Anda di halaman 1dari 10

MITOS DALAM CERITA RAKYAT PUTRI JAWI DI DUSUN JAWI

KABUPATEN PASURUAN DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI


MATERI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMA

Lilik Indah Wijia Narko, Dwi Sulistyorini, Musthofa Kamal


Universitas Negeri Malang
E-mail: iin_nefertity@ymail.com

ABSTRAK: Tujuan penelitian: mengetahui ragam mitos, fungsi, dan


pemanfaatan mitos Putri Jawi. Data dikumpulkan melalui pengamatan,
wawancara, angket, dan dokumen. Data dianalisis secara kualitatif dengan
pendekatan mitologi. Hasil penelitian: (1) mitos Putri Jawi: larangan menikah,
larangan menebang pohon, kecantikan Putri Jawi, asal usul daerah, larangan
menggunakan bunga kantil, bulan Suro, dan slametan; (2) fungsi mitos Putri
Jawi: kesadaran kekuatan gaib, media keselamatan, ajaran, arahan tindakan,
solidaritas, dan pengetahuan dunia; dan (3) Pemanfaatan mitos Putri Jawi
sebagai materi pembelajaran sangat tepat karena memuat banyak kemenarikan.

Kata kunci: mitos, cerita rakyat Putri Jawi, materi pembelajaran, pembelajaran
apresiasi sastra

ABSTRACT: The purpose of research: knowing the myths, function, and


utilization the myths of Princess Jawi. The research data in the form of
interviews, observations, questionnaire, and documentation. The analysis used a
qualitative design and approach mythology. Based on the research: (1) myths of
Princess Jawi: the marriage ban, the myth of the tree Sembujo Silo, beauty
Princess Jawi, the origin of several regions, ban on interest kantil, the myth of
the month of Suro, and slametan; (2) the function of myths: awareness of the
supernatural forces, as a means of salvation, as teaching, as a referral on
action, as solidarity, and as knowledge; and (3) Utilization of myth in folklore
Princess Jawi as teaching material is appropriate because have much interest.

Keywords: myth, folklore Princess Jawi, teaching materials, literary


appreciation teaching

Folklor yang paling mendasar dari kebudayaan di Dusun Jawi Kabupaten


Pasuruan adalah cerita rakyat Putri Jawi. Folklor mempunyai nilai-nilai yang
bermanfaat, yaitu: (1) kearifan lokal yang dapat digunakan sebagai sarana
pendidikan, (2) nilai estetika, agama, dan sosial, dan (3) nilai seni yang bercirikan
individual, lokal, dan universal (Sukatman, 2009:14). Folklor cerita rakyat Putri
Jawi ini mengandung mitos yang dipercaya masyarakat. Mitos tersebut mampu
menciptakan berbagai fenomena sosial yang dapat mempengaruhi perilaku
masyarakat Dusun Jawi Kabupaten Pasuruan. Hal itu menunjukkan banyaknya
perilaku masyarakat yang masih memegang teguh kepercayaan terhadap segala
sesuatu yang bersifat mistik.
Mitos dalam cerita rakyat Putri Jawi yang biasa disampaikan secara lisan
ini mempunyai peluang bertahan, berkembang, dan bisa juga punah. Dengan
adanya peluang akan terjadinya kepunahan budaya tersebut, diperlukan suatu
upaya pencegahan. Selain untuk pelestarian, hal ini dimaksudkan untuk
menguatkan ketahanan sosial budaya bangsa. Cara yang dapat dilakukan untuk
melestarikan warisan itu, diantaranya dengan mengajarkan kepada generasi

56 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013


penerus, oleh karena itu, keunikan-keunikan yang terdapat dalam folklor, sangat
tepat bila dimanfaatkan pada bidang pendidikan khususnya sebagai materi
pembelajaran. Penyebarluasan cerita rakyat Putri Jawi ini sangat penting untuk
menjaga kelestariannya dengan mengajarkan kepada generasi muda melalui jalur
pendidikan.
Foklor berasal dari kata folk dan lore. Menurut Alan Dundes (dalam
Danandjaja, 2002:1) folk adalah sekelompok orang yang memilki ciri-ciri
pengenal fisik, sosial, kebudayaan sehingga dapat dibedakan oleh kelompok-
kelompok lainnya. Istilah lore merupakan tradisi folk yang berarti sebagian
kebudayan yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui contoh
yang disertai gerak isyarat atau alat bantu mengingat. Panuti Sudjiman (dalam
Hadiwijaya, 2010:21) mengartikan mitos dalam dua pengertian. Pertama, cerita
rakyat legendaris atau tradisional, bertokoh makhluk luar biasa dan mengisahkan
peristiwa-peristiwa yang tidak dijelaskan secara rasional, seperti terjadinya
sesuatu. Kedua, kepercayaan yang tidak terbukti tetapi diterima mentah-mentah.
Endraswara (2003a:194—196) membagi mitos empat ragam, yaitu: (1)
mitos gugon tuhon yaitu larangan tertentu, (2) mitos berupa bayangan asosiatif
yaitu mitos yang muncul dalam dunia mimpi, (3) mitos berupa dongeng, legenda,
dan cerita-cerita, dan (4) mitos berupa sirikan (yang harus dihindari) tekanan
utamanya pada aspek ora ilok (tak baik) jika dilakukan. Fungsi mitos menurut
Peursen (1976:38—41) dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) menyadarkan manusia
adanya kekuatan ajaib, (2) memberi jaminan bagi masa kini, dan (3) memberikan
pengetahuan tentang dunia. Sukatman (2009:54) menyebutkan fungsi mitos yaitu:
(1) bahan pembicaraan untuk menahan kantuk, (2) melestarikan ajaran atau faham
yang dipegang teguh dari generasi tua ke generasi muda, (3) menggiring pikiran
dan perasaan generasi muda sesuai ketentuan atau kehendak generasi tua, (4)
bahan lelucon (humor), dan (5) menebar isu dan mengacau ketenangan
masyarakat atas kelompok politik tertentu.
Pada kurikulum 2006, pemanfaatan folklor dapat digunakan pada standard
kompetensi kelas X semester II yaitu memahami cerita rakyat yang dituturkan,
pada dua kompetensi dasar yaitu: (1) menemukan hal-hal menarik tentang tokoh
cerita rakyat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui rekaman, (2)
menemukan hal-hal menarik tentang latar cerita rakyat yang disampaikan secara
langsung dan atau melalui rekaman.
Karakteristik hal-hal menarik cerita rakyat mengacu pada: (1) falsafah
hidup orang Jawa. Kepribadian merupakan bagian dari falsafah hidup. Menurut
Endraswara (2003a:38), kepribadian Jawa yang baik meliputi: sikap hormat,
sopan santun, menghargai, berjiwa kekeluargaan, gotong royong, tepa selira, dan
toleransi atau tenggang rasa; (2) mitos, karena mitos memuat nilai-nilai
kehidupan; dan (3) cerita atau kejadiannya, yaitu tentang asal mula penamaan
suatu daerah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mitos yang dipercaya
masyarakat dalam cerita rakyat Putri Jawi, mengetahui fungsi mitos dalam cerita
rakyat Putri Jawi, dan mengetahui pemanfaatan cerita rakyat Putri Jawi sebagai
materi pembelajaran.

57 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013


METODE
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan di Dusun Jawi Kecamatan Prigen
Kabupaten Pasuruan dan di SMA Yayasan Pandaan. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif karena data dinyatakan dalam bentuk verbal. Pendekatan
mitologi digunakan untuk membatasi pembahasan yang berfokus pada mitos.
Kehadiran peneliti sebagai instrumen utama yaitu terlibat langsung di lapangan.
Data dalam penelitian ini adalah data artefak dan mentefak. Artefak berupa benda-
benda dan objek alam yang merupakan peninggalan Putri Jawi atau masih
berhubungan dengan Putri Jawi. Data mantefak berupa pandangan dan pendapat
masyarakat, siswa, dan guru dari hasil wawancara. Sumber data dalam penelitian
ini meliputi: (1) 3 orang informan yaitu seorang seniman dan dua orang petani, (2)
15 orang responden yaitu penjaga Candi Jawi, karyawan, juru kunci Candi Jawi,
buruh, pelajar, dan ibu rumah tangga, dan (3) 22 siswa dan 1 guru SMA Yayasan
Pandaan.
Pengumpulan data menggunakan empat teknik, yaitu (1) observasi, (2)
wawancara, (3) angket, dan (4) dokumentasi. Observasi untuk mengamati objek
penelitian di lapangan. Wawancara untuk mengetahui deskripsi cerita rakyat Putri
Jawi dan mengetahui pemanfaatan mitos cerita rakyat Putri Jawi sebagai materi
pembelajaran. Angket untuk memperoleh kedalaman informasi yang memadai.
Dokumentasi untuk memperoleh data berupa gambar foto yang berhubungan
dengan objek penelitian.
Analisis data dilakukan secara induktif yaitu analisis data yang spesifik
dari lapangan. Proses analisis data dimulai dari membaca data-data dari hasil
penelitian, mengklasifikasi data, dan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan, angket dan dokumentasi.
Kemudian membuat kesimpulan dari apa yang telah diteliti. Untuk menguji
keabsahan data penelitian, peneliti menggunakan trianggulasi. Adapun triangulasi
yang digunakan peneliti adalah (1) triangulasi data, (2) triangulasi sumber, dan (3)
triangulasi waktu.
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti menggunakan beberapa tahap
yaitu: (1) tahap persiapan, peneliti mengamati masalah yang ada di masyarakat,
dan menemukan masalah yang paling menarik. Setelah menemukan objek
penelitian, peneliti menentukan batasan-batasan penelitian dan menetapkannya
sebagai rumusan masalah, membuat rancangan penelitian, melakukan observasi,
dan mempersiapkan instrumen penelitian, (2) tahap pengumpulan data, peneliti
mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dengan sejumlah informan dan
angket. Hasil wawancara dalam bahasa Jawa disalin ke dalam bahasa Indonesia,
(3) tahap pengklasifikasian yaitu peneliti mengklasifikasikan data dan informasi
yang diperoleh dari wawancara, dan (4) tahap penganalisisan yaitu peneliti
menganalisis data berdasarkan pendekatan mitologi. Setelah itu, peneliti mulai
menyusun data yang telah dianalisis dalam satu karya tulis.
HASIL
Mitos yang Dipercaya Masyarakat dalam Cerita Rakyat Putri Jawi di Dusun
Jawi Kabupaten Pasuruan
Ada lima mitos yang dipercaya masyarakat dalam cerita rakyat Putri Jawi
di Dusun Jawi Kabupaten Pasuruan, yakni mitos yang berupa gugon tuhon, mitos

58 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013


legenda dan cerita, mitos yang berupa sirikan, mitos yang berhubungan dengan
waktu, dan mitos yang berupa laku.
Pertama, mitos yang berupa gugon tuhon. Mitos pertama, mitos larangan
menikah antara warga Dusun Jawi dengan warga Desa Suwayuwo. Mitos kedua,
mitos larangan menebang pohon Sembujo Silo di area punden mbah Lengkir
(bapak angkat Putri Jawi).
Kedua, mitos legenda dan cerita. Mitos pertama, kemarahan Putri Jawi
pada gadis Jawi yang kecantikannya melebihi kecantikan Putri Jawi. Mitos
kedua, tentang asal mula beberapa daerah di kecamatan Prigen, Pandaan, dan
Sukorejo.
Ketiga, mitos yang berupa sirikan. Mitos tentang larangan menggunakan
bunga kantil kuning dan kantil putih. Hal ini karena bunga kantil kuning dan
kantil putih merupakan hiasan rambut dan senjata Putri Jawi.
Keempat, mitos yang berhubungan dengan waktu. Mitos tentang
malapetaka atau kecelakaan yang terjadi pada bulan Suro di sepanjang jalan raya
candi Jawi. hal ini terkait dengan kedatangan Putri Jawi ke Jawi pada bulan
Suro.
Kelima, mitos yang berupa laku. Mitos tentang ritual slametan yang
diadakan setiap tahun di Dusun Jawi. ritual slametan ini bertujuan untuk
memohon keselamatan, serta untuk mengingat leluhur yaitu Putri Jawi.

Fungsi Mitos dalam Cerita Rakyat Putri Jawi Di Dusun Jawi Kabupaten
Pasuruan
Ada enam fungsi mitos dalam cerita rakyat Putri Jawi di Dusun Jawi
Kabupaten Pasuruan, yakni mitos sebagai kesadaran masyarakat terhadap
kekuatan gaib di luar dirinya, mitos sebagai media keselamatan, mitos sebagai
ajaran, mitos sebagai arahan terhadap tindakan manusia, mitos sebagai solidaritas
sosial, dan mitos sebagai pengetahuan tentang dunia.
Pertama, mitos sebagai kesadaran masyarakat terhadap kekuatan gaib di
luar dirinya. Ritual slametan erat hubungannya dengan kepercayaan pada
kekuatan sakti maupun makhluk halus. Slametan dimaksudkan untuk
menghindarkan diri dari kemarahan kekuatan gaib yang seringkali diwujudkan
dalam berbagai malapetaka dan bencana alam. Selain itu, ritual slametan juga
ditujukan sebagai ungkapan rasa terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang
dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada mereka.
Kedua, mitos sebagai media keselamatan. Mitos berupa laku slametan
memberikan jaminan keselamatan dan ketentraman hidup masyarakat pengikut
ritual. Melalui ritual slametan tersebut masyarakat semakin yakin bahwa mereka
akan mendapat jaminan keselamatan serta terhindar dari musibah dan
malapetaka.
Ketiga, mitos sebagai ajaran. Tradisi slametan mengandung ajaran
kearifan lokal yaitu anggota masyarakat berkumpul dan mengingat kembali jasa
para leluhur. Hal ini merupakan wujud rasa syukur dan terima kasih atas jasa
dan perjuangan leluhur semasa hidupnya. Selain itu, larangan menebang pohon
Sembujo Silo dan mitos tentang kecantikan Putri Jawi mengingatkan adanya
kematian dalam kehidupan. Mitos larangan menikah antara warga Jawi dengan
warga Suwayuwo yang berakibat pada kesengsaraan hidup mengajarkan bahwa

59 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013


nasib sudah ditentukan oleh Allah sehingga kita harus selalu bersyukur, tabah,
dan ikhlas terhadap apa yang sudah menjadi ketentuanNya baik itu suka ataupun
duka.
Keempat, mitos sebagai arahan terhadap tindakan manusia. Mitos larangan
menebang pepohonan di sekitar punden mengarahankan masyarakat agar tidak
merusak pepohonan sebagai penjaga keseimbangan alam. Mitos tentang
malapetaka pada bulan Suro mengarahkan pada tindakan masyarakat untuk
selalu berhati-hati dan waspada.
Kelima, mitos sebagai solidaritas social. Ritual slametan mencerminkan
kebersamaan masyarakat Dusun Jawi. Perasaan memiliki budaya slametan
demikian kuat. Selain itu, biaya ritual slametan ini ditanggung bersama oleh
semua masyarakat sehingga semakin menguatkan solidaritas masyarakat.
Keenam, mitos sebagai pengetahuan tentang dunia. Mitos berupa cerita
dan legenda dapat memberikan keterangan dan pengetahuan mengenai asal usul
terjadinya beberapa daerah. Hal ini menambah khazanah pengetahuan mengenai
asal usul daerah. Serta memberikan pengetahuan bahwa Putri Jawi merupakan
tokoh yang menjadi cikal bakal terjadinya beberapa daerah tersebut.

Pemanfaatan Mitos dalam Cerita Rakyat Putri Jawi sebagai Materi


Pembelajaran
Hasil analisis mitos dalam cerita rakyat Putri Jawi dimanfaatkan sebagai
materi pembelajaran apresiasi sastra mata pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas
X. Cerita rakyat Putri Jawi diangap sangat menarik. Kemenarikan itu dilihat dari
beberapa segi, yaitu: (1) falsafah hidup tentang karakter atau kepribadian tokoh
seperti keteguhan pendirian Putri Jawi, keramahtamahan Putri Jawi, keberanian
dan sikap saling menolong para tokoh, sikap angkuh Kebo Yuwo, pengkhianatan
Kebo Yuwo, Ambisi Raja Blambangan, Kecurangan Putri Jawi, dan sikap
pemurahnya mbah lengkir, (2) mitos, seperti larangan-larangan yang dipercaya
masyarakat sehingga menimbulkan sikap hati-hati, serta mampu mempertebal
keyakinan atau iman kepada Tuhan, dan (3) cerita atau kejadiannya seperti asal
usul suatu daerah dalam cerita rakyat Putri Jawi.

PEMBAHASAN
Mitos yang Dipercaya Masyarakat dalam Cerita Rakyat Putri Jawi di Dusun
Jawi Kabupaten Pasuruan
Ada lima mitos yang dipercaya masyarakat dalam cerita rakyat Putri Jawi
di Dusun Jawi Kabupaten Pasuruan, yakni mitos yang berupa gugon tuhon, mitos
legenda dan cerita, mitos yang berupa sirikan, mitos yang berhubungan dengan
waktu, dan mitos yang berupa laku.
Pertama, mitos yang berupa gugon tuhon. Mitos tentang larangan menikah
antara warga Jawi dengan warga Suwayuwo yang jika dilakukan akan berakibat
tidak baik, disimpulkan bahwa kesulitan hidup dalam rumah tangga adalah
karena nasib merupakan takdir Allah yang sudah ditetapkan dan tidak bisa
diubah. Dalam Serat Centhini, jilid VI: 360, 97e-j (dalam Endraswara,
2003a:61) dikatakan bahwa “Sarta baya wus takdhirireki, jodho wallahualam,
karseng Hyang Maha Gung, manira datang kuwasa, gawe dhaup luwih
karsaning Hyang Widdhi, ingon dremi kewala.” Maksud dari tembang tersebut

60 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013


adalah jodoh telah menjadi kepastian, sulit ditawar karena jodoh merupakan
kuasa Tuhan. Adanya perceraian juga karena Allah sudah menciptakan
makhluk-Nya berpasang-pasangan artinya bahwa pasangan tersebut memang
tidak berjodoh.
Mitos larangan menebang pohon Sembujo Silo yang berakibat dengan
meninggalnya orang yang melanggar, disimpulkan bahwa mati adalah hak
mutlak Tuhan yang tidak dapat diganggu gugat. Allah berfirman dalam Al
Anbiyaa’/21:35: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.... Dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Soenarjo, 1998:326). Kematian seorang
warga bukan karena perbuatannya menebang pohon Sembujo Silo, tetapi
memang sudah menjadi takdirnya untuk kembali kepada Allah. Mitos ini
bertujuan agar masyarakat tidak merusak pepohonan sebagai penjaga
keseimbangan alam, yaitu sebagai penahan air dan penyejuk udara.
Kedua, mitos legenda dan cerita. Mitos tentang kematian gadis Jawi jika
menandingi kecantikan Putri Jawi ini, disimpulkan bahwa kematian adalah
takdir Allah, bukan karena ia mempunyai wajah cantik atau jelek. Tidak ada
seorang pun yang mampu mengubah takdir Allah. Kematian datangnya tiba-tiba,
tidak ada yang tahu, serta tidak bisa dimajukan atau dimundurkan walau sesaat.
Allah berfirman dalam Al Hajj/22:66: “Dan Dialah Allah yang telah
menghidupkan kamu, dan kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan
kamu (lagi) ....” (Soenarjo, 1998:340).
Mitos tentang asal usul suatu daerah atau penamaan daerah ini
disimpulkan bahwa penamaan tempat tersebut berpedoman pada dua hal: (1)
kisah kejadiannya kemudian menyesuaikan artinya, (2) penggunaan nama tokoh
yang terlibat. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah ingatan manusia
terhadap tempat-tempat tersebut. Herusatoto (2008:50) mengatakan bahwa
benda-benda, bentuk-bentuk, atau hal-hal simbolis ini diciptakan manusia
semata-mata untuk mempermudah atau menyederhanakan ingatan atau
kemampuan mengingat suatu pengetahuan.
Ketiga, mitos yang berupa sirikan. Mitos larangan menggunakan bunga
kantil dimaksudkan karena bunga kantil merupakan simbol kasih sayang ataupun
penghormatan terhadap leluhur, Maka patut jika penggunaan bunga kantil tidak
boleh secara sembarangan. Menurut Pambagyo (dalam artikelnya Bahasa Simbol
(Makna Bunga)) jenis bunga juga melambangkan sesuatu. Bunga kantil berarti
adanya tali rasa, atau tansah kumanthil-kanthil, yang bermakna pula kasih sayang
yang mendalam tiada terputus yakni curahan kasih sayang kepada seluruh
makhluk, kepada kedua orang tuanya, dan para leluhurnya.
Keempat, mitos yang berhubungan dengan waktu. Mitos tentang
malapetaka atau kecelakaan yang terjadi di sepanjang jalan raya Candi Jawi
bukan semata-mata karena datangnnya Putri Jawi setiap bulan Suro. Namun
karena para pengendara kurang berhati-hati ketika melintasi jalan raya di
sepanjang Candi Jawi. Karena posisi jalan raya Candi Jawi ini berada pada
tikungan dan sedikit turun. Hal itu juga terjadi karena pengendara melaju dengan
kecepatan tinggi sehingga mengakibatkan kecelakaan. Allah berfirman dalam Al
Jatsiyah/45:24: “Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah
kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan
membinasakan kita selain masa (waktu)”, dan mereka sekali-kali tidak

61 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013


mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga
saja.” (Soenarjo, 1998:501).
Kelima, mitos yang berupa laku. Mitos tentang ritual slametan ini karena
masyarakat percaya akan mendapatkan keselamatan dan barokah atau semacam
tolak bala dari segala macam kesialan. Slametan diadakan pada setiap macam
kesempatan apabila kesejahteraan dan keseimbangan menjadi terganggu.
Fungsinya untuk menunjukkan keinginan agar dilindungi dari bahaya dalam
dunia yang kacau (Mulder,1996:28). Dengan mendapatkan keselamatan,
seseorang akan merasakan ketenangan dan ketentraman di hati. Selain itu,
slametan yang dilaksanakan oleh warga Jawi juga sebagai sarana kegiatan
keagamaan, yaitu pelaksanaan shodaqoh sebagaimana yang telah diperintahkan
oleh Allah.

Fungsi Mitos dalam Cerita Rakyat Putri Jawi Di Dusun Jawi Kabupaten
Pasuruan
Ada enam fungsi mitos dalam cerita rakyat Putri Jawi di Dusun Jawi
Kabupaten Pasuruan, yakni mitos sebagai kesadaran masyarakat terhadap
kekuatan gaib di luar dirinya, mitos sebagai media keselamatan, mitos sebagai
ajaran, mitos sebagai arahan terhadap tindakan manusia, mitos sebagai solidaritas
sosial, dan mitos sebagai pengetahuan tentang dunia.
Pertama, mitos sebagai kesadaran masyarakat terhadap kekuatan gaib di
luar dirinya. Ritual slametan menjadi sarana bagi masyarakat untuk menghayati
daya-daya kekuatan ghaib. Masyarakat meyakini bahwa kekuatan-kekuatan itu
dapat mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan mereka. Masyarakat
juga akan semakin yakin dengan adanya kekuatan di atas kekuatan mereka, yaitu
Allah. Sehingga, mereka akan semakin mendekatkan diri pada pemilik kekuatan
tersebut (Allah).
Kedua, mitos sebagai media keselamatan. Masyarakat yang melaksanakan
ritual slametan percaya akan mendapatkan keselamatan dan barokah. Dengan
mendapatkan keselamatan, seseorang akan merasakan kedamaian, ketenangan,
dan ketentraman dalam hati. Namun, perlu diingat bahwa laku semacam ini tetap
tersentral pada Tuhan. Tuhan adalah sumber anugerah, sedangkan roh leluhur
dan kekuatan sakti yang dipercayai masyarakat hanyalah wasilah (perantara)
saja.
Ketiga, mitos sebagai ajaran. Tradisi slametan mengandung ajaran
kearifan lokal yang dapat diambil, yaitu anggota masyarakat berkumpul dan
mengingat kembali jasa para leluhur. Hal ini merupakan wujud rasa syukur dan
terima kasih atas jasa-jasa dan perjuangan leluhur semasa hidupnya. Mitos
tentang larangan menebang pohon Sembujo Silo, serta mitos tentang kecantikan
Putri Jawi dapat mengingatkan adanya kematian dalam kehidupan. Sunan Kali
Jaga (dalam Endraswara, 2003b:34) berpesan dalam tembang dhandhanggula
bahwa “Urip iku neng donya tan lami, upamane jebeng menyang pasar, tan
langgeng neng pasar bae, tan wurung nuli mantuk, mring wismane sangkane
nguni, ing mengko aja samar, sangkan paranipun, ing mengko padha weruha,
yen asale sangkan paran duk ing nguni, aja nganti kesasar.” Maksud pesan
tersebut adalah bahwa hidup di dunia ini tidak lama, ibarat manusia pergi ke
pasar, akan segera kembali ke rumah asalnya tadi.

62 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013


Mitos tentang larangan menikah antara warga Jawi dengan warga
Suwayuwo yang berakibat pada kesengsaraan hidup mengajarkan untuk selalu
bersyukur, tabah, ikhlas, sabar, kuat terhadap segala cobaan atau ujian, dan tidak
putus asa dengan apa yang sudah menjadi ketentuanNya baik itu suka ataupun
duka. Orang Jawa berasumsi bahwa abang birune urip (warna hidup) tergantung
takdir. Atas dasar itu, orang Jawa menyikapi takdir dengan pandangan mung
saderma nglakoni (sekedar menjalankan yang telah ditentukan) Tuhan.
Keempat, mitos sebagai arahan terhadap tindakan manusia. Mitos yang
berupa larangan-larangan seperti larangan menebang pohon Sembujo Silo
merupakan bentuk norma atau aturan yang tidak tertulis dalam masyarakat Jawa.
Aturan-aturan tersebut digunakan untuk mengatur etika, sopan santun, serta
moralitas masyarakat. Sedangkan mitos tentang malapetaka yang terjadi pada
bulan Suro mengarahkan pada tindakan masyarakat untuk selalu berhati-hati dan
waspada, sehingga masyarakat bisa terhindar dari kemungkinan buruk yang akan
terjadi. Serat Sewaka menjelaskan bahwa orang yang waspada, kemungkinan
selamat lebih besar dibanding yang gegabah. Manusia yang berhati-hati dalam
sikap dan tindakan jauh lebih baik daripada manusia yang tidak waspada.
Kelima, mitos sebagai solidaritas social. Pelaksanaan ritual slametan
mencerminkan lambang kebersamaan seluruh masyarakat Dusun Jawi. Perasaan
memiliki budaya slametan pun akan demikian kuat. Persiapan ritual slametan
dikerjakan secara gotong royong antar warga, mulai dari pembuatan ancak dan
tumpeng, persiapan tempat, dan acara sehingga tercipta suasana kebersamaan
antar warga yang semakin menguatkan solidaritas masyarakat.
Keenam, mitos sebagai pengetahuan tentang dunia. Melalui mitos asal
usul suatu daerah, masyarakat mendapatkan keterangan dan pengetahuan
mengenai asal usul terjadinya beberapa daerah di wilayah Prigen, Pandaan, dan
Sukorejo. Hal ini mampu menambah khazanah pengetahuan serta memberikan
pengetahuan bahwa Putri Jawi merupakan tokoh yang menjadi cikal bakal
terjadinya beberapa daerah tersebut.

Pemanfaatan Mitos dalam Cerita Rakyat Putri Jawi sebagai Materi


Pembelajaran
Peneliti menjadikan beberapa hasil penelitian mitos Putri Jawi ini untuk
dimanfaatkan sebagai materi pembelajaran di SMA. Hal ini didasarkan agar
generasi muda dapat mengetahui cerita rakyat daerahnya sehingga kelestariannya
tetap terjaga. Berdasarkan kompetensi menemukan hal-hal yang menarik tentang
tokoh dan latar cerita rakyat yang disampaikan secara langsung dan atau melalui
rekaman, siswa menemukan nilai-nilai kehidupan. Dalam menemukan hal-hal
menarik tokoh, siswa berpedoman pada karakter tokoh yang bisa diambil
manfaatnya. Serta mengacu pada mitos-mitos yang banyak memuat nilai-nilai
kehidupan yang bertolak pada kearifan lokal. Selain itu, siswa juga menjadikan
kejadian dalam cerita Putri Jawi seperti asal usul penamaan tempat sebagai hal
yang menarik.
Nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil siswa melalui mitos dalam cerita
rakyat Putri Jawi ini adalah: tolong menolong, menghargai sesama, gotong-
royong, mawas diri, keyakinan pada agama, menghormati, kerukunan hidup,
ikhlas, bersyukur, dan selalu ingat kepada Tuhan. Mitos dalam cerita rakyat Putri

63 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013


Jawi menunjang pembentukan karakter siswa. Cerita tentang keteguhan pendirian
Putri Jawi, keramahtamahan Putri Jawi, keberanian dan sikap saling menolong
para tokoh, dan sikap pemurahnya mbah lengkir patut untuk dijadikan contoh
sebagai perilaku terpuji kepada para siswa. Sedangkan sikap angkuh Kebo Yuwo,
pengkhianatan Kebo Yuwo, ambisi Raja Blambangan, dan kecurangan Putri Jawi
dapat dijadikan contoh sebagai sikap tercela yang tidak patut dicontoh oleh siswa.
Selain itu, mitos tentang larangan-larangan yang terdapat dalam cerita juga
mengajarkan siswa untuk selalu waspada dan berhati-hati serta mempertebal
keyakinan atau keimanan kepada Tuhan.
Peneliti menyimpulkan bahwa mitos dalam cerita rakyat Putri Jawi selain
dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran untuk apresiasi sastra Bahasa
Indonesia kelas X di SMA, juga sebagai media pengajaran tentang nilai-nilai
kehidupan yang dapat digunakan untuk pendidikan karakter siswa.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh simpulan bahwa ragam mitos
dalam cerita rakyat Putri Jawi terdiri atas enam ragam. Pertama, mitos yang
berupa gugon tuhon meliputi: (a) mitos tentang larangan pernikahan, (b) mitos
tentang pohon Sembujo Silo. Kedua, mitos legenda dan cerita meliputi: (a) mitos
kecantikan Putri Jawi, (b) mitos asal usul beberapa daerah. Ketiga, mitos berupa
sirikan, yaitu mitos tentang larangan menggunakan bunga kantil. Keempat,
mitos yang berhubungan dengan waktu, yaitu mitos tentang bulan Suro.
Keenam, mitos yang berupa laku (tindakan nyata), yaitu slametan.
Mitos tentang cerita rakyat Putri Jawi tersebut memiliki enam fungsi.
Fungsi tersebut adalah: (a) fungsi mitos sebagai kesadaran terhadap kekuatan
gaib di luar dirinya, tercermin dalam ritual slametan, (b) fungsi mitos sebagai
media keselamatan, tercermin dalam ritual slametan, (c) fungsi mitos sebagai
ajaran, tercermin dalam ritual slametan dan mitos larangan menikah antara
warga Jawi dengan warga Suwayuwo, (d) fungsi mitos sebagai arahan atas
tindakan manusia, tercermin dalam mitos larangan menebang pohon Sembujo
Silo, serta mitos malapetaka yang terjadi pada bulan Suro, (e) fungsi mitos
sebagai solidaritas sosial, tercermin dalam ritual slametan, dan (f) fungsi mitos
sebagai pengetahuan tentang dunia, tercermin dalam mitos asal usul suatu
daerah.
Mitos dalam cerita rakyat Putri Jawi ini memuat banyak kemenarikan yang
didasarkan pada: (1) falsafah hidup yang berdasarkan pada karakter atau
kepribadian para tokoh, seperti keteguhan pendirian Putri Jawi, keramahtamahan
Putri Jawi, keberanian dan sikap saling menolong para tokoh, dan sikap
pemurahnya mbah lengkir, (2) mitos, yang dapat menunjang pembentukan
karakter siswa karena banyak memuat nilai-nilai kehidupan yang bertolak pada
kearifan lokal, seperti: tolong menolong, menghargai sesama, gotong-royong,
mawas diri, keyakinan pada agama, menghormati, kerukunan hidup, ikhlas,
bersyukur, dan selalu ingat kepada Tuhan, dan (3) kejadian dalam cerita Putri
Jawi seperti asal usul penamaan tempat juga menjadi hal yang menarik. Upaya
memanfaatkan mitos dalam cerita rakyat Putri Jawi ini ke sekolah sebagai alat
pengenalan tradisi lokal kepada generasi penerus. Oleh karena itu, mitos dalam

64 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013


cerita rakyat Putri Jawi dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran apresiasi
sastra Bahasa Indonesia kelas X di SMA.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang diajukan dirumuskan
sebagai berikut. Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan Kabupaten
Pasuruan disarankan agar menggunakan folklor sebagai sarana pendidikan untuk
membentuk generasi muda yang berbudaya. Kepada peneliti lain diharapkan agar
dapat mengembangkan penelitian tentang folklor di daerah lain yang sekiranya
belum mendapat perhatian dari peneliti-peneliti folklor sebelumnya. Kepada
masyarakat diharapkan untuk menumbuhkan dan menunjukkan kecintaan, sikap
peduli, dan rasa memiliki terhadap kekayaan budaya daerah masing-masing
dengan menjaga kelestariannya.
DAFTAR RUJUKAN
Danandjaja, James.2002. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Endraswara, Suwardi. 2003a. Falsafah Hidup Jawa. Tangerang: Cakrawala.
Endraswara, Suwardi. 2003b. Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan
Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa. Jogjakarta: Narasi.
Hadiwijaya. 2010. Tokoh-tokoh Kejawen: Ajaran dan Pengaruhnya.
Yogyakarta: Eule Book.
Herusatoto, Budiono. 2008. Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Mulder, Niels. 1996. Pribadi dan Masyarakat di Jawa. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Pambagyo, Atur Sabdo. Bahasa Simbol: Makna Bunga . (online),
(http://atursabdopambagyo.wordpress.com/2010/02/27/bahasa-simbol-
makna-bunga), diakses 24 Juli 2012.
Peursen, Van. 1976. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan
Kanisius.Prasetyo, Yenu Endar. 2010. Mengenal Tradisi Bangsa.
Yogyakarta: IMU.
Soenarjo. 1998. Al Quran dan Terjemahnya. Surabaya: Al-Hidayah.
Sukatman. 2009. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia: Pengantar Teori dan
Pembelajarannya. Yogyakarta: Laksbang Pressindo.

65 | JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

Anda mungkin juga menyukai