketabahan. Semua Nabi
sebagaimana di sabdakan Rasulullah SAW, pernah menjadi penggembala
kambing. Berinteraksi dengan kambing tentu sebagai penggembalanya yang
juga berarti adalah pemimpinnya, mungkin menjadi pelajaran pertama bagi
seorang Nabi untuk kemudian memimpin manusia.
Ketika keberhasilan itu dicapai yang pada akhirnya akan digunakan untuk
kebutuhan, sandang pangan keluarga, maka apa yang kita dapat, baik sedikit
maupun banyak, merupakan harta terbaik yang kita makan. Pesan Rasulullah
SAW agar kita makan dari keringat sendiri tergambar dalam Haditsnya: Tidaklah
seorang memakan suatu makanan labih baik dari hasil usahanya sendiri.
Sesunggunya Nabi Daud AS makan dari hasil usahanya sendiri. (HR Bukhari dan
Muslim).
Selain cerita tentag kejujuran beliau sewaktu berdagang di negeri Syam hingga
konon modalnyapun diceritakan seadanya. Adanya aib atau cacat pada barangbarang tertentu dari dagangannya, diberitahukan kepada calon pembelinya apa
adanya tanpa ditutup-tutupi. Dengan kejujuran ini konsumenpun puas karena
mendapatkan barang seperti yang dilihat ketika akan membeli. Baik dan
buruknya, sehingga berapapun harga yang dibayar, dibayar dengan standar
yang jelas.
bahwa bukan dari kami oranmgh yang berlaku curang". (HR Bukhari dan at
Tirmidzi).
Dalam cerita Ibn Umar, ketika ikut R$asulullah SAW ke pasar, lalu berpapasan
dengan pedagag yang memuji bahwa barangnya baik. Rasulullahpun tertarik dan
memeriksa barang dagangan tersebut dan ternyata segagiannya tidak sebaik
dengan bagian yang lain. Beliau langsung berkomentar: Juallah bagian yang baik
ini di satu tempat, dan bagian yang jele di tempat lain (secara terpisah).
Ketahuilah bahwa bukan dari kami orang yang berlaku curang. (HR Ahmad).
Ka ta "bukan dari kami" dapat diartikan sebagai "bukan dari etika seorang
Muslim" atau "bukan cara berdagang orang Muslim", atau "bukan akhlak seorang
Muslim". Artinya, curang atau mnipu adalah hal yang dilarang Islam.
Pelajaran lain yang dapat diambil dari cerita di atas adalah, keterbukaan dan
informasi yang jelas tentang barang dagangan yang dijual. Di Negara-negara
maju, termasuk di Singapura dan Malaysia, semua barang makanan yang dijual
dalam kemasan, yang tertulis di bungkusnya kandungan dan komposisi makanan
tersebut, termasuk air dalam kemasan. Di Indonesia, hanya sebagian kecil yang
melakukan hal itu. Cobalah periksa air minum kemasan yang anda beli, hanya
merek tertentu dengan kualias ekspor yang mencantumkan ini.
Ketika kita akan mengoimentari ide di atas dengan mengatakan bahwa zaman
sudah berbedah dan makin sulit, budaya sudah seperti yang kita lihat sekarang
ini di mana hal-hal yang tidak etis justru sudah menjadi budaya, maka tidaklah
kita bisa membaca lagi dan melihat apa dan bagaimana nudaya dagang sebelum
dan ketika Muhammad menjadi pedagang? Potretnya, justru tidak jauh berbeda
dengan yang kita lihat di Tanah Air sekarang, penuh kebohongan, penipuan, dan
pemerdayaan.
Ketika Muhammad Ibn Abdillah ternyata bisa dan berhasil melakukan perubahan
dan memberikan contoh yang baik pada saat dan zaman yang buruk, bukankah
kita juga dapat melakukannya? Terlebih lagi di era transformasi yang begitu
terbuka. Mari memulainya sekarang, bukanlah Allah SWT sudah menunggu
dengan isyarat-Nya: Dan bekerjalah, maka Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
Mukmin akan melihat hasil karya kalian. (QS 9 : 105).
Waktu pelarangan ikhtikar menurut Imam al-Ghazali adalah dikhususkan pada waktu
persediaan bahan makanan sangat sedikit sementara orang-orang sangat membutuhkannya,
sehingga tindakan menangguhkan penjualan dapat menimbulkan bahaya. Namun jika bahan
makanan berlimpah ruah dan orang tidak begitu membutuhkan dan menginginkannya kecuali
dengan harga yang rendahk kemudian penjual menunggu perubahan kondisi itu dan tidak
menunggu sampai paceklik, maka tindakan ikhtikar tidak termasuk tindakan yang
membahayakan tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa terdapat tiga syarat ikhtikar menurut Imam alGhazali, yakni: (i) obyek penimbunan merupakan barang-barang kebutuhan masyarakat; (ii)
waktu penimbunan adalah pada waktu persediaan bahan makanan sangat sedikit, atau dapat
dikatakan pada masa paceklik, (iii) tujuan penimbunan adalah untuk meraih keuntungan di
atas keuntungan normal. Sehingga tindakan untuk menyimpan barang untuk keperluan
persediaan tidak dilarang.
Secara singkat, Adiwarman Karim menyatakan bahwa suatu kegiatan masuk ke dalam
kategori ikhtikar apabila terpenuhinya syarat-syarat di bawah ini:
1. Mengupayakan adanya kelangkaan barang, baik dengan cara menimbun stok atau
mengenakan hambatan masuk kepada perusahaan lain untuk masuk ke dalam pasar (entry
barriers).
2. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibangingkan dengan harga sebelum munculnya
kelangkaan.
3. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum syarat 1 dan
2 dilakukan.
Pandangan ekonomi Islam terfokus pada masalah mekanisme penentuan harga, yang di dalam
monopoli (dengan ikhtikar) yang cenderung berpotensi merugikan konsumen di satu pihak
dan menguntungkan produsen di pihak lain, sebab harga ditentukan lebih berorientasi kepada
kepentingan produsen saja. Dalam ajaran Islam, meskipun keuntungan yang dihasilkan tanpa
melakukan ikhtikar lebih sedikit, akan tetapi merupakan keutungan yang mencerminkan
keadilan baik untuk penjual (produsen) maupun untuk pembeli (konsumen), atau dengan kata
lain harga harus mencerminkan keadilan baik dari sisi produsen maupun konsumen. Hal
tersebut dikaitkan dengan parameter etis yang dapat merepresentasikan ajaran Islam. Selain
keadilan (adl), paremeter etis yang membedakan ajaran ekonomi Islam dan ekonomi
konvensional adalah kesederhanaan, dan persaudaraan.
Islam merupakan satu-satunya agama yang mengemukakan prinsip-prinsip yang meliputi
semua segi kehidupan manusia, tidak hanya membicarakan tentang nilai-nilai ekonomi. Islam
juga telah menanamkan kerangka kerja yang luas berdasarkan kesempatan berekonomi yang
sama dan adil bagi penganutnya untuk mengarahkan mereka ke arah kehidupan ekonomi
yang seimbang.
Sebagai agama yang komprehensif tentunya aktivitas ekonomi sebagai kegiatan vital
kemanusiaan tidak luput dari perhatian. Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba (QS Al-Baqarah [2]: 275), Ayat-ayat inilah yang menunjukkan sebagian
dari sekian banyak ayat Al-Quran yang merujuk pada aktivitas ekonomi.
Fakta Yuridis
Fakta yuridus yang terjadi di lapangan adalah masih banyaknya praktek monopoli yang
dilakukan oleh pengusaha dalam berbisnis, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di
Indonesia, liberalisasi media sejak reformasi 1998 telah membawa pengaruh yang sangat
penting dalam demokratisasi. Perubahan tersebut sangat jelas dan dirasakan langsung oleh
masyarakat. Perkembangan yang kuat pada masa Reformasi ialah, diperjelas dan
dipertegasnya kebebasan pers dalam konstitusi (UUD 1945) dan Undang-undang Pers dan
semakin kukuhnya liberalisasi ekonomi. Pengaruh liberalisme bersamaan dengan kebebasan
media dan demokrasasi telah mendorong tampilnya neoliberalisme, dan media massa adalah
bagian penting neoliberalisme tersebut. Kebebasan atau liberalisasi media juga memberikan
keleluasaan dalam pemilikan media yang oleh pemodal kesempatan tersebut bergegas
dimanfaatkan karena menjadi bagian dari strategi bisnis yang menguntungkan.
Sebuah monopoli yang diberikan pemerintah (juga disebut de jure monopoli) adalah bentuk
monopoli koersif dimana pemerintah memberikan keistimewaan eksklusif untuk individu
pribadi atau perusahaan untuk menjadi penyedia tunggal barang atau jasa; pesaing potensial
dikeluarkan dari pasar oleh hukum, peraturan, atau mekanisme lain penegakan pemerintah.
Hak cipta, paten dan merek dagang adalah contoh monopoli yang diberikan pemerintah.
Monopoli memiliki potensi besar untuk kerusakan, baik ekonomi dan pemerintahan yang
demokratis (walaupun mereka dapat sangat bermanfaat untuk jenis lain pemerintah.
Sayangnya, tingkat kerusakan penuh biasanya tidak jelas, setidaknya kepada masyarakat
umum, sebagai efek yang tampaknya menguntungkan. Dan monopolis sering pergi ke
panjang ekstrim untuk menyamarkan atau menyembunyikan efek berbahaya tersebut. Di
antara cara-cara di mana monopoli tidak diatur dapat merusak perekonomian adalah dengan
menyebabkan:
(1) Secara substansi harga lebih tinggi dan tingkat output yang lebih rendah daripada yang
ada jika produk yang dihasilkan oleh perusahaan kompetitif.
(2) tingkat kualitas yang lebih rendah daripada yang akan ada. Ini termasuk tidak hanya
kualitas barang dan jasa sendiri, tetapi juga kualitas layanan yang terkait dengan barang dan
jasa.
(3) Kemajuan lambat dalam pengembangan dan penerapan teknologi baru. Kemajuan
teknologi dapat meningkatkan kualitas (misalnya, kemudahan penggunaan, daya tahan,
ramah lingkungan) produk, dan mereka juga dapat mengurangi biaya produksi mereka.
Inovasi ini tidak diperlukan bagi pelaku monopoli seperti pada sebuah perusahaan yang
sangat kompetitif, dan, pada kenyataannya, dapat menjadi strategi bisnis yang buruk.
Untuk mengawasi persaingan usaha di Indonesia, pemerintah telah membentuk Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Komisi ini bertugas untuk mengawasi pelaku usaha
dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan/ atau
persaingan usaha yang tidak sehat. Hal tersebut telah diatur dalam UU No. 5 tahun 1999.
Kesimpulan
Pada dasarnya dalam ekonomi Islam, monopoli tidak dilarang, siapapun boleh
berusaha/berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual
lain, asalkan tidak melanggar nilai-nilai Islam. Dalam hal ini yang dilarang berkaitan dengan
monopoli adalah ikhtikar, yaitu kegiatan menjual lebih sedikit barang dari yang seharusnya
sehingga harga menjadi naik untuk mendapatkan keuntungan di atas keuntungan normal, di
dalam istilah ekonomi kegiatan ini disebut sebagai monopolys rent seeking behaviour.
Sehingga sekarang dapat dibedakan antara monopoli dan ikhtikar dalam terminology
ekonomi Islam.
Waktu pelarangan ikhtikar menurut Imam al-Ghazali adalah dikhususkan pada waktu
persediaan bahan makanan sangat sedikit sementara orang-orang sangat membutuhkannya,
sehingga tindakan menangguhkan penjualan dapat menimbulkan bahaya. Namun jika bahan
makanan berlimpah ruah dan orang tidak begitu membutuhkan dan menginginkannya kecuali
dengan harga yang rendah kemudian penjual menunggu perubahan kondisi itu dan tidak
menunggu sampai paceklik, maka tindakan ikhtikar tidak termasuk tindakan yang
membahayakan tersebut.