Kerja Praktik Zelna Ratna NN (1552010048) PDF
Kerja Praktik Zelna Ratna NN (1552010048) PDF
Oleh :
ZELNA RATNA NOER NABILA
NPM. 1552010048
Disusun Oleh :
Yunda Dwi Adhawati NPM 1552010047
Zelna Ratna N. Nabila NPM 1552010048
Fakultas Teknik
Mengetahui,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan
Laporan Kerja Praktek di PT. Ispat Indo. Laporan Kerja Praktek ini merupakan
salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, UPN “Veteran”
Jawa Timur.
Kerja Praktek dimaksudkan untuk menambah wawasan serta menerapkan ilmu
yang sudah didapatkan selama perkuliahan nmengenai proses pengolahan limbah dan
manajemen K3. Penulis menyadari bahwa Laporan Kerja Praktek ini dapat selesai
karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT., selaku Dekan Fakultas Teknik, UPN “Veteran” Jawa
Timur.
2. Bapak Okik Hendriyanto C. ST., MT. selaku Ketua Program Stu Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik, UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir. Yayok Suryo Purnomo, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
memberikan arahan serta bimbingan selama kegiatan Kerja Praktek
berlangsung serta dalam penyelesaian laporan Kerja Praktek ini.
4. Bapak Agus Barliandi selaku Dy General Manager yang telah membimbing
selama kegiatan Kerja Praktek.
5. Bapak Irwan Agung S. selaku Assisstant Manager yang telah membimbing
selama kegiatan Kerja Praktek.
6. Bapak Arif, selaku SHE Engineer PT Ispat Indo sebagai Pembimbing
Lapangan yang telah mengarahkan dan mendidik selama kegiatan Kerja
Praktek serta membimbing dalam pengerjaan laporan ini.
7. Bu Liana, Bu Rasma, Bapak Wawan, Bapak Faukal, Bapak Adi selaku SHE
officer yang telah membimbing selama kegiatan Kerja Praktek dan membantu
proses penyelesaian laporan ini.
8. Seluruh staff dan karyawan PT Ispat Indo.
i i
9. Keluarga yang senantiasa memberikan nasehat, perhatian dan dukungan baik
moril maupun materiil.
10. Terima kasih untuk rekan Kerja Praktek saya di PT Ispat Indo yang telah
memberikan bantuan sekaligus menjadi Tim selama pelaksanaan Kerja
Praktek.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Akhirnya kami berharap semoga laporan Praktek Kerja Lapangan ini
dapat bermanfaat terutama bagi kami sendiri selaku penulis, dan bagi para
pembaca. Kami juga mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan di masa
yang akan datang.
Penulis
ii
ABSTRAK
PT Ispat Indo adalah perusahaan yang berbentuk PMA (penanaman modal asing).
Perusahaan ini merupakan perusahaan baja terbesar kedua di Indonesia, berlokasi
di kawasan industri Desa Kedungturi, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo.
Pabrik ini memproduksi baja dengan kapasitas tahunan melampaui 700.000 ton.
PT Ispat Indo memproduksi baja untuk menjadi kawat dalam bentuk wire rod
(kawat gulungan). Air produksi pada proses peleburan baja berasal dari unit Water
Treatment plant (WTP). Dalam proses pembuatan wire rod yang berbahan baku
scrap dan sponge, serta bahan tambahan seperti ferro silicon, ankerfrit diolah
menggunakan dua proses. Dua proses tersebut yaitu Steel Melting Shop (SMS)
dan Rolling Mill (RM) yang sama sama memiliki beberapa unit sehingga
menghasilkan limbah B3. Limbah B3 akan dikumpulkan di Tempat Penampungan
Sementara (TPS) lalu diserahkan kepada pihak ketiga.
Dalam proses pembuatan wire rod, juga dihasilkan air limbah, dimana air ini
disebut air limbah proses. Air limbah akan diolah dengan unit Waste Water
Treatment Plant (WWTP). Pada unit tersebut air yang telah diolah akan di reuse
untuk proses produksi selanjutnya dan sludge akan dikumpulkan di TPS. Dalam
studi kali ini yang dibahas adalah Sistem pengelolaan dan pengolahan limbah B3
serta manajemen K3 PT Ispat Indo.
Kata kunci : Limbah B3, Tempat Penampungan Sementara (TPS).
iii iii
DAFTAR ISI
Abstrak ..................................................................................................................iii
Daftar Isi................................................................................................................ iv
iv
1
II.5.4. Teknologi Pengolahan Limbah B3 .......................................................... 26
v
V.4. Pengelolaan dan Pengolahan Limbah ........................................................ 79
VI.2. Review dan Evaluasi Pemenuhan Peraturan Lingkungan Hidup ........... 109
LAMPIRAN
vi
1
DAFTAR GAMBAR
vii 1
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi kimia limbah padat slag pada industri baja........................ 19
Tabel 2.2. Daftar Limbah B3 Dari Sumber Spesifik Khusus Berdasarkan PPRI
Nomor 101 Tahun 2014 ...................................................................... 23
Tabel 4.1. Perbedaan Line A dan B ...................................................................... 59
Tabel 5.1 Limbah cair kontaminasi ....................................................................... 68
Tabel 5.2 Limbah cair non kontaminasi ................................................................ 68
Tabel 5.3. Jenis dan Jumlah Limbah B3 ............................................................... 69
Tabel 5.4. Uji Karakteristik Limbah Padat B3 Steel Slag..................................... 71
Tabel 5.7. Hasil Uji LD50 14 Hari Limbah Slag KR PT. Ispat Indo .................... 73
Tabel 5.8. Hasil Uji LD50 14 Hari Limbah Slag KR PT. Ispat Indo .................... 73
Tabel 5.9. Hasil Penelusuran MSDS Limbah Industri .......................................... 72
Tabel 5.10. Perkiraan Bahaya di tempat Kerja ..................................................... 97
Tabel 5.11. PEDOMAN APD ............................................................................... 97
Tabel 6.1. Data hasil temuan lapangan PT Ispat Indo Juli 2018 ......................... 105
Tabel 6.2. Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Per.Gub. Jatim No 10 Tahun
2009 ................................................................................................... 110
Tabel 6.3. Regulasi Peraturan Baku mutu limbah cair domestik Per. Gub Jatim
No. 72 Tahun 2013............................................................................ 112
Tabel 6.4. Review Peraturan yang digunakan sebagai Regulasi PT Ispat Indo .. 114
viii 1
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1 1
meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat
korosif, dan lain-lain.
Dalam rangka untuk memahami semua yang tersebut di atas, maka kerja
praktek merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa Teknik
Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur sebagai penerapan ilmu di lapangan.
Selain itu kegiatan tersebut diharapkan dapat menambah pemahaman tentang
permasalahan di dunia indusri, sehingga dapat menunjang pengetahuan secara
teoritis yang didapat dari materi perkuliahan dan mahasiswa dapat menjadi salah
satu sumber daya manusia yang siap menghadapi tantangan era globalisasi pada
dunia kerja yang akan dihadapi.
Latar belakang dari dipilihnya PT. ISPAT INDO, Sidoarjo, karena
mengingat bahwa perusahaan tersebut merupakan industri manufaktur yang
memproduksi baja sehingga memiliki potensi untuk menghasilkan limbah atau
bahan pencemar berbahaya terhadap lingkungan. Namun dengan adanya
pengelolaan B3 yang baik maka hal tersebut bukan merupakan suatu masalah.
Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mempelajari dan mengevaluasi sistem
pengolahan limbah yang diterapkan di PT. ISPAT INDO.
2
I.3. Tujuan dan Manfaat
I.3.1 Tujuan Kerja Praktek
1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar
Sarjana S-1 Program Teknik Lingkungan Fakultas Teknik UPN
“Veteran” Jawa Timur.
2. Mendapatkan pengalaman dalam suatu lingkungan kerja dan mendapat
peluang untuk berlatih menangani permasalahan dalam pabrik serta
melaksanakan studi perbandingan antara teori yang didapat di kuliah
dengan penerapannya di pabrik.
3. Untuk mengetahui dan memahami secara langsung proses produksi PT
ISPAT INDO dengan menggunakan teknologi yang ada.
4. Untuk menambah wawasan mengenai aplikasi Teknik Lingkungan
dalam bidang industri.
3
I.4. Metodologi Penelitian
Metode yang dilaksanakan dalam kerja praktek di PT. ISPAT INDO
adalah dengan cara :
1. Observasi, yaitu dengan turun langsung melaksanakan, mengatur,
mengawasi, menilai proses dengan pengoperasian alat.
2. Wawancara, yaitu dengan cara berkomunikasi atau diskusi langsung
dengan pembimbing lapangan, mandor, dan operator alat.
3. Opening, yaitu dengan melaksanakan tugas yang diberikan oleh
pembimbing praktek.
4. Pustaka, yaitu dengan cara studi pustaka yang diambil baik dari
perpustakaan di perusahaan, SOP pabrik, melalui media internet dan
lainnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5 5
3. Tahun 1000 SM, bangsa yunani, mesir, jews, roma, carhaginians dan
asiria juga mempelajari peleburan dan menggunakan besi dalam
kehidupannya.
4. Tahun 800 SM, India berhasil membuat besi setelah di invansi oleh
bangsa arya.
5. Tahun 700 – 600 SM, Cina belajar membuat besi.
6. Tahun 400 – 500 SM, baja sudah ditemukan penggunaannya di eropa.
7. Tahun 250 SM bangsa India menemukan cara membuat baja.
8. Tahun 1000 M, baja dengan campuran unsur lain ditemukan pertama kali
pada 1000 M pada kekaisaran fatim yang disebut dengan baja damascus.
9. Tahun 1300 M, rahasia pembuatan baja damaskus hilang.
10. Tahun 1700 M, baja kembali diteliti penggunaan dan pembuatannya di
eropa.
6
Pada 9 Oktober 1979, Presiden Soeharto meresmikan Pabrik Besi Spons
model Hyl S.A modul I dan II dengan kapasitas 1,5 juta ton per tahun, Pabrik
Billet Baja dengan kapasitas 500.000 ton per tahun, Pabrik Batang Kawat dengan
kapasitas 220.000 ton per tahun, serta fasilitas infrastuktur berupa Pusat
Pembangkit Listrik Tenaga Uap 400 MW, Pusat Penjernihan Air dengan kapasitas
2000 liter/detik, Pelabuhan Cigading serta Sistem Telekomunikasi. Tanggal 24
Februari 1983 diresmikan beroperasinya Pabrik Slab Baja (EAF), Pabrik Baja
Lembaran Panas dan Pabrik Besi Spons unit 2 PT. Krakatau Steel oleh Presiden
Soeharto.
Pada tahun 1976, PT Ispat Indo berdiri di Sidoarjo Surabaya oleh seorang
imigran dari India Laksmi Mittal dan istrinya. Diatas tanah bekas persawahan
seluas 16,5 hektar, Mittal mendirikan bangunan yang dijadikan pabrik bernama
PT. Ispat Indo. Disinilah Mittal mulai menyingsingkan lengan sepenuhnya. Ia
menanamkan modal US$ 15.000.000 (Rp. 135 Milliar) untuk mendirikan dan
memulai mengoperasikannya.
Kapasitas produksi 60.000 ton per tahun terus meningkat menjadi 700.000
ton per tahun. Pabrik yang menitikberatkan industrinya di bidang wire itu
memproduksi paku dan besi tulangan untuk konstruksi. Pendiri PT Ispat Indo,
Laksmi Niwas Mittal, merupakan orang terkaya nomor 4 di dunia yang memiliki
pabrik baja yang tersebar di penjuru dunia, holding baja miliknya bernama
Archelor Mittal.
Konsumsi nasioanal baja kita, 30 kg per kapita, masih jauh di bawah
Malaysia yang pada tahun yang sama dengan berdirinya pabrik baja di Indonesia
masih belum punya pabrik baja yaitu 500 kg per kapita. Revitalisasi dan
pembangunan pabrik baja dengan teknologi yang canggih dan kapasitas yang
besar harus terus dilakukan guna mencukupi kebutuhan baja nasional sehingga
serbuan baja-baja dari china bisa di minimalis.
7
antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah
sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal
(crystal lattice) atom besi.
Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain karbon adalah
(titanium), krom (chromium), nikel, vanadium, cobalt dan tungsten (wolfram).
Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan
(hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength), namun di sisi lain
membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility).
Baja tahan karat atau lebih dikenal dengan Stainless Steel adalah senyawa besi
yang mengandung setidaknya 10,5% Kromium untuk mencegah proses korosi
(pengkaratan logam). Kemampuan tahan karat diperoleh dari terbentuknya lapisan
film oksidakromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses oksidasi besi
(Ferum). Stainless Steel sering digunakan dalam perlengkapan Stainless Steel
untuk industri makanan.
Beberapa sifat - sifat baja secara umum adalah :
a. Keteguhan (solidity)
Mempunyai ketahanan terhadap tarikan, tekanan atau lentur
b. Elastisitas (elasticity)
Kemampuan / kesanggupan untuk dalam batas –batas pembebanan tertentu,
sesudahnya pembebanan ditiadakan kembali kepada bentuk semula.
c. Kekenyalan / keliatan (tenacity)
Kemampuan/kesanggupan untuk dapat menerima perubahan perubahan
bentuk yang besar tanpa menderita kerugian-kerugian berupa cacat atau
kerusakan yang terlihat dari luar dan dalam untuk jangka waktu pendek.
d. Kemungkinan ditempa (maleability)
Sifat dalam keadaan merah pijar menjadi lembek dan plastis sehingga dapat
dirubah bentuknya
e. Kemungkinan dilas (weklability)
Sifat dalam keadaan panas dapat digabungkan satu sama lain dengan
memakai atau tidak memakai bahan tambahan, tampa merugikan sifat-sifat
keteguhannya
8
f. Kekuatan (hardness)
Kekuatan melawan terhadap masuknya benda laierlukan
9
d. Untuk membuat sifat-sifat spesial
Baja paduan yang diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi
menjadi:
a. Low alloy steel, jika elemen paduannya ≤ 2,5 %
a. Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 – 10 %
b. High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %
Baja paduan juga dibagi menjadi dua golongan yaitu baja
campuran khusus (special alloy steel) &high speed steel.
Baja Paduan Khusus (special alloy steel)
Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam seperti
nikel, chromium, manganese, molybdenum, tungsten dan vanadium.
Dengan menambahkan logam tersebut ke dalam baja maka baja paduan
tersebut akan merubah sifat-sifat mekanik dan kimianya seperti menjadi
lebih keras, kuat dan ulet bila dibandingkan terhadap baja karbon
(carbon steel).
High Speed Steel (HSS) Self Hardening Steel
Kandungan karbon : 0,70 % – 1,50 %. Penggunaan membuat alat-
alat potong seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan
milling cutters. Disebut High Speed Steel karena alat potong yang dibuat
dengan material tersebut dapat dioperasikan dua kali lebih cepat
dibanding dengan carbon steel. Sedangkan harga dari HSS besarnya dua
sampai empat kali daripada carbon steel
Selain jenis-jenis baja di atas juga terdapat jenis – jenis baja
lainnya antara lain :
Baja dengan sifat fisik dan kimia khusus:
Baja tahan garam (acid-resisting steel)
Baja tahan panas (heat resistant steel)
Baja tanpa sisik (non scaling steel)
Electric steel
Magnetic steel
Non magnetic steel
10
Baja tahan pakai (wear resisting steel)
Baja tahan karat/korosi
Dengan mengkombinasikan dua klasifikasi baja menurut kegunaan
dan komposisi kimia maka diperoleh lima kelompok baja yaitu:
Baja karbon konstruksi (carbon structural steel)
Baja karbon perkakas (carbon tool steel)
Baja paduan konstruksi (Alloyed structural steel)
Baja paduan perkakas (Alloyed tool steel)
Baja konstruksi paduan tinggi (Highly alloy structural steel)
11
diolah besi kasar putih yang mengandung p antara 1,7 – 2 %, mn 1 – 2 % dan
Si 0,6-0,8 %. Setelah unsur Mn dan Si terbakar, P membentuk oksida phospor
(P2O5), untuk mengeluarkan besi cair ditambahkan zat kapur (CaO),3 CaO +
P2O5Ca3(PO4)2 (terak cair).
12
Mudah mencapai temperatur tinggi dalam waktu singkat
Temperatur dapat diatur
Efisiensi termis dapur tinggi
Cairan besi terlindungi dari kotoran dan pengaruh lingkungan sehingga
kualitasnya baik
Kerugian akibat penguapan sangat kecil
13
II.5. Limbah
a. Definisi Limbah
Limbah adalah sisa usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 18 tahun 1999).
Limbah adalah bahan atau sisa buangan yang dihasilkan oleh suatu proses
produksi baik dari skla rumah tangga (domestik) maupun industri yang
kehadirannya pada suatu tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena
tidak memiliki nilai ekonomis.
Menurut PP 82 tahun 2001, Pengertian Limbah cair sisa dari suatu hasil
usaha atau produksi yang berjenis cair. Jenis limbah cair biasanya dihasilkan oleh
pabrik yang memproduksi dengan bahan baku yang mengandung air yang banyak.
Sedangkan berdasarkan keputusan Menperindag RI
No.231/MM/Kep/7/1997 Pasal 1 tentang prosedur impor limbah, menyatakan
bahwa limbah adalah bahan atau barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan atau
proses produksi yang fungsinya sudah berubah dari aslinya.
b. Macam limbah
1) Limbah Padat
Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik pada
umumnya berbetnuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan
perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempat –
tempat umum. Jenis – jenis limbah padat : kertas, kayu, kain, karet/kulit
tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dll.
2) Limbah Cair
Limbah cair adalah sisa suatu hasil usaha atau kegiatan yang
berwujud cair (PP No.82 tahun 2001).
Segala jenis limbah yang berwujud cairan, beupa air beserta
buangan yang tercampur (tersuspensi) maupun terlarut dalam air.
3) Limbah Gas
Polusi udara adalah tercemarnya udara oleh beberapa partikulat zat
(limbah) yang mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon,
14
sulfur dioksida, nitrogen oksida, ozon (asap kabut fotokimia), karbon
monoksida dan timah.
Limbah Gas
(PP 41/2001)
Utilitas Fasilitas
Bahan Baku Proses Pendukung
Produk
(PP 74/2001) Produksi
Air Buangan
IPAL
(PP 82/2001)
- Limbah Padat
- Limbah Cait
Sludge
15
Alur Penentuan Limbah B3
Menurut PP No. 101/2014
16
II.5.2.1. Limbah B3 dari Sumber Spesifik
1. Slag
Slag atau Terak adalah produk yang tidak memnuhi syarat dari proses
pencairan logam sehingga harus dipisahkan dari produk besi dan baja. Slag ini
terjadi ketika komponen dalam tanur/furnace sudah menjadi dingin. Slag terdiri
dari campuran oksida logam. Secara umum slag merupakan product dalam proses
peleburan lpgam yang harus dibuang dari furnace karena komposisinya sudah
tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Proses terbentuknya slag/terak dapat dilihat pada gambar 2. Dari Blast
Furnace akan terbentuk slag sekitar 290 kl/Ton besi. Lain itu dalam Basic Oxygen
Furnace akan terbentuk slag sebanyak 110 kg/Ton baja. Dalam type Electric Arc
Furnace akan terbentuk slag sebanyak 120 kg/Ton baja.
Jenis Slag dari Industri Besi dan Baja, adalah sebagai berikut :
a. Blast Furnace Slag
Blast furnace slag diperoleh dari cairan non ferrous yang ada dalam tanur
ketika mencairkan pig iron. Komponen utama yang terkandung adalah ebsi
tercampur dengan kapur. Kapur digunakan untuk mengikat komponen non
ferrous seperti silika aluminia yang terkandung dalam biji besi (pig iron).
Sekitar 290 kg slag yang dihasilkan untuk setiap pig iron. Ketika dikeluarkan
dari tanur, slag dalam keadaan cair dengan temperatur sekitar 1.500 0C. Untuk
proses pendinginan slag ada duacara yaitu :
- Air cooled slag
Slag cair akan dilewatkan ke cooling yard. Slag akan terdinginkan perlahan-
laha secara alami. Hasilnya berupa padatan seperti batu.
- Granulated Slag
Cairan slag yang keluar dari furnace segera didiginkan dengan pessurized
jet water. Hasilnya berbentuk vitreous granulated.
17
Gambar 2.3. Air-cooled slag Gambar 2.4. Granulated Slag
b. Steel making Slag
Slag ini merupakan produk dari proses steelmaking yang mengolah
pig iron serta steel scrap untuk menghasilkan besi dengan kualitas tinggi.
Steelmaking slag terdiri dari corverter slag yang dihasilkan dari proses
corverter & elecrical arc furnace. Proses slaging dilakukan selama proses
pencairan dan terutama ketika bahan bakunya berasal dari bahan steel scrap.
Steelmaking slag ada dua yaitu :
- Corverter Slag
Seperti dengan air cooled blas furnace slag. Corverter slag
didinginkan dengan air cooled secara alami yang pada tahap air
didinginkan dengan spray water, sekitar 110 kg slag dihasilkan setiap ton
corverter steel.
- Electric Aec Furnace Slag
Electric Aec Furnace Slag biasanya dihasilkan ketika besi scrap
dicairkan dan dimurnikan. Oleh karena itu slag ini terdiri dari oxidizing
slag yang dihasilkan selama oxidizing refining. Selain itu ada reducing
slag yang dihasilkan selama proses reducing refining. Sekitar 70 kg slag
yang dihasilkan dalam proses oxidizing dan sekitar 40 kg slag dihasilkan
dari proses reducing.
18
Corverter Electric Arc furnace Steelmaking Slag
Gambar 2.5. Corverter Furnace, Electric Arc furnace dan Steelmaking Slag
Tabel 2.1. Komposisi kimia limbah padat slag pada industri baja
Hasil
No. Parameter Satuan Metode Uji
Analisis
Logam berat
1. Arsen (As) mg/kg < 0.188 Destruksi SM.3114 B
2. Barium (Ba) mg/kg < 3.931 Destruksi SM.3111 D
3. Boron (B) mg/kg < 1.965 Destruksi SM.4500-BC
4. Cadmium (Cd) mg/kg < 0.118 Destruksi SM.3111 B
5. Chromium (Cr) mg/kg 49.25 Destruksi SM.3111 B
6. Copper (Cu) mg/kg 48.42 Destruksi SM.3111 B
7. Lead (Pb) mg/kg < 1.179 Destruksi SM.3111 B
8. Mercury (Hg) mg/kg < 0.393 Destruksi SM.3112 B
9. Selenium (Se) mg/kg < 0.118 Destruksi SM.3114 B
10. Silver (ag) mg/kg < 1.179 Destruksi SM.3111 B
11. Zinc (Zn) mg/kg 28.62 Destruksi SM.3111 B
Metode uji mengacu pada : – Standard Methods for the Examination of water and
waste, APHA, AWWA, WEF (Sumber : TA Vena-Zuni : 2006)
2. Mill Scale
Mill scale merupakan salah satu limbah hasil industri baja dalam proses
hot rolling maupun cold rolling. Kandungan di dalamnya berupa material
besi oksida dalam bentuk (magnetit, hematit, dan wustit). Dengan melihat
korelasi kandungan dari mill scale yang berupa ion bisa dilakukan
19
pengolahan mill scale menjadi pigmen besi oksida dengan menggunakan
proses reaksi kimia/fisika.
3. Debu EAF
Berasal dari proses Electric Arc Furnace. Pada perkembangannya
debu ersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang telah mempunyai
izin pemanfaatan limbah B3 dari KLH, sebagai bahan baku.
4. Sludge (lumpur)
Limbah sludge di industri besi dan baja bisa berasal dari pengolahan air
buangan dari proses produksi yang dilakukan dengan menggunakan Water
Treatment Plant (WTP).
5. Water Picker Liquor (WPL)
WPL merupakan hasil dari pembersihan permukaan baja pada proses
Rolling Mill (CRM). WPL tersebut dimanfaatkan oleh phak ketiga yang telah
mempunyai izin pemanfaatan limbah B3 di KLHK.
6. Katalis
Berasal dari hasil penyerapan sulfur pada proses reformasi
(pembuatan gas reduktor).
7. PS (precious Slag) Ball
Produk merupakan produk ramah lingkungan dengan struktur molekul
yang stabil dari pengolahan slag cair. Pemanfaatan produk dari pengelolaan
20
limbah slag dengan menggunakan metode SAT sampai saat ini baru
dimanfaatkan sebagai abrasive (blasting material).
8. Fines Sponge Iron
Fines Sponge Iron bukanlah termasuk limbah karena merupakan
bahan baku sponge iron yang kurang dari 5 mm lewat proses pengayakan di
Direct Reduction Plant.Fines Sponge Iron dapat digunakan kembali melalui
proses peadatan agar ukurannya lebih dari 5 mm da selanjutnya masuk
kembali ke dalam proses.
21
II.5.2.2. Limbah B3 dari Sumber Non Spesifik
Limbah B3 dari sumber non spesifik adalah limbah B3 yang pada
umumnya berasal bukan dari proses utama, tetapi berasal dari kegiatan
pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarutan kerak, pengemasan
dan lain-lain.
1. Oil dan grease (bekas)
Oil and grease bekas berasal dari mesin-mesin pada seluruh pabrik di
Industri Besi dan Baja. Oli tersebut diserahkan pada pihak ketiga yang sudah
mempunyai izin dari KLH untuk mengelola.
2. Majun
Majun merupakan limbah B3 berupa kain bekas yang terkontaminas oli
dan minyak. Mjun tersebut diserahkan pada pihak ketiga yang sudah
mempunyai izin dari KLH ntuk mengelola.
3. Aki bekas
4. Filter Bekas
Berasal dari fasilitas pengendalian pencemaran udara.
5. Limbah elektronik
Berupa cathode ray tube (CRT), lampu TL, printed circuit board (PCB),
karet kawat (wire rubber).
22
Tabel 2.2. Daftar Limbah B3 Dari Sumber Spesifik Khusus Berdasarkan PPRI
Nomor 101 Tahun 2014
23
Kode Jenis Limbah Kategori
Sumber Limbah
Limbah B3 Bahaya
B409 Fly ash Proses pembakaran batubara pada 2
fasilitas pembangkitan listrik
tenaga uap PLTU, boiler dan/ atau
tungku industri
B410 Bottom ash Proses pembakaran batubara pada 2
fasilitas PLTU, boiler dan/ atau
tungku industri
24
II.5.3. Macam – macam Uji Karakteristik Limbah B3
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses
untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak
berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum
ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur
ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika
dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insinerasi.
Tata cara penetapan limbah B3 berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014
adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan daftar lampiran limbah B3.
2. Uji karakteristik
Uji Karakteristik adalah suatu uji yang dilakukan dilaboratorium,
jika limbah mengandung salah satu atau lebih sifat, dan/atau salah satu
atau lebih pencemar yang melebihi ambang batasnya.
3. Uji toxicity characteristic leaching procedure (TCLP)
Uji TCLP adalah cara untuk menentukan kecenderungan limbah
mengalami pelindian atau leaching yang merupakan salah satu cara untuk
menentukan karakteristik limbah beracun. Limbah diidentifikasi sebagai
Limbah B3 kategori 1 jika Limbah memiliki konsentrasi zat pencemar
lebih besar dari TCLP-A sebagaimana tercantum dalam Lampiran III PP
No.101 Tahun 2014 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini. Sedangkan limbah diidentifikasi sebagai Limbah
B3 kategori 2 jika Limbah memiliki konsentrasi zat pencemar sama
dengan atau lebih kecil dari TCLP-A dan lebih besar dari TCLP-B
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
4. Uji lethal dose 50 (LD50)
Uji LD50 adalah salah satu cara untuk mengukur potensi jangka
pendek keracunan (toksisitas akut) dari suatu material. Toksikologi dapat
menggunakan berbagai jenis hewan, tetapi paling sering pengujian
dilakukan dengan tikus dan mencit. Limbah diidentifikasi sebagai Limbah
25
B3 kategori 1 jika memiliki nilai sama dengan atau lebih kecil dari Uji
Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih kecil atau sama
dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan pada
hewan uji mencit. Nilai Uji Toksikologi LD50 dihasilkan dari uji
toksikologi, yaitu penentuan sifat akut limbah melalui uji hayati untuk
mengukur hubungan dosis-respon antara limbah dengan kematian hewan
uji. Nilai Uji Toksikologi LD50 diperoleh dari analisis probit terhadap
hewan uji. Sedangkan limbah diidentifikasi sebagai Limbah B3 kategori 2
jika memiliki nilai lebih besar dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh)
hari dengan nilai lebih kecil atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh
miligram per kilogram) berat badan pada hewan uji mencit dan lebih kecil
atau sama dari Uji Toksikologi LD50 oral 7 (tujuh) hari dengan nilai lebih
kecil atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram)
berat badan pada hewan uji mencit.
5. Uji toksisitas sub-kronis
Uji toksisitas sub-kronis adalah Limbah diidentifikasi sebagai
Limbah B3 kategori 2 jika uji toksikologi sub-kronis pada hewan uji
mencit selama 90 (sembilan puluh) hari menunjukkan sifat racun sub-
kronis, berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan, akumulasi
atau biokonsentrasi, studi perilaku respon antarindividu hewan uji,
dan/atau histopatologis. Setelah kandungan/parameter fisika dan/atau
kimia dan/atau biologi yang terkandung dalam limbah B3 tersebut di
ketahui, maka terhadap selanjutnya adalah menentukan pilihan proses
pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas dan baku mutu
pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan.
26
perlu diolah, baik secara fisik, biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidak
berbahaya atau berkurang daya racunnya. Setelah diolah limbah B3 masih
memerlukan metode pembuangan yang khusus untuk mencegah resiko terjadi
pencemaran.
Secara umum skema teknologi pengolahan limbah B3 terhadap jenis
limbah B3 yang berbeda-beda dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pemilihan
teknologi pengolahan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3
tersebut, berikut ini adalah skema/bagan pengolahan limbah B3 berdasarkan
jenisnya :
27
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical
conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
a. Menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam
lumpur
b. Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
c. Mendestruksi organisme pathogen
d. Memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih
memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses
digestion
e. Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan
aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Concentration thickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang
akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang
umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid
bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal
sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering
selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge,
beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada
tahapan awal ini.
b. Treatment, stabilization, and conditioning
Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik
dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui
proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian
secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan
bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika
berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid
dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi
berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan
28
reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah
lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,
polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.
29
d. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia
pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
e. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan
menyerapkannya ke bahan padat
f. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang
sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur
(CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah
metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan
mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-
03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3. Inceneration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik
dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan
massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini
sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena
pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata
ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi
dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana
sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah
berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif
kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi
(heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga
menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.
Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat
B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber,
multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua
30
jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat
tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Proses Pembakaran (Inceneration) Limbah B3
Limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen.
Dapat juga mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya
elemen lain dalam jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3.
Struktur molekul umumnya menentukan bahaya dari suatu zat organic
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul limbah dapat
dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida (CO2), air dan senyawa
anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran
dengan panas merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbah B3.
Inceneration adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa
pembakaran dengan kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa
organik menjadi senyawa sederhana seperti CO2 dan H2O.
Incenerator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk
padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa
digunakan limbah organik seperti lumpur logam berat (heavy metal sludge)
dan asam anorganik. Zat karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan
sempurna bila insenerator dioperasikan I.
Incenerator memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai
senyawa organik dengan sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator
harus yang sudah terlatih. Selain itu biaya investasi lebih tinggi dibandingkan
dengan metode lain dan potensi emisi ke atmosfir lebih besar bila
perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan operasional.
Selain itu, upaya pengelolaan limbah B3 di industri besi dan baja dapat
dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
1. Reduksi limbah dengan mengoptimalkan penyimpanan bahan baku dalam
proses kegiatan atau house keeping, substitusi bahan, modifikasi proses,
maupun upaya reduksi lainnya.
2. Kegiatan pengemasan dilakukan dengan penyimbolan dan pelabelan yang
menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3 berdasarkan acuan Keputusan
31
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-
05/Bapedal/09/1995.
3. Penyimpanan dapat dilakukan di tempat yang sesuai dengan persyaratan yang
berlaku acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor: Kep-01l/Bapedal/09/1995.
4. Pengumpulan dapat dilakukan dengan memenuhi persyaratan pada ketentuan
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep--
01/Bapedal/09/1995 yang menitik beratkan pada ketentuan tentang
karakteristik limbah, fasilitas laboratorium, perlengkapan penanggulangan
kecelakaan, maupun lokasi.
5. Kegiatan pengangkutan perlu dilengkapi dengan dokumen pengangkutan dan
ketentuan teknis pengangkutan.
6. Upaya pemanfaatan dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang (recycle),
perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) limbah B3
yang dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya, misal limbah slag
dimanfaatkan menjadi roadbase jalan raya, dan mill scale dimanfaatkan bahan
baku pembuatan semen.
7. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi,
solidifikasi secara fisika, kimia, maupun biologi dengan cara teknologi bersih
atau ramah lingkungan.
8. Pengangkutan Limbah B3 dilakukan dengan alat angkut yang bersifat tertutup,
untuk menghindari pencemaran lingkungan.
9. Kegiatan penimbunan limbah B3 wajib memenuhi persyaratan dalam PP
Nomor 101 Tahun 2014.
32
dilapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air. Namun,
sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadinya kebocoran atau korosi pipa atau
pecahnya lapisan batuan akibat gempa sehingga limbah merembes kelapisan
tanah.
b. Kolam penyimpanan (surface impoundments)
Limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang
dibuat untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang
dapat mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3
akan terkosentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah
memakan lahan karena limbah akan semakin tertimbun dalam kolam, ada
kemungkinan kebocoran lapisan pelindung, dan ikut menguapnya senyawa
B3 bersama air limbah sehingga mencemari udara.
c. Landfill untuk limbah B3 (secure landfils)
Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus pengamanan
tinggi. Pada metode pembuangan secure landfills, limbah B3 ditempatkan
dalam drum atau tong-tong, kemudian dikubur dalam landfill yang didesain
khusus untuk mencegah pencemaran limbah B3. Landffill ini harus
dilengkapi peralatan moditoring yang lengkap untuk mengontrol kondisi
limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan dengan benar
dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif. Namun, metode
secure landfill merupakan metode yang memliki biaya operasi tinggi, masih
ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka
panjang karena limbah akan semakin menumpuk.
33
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
3. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
6. Peraturan Pemerintah Repunlik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
34
BAB III
35 35
1. Electrode Grade (JIS G 3503) Certificate Number JQID 08008
2. Low Carbon Wire Rod (JIS G 3505) Cetificate Number JQID 08009
3. High Carbon Wire Rod (JIS G 3506) Cetificate Number JQID 08010
4. Steel Bar for Concrete Reinforcement (JIS G 3112), SNI 07-2052-2002,
SNI 07-0954-2005, SMK3, ISO 9001:2008, ISO 14001:2004, OHSAS
18001:2007
5. Acreditation ISO/IEC 17025:2005 dengan No. LP-455-IDN oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN)
36
2. Sebelah Timur, berbatasan dengan pemukiman, dan jalan tol Surabaya –
Malang;
3. Sebelah Selatan, berbatasan dengan PT. Suryahantimbar, dan Pemukiman;
4. Sebelah Barat, berbatasan dengan PT. Jatim Taman Steel, dan Jalan Arteri;
37
internasional dengan selalu mengedepankan kualitas produksi yang telah
mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Disamping itu adanya
fasilitas terkini yang dimiliki oleh perusahaan menjadikan PT. ISPAT
INDO sebagai perusahaan yang tangguh dan antisipatif, siap menghadapi
tantangan yang akan datang pada masa yang akan datang.”
38
SNI 07-2052-2002, ISO 14001 dan UKAS Environmental Management 001,
dan juga SMK3.
PT. ISPAT PANCA PUTERA memproduksi high tensile deformed
bar dan plain bar. Produk utamanya adalah 10 mm - 32 mm round bar dan
deformed bar. Bahan bakunya adalah billet dengan ukuran (lebar x tinggi x
panjang) 130 mm x 130 mm x 8 meter dan 160 mm x 160 mm x 8 meter.
Produk yang dihasilkan PT. ISPAT PANCA PUTERA diantaranya.
a. Round bar dengan ukuran 10 mm - 32 mm
b. Deformed bar dengan ukuran 10 mm – 32 mm
c. Shafting bar dengan ukuran 10 mm – 32 mm
3. PT. ISPAT BUKIT BAJA
PT. ISPAT BUKIT BAJA didirikan pada tahun 1994 yang berlokasi
di Bekasi, yang memproduksi long steel products seperti steel angel bar, steel
channel dan steel strips. Penghargaan yang telah diraih PT. ISPAT BUKIT
BAJA diantaranya ISO 9001, UKAS Quality Management 001, ISO 14001,
UKAS Environmental Management 001, SNI 07-0954-2005, dan SMK3.
39
1. Quality Control Promoter and Managemant Representative
Departemen ini bertanggung jawab penuh dalam hal pengendalian
mutu serta menjaga kualitas penerapan sistem manajemen yang ada
diperusahaan. Selain itu, QC Promoter and Managemant Representative
mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
a. Mampu menjamin dan mengatur proses yang ada agar teori Quality
Management dapat diterapkan.
b. Mampu menjamin bahwa permintaan konsumen pada semua tingkatan
organisasi sudah terpenuhi.
2. Operation Department
Operation Department membawahi beberapa departemen lainnya,
yaitu antara lain sebagai berikut.
a. Departemen Steel Melting Shop (SMS)
Departemen ini memiliki dua bagian yang saling mendukung yaitu:
1) Logistic
Berdasarkan rencana harian dan hubungan dengan suplier,
proses pemindahan scrap (bahan baku) dari Scrap Yard milik logistik
ke daerah pengisian (charging pit) dilakukan sesuai dengan permintaan
dan berdasarkan waktu kemampuan furnace beroperasi.
2) Steel Melting Shop Operation (SMSO)
Pada bagian ini komposisi bahan produksi yang telah
ditentukan oleh logistik dimasak sesuai permintaan konsumen. SMSO
bertanggung jawab atas proses peleburan mulai dari scrap sampai
menjadi logam cair yang siap dituang hingga menjadi billet.
b. Departemen Rolling Mill
Mempunyai tanggung jawab terhadap proses produksi mulai dari
billet sampai menjadi wire rod. Di dalam Departemen Rolling Mill dibagi
lagi menjadi beberapa bagian. Salah satunya adalah Divisi Hidorolik dan
Pneumatik. Divisi Hidrolik dan Pneumatik bertanggung jawab terhadap
kinerja hirdrolik dan pneumatik di PT. ISPAT INDO.
40
Ranah kerja dari divisi ini adalah perawatan harian, schedule
maintenance, dll. Divisi ini sangat berperan penting dalam proses
produksi, karena dari awal hingga akhir proses produksi terdapat hidrolik
dan pneumatik.
c. Departemen Konstruksi Sipil (Civil Construction Department)
Divisi ini mempunyai tanggung jawab antara lain sebagai berikut.
1) Terhadap semua aktifitas sipil dalam konstruksi dan perawatan
gedung.
2) Terhadap pengelolaan departemen sipil dan mengawasi secara
berkelanjutan perkembangan aktivitas sipil, kualitas, perencanaan dan
penjadwalan.
3) Terjaminnya tagihan untuk pembayaran, mendapatkan persetujuan
untuk pekerjaan baru, negosiasi, penandatanganan kontrak.
4) Terhadap pelaksanaan proyek serta tim engineering yang akan
menanganinya.
5) Pelatihan (training) terhadap sumber daya manusia, khususnya untuk
sipil.
d. Departemen Pemeliharaan (Maintenance Department)
Berfungsi sebagai pendukung dan pemberi pelayanan pada
Departemen Steel Melting Shop dan Departemen Rolling Mill.
Departemen pemeliharaan bertanggung jawab untuk menjaga peralatan
yang ada agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Departemen Steel
Melting Shop dan Rolling Mill dan juga sesuai dengan standar yang telah
digariskan departemen.
Departemen ini terbagi menjadi dua sub departemen yaitu :
1) Electrical maintenance bertugas memelihara peralatan yang
berhubungan dengan kelistrikan.
2) Mechanical maitenance bertugas memelihara peralatan yang
berhubungan dengan mesin-mesin yang digunakan.
41
e. Departemen Pembelian (Purchasing Department)
Berkontribusi dalam mengatur pembelian bahan-bahan baku
untuk diproses menjadi produk unggulan yang memiliki kualitas tinggi.
Adapun departemen pembelian memiliki sub departemen yaitu Sub
Departemen Gudang (Store), bertanggung jawab atas transaksi keluar
masuk barang dari gudang.
3. Marketing Department
Marketing Department pekerjaannya berhubungan dengan pemasaran
produk, yang berdasarkan dari permintaan pelanggan. Secara teknis,
departeman ini membuat suatu kesepakatan penjualan. Jika kesepakatan telah
terpenuhi, maka dikeluarkan sebuah surat persetujuan atau SPA (Sell Product
Agreement) untuk ditandatangani oleh pihak pembeli/pelanggan. Kemudian
setelah itu barang akan dikirimkan kepada pihak pembeli. Marketing
Departemen ini memiliki tiga sub departemen yaitu :
a. Sub Departemen Pemasaran Domestik (Domestic Marketing);
Berkontribusi dalam pemasaran produk khusus untuk dalam negeri.
b. Sub Departemen Eksport; Berkontribusi dalam pemasaran produk
khusus untuk ekspor/luar negeri.
c. Sub Departemen Pengapalan (Shipping); Berkontribusi dalam hal
transportasi untuk ekspor dan impor.
4. Finance And Commerce Department
Finance And Commerce Department membawahi beberapa
departemen lainnya, yaitu:
a. Finance Department
Finance Department memiliki kompetensi dalam hal mengatasi
permasalahan keuangan dan mengatur perbelanjaan perusahaan secara
efektif dan efisien.
b. Management Information System Department
Bertugas menyediakan perangkat pendukung berupa teknologi
sistem informasi. Dengan sistem informasi ini diharapkan terjalinnya
sistem penyampaian informasi antar sesama departemen maupun antar
42
supplier dan customer. Informasinya dapat berupa data-data yang
berkenaan dengan proses produksi, sistem manajemen, maupun kualitas
produk, serta data-data lain yang dianggap perlu. Departemen ini juga
menjaga semua data perusahaan dan semua data yang dimiliki oleh
departemen yang ada. Keamanan data, penyalinan (Back Up) data serta
pemulihan data yang rusak juga merupakan tugas dari departemen ini.
5. Personnel and Administer Department
Personnel and Administer Department membawahi beberapa
departemen lainnya, yaitu :
a. Keamanan (security) yang mempunyai tugas untuk menjaga dan
mengamankan aset perusahaan, menekan terjadinya pencurian,
meningkatkan pengawasan dan pengaturan jalanya lalu lintas.
b. Sumber Daya Manusia (Human Resource) yang mempunyai tugas untuk
menjalankan semua sistem dan proses yang ada diperusahan agar
mencapai hasil yang maksimal.
c. Safety Health and Environment (SHE) bertugas :
1) Menerapkan UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja No. 1 tahun 1970
yang terdiri dari perlengkapan keselamatan, pemeriksaan keselamatan,
menjaga keselamatan, P2K3 (Panitia Pengawas Keselamatan dan
Kesehatan Kerja), keselamatan saat memasuki daerah kerja.
2) Menjaga lingkungan kerja sekitar perusahaan seperti peraturan yang
ditetapkan oleh UU Lingkungan dan menjaga agar efek yang
ditimbulkan produksi seminimal mungkin berdampak pada
lingkungan.
3) Melakukan kegiatan pencegahan dan pengandalian dampak dari
limbah produksi sesuai dengan yang telah digariskan oleh Analisis
Dampak Lingkungan.
d. Pelatihan (Training) diperlukan oleh perusahaan untuk meningkatkan
produktivitas dan untuk menghasilkan produk dengan kualitas tinggi,
maka perusahan juga memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas
baik dalam sektor teknis maupun manajerial.
43
6. Quality Control
Mempunyai tanggung jawab terhadap proses pengendalian
pengembangan produk dan mutu produk. Quality Assurance melakukan
pemeriksaan pada area scrap, gudang, Steel Melting Shop, dan Rolling Mill.
Quality Assurance melakukan tes mekanik dan tes kimia pada produk atau
material yang selanjutnya hasil pemeriksaan atau tes dibandingkan dengan
spesifikasi standar perusahaan. Sistem manajemen kualitas akan diperiksa
oleh Audit Kualitas Internal perusahaan sebanyak dua kali dalam satu tahun.
44
III.7. Prosedur 5R
Dalam rangka mengelolah tempat kerja agar menjadi bersih, aman dan
nyaman sehingga tujuan yang dicapai dapat terpenuhi, maka PT Ispat Indo telah
menerapkan proses siklus sebagai berikut (Kebijakan, Perencanaan, Implementasi
dan Operasi, Pemeriksaan, Tinjauan Manajemen, perbaikan terus- menerus).
1. Kebijakan
Berisi point–point yang ingin dicapai oleh PT Ispat Indo dengan
diterapkannya Program 5R sebagai pembuktian komitmen dari perusahaan
agar dapat terlaksananya program tersebut.PT Ispat Indo Berusaha
meningkatkan penerapan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) dengan
melibatkan seluruh karyawan dan orang lain yang berada dilokasi perusahaan
untuk mencapai produktivitas kerja, kenyamanan, dan keamanan yang
optimal melalui:
- Keterlibatan aktif dan tanggung jawab seluruh karyawan dan orang lain
yang berada di lingkungan perusahaan
- Peningkatan pembinaan, pendidikan dan pelatihan
- Penyediaan sumber daya
- Pemantauan dan pengendalian penataan serta kebersihan lingkungan kerja
disemua area perusahaan
- Melakukan tinjauan manajemen secara berkala.
2. Perencanaan
Untuk mensukseskan Program 5R tersebut maka dibentuklah suatu
struktur Organisasi Sistem Manajemen 5R yang berfungsi untuk
merencanakan langkah - langkah apa saja yang akan dilakukan.
3. Penerapan dan Operasi
a. Ringkas, prosedur penerapannya:
- Menetapkan jadwal ringkas
- Foto area sebelum menerapkan ringkas
- Memberi label pada barang – barang yang akan dipilah pilah (termasuk
loker/laci)
- Memasukkan inventarisasi barang yang pasti di tempat kerja
45
- Menyerahkan barang ragu – ragu ke TPS
- Penanggung jawab area TPS akan menginventarisasi barang di area
TPS
- Pisahkan barang – barang yang tidak diperlukan menurut barang bernilai
/ tidak, barang B3 / non B3
- Menyingkirkan barang yang tidak diperlukan dari area kerja
- Diputuskan melalui proses diskusi antara penanggung jawab area dan
sub area
- Foto sesudah
b. Rapi, prosedur penerapannya:
- Menetapkan jadwal rapi
- Foto area sebelum penerapan R2
- Menetapkan denah area kerja secara rinci
- Menetapkan dan menyiapkan label untuk tempat simpan dan item barang
- Mengklasifikasikan tempat simpan dan itemnya berdasarkan fungsi,
seragam, frekuensi pemakainnya
- Menetapkan tanda batas, marka pada lantai kerja alat dan mesin
- Memasang petunjuk untuk arah evakuasi, pejalan kaki, transportasi
- Menyiapkan dan menetapkan penyimpanan barang yang khusus seperti
B3 dll
- Foto sesudahnya, Indikator keberhasilan tercapainya rapi adalah area
kerja tampak rapidan tidak sulit untuk mencari barang.
c. Resik, prosedur penerapannya:
- Menetapkan jadwal resik
- Menyiapkan sarana kebersihan
- Membuat jadwal kebersihan beserta standart bersih dan area kritisnya
- Menetapkan penanggung jawab area kebersihan kepada tim 5R di unit
kerjanya
- Memberikan tag untuk tanggung jawab perbaikan
- Eliminasi / menghilangkan sumber penyebab kotor
- Melaporkan / meminta perbaikan pada bagian terkait sesuai tag.
46
- Membuat check list kebersihan
- Menetapkan hari bersih dan biasakan 5 menit sebelum bekerja
- Foto sesudah
Indikator keberhasilan tercapainya resik adalah area kerja
tampak resik bebas dari kotoran.
d. Rawat, prosedur penerapannya:
- Kaizen
- Adanya standar
- Menerapkan tag
- Menerapkan patroli manajemen
- Evaluasi penerapan program
e. Rajin, prosedur penerapannya:
- Disiplin pemakaian seragam dan APD
- Suri tauladan penanggung jawab area
- Adanya tindakan perbaikan dari hasil audit
- Pertemuan rutin 5R
- Pelatihan 5R
- Realisasi program
- Adanya audit 5R
- Adanya KPI / Balance Score card
- Reward & punishment
- Evaluasi 5R
- Prosedur pembuangan sampah
- Prosedur Operasi TPS
- Prosedur pelaksanaan pertemuan 5R
- Prosedur patroli manajemen
- Prosedur penyelenggaraan lomba / penilaian / audit 5R
- Prosedur pemberian reward & punishment
- Standar pemberian marka / garis pembatas / garis pemisah
- Standar ringkas, rapi, resik, rawat, rajin
47
4. Pemeriksaan
PT Ispat Indo menetapkan dan memelihara prosedur terdokumentasi
untuk memantau dan mengukur secara teratur penerapan 5R dan
menindaklanjuti ketidaksesuaian, menyelesaikan tindakan koreksi dan
pencegahan terhadap masalah- masalah yang berkaitan dengan 5R. selain itu
PT ISPAT INDO juga melakukan proses pengawasan / audit 5R yang
dilakukan oleh perwakilan semua Departemen yang ditunjuk oleh Head Of
Department.
5. Tinjauan Manajemen
Proses peninjauan ulang system manajemen 5R minimum sekali dalam
satu tahun untuk memastikan kesesuaian, kecukupan dan keefektifan serta
peluang peningkatan berkelanjutan dari sistem manajemen 5R.
6. Perbaikan
Perbaikan secara terus menerus.
48
BAB IV
PROSES PRODUKSI PT. ISPAT INDO
49 49
tumpahan bersihkan tapi jangan sampai masuk ke air, saluran air dan saluran
pembuangan.
- Simpan dalam kantong besar, drum baja dan kotak kayu
- Jauhkan dari asam, alkali, muatan yang berisi makanan, makanan ternak.
- Jauhkan dari debu yang sensitif
- Apabila menyimpan dalam waktu yang lama disarankan untuk
menutupnya dengan terpal
d. Ankerfrit
Berbentruk serbuk yang berwarna gelap dan berbau khas. Komposisi
dari ankerfrit adalah magnesium oksida, minyak lilin dan silika bekas. Untuk
penanganan bila terjadi tumpahan adalah segera bersihkan tapi jangan sampai
masuk ke air, saluran air dan saluran pembuangan.
e. Dolomite
Berbentuk bubuk berwarna putih tulang yang tidak berbau. Komposisi
dari dolomite adalah fillers, magnesium karbonat dan kalsium karbonat.
Penyimpanan dan penanganan untuk dolomite adalah
- Simpan pada tempat yang kering, sejuk, terdapat ventilasi yang baik
- Beri label
f. Lime
Berbentuk bubuk berwarana krem. Komposisi dari lime adalah fillers,
magnesium karbonat dan kalsium karbonat. Penyimpanan dan penanganan
untuk lime adalah:
- Simpan pada tempat yang kering, sejuk, terdapat ventilasi yang baik
- Beri label
g. Carbon Riser 211
Berbentuk serbuk yang berwarna abu-abu, kehitaman dan berbau
sulfur. Penanganan dan penyimpanan untuk carbon raiser 211 adalah:
- Jauhkan dari oksidator
- Hindarkan dari aliran listrik
50
IV.2. Alur Produksi
Berikut ini merupakan flowchart dari keseluruhan proses produksi di PT Ispat
Indo:
51
IV.2.1 Steel Melting Shop (SMS)
52
selanjutnya cairan baja yang telah ditentukan komposisinya kemudian di cetak
menggunakan CCM (Continous Casting Machine) menjadi billet (baja balok
dengan ketebalan dan panjang tertentu). Selanjutnya CCM mengirimkan sample
kepada Laboratorium untuk memeriksa apakah kandungan atau komposisi sudah
pas atau masih kurang, dengan alat sinar X-ray dan juga Gamma. Apabila kurang
maka dari pihak CCM akan menambahkan komposisi cairan baja sesuai pesanan
konsumen.
a. EAF (Electric Arc Furnace)
Bertanggung jawab melakukan peleburan scrap, pada bagian ini scrap
dimasak dalam BRF (Billet Reheating Furnace) bertemperatur ±1600oC. EAF
yang digunakan oleh PT. ISPAT INDO menggunakan tiga buah elektrode dan
tiga burner. Pada bagian ini selain scrap, dimasukkan juga bahan-bahan lain
seperti dolomite, limes dan batu kapur. Serta dalam jangka waktu tertentu
ditambahkan juga serbuk karbon dan oksigen untuk mendapatkan
pembakaran yang optimum.
53
unsur-unsur tambahan (C, Mn, P, S, Si) untuk mendapatkan produk yang
sesuai dengan standar mutu. Pada bagian ini material liquid yang telah
diproses oleh LRF (Laddle Refining Furnace) siap untuk dicetak menjadi
billet.
c. CCM (Continous Casting Machine)
Unit CCM (Continous Casting Machine) bertanggung jawab atas
proses penuangan material (besi cair) dari laddle ke tundish (penampung
cairan) hingga dicetak menjadi billet.
54
Proses selanjutnya dilakukan di area Rolling Mill. Billet yang telah di
cetak kemudian dipanaskan ulang di BRF (Billet Reheating Furnace). Tujuan dari
pemanasan ulang ini adalah untuk memudahkan dalam pemrosesan kembali
menjadi wire rod. PT Ispat Indo memiliki 2 line untuk mencetak wire rod yaitu :
A. Line A
Beberapa ciri utama dari line ini adalah tahap proses charging yang
menggunakan metode walking heart type serta ukuran produk billet yang
dihasilkan yaitu 150 x 150 x 920 cm. Tahap-tahap pada Billet Reheating Furnace
di Line A sebagai berikut:
a. Charging Process
Tipe Charging Process ini adalah Walking Heart Type (lantai
bergerak) dengan kapasitas 70 ton/ jam, adapun prosesnya adalah sebagai
berikut:
1. Billet di tampung dalam charging bed kemudian satu persatu masuk ke
kurva
2. Sebelum masuk ke furnace, didorong oleh positioned agar billet dalam
furnace posisinya lurus
3. Kemudian billet didorong ke dalam furnace oleh charging pusher
4. Selanjutnya satu persatu di transfer ke discharging oleh Walking Heart
sesuai perjalanan rolling.
b. Recooperative zone
Merupakan proses pemanasan awal billet dengan range temperature
antara 27⁰C sampai dengan 980⁰C. Dalam Recooperative zone tidak ada
burner (pemanas), disini billet yang dipersiapkan diproses Charging
selanjutnya masuk ke Reecoperative Zone.
Salah satu pemanas dalam Reecoperative Zone adalah gas heating dari
efek pemanasan berikutnya (Reheating, Heating, dan Sooking). Melalui
Reecooperative zone gas buang tersebut keluar melalui gas outlet sekaligus
pemanasan awal (0-950⁰ C) Sebelum billet masuk ke Preheating zone.
55
c. Preheating zone
Merupakan pemanasan awal billet dengan menggunakan burner. Dalam
preheating zone terdapat 12 burner, secara bertahap billet yang sudah
mengalami pemanasan awal dalam reecoperative zone, selanjutnya masuk
dalam preheating zone. Pemanasan yang terjadi pada zone ini berkisar antara
temperatur 95⁰C-110⁰C.
d. Heating zone
Merupakan daerah pemanasan billet dengan temperatur proses yang
dikehendaki sebelum dikenai proses rolling. Proses pemanasan awal pada
billet di recooperative zone dan preheating zone sampai mencapai 950⁰C
mengurangi terjadinya head dropping (kehilangan panas) pada proses di
heating zone. Dalam proses ini, billet yang telah mengalami proses dari
preheating zone selanjutnya masuk dalam proses heating zone. Heating zone
memiliki 12 burner dengan kapasitas masing- masing burner 90 lt / jam.
e. Soocking zone
Merupakan daerah penyiapan billet agar temperatur billet terjaga
sebagaimana temperatur di heating zone sebelum memasuki proses rolling.
Setelah melalui heating zone, selanjutnya billet-billet akan memasuki daerah
socking zone (daerah homogenisasi temperatur). Pada daerah ini billet akan
mengalami homogenisasi temperature pada tiap titik yang ada. Socking zone
memiliki 12 burner dengan kapasitas masing-masing 42 lt/jam. Sedangkan
distribusi pemanasan pada zona ini, dimana temperatur pada billet akan sama
pada semua titiknya tiap-tiap komposisi kadar karbon.
Proses di socking zone ini merupakan proses terakhir yang terjadi pada
Billet Reheating Furnace di line A, sedangkan seperti dijelaskan di atas
bahwa ciri khusus dari line ini adalah bahwa untuk mengambil billet-billet
yang akan dimasukkan dalam recooperative zone, yang dilakukan oleh
walking heart (lantai berjalan) dimana mesin akan mengangkat billet ke atas
masuk ke recooperative zone dan selanjutnya kembali pada posisi normal.
Sedangkan waktu yang digunakan mulai dari tahap pengambilan sampai
56
posisi normal disebut dengan Cycle Time Working Time, rata-rata setiap billet
sekitar 82 detik.
Bahan bakar yang digunakan dalam billet reheating furnace (BRF)
adalah gas alam (Metana) dengan energi yang dihasilkan 9,100 Kkal/I. Billet
yang siap dikeluarkan oleh heating zone diambil oleh alat yang disebut kick
off untuk dilakukan proses rolling mill selanjutnya. Setelah keluar dari BRF
billet masuk kedalam descaler yang berfungsi untuk membersihkan slek (sisa
pembakaran yang tidak sempurna) yang menempel pada billet. Billet akan
memasuki mesin roll dan semakin lama billet akan semakin mengecil. Dalam
proses ini billet akan mengalami 2 kali cutting yaitu pemotongan pada bagian
ujung dan ekor billet ini bertujuan untuk menghilangkan bagian yang suhunya
sudah tidak sempurna. Billet masuk ke dalam flying shear disana juga ada
proses cutting yang bertujuan sama yaitu untuk menghilangkan bagian billet
yang pemanasannya tidak sempurna. Selanjutnya billet akan masuk ke Line C
disana ada proses pencetakan billet sesuai dengan pesanan,kecepatan billet di
dalam Line C kurang lebih 100/detik. Billet yang sudah dicetak akan masuk
ke control cooling system, billet akan membentuk gulungan coil sambil
adanya proses pendinginan.
B. Line B
Karakteristik dari proses di line B ini adalah pada tahap charging prosess,
dimana digunakan metode pushertype (billet terdorong) pada billet reheating
furnace serta ukuran billet furnace serta ukuran billet yang digunakan yaitu jenis
125 x 125 x 460 cm. Di samping itu pada Line B ini arah burner yang digunakan
sejajar dengan dinding atas membentuk sudut 55⁰. Tahap-tahap pada Billet
Reheating Furnace pada Line B ini adalah:
a. Charging Process
Tipe Charging Process ini adalah Pusher (didorong) dimana billet yang
disediakan dalam bed untuk pada zone awal (Recooperative Zone) digunakan
proses dorong masuk ke kurva. Kapasitas pada Line ini adalah 35 ton/jam,
adapun prosesnya adalah sebagai berikut:
57
1. Setelah berada dalam kurva, selanjutnya billet didorong oleh positioned
agar billet posisinya lurus dalam furnace
2. Kemudian satu persatu billet dimasukkan/ dipindah ke discharging
sesuai dengan perjalanan rilling.
b. Recooperative zone
Merupakan proses pemanasan awal billet dengan range temperature
antara 27⁰C- 950⁰C. Seperti halnya Line A, dalam Line B ini billet 125x 125x
460 cm dipanaskan awal pada daerah ini dengan menggunakan gas buang
(sampai dengan 950⁰C). sebelum siap dimasukkan dalam preheating zone,
tidak ada burner dalam recooperative zone ini.
c. Heating zone
Daerah pemanasan (Heating Zone) ini merupakan proses pemanasan
yang utama yang dikendaki sebelum mengalami proses rolling. Proses
pemanasan awal pada recooperative zone dan heating zone ini sampai
mencapai suhu 950⁰C mengurangi terjadinya heat zone. Dalam proses ini,
billet dari preheating zone diproses dalam heating zone. Heating zone sendiri
memiliki 12 burner dengan masing-masing burner berkapasitas 90 lt/ jam.
d. Soocking zone
Billet yang telah mengalami pemanasan dalam heating zone memasuki
daerah socking zone. Socking zone merupakan daerah penyiapan billet agar
suhu terjaga sebagaimana temperatur di heating zone sebelum memasuki
proses rolling. Pada daerah socking ini billet akan mengalami homogenisasi
suhu pada tiap-tiap titik yang ada. Socking zone memiliki 12 burner dengan
kapasitas masing-masing 43 lt/ jam. Proses di socking zone ini merupakan
proses terakhir yang terjadi pada billet reheating furnace di line B ini
sebagaimana yang terjadi dalam proses di line A. ciri khusus pada line B ini
yang membedakan dengan line A disamping jenis billet yang digunakan
adalah 125 x 125 x 460 cm, mesin yang digunakan untuk memindahkan billet
dari bed ke Recooperative zone adalah pusher dengan kapasitas 35 ton/ jam.
58
Tabel 4.1. Perbedaan Line A dan B
59
Gambar 4.7. Proses Flow Chart Wire Rod Rolling
60
±1240oC untuk suatu proses atau pembuatan wire rod. Adapun cara kerja BRF
yaitu, sebelum billet masuk ke dalam ruang pemanasan BRF, billet disusun
terlebih dahulu di rak billet atau charging bed yang bergerak secara eksentrik
dengan menggunakan satu motor.
Untuk mendorong billet dan charging bed masuk ke dalam BRF
digunakan peralatan yang disebut Billet Pusher dengan gerakan sistem dorong
dua silinder, kemudian apabila ada letak billet yang tidak rata atau menonjol
keluar bisa disejajarkan dengan alat pengatur posisi billet yang disebut
charging positioner.
Setelah billet masuk di BRF, billet akan dipanaskan dengan suhu
antara 1100ºC sampai dengan 1200ºC. Kapasitas BRF bisa menampung 82
buah billet. Banyaknya alat pemanas dalam BRF yaitu sebanyak 36 burner
yang terbagi atas 12 burner pada shocking zone, 12 burner pada heating zone
dan 12 burner pada pre heating zone.
Bahan bakar yang digunakan di semua masing-masing zone berupa
combustion air preheated to 450ºC, natural gas dan IDO. Setelah billet
mengalami pemanasan yang cukup dengan suhu yang diinginkan, maka
digunakan alat yang disebut Kick Off Device yang berjumlah 3 buah yaitu
untuk mengambil billet dari Walking Heart, setelah billet diambil oleh Kick
Off Device kemudian diambil dari BRF dengan alat Discharge Roll. Billet
Reheating Furnace area terdiri atas : Charging Bed, Charging Billet Pusher,
Charging Positioner, Billet Reheating Furnace, Kick Off Device, dan
Discharge Roll Table.
1) Charging Bed
Charging Bed adalah tempat billet yang akan dimasukkan ke
BRF, Charging Bed dapat menampung kurang lebih 30 billet, bergerak
secara eksentrik yang digerakkan satu motor elektrik. Pada Charging
Bed terdapat sensor yang berguna untuk mendeteksi posisi billet.
61
2) Charging Billet Pusher
Charging Billet Pusher adalah peralatan untuk mendorong billet
dari cueva menuju ruang BRF, dengan menggunakan gerakan sistem
dorong dari dua silinder.
3) Charging Positioner
Charging Positioner adalah tempat untuk mengatur posisi atau
meluruskan salah satu ujung billet yang menonjol keluar, agar billet
yang masuk ke BRF sejajar dengan yang lainnya.
4) Billet Reheating Furnace
Billet Reheating Furnace adalah tempat untuk menaikan dan
menampung 82 billet dengan panjang billet 9,2 meter. Pemanasan
berasal dari burner yang berjumlah 36 buah yang terbagi 12 burner pada
setiap zone.
5) Kick Off Device
Kick Off Device digerakkan oleh dua motor. Kick Off Device
berjumlah 5 buah yang bergerak secara pneumatic digunakan untuk
mengambil billet satu per satu dari walking heart.
6) Discharge Roll Table
Discharge Roll Table adalah alat yang digunakan untuk
mentransfer billet menuju rolling. Discharge Roll Table mempunyai roll
yang berjumlah 7 buah. Sistem pendinginan menggunakan sistem
indirect cooling water.
b. Mill Equipment Area
Billet yang sudah keluar dari BRF, kemudian dibersihkan dengan alat
yang disebut Descaler. Descaler memiliki 8 nozzle yang berguna untuk
menyemprotkan air dengan bantuan pompa guna mengurangi scale yang
melekat pada billet. Setelah itu billet baru masuk pada roll table yang
digerakkan oleh satu motor. Pada roll table terdapat stopper yang berguna
untuk memindahkan billet out bila terjadi masalah pada equipment. Sebelum
billet memasuki proses pengerolan kecepatan billet diatur oleh pinch roll yang
62
bekerja dengan cara menekan ujung billet yang akan masuk sehingga ujung
billet satu dengan ekor billet lain tidak saling bersentuhan.
Secara garis besar proses rolling melewati 18 ESS stand yang
berfungsi mereduksi billet dengan dimensi sesuai groove dari roll, dimana
tiap-tiap stand mereduksi rata-rata 20% dari besar baja yang di roll.
Terdapat beberapa jenis groove yang dipakai untuk proses pengerolan
yaitu jenis round, box, dan oval. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di dalam
tabel. Roll tersusun secara horisontal dan vertikal. Pada roll yang vertikal
terdapat guide roll pada entry hal ini digunakan agar bar tidak bergerak ke
atas atau ke bawah saat akan masuk roll vertikal. Bar melewati setiap stand
dengan kecepatan yang berbeda-beda dan setiap stand memiliki ukuran yang
berbeda pula dengan ukuran yang berbeda maka tiap stand digerakkan oleh
motor sendiri dan dengan gear box sendiri. Untuk menghindari tegangan
berlebih yang diakibatkan coil yang ditarik maka terdapat vertical lopper yang
terletak diantara stand. Tiap bar akan mengalami proses pemotongan (shear)
pada ujung dan ekor bar.
Hal ini dikarenakan sebagian besar bagian ujung dan ekor dari bar
mengalami penurunan temperatur yang cepat dan hal ini dikhawatirkan akan
menyebabkan penambahan beban pada proses reduksi berikutnya. Posisi shear
terdapat pada stand 4, stand 10, dan stand 16. Dari stand 16 masuk block mill
area dimana tempat ini sangat menentukan kualitas dan diameter wire rods
sesuai dengan grade yang diinginkan. Pada block mill terdapat 10 roll yang
posisinya horizontal dan vertikal dan ada tempat yang khusus digunakan jika
bar mengalami cobbel dalam block mill. Setelah masuk block mill area, bar
mengalami proses pendinginan menggunakan dua water cooling box sebelum
masuk ke turn forming head.
Setelah bar didinginkan, bar diukur diameternya dengan alat yang di
beri nama Zumbar setelah itu bar memasuki pinchroll untuk mengurangi
kecepatan sebelum masuk ke proses turn forming head. Turnforming head
berfungsi untuk membentuk wire rods yang panjang menjadi coil of wire yang
kemudian akan ditransfer ke collection area. Mill Equipment Area terdiri dari :
63
Descaler, Roll Table Billet Reheating Furnace, Pinch Roll, Stand,Vertikal
Lopper, Shear, dan Fixed Control Cooling, Block Mill Area, serta Turn
Forming Head.
c. Collection Area
Collection Area terdiri dari:
1) Cooling Conveyor
Fungsi dari cooling convenyor adalah mentransfer coil kawat
baja dari Turn Forming Head (TFH) ke trustle dan juga untuk
menurunkan temperatur coil kawat baja dengan menggunakan
hembusan angin dan blower. Pada cooling convenyor yang digunakan
untuk mengatur temperatur coil kawat baja agar diperoleh struktur
mikro yang diinginkan.
2) Easy Down Fork
Berfungsi untuk menerima gulungan coil kawat baja dari cooling
conveyor sementara bergerak vertikal dan horizontal.
3) Trestle
Berfungsi untuk menerima dan mentransfer gulungan coil kawat
baja dari cooling convenyor ke hook.
4) Discharge Truck
Berfungsi untuk mentransfer coil kawat baja dengan cara
mengangkat dari trestle ke hook convenyor dengan menggunakan
satu motor yang bekerja secara hidrolik.
5) Hook Conveyor
Berfungsi untuk menerima coil kawat baja dari discharge truck
ke compacting untuk diikat. Jumlah hook sebanyak 36 buah yang
gerakannya diatur oleh terminal yang berjumlah 12 buah.
6) Compacting
Berfungsi untuk mengikat gulungan coil kawat baja agar
menjadi lebih rapat dan rapi dengan 4 buah ikatan. Compacting saat
ini menggunakan display monitor dengan menggunakan program Win
CC, dengan menggunakan display monitor ini sebenarnya lebih
64
memudahkan kita dalam mengoprasikan mesin tersebut, akan muncul
sinyal input yang berasal dari sensor seperti limit switch, proximity
switch, pressure switch dan lain sebagainya. Selain sinyal input, juga
bisa melihat sinyal output yaitu command untuk valve.
7) Storage Transfer
Berfungsi untuk mengambil gulungan coil kawat baja yang
sudah terikat dari hook transfer dan mempersiapkan untuk mengambil
forklift untuk diletakkan distorage area.
d. Finishing
Penyelesaian coil keluar dari turn forming head kemudian melewati
cooling conveyor yang berfungsi untuk mendinginkan dan mengirim coil
menuju trustle. Trustle ini berbentuk kerucut yang berfungsi menerima
cooling dari conveyor. Trustle digerakkan oleh roll table yang bekerja secara
elektrik kemudian memindahkan coil ke hook conveyor.
Jumlah hook sebanyak 40 buah yang gerakannya diatur oleh satu
terminal pusat (operator) dengan sistem komputerisasi. Dari hook conveyor
kumpulan coil wire rod disortir antara yang baik (good grade) atau reject
(downgrade), kemudian coil yang baik dibawa ke compacting untuk diikat
(sebanyak 4 ikatan) dengan sistem hidrolik kemudian diambil oleh alat storage
transfer yang dipersiapkan untuk diambil forklift dan diletakkan di storage
area.
65
Gambar 4.9. Hasil Produksi Wire Rod
66
Bahan Baku RML 2017
Jumlah
No Nama Bahan Penggunaan/Tahun
Bahan Baku
1 Billet Consumption 406,710.00
67
BAB V
PENGOLAHAN LIMBAH
68 68
(Sumber : AMDAL, RKL-RPL Pemanfaatan Limbah B3 Jenis Mill
Scale PT.Ispat Indo)
b. Steel Slag
Limbah Slag di PT Ispat Indo, berasal dari proses SMS (Steel Melting
Shop) yaitu proses peleburan scrap yang dilakukan dengan
menggunakan teknologi Electric Arc Furnace (EAF) dan merupakan
limbah padat yang secara fisik menyerupai agregat kasar.
(Sumber : AMDAL, RKL-RPL Pemanfaatan Limbah B3 2017
PT.Ispat Indo)
c. Dust EAF
Berasal dari di PT Ispat Indo, berasal dari proses SMS (Steel Melting
Shop) dan Rolling Mill yaitu proses peleburan scrap yang dilakukan
dengan menggunakan teknologi Electric Arc Furnace (EAF).
(Sumber : AMDAL, RKL-RPL Pemanfaatan Limbah B3 2017
PT.Ispat Indo)
d. Sludge (Lumpur)
Limbah sludge di PT Ispat Indo, berasal dari air buangan dari proses
produksi yang dilakukan dengan menggunakan Water Treatment
Plant (WTP) dan Waste Water Treatment Plant (WWTP).
3) Limbah Padat B3 dari sumber non spesifik
Limbah B3 dari sumber non spesifik adalah limbah B3 yang pada
umumnya berasal bukan dari proses utama, tetapi berasal dari kegiatan
pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarutan kerak,
pengemasan dan lain-lain.
a. Majun
Majun merupakan limbah B3 berupa kain bekas yang terkontaminasi
oli dan minyak. Majun tersebut diserahkan pada pihak ketiga yang
sudah mempunyai izin dari KLH untuk mengelola.
b. Accu bekas
Accu bekas berasal dari penggunaanberbagai mesin yang memerlukan
aki.
69
c. Lampu TL, Catridge
Berasal dari beberapa lokasi pabrik.
d. Filter Bekas
Filter bekas berasal dari hasil pengumpulan debu dari proses Dust
Collerctor.
JUMLAH
JENIS AWAL LIMBAH
(TON)
70
berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum
ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur
ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika
dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insenerasi (Kep 03 Tahun 1995).
Sebelum melakukan pengolahan, terhadap limbah B3 harus dilakukan uji
analisa kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam proses pengolahan limbah B3 tersebut.
Untuk pengujian limbah B3 di PT. Ispat Indo menggunakan uji, antara lain:
a. Karakteristik
b. Toxicity characteristic leaching procedure (TCLP), dan
c. Lethal dose 50 (LD50).
Setelah kandungan/parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi yang
terkandung dalam limbah B3 tersebut di ketahui, maka terhadap selanjutnya
adalah menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi
kualitas dan baku mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan.
71
Dari uji karakteristik memperlihatkan bahwa limbah industri PT Ispat Indo
tidak termasuk limbah yang mudah meledak, mudah terbakar, tidak bereaksi
dengan CN dan tidak korosif, dan tidak bereaksi terhadap H2S.
72
Untuk manusia LD50, adalah LD50, X Berat badan manusia. LD hanya
merupakan perkiraan bagi manusia dan banyak dipakai pada bahan yang dapat
menimbulkan efek “akut” Limbah yang mengandung racun, yang penentuannya
dilakukan dengan LD50, per gram pencemar per kilogram berat badan , yang
dapat menyebabkan kematian 50 % populasi mahluk hidup. Jika LD50, itu lebih
dari 15 gram per kilogram berat badan, maka tidak dapat dikatakan sebagai
limbah B3. Penggolongan toksisitas limbah adalah sebagai berikut :
Tabel 5.7. Hasil Uji LD50 14 Hari Limbah Slag KR PT. Ispat Indo
Pengujian untuk Mencit Jenis Kelamin Jantan dari Slag KR
Dose Hari
No. (mg/kg
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
BW)
1 5.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 10.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 15.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 20.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 25.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tabel 5.8. Hasil Uji LD50 14 Hari Limbah Slag KR PT. Ispat Indo
Pengujian untuk Mencit Jenis Kelamin Betina dari Slag KR
Dose Hari
No. (mg/kg
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
BW)
1 5.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 10.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 15.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 20.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 25.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Kontrol 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
73
V.3. Dampak Kegiatan yang Ditimbulkan terhadap Lingkungan
Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk
kategori atau dengan sifat limbah B3. Limbah B3 dari kegiatan industri yang
terbuang ke lingkungan akhirnya akan berdampak pada kesehatan manusia.
Dampak itu dapat langsung dari sumber ke manusia, misalnya meminum air yang
terkontaminasi atau melalui rantai makanan, seperti memakan ikan yang telah
menggandakan (biological magnification) pencemar karena memakan mangsa
yang tercemar.
Pembuangan limbah B3 ke lingkungan akan menimbulkan masalah yang
merata dan menyebar di lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik dan benar.
Bahaya dari bahan-bahan pencemar yang mungkin dihasilkan dari proses-proses
dalam industri besi-baja/logam terhadap kesehatan yaitu :
1. Chromium (Cr)
Chromium adalah suatu logam keras berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi
meski dalam suhu tinggi. Chromium digunakan oleh industri : Metalurgi, Kimia,
Refractory (heat resistent application). Dalam industri metalurgi, chromium
merupakan komponen penting dari stainless steels dan berbagai campuran
logam.Dalam industri kimia digunakan sebagai :
a. Cat pigmen (dapat berwarna merah, kuning, orange dan hijau).
b. Chrome plating.
c. Penyamakan kulit.
d. Treatment Wool.
Chromium terdapat stabil dalam 3 valensi.Berdasarkan urutan
toksisitasnya adalah Cr-O, Cr-III, Cr-VI.Electroplating, penyamakan kulit
dan pabrik textil merupakan sumber utama pemajanan chromium ke air
permukaan.Limbah padat dari tempat prosesing chromium yang dibuang ke
landfill dapat merupakan sumber kontaminan terhadap air tanah. Kelompok
Resiko Tinggi :
a. Pekerja di industri yang memproduksi dan menggunakan Cr.
b. Perumahan yang terletak dekat tempat produksi akan terpajan Cr-VI lebih
tinggi
74
c. Perumahan yang dibangun diatas bekas landfill, akan terpajan melalui
pernafasan (inhalasi) atau kulit.
Pemajanan melaui :
a. Inhalasi terutama pekerja
b. Kulit
c. Oral : masyarakat pada umumnya
Dampak Kesehatan :
- Efek Fisiologi :
a. Cr (III) merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential)
yang mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glucosa, lemak
dan cholesterol berjalan normal.
b. Organ utama yang terserang karena Cr terhisap adalah paru-paru,
sedangkan organ lain yang bisa terserang adalah ginjal, lever, kulit
dan sistem imunitas.
- Efek pada Kulit : Dermatitis berat dan ulkus kulit karena kontak dengan
Cr-IV.
- Efek pada Ginjal : Bila terhirup Cr-VI dapat mengakibatkan necrosis
tubulus renalis.
- Efek pada Hati :Pemajanan akut Cr dapat menyebabkan necrosis hepar.
Bila terjadi 20 % tubuh tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan
berat hepar dan terjadi kegagalan ginjal akut.
2. Cadmium (Cd)
Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak
bumi.Cadmium murni berupa logam berwarna putih perak dan lunak, namun
bentuk ini tak lazim ditemukan di lingkungan. Umumnya cadmium terdapat
dalam kombinasi dengan elemen lain seperti Oxigen (Cadmium Oxide), Clorine
(Cadmium Chloride) atau belerang (Cadmium Sulfide).
Kebanyakan Cadmium (Cd) merupakan produk samping dari pengecoran
seng, timah atau tembaga cadmium yang banyak digunakan berbagai industri,
terutama plating logam, pigmen, baterai dan plastik.
Pemajanan melalui :
75
Sumber utama pemajanan Cd berasal dari makanan karena makanan
menyerap dan mengikat Cd. misalnya : tanaman dan ikan. Tidak jarang Cd
dijumpai dalam air karena adanya resapan dari tempat buangan limbah bahan
kimia.
Dampak pada kesehatan
Beberapa efek yang ditimbulkan akibat pemajanan Cd adalah adanya
kerusakan ginjal, liver, testes, sistem imunitas, sistem susunan saraf dan darah.
3. Cupper (Cu) / Tembaga
Tembaga merupakan logam berwarna kemerah-merahan dipakai sebagai
logam murni atau logam campuran (suasa) dalam pabrik kawat, pelapis logam,
pipa dan lain-lain.
Pemajanan melalui :
Pada manusia melalui pernafasan, oral dan kulit yang berasal dari
berbagai bahan yang mengandung tembaga.Tembaga juga terdapat pada tempat
pembuangan limbah bahan berbahaya. Senyawa tembaga yang larut dalam air
akan lebih mengancam kesehatan. Cu yang masuk ke dalam tubuh, dengan cepat
masuk ke peredaran darah dan didistribusi ke seluruh tubuh.
Dampak terhadap Kesehatan :
Cu dalam jumlah kecil (1 mg/hr) penting dalam diet agar manusia tetap
sehat.Namun suatu intake tunggal atau intake perhari yang sangat tinggi dapat
membahayakan. Bila minum air dengan kadar Cu lebih tinggi dari normal akan
mengakibatkan muntah, diare, kram perut dan mual. Bila intake sangat tinggi
dapat mengakibatkan kerusakan liver dan ginjal, bahkan sampai kematian.
4. Timah Hitam (Pb)
Sumber emisi antara lain dari : Pabrik plastik, percetakan, peleburan
timah, pabrik karet, pabrik baterai, kendaraan bermotor, pabrik cat, tambang
timah dan sebagainya. Pemajanan: melalui Oral dan Inhalasi
Dampak pada Kesehatan :Sekali masuk ke dalam tubuh timah
didistribusikan terutama ke 3 (tiga) komponen yaitu:
a. Darah,
b. Jaringan lunak (ginjal, sumsum tulang, liver, otak),
76
c. Jaringan dengan mineral (tulang + gigi).
Tubuh menimbun timah selama seumur hidup dan secara normal
mengeluarkan dengan cara yang lambat. Efek yang ditimbulkan adalah
gangguan pada saraf perifer dan sentral, sel darah, gangguan metabolisme
Vitamin D dan Kalsium sebagai unsur pembentuk tulang, gangguan ginjal
secara kronis, dapat menembus placenta sehingga mempengaruhi pertumbuhan
janin.
5. Nickel (Ni)
Nikel berupa logam berwarna perak dalam bentuk berbagai mineral.Ni
diproduksi dari biji Nickel, peleburan/ daur ulang besi, terutama digunakan
dalam berbagai macam baja dan suasa serta elektroplating.Salah satu sumber
terbesar Ni terbesar di atmosphere berasal dari hasil pembakaran BBM,
pertambangan, penyulingan minyak, incenerator.Sumber Ni di air berasal dari
lumpur limbah, limbah cair dari “Sewage Treatment Plant”, air tanah dekat
lokasi landfill.Pemajanan: melalui inhalasi, oral dan kontak kulit.
Dampak terhadap Kesehatan :
Ni dan senyawanya merupakan bahan karsinogenik. Inhalasi debu yang
mengandung Ni-Sulfide mengakibatkan kematian karena kanker pada paru-paru
dan rongga hidung, dan mungkin juga dapat terjadi kanker pita suara.
6. Arsene (As)
Arsene berwarna abu-abu, namun bentuk ini jarang ada di lingkungan.
Arsen di air di temukan dalam bentuk senyawa dengan satu atau lebih elemen
lain. Senyawa Arsen dengan oksigen, clorin atau belerang sebagai Arsen
inorganik, sedangkan senyawa dengan Carbon dan Hydrogen sebagai Arsen
Organik.Arsen inorganik lebih beracun dari pada arsen organik.
Suatu tempat pembuangan limbah kimia mengandung banyak arsen,
meskipun bentuk bahan tak diketahui (Organik/ Inorganik). Industri peleburan
tembaga atau metal lain biasanya melepas arsen inorganik ke udara. Arsen
dalam kadar rendah biasa ditemukan pada kebanyakan fosil minyak, maka
pembakaran zat tersebut menghasilkan kadar arsen inorganik ke udara
Penggunaan arsen terbesar adalah untuk pestisida.
77
Pemajanan
Arsen ke dalam tubuh manusia umumnya melalui oral, dari makanan /
minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus
halus kemudian masuk ke peredaran darah.
Dampak terhadap Kesehatan :
Arsen inorganik telah dikenal sebagai racun manusia sejak lama, yang
dapat mengakibatkan kematian. Dosis rendah akan mengakibatkan kerusakan
jaringan. Bila melalui mulut, pada umumnya efek yang timbul adalah iritasi
saluran makanan, nyeri, mual, muntah dan diare.
Selain itu mengakibatkan penurunan pembentukan sel darah merah dan
putih, gangguan fungsi jantung, kerusakan pembuluh darah, luka di hati dan
ginjal.
7. Nitrogen Oxide (NOx)
NOx merupakan bahan polutan penting dilingkungan yang berasal dari
hasil pembakaran dari berbagai bahan yang mengandung Nitrogen.Pemajanan
manusia pada umumnya melalui inhalasi atau pernafasan.
Dampak terhadap kesehatan berupa keracunan akut sehingga tubuh
menjadi lemah, sesak nafas, batuk yang dapat menyebabkan edema pada paru-
paru.
8. Sulfur Oxide (SOx)
Sumber SO2 bersal dari pembakaran BBM dan batu bara, penyulingan
minyak, industri kimia dan metalurgi.Dampak pada kesehatan berupa keracunan
akut:
a. Pemajanan lewat ingesti efeknya berat, rasa terbakar di mulut, pharynx,
abdomen yang disusul dengan muntah, diare, tinja merah gelap (melena).
Tekanan darah turun drastis.
b. Pemajanan lewat inhalasi, menyebabkan iritasi saluran pernafasan, batuk,
rasa tercekik, kemudian dapat terjadi edema paru, rasa sempit didada,
tekanan darah rendah dan nadi cepat.
c. Pemajanan lewat kulit terasa sangat nyeri dan kulit terbakar.
78
9. Karbonmonoksida (CO)
Karbonmonoksida adalah gas yang tidak berbau dan tidak berwarna,
berasal dari hasil proses pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar yang
mengandung rantai karbon (C).Pemajanan pada manusia lewat inhalasi.
Dampak pada kesehatan :
a. Keracunan akut
Terjadi setelah terpajan karbonmonoksida berkadar tinggi. CO
yang masuk kedalam tubuh dengan cepat mengikat haemoglobine dalam
darah membentuk karboksihaemoglobine (COHb), sehingga haemoglobine
tidak mempunyai kemampuan untuk mengikat oksigen yang sangat
diperlukan untuk proses kehidupan dari pada jaringan dalam tubuh. Hal ini
disebabkan karena CO mempunyai daya ikat terhadap haemoglobine 200
sampai 300 kali lebih besar dari pada oksigen, yang dapat mengakibatkan
gangguan fungsi otak atau hypoxia, susunan saraf, dan jantung, karena
organ tersebut kekurangan oksigen dan selanjutnya dapat mengakibatkan
kematian.
b. Keracunan kronis
Terjadi karena terpajan berulang-ulang oleh CO yang berkadar
rendah atau sedang.Keracunan kronis menimbulkan kelainan pada
pembuluh darah, gangguan fungsi ginjal, jantung, dan darah.
10. Kebisingan, mengganggu pendengaran, menyempitkan pembuluh darah,
ketegangan otot, menurunnya kewaspadaan, kosentrasi pemikiran dan
efisiensi kerja.
11. Minyak pelumas, buangan dapat menghambat proses oksidasi biologi dari
sistem lingkungan, bila bahan pencemar dialirkan kesungai, kolam atau
sawah dan sebagainya.
79
V.4. Pengelolaan dan Pengolahan Limbah
V.4.1. Pengelolaan Limbah
a. Reduksi
Pemilahan dilakukn di tempat terbuka atau berventilasi baik atay di
ruang yang terlindung dari udara panas yang disediakan perusahaan
(gudang penyimpanan sementara limbah B3). Pemilahan dilakukan
sedekat mungkin dengan area penyimpanan, semua bahan yang akan
dipilah diberi label dengan jelas dan dipisakhan sesuai dengan
kategorinya. Petugas menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan,
sepatu safety, pakaian kerja, masker). Setelah dipilah limbah
dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan sementara dan
dikelompokkan sesuai jenisnya.
b. Pewadahan dan Pengumpulan
Pewadahan di PT. Ispat Indo disesuaikan dengan limbah yang ada.
Untuk limbah cair ditempatkan pada drum yang diberi label identitas
limbah. Untuk pengumpulan yang bersifat internal pabrik, artinya
limbah B3 yang dihasilkan dari area produksi, office, logistic,
engineering dan area lainnya diangkut untuk kemudian dikumpulkan ke
penampungan sementaralimbah B3 yaitu pada area B3.
c. Penyimpanan Sementara
1) Tata cara penyimpanan sementara PT. Ispat Indo adalah :
a) Drum bekas dan container yang telah disusun rapi pada area
tempat penyimpanan sementara limbah B3 – 1 untuk menunggu
pengangkutan oleh pihak ketiga yang memiliki izin pemanfaatan
limbah B3.
b) Untuk oli bekas ditempatkan pada drum bekas kapasitas 200
liter kemudian disimpan pada area limbah cair kontaminan.
Disimpan menunggu pengangkutan dari pihak ketiga yang
memiliki izin pemanfaatan limbah B3.
c) Untuk aki bekas ditempatkan pada container khusus untuk
menunggu pengangkutan dari Metatu Nusantara.
80
d) Untuk majun dan gloves ditempatkan pada container kemudian
disimpan pada tempat penyimpanan sementara limbah B3 – 1.
Disimpan menunggu pengangkutan dari Surya Wijaya Megah.
e) Limbah mill scale ditampung kemudian diangkut menggunakan
truk menuju tempat penyimpanan sementara limbah B3 – 2
(Gudang DRI - C). Disimpan menunggu pengangkutan dari
Surya Wijaya Megah.
f) Limbah steel slag dan debu EAF ditampung kemudian diangkut
menggunakan truk menuju tempat penyimpanan sementara
limbah B3 – 3 di slag yard area.
2) Bangunan Penyimpanan Limbah
1. TPS Limbah B3 – 1 (Gudang Oli Bekas)
Sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Sidoarjo No.
188/1318/404.1.3.2/2014 tentang pemberian izin tempat
penyimpanan sementara limbah B3 kepada PT.Ispat Indo, lokasi
kegiatan penyimpanan sementara limbah B3 oli berada di dalam
area PT. Ispat Indo berukuran 3,5 x 5,5 m, dengan letak geografis
berada pada titik koordinat 7021’22.49” dan 112042’26.31”BT.
Bangunan tempat penyimpanan sementara limbah B3
tersebut telah sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No.1
Tahun 1995, tentang Tata Cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan limbah bahan berbahaya dan
beracun, yaitu dilengkapi dengan fasilitas :
Log Book Limbah
MSDS & Proses Penanganan Limbah B3
Symbol dan Label kedap air
Pagar & lantai kedap air
Fasilitas Pertolongan Pertama (Emergency Eye Wash)
Hydrant Pemadam Kebakaran
Pasir Emergency jika terjadi tumpahan
Secondary container
81
Alarm keadaan darurat
2. TPS Limbah B3 -2 (Gudang DRI – C)
Sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Sidoarjo No.
188/1318/404.1.3.2/2014 tentang pemberian izin tempat
penyimpanan sementara limbah B3 kepada PT.Ispat Indo, lokasi
kegiatan penyimpanan sementara limbah B3 mill scale berada di
dalam area PT. Ispat Indo berukuran 10,75 x 24 m, dengan letak
geografis berada pada titik koordinat 7021’31.0” dan
112042’41.8”BT.
Bangunan tempat penyimpanan sementara limbah B3
tersebut telah sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal No.1
Tahun 1995, tentang Tata Cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan limbah bahan berbahaya dan
beracun, yaitu dilengkapi yaitu :
Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang
sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang
dihasilkan/akan disimpan.
Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang
memadai untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam
ruang penyimpanan.
Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang
memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin.
Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan
(simbol) sesuai dengan tata cara yang berlaku berlaku Lantai
Bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang,
kuat dan tidak retak.
3. TPS Limbah B3 – 3 (Slag Yard Area)
Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3
tersebut belum dapat diolah/dimanfaatkan dengan segera. Kegiatan
82
penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
limbah B3 ke lingkungan, sehingga potensi bahaya terhadap
lingkungan sekitar dapat dihindarkan. Luas area penyimpanan
sementara limbah padat (B3) PT. Ispat Indo sesuai dengan
Keputusan Bupati Sidoarjo No. 188/1318/404.1.2.3/2014 adalah
seluas ± 1,5 Hektar dan dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas
berikut:
Pagar setinggi 9 meter utnuk mencegah debu ke kawasan
penduduk
Tiga sumur pantau untuk memantau kualitas air tanah (diuji
secara berkala setiap bulan);
Penghijauan dan penyiraman secara berkala;
Asphalt kedap air;
Saluran drainase untuk mengalirkan air hujan
Pemisahan/partisi limbah sesuai dengan karakteristiknya;
Hydrant pemadam kebakaran;
Fasilitas Pertolongan Pertama;
SOP Penyimpanan dan SOP tanggap darurat.
d. Pelabelan dan Simbol
Sebelum disimpan di area limbah B3, limbah terlebih dahulu
dikemas dengan kemaan yang sesuai dengan jenis limbah.
Pelabelanlimbah yang dilakukan PT. Ispat Indo yaitu :
1) Oli bekas disimpan dalam drum kapasitas 200 liter dan dipasang
simbol label sesuai jenis limbah (limbah mudah meledak dan
beracun).
2) Limbah padat majun dan gloves disimpan pada container dan diberi
label jenis limbah beracun.
3) Limbah lampu TL, ctridge disimpan pada container dan diberi label
jenis limbah beracun.
e. Pengangkutan
1) Pengangkutan Intern
83
a. Dokumen
Dokumen yang diperlukan dalam pengangkutan dari unit
produksi ke tempat penampungan sementara adalah dokumen
waste transfer yang mencantumkan identikasi jenis, jumlah dan
sumber limbah B3, atau dokumen berita acara serah terima
limbah B3.
b. Operator
Pengangkutan limbah PT. Ispat Indo menggunakan hand
lift dan juga forklift. Untuk mengemudi forklift harus
berpengalaman di lapangan, mempunyai kualifikasi sebagai
pengemudi alat angkut yang akan dipakai, mempunyai surat ijin
kerja, telah mengikuti pelatihan keselamatan kerja.
f. Pemanfaatan
PT. Ispat Indo dalam kegiatan pemanfaatan limbah padat steel slag
dan mill scale. Limbah padat yang dikelola dengan jalan memisahkan
antara tiap limbah padat sesuai dengan jenis dan karakteristiknya.
Selanjutnya dilakukan pengelolaan dengan 2 (dua) jalan, yaitu
dilakukan pemanfaatan sendiri untuk mill scale sebagai bahan baku da
steel slag sebagai base coarse di lahan sendiri. Dan dimanfaatkan oleh
pihak ketiga yang telah mempunyai izin pengelolaan limbah B3 dari
KLHK untuk debu EAF dan Mill Scale.
Pemanfaatan steel slag sebagai bahan baku pengganti agregat
merupakan bentuk keseriusan PT. Ispat Indo dalam melakukan
pengelolaan lingkungan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup
dan merupakan komitmen dalam mengehmat pemanfaatan sumber daya
alam yang tif=dal dapat diperbarui. Selain steel slag terdapat limbah
padat lainnya seperti sludge, dust maupun limbah domestik yang
tersimpan di tempat penampungan limbah.
Proses pemanfaatan masih memungkinkan dilakukan terhadap
Limbah B3 pada proses peleburan industri baja karena secara
84
karakteristik masih banyak “opportunity” untuk dilakukan
pengelolaaan pemanfaatan. Saat ini kita telah mendapatkan Ijin
Pemanfaatan Limbah B3 yaitu :
85
tentang Pemberian Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) Kepada PT. ISPAT INDO, dan Izin
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 Mill Scale kepada
Gubernur Provinsi Jawa Timur melalui Unit Pelayanan Perizinan
Terpadu (P2T) No. P2T/2/17.03/01/X/2012.
Limbah B3 Mill Scale dimanfaatkan sebagai bahan baku pada
proses peleburan di EAF karena mill scale merupakan besi oksida jika
terkena panas maka akan mereduksi karbon di dalam billet yang
dihasilkan oleh Steel Melting Shop. Sehingga kualitas billet yang
dihasilkan akan lebih baik. Keuntungan lain adalah dengan kembalinya
Fe dari mill scale maka akan menambah yield.
Supaya pemanfaatan mill scale yang merupakan besi oksida
menjadi lebih efektif dan efisien, maka mill scale dibentuk menjadi
padatan dengan menggunakan mesin briquetting. Sehingga mill scale
langsung diumpankan melalui hooper. Secara prinsip tidak ada
perubahan pada proses pemanfaatan mill scale, yang semula berupa
curah dan langkah berikutnya akan dipadatkan sesuai dengan
perkembangan teknologi yang semakin maju untuk memberikan
dampak yang efektif dan efisien dari sisi produksi dan lingkungan
hidup.
Mill scale padat lebih mudah untuk masuk kedalam baja cair
dibandingkan dengan mill scale curah. Mill scale curah cenderung
mengapung, sedangkan mill scale padat terkonsentrasi ke baja lebih
banyak.
Pada bulan Juni 2015 prmanfaatan limbah mill scale sempat
berhenti beroperasi dikarenakan alasan grade produksi billet, maka mill
scale sudah tidak dimanfaatkan lagi sebagai campuran bahan baku pada
proses produksi. Namun pada bulan Agustus 2018 limbah kembali
dimanfaatkan kembali menjadi bahan baku.
86
3) Pemanfaatan Debu EAF
Upaya – upaya pemanfaatan yang dilakukan masih
memungkinkan dilakukan terhadap Limbah B3 pada proses peleburan
industri baja karena secara karakteristik masih banyak “opportunity”
untuk dilakukan pengelolaan pemanfaatan. Antara lain sebagai paving
block, campuran beton, lapisan dasar pembuatan jalan (base coarse),
hotmix aspal dan bahan baku semen.
Beberapa jenis limbah B3 juga dilakukan proses daur ulang oleh
pihak ketiga. Seperti sebagai campuran bahan baku semen yang
dilakukan oleh PT Semen Indonesia (Persero), Tbk. Dengan izin
pemanfaatan No. 231 Tahun 2010, tentang Izin Pemanfaatan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun PT. Semen gresik (Persero) Tbk –
Pabrik Tuban. Menggunakan transporter dari koperasi warga Semen
Gresik (KWSG) dengan rekomendasi Pengangkutan Limbah Bahn B3
dari Kementerian Lingkungan hidup R.I. No B-
612/Dep.IV/LH/PDAL/01/2013.
Pemanfaatan limbah B3 juga dilakukan oleh PT. Logam Jaya
Abadi dengan izin pemanfaatan No.07.52.09 tahun 2014, tentang Izin
Pengumpulan dan Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
PT. Ispat Indo. Menggunakan transporter PT. Ispat Indo dengan
Rekomendasi Pengangkutan Limbah Bahan B3 dari Kementrian
Lingkungan dan Kehutanan No.S.312/VPLB3/PPLB3/PLB.3/5/2016.
87
partikel – partikel butiran minyak mengapung ke atas permukaan.
Pengukuran terhadap air limbah domestik yang dihasilkan oleh PT.Ispat
Indo telah dilakukan rutin setiap bulannya oleh BBTKL Surabaya.
88
Bak
Input Pengendap output
Sand Filter
Longitudinal
Sludge
Thickener
Gambar 5.1. Flow Chart Waste Water Treatment Plant Rolling Mill
PT. Ispat Indo
Input output
Sand Filter
Sludge
Thickener
89
3)Pengelolaan Udara
Upaya pengelolaan dampak lingkungan terhadap penurunan kualitas udara
adalah sebagai berikut :
a. Penanganan Gas Polutan
Penanganan gas polutan yang berasal dari kegiatan operasional pabrik
maupun kegiatan pendukung dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Gas polutan yang berasal dari proses peleburan baahn baku dan bahan
penolong lainnya, dalam proses produksi, khususnya pada proses produksi
peleburan baja dilakukan dengan pemasangan Dust Collector dan Stack
- Gas polutan dari aktifitas kendaraan, dilakukan pengelolaan dengan
melakukan perawatan secara berkala kendaraan beroperasi dengan baik.
b. Penanganan Debu
Sumber debu yang berasal dari kegiatan operasional pabrik maupun
kegiatan pendukung dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Debu dari proses peleburan dan pemurnian. Kegiatan peleburan baja
dengan menggunakan Electric Arc Furnace (EAF), pada saat itu dilakukan
pembukaan tutup tanur untuk memasukkan bahan baku (scrap) sehingga
saat itu akan keluar debu dari tanur menuju kea tap. Mekanisme kerja dari
instalasi pengolah debu (dust collector) adalah sebagai berikut : Debu yang
dihasilkan EAF dan LRF dihisap melewati ducting section menuju bag
house, sedangkan debu dari EAF dan LRF yang keluar menuju atap
dihisap melalui canopy section menuju bag house. Cara kerja bag house
adalah secara Centrifugal. Kapasitas bag house (filtering area adalah
17.606 m2) dengan efisiensi ± 99%. Fungsi Bag house adalah memisahkan
antara gas dengan debu, gas yang keluar akan melalui stack sedangkan
debu yang keluar melalui bag house. Debu dari bag house diteruskan ke
pelletizer. Debu di pelletizer ini dirubah menjadi bentuk pellet.
- Pemasangan Spark Arrestor setelah booster fan dan Bag house Raw A
dilakukan untuk mengurangi percikan debu yang dapat merusak filter bag
sehingga debu tidak mencemari lingkungan, dan debu yang tertangkap
akan dikumpulkan pada bag yang disediakan.
90
- Untuk menurunkan tingkat kadar debu yang dihasilkan pada saat proses
produksi di furnace dipasang lime screening dan dolomite screening yang
bertujuan untuk mengurangi debu dari lime maupun dolomite yang
dimasukkan kedalam furnace sehingga dapat diminimalkan debu tersebut
keluar dari furnace.
- Pemasangan Spark Arrestor yang tujuannya adalah memperpanjang umur
dari filter bag, saving energy, dan dapat lebih baik terhadap lingkungan.
- Menurunkan konsumsi Flux pada saat peleburan Scrap. Flux terdiri dari
Dolomite dan Gamping. Flux menyebabkan asap keluar dari cerobong.
Semakin banyak dolomite dan lime mengakibatkan banyak asap.
c. Kebisingan
Penangan kebisingan yang berasal dari kegiatan operasional pabrik
maupun kegiatan pendukung dilaksanakan dengan cara sebagi berikut :
- Kebisingan yang bersumber dari EAF saat peleburan dan pada proses
Rolling Mill, dilakukan pengelolaan dengan menempatkan EAF dan
proses Rolling Mill dalam ruangan.
- Kebisingan yang bersumber dari blower dust collector, dilakukan
pengelolaan dengan cara memasang Insolation/Silancer (Glasswall) pada
blower dust collector.
- Kebisingan yang bersumber dari proses Rolling Mill, dilakukan
pengelolaan dengan cara modifikasi alat, yaitu dengan mengganti Pitch
Roll.
- Meninggikan tembok pembatas di sekeliling pabrik.
- Melakukan penghijauan di sekitar lokasi pabrik.
Memperlancar arus lalu lintas kendaraan di sekitar pabrik
91
c. Nama pengangkut/tujuan penyerahans Limbah B3 yang melaksanakan
pengiriman kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau
penimbun limbah B3.
Neraca massa limbah B3 PT. Ispat Indo dpat dilihat pada tabel 5.7 pada
lampiran.
V.5. Sanitasi
V.5.1. Toilet
Terdapat beberapa fasilitas yang mendukung sanitasi perusahaan, salah
satunya adalah toilet umum yang tersebar di beberapa lokasi pabrik dan toilet di
setiap departemen. Kelengkapan fasilitas di dalam beberapa toilet masih kurang.
Misalnya jumlah toilet pria dan wanita tidak sesuai dengan jumlah yang telah
ditetapkan oleh Kepmenkes 1405 tahun 2002. Bahkan tidak terdapat closet yang
menggunakan bahan kimia dan juga jumlah jamban untuk pria dan wanita masih
tidak memenuhi persyaratan. Untuk ventilasi di toilet juga dinilai masih kurang,
92
sehingga mengakibatkan toilet tersebut terasa pengap. Dan untuk kebersihan toilet
umum dirasa masih terlihat kotor, sehingga perlu adanya pembersihan rutin.
V.5.2. Sewer
Pada area sekeliling pabrik sudah memiliki sewer, namun saluran tidak
dipisahkan antara limbah domestik dan air hujan. Sehingga parameter pada
saluran menjadi tidak tetap dan menambah kesulitan pada proses pengolahan air
limbah domestik.
V.5.3. Housekeeping
Pada komponen Housekeeping di PT. ISPAT INDO telah memenuhi
persyaratan berdasarkan Kepmenkes 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Hal tersebut dikarenakan
kegiatan sweeping dan pembersihan sudah dilakukan dan juga dilakukan
pemeriksaan secara periodik.
Untuk fasilitas penyediaan tong sampah perlu ditingkatkan. Kemudian
tidak adanya tong sampah untuk sampah organik dan anorganik sehingga
menyulitkan karyawan untuk membuang sampah sesuai jenisnya. Dan akan lebih
baik apabila fasilitas tong sampah yang telah disediakan dimanfaatkan sesuai
prosedur baik untuk B3 maupun non B3. Jika ada limbah atau oli yang tercecer
segera dilakukan pembersihan sehingga tidak menimulkan kecelakaan kerja.
93
Dalam rangka melindungi karyawan atas hak keselamatan dan kesehatan
serta menjamin agar peralatan produksi dapat dipergunakan dengan aman dan
efisien, manajemen PT. ISPAT INDO mengeluarkan kebijakan dalam hal
keselamatan dan kesehatan kerja.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja tersebut selain untuk
meningkatkan kesadaran karyawan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja juga
untuk memberikan arahan kepada manajemen tentang penanganan keselamatan
dan kesehatan kerja dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawabnya. Dasar
pemikiran munculnya kebijakan tersebut yaitu sebagai akibat kemungkinan
adanya kecelakaan atau penyakit akibat kerja terhadap karyawan perusahaan dan
kontraktor sebagai dampak negatif adanya pengaruh peningkatan kegiatan proses
produksi.
Perusahaan yang wajib menerapkan SMK3 menurut Peraturan Pemerintah
RI Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja ialah perusahaan yang paling sedikit mempekerjakan 100
orang tenaga kerja atau yang mempunyai tingkat potensi bahaya yang tinggi.
Sistem Manajemen K3 meliputi:
1. Penetapan kebijakan K3
2. Perencanaan K3
3. Pelaksanaan rencana K3
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3
Dalam melaksanakan Sistem Manajemen K3, dibentuk Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang memiliki tujuan untuk
meminimasi kemungkinan kecelakaan kerja dan peningkatan kesehatan kerja
sehingga dapat mempelancar proses produksi perusahaan. Tugas P2K3 sendiri
yaitu untuk memberikan saran kepada perusahaan baik diminta atau tidak
mengenai K3. Untuk melaksanakan tugas tersebut maka P2K3 berfungsi sebagai;
Penghimpun dan Pengolah data K3, Petugas yang menjelaskan K3 dan
hubungannya dengan efisiensi proses, Membantu Pengusaha K3, serta Membantu
Peningkatan K3.
94
a. Komitmen dan Kebijakan K3
Kebijakan K3 perusahaan ditetapkan oleh Managing Director sebagai
petunjuk yang jelas untuk menyatakan tujuan-tujuan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dan komitmen perusahaan dalam memperbaiki kinerja
pelaksanaan K3. Sementara Ketua P2K3 mempunyai tanggung jawab penuh
untuk menjamin sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
dilaksanakan, dipantau, ditinjau ulang dan ditingkatkan dari waktu ke waktu
dalam setiap aktivitas perusahaan. Disamping itu, karyawan dan kontraktor
PT. ISPAT INDO harus mempunyai komitmen dan bertanggung jawab
mendukung, serta menerapkan pernyataan kebijakan K3 tersebut serta
prosedur yang berlaku di perusahaan.
b. Perencanaan Program K3
PT. ISPAT INDO telah mengembangkan program-program K3 dalam
rangka penerapan kebijakan K3 perusahaan, prosedur dan instruksi kerja yang
terfokus pada pencegahan kecelakaan karyawan dan penyakit akibat kerja,
kehilangan kesempatan berproduksi, kerusakan peralatan dan kerusakan/
gangguan lingkungan.
Perencanaan program-program K3 dibuat berdasarkan hasil
identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko serta catatan K3
sebelumnya yang berkaitan dengan operasional perusahaan. Perencanaan
tersebut memuat sasaran dan indikator pencapaian tujuan K3 perusahaan yang
jelas dan dapat diukur serta penetapan prioritas sumber daya.
c. Penerapan K3
Setiap aktivitas kerja yang berkaitan dengan bahaya dan risiko
kecelakaan, telah teridentifikasi dengan baik dan telah diambil tindakan
pengendalian yang terencana oleh Departemen Safety, Health, and
Environment (SHE), sehingga dapat menjamin bahwa setiap aktivitas yang
dilakukan berlangsung dengan aman berdasarkan sistem manajemen K3
perusahaan.
Dalam penerapannya, Sistem Manajamen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di PT. ISPAT INDO, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
95
1) Manajemen Risiko
2) Pengelolaan Dokumen SMK3
3) Informasi K3
Media informasi digunakan untuk memberi petunjuk dan
peringatan. Media informasi dipasang pada setiap unit dan tersebar pada
jalan-jalan pabrik. Media informasi K3 dengan seluruh pekerja, dipasang
agar kecelakaan kerja tidak terjadi. Media tersebut antara lain :
a. Poster
Poster merupakan alat komunikasi K3 dengan seluruh pekerja dan
orang yang berada di dalam area pabrik. Bertujuan memberi motivasi
agar berhati-hati.
Misalnya “SAYA PILIH SELAMAT”.
b. Papan informasi K3
Papan informasi tentang keselamatan kerja berfungsi memberi
informasi tentang adanya pembaharuan dari K3. Setiap kali ada
pembaharuan selalu diupdate. Salah satu informasi yang penting yaitu
pemberian papan pada area tertentu yang tidak boleh dimasuki selain
petugas.
Misalnya pada ruang control room bertuliskan “DILARANG MASUK
SELAIN PETUGAS”.
4) Perancangan atau Perancangan Ulang
5) Sistem Ijin Kerja
6) Alat Pelindung Diri (APD)
PT. ISPAT INDO telah melaksanakan upaya untuk menjalankan
program keselamatan kerja. Alat Pelndung Diri (APD) adalah alat yang
digunakan oleh tenaga kerja saat bekerja dan di lingkungan kerja untuk
melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya
potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD digunakan setelah semua usaha
rekayasa (engineering) dan cara kerja yang aman (working practice)
dilakukan maksimal. Penggunaan APD di berbagai area, khususnya di
lapangan operasi, adalah suatu keharusan.
96
APD akan diberikan kepada pekerja berdasarkan kebutuhan,
dengan pengertian bahwa beberapa pekerja mungkin memerlukan
standar yang berbeda dengan lainnya, dan beberapa pekerjaan mungkin
memerlukan penggantian yang lebih sering dari yang lainnya. Perkiraan
bahaya dan Pedoman Penggunaan APD dapat dilihat pada tabel 5.12.
dan tabel 5.13.
Tabel 5.10. Perkiraan Bahaya di tempat Kerja
BAGIAN CONTOH ALAT CONTOH BAHAYA DI
TUBUH PELINDUNG DIRI TEMPAT KERJA
Kepala Helm Benda Jatuh
Muka Pelindung Muka Obyek terbang
Mata Kacamata Obyek terbang
Kontak dengan bahan kimia,
Tnagan Sarung Tangan
benda tajam
Kaki Safety Shoes Kontak dengan benda tajam
Telinga Sumbat telinga Suara mesin yang keras
Paru - paru Masker, Respirator Debu, Fume, Gas
97
Perlindungan Area yang memerlukan Jenis APD
- Penanganan bahan – bahan - Sarung tangan katun
- Penggunaan bahan – bahan - Sarung tangan penahan panas
berbahaya
- Penggunaan peralatan dan alat
ringan
- Penutup telinga
Semua area perusahaan yang
- Sumbat telinga
Telinga dianggap bising (lebih dari 85
- Sumbat telinga yang dapat
desibel)
dibuang
- Masuk kedalam bejana/ruang
tertutup - Alat bantu bernafas (Breathing
- Masuk kedalam saluran apparatus)
Pernafas - Penanganan bahan kimia - Respirator dengan penyaringan
- Area dengan penumpukan debu udara
- Regu penyelamat/pemadam - Masker penahan debu
kebakaran
7) Sistem Pengawasan
8) Perbaikan dan Pemeliharaan
9) Kesiap-siagaan menghadapi keadaan darurat
10) Pelaporan dan Penyelidikan Kecelakaan Kerja atau Penyakit Akibat
Kerja dan Insiden
11) Penanganan Kecelakaan Kerja
12) Konsultasi K3, Penyelesaian Masalah dan Sumber Bahaya
d. Pengukuran dan Evaluasi
PT. ISPAT INDO telah menetapkan prosedur yang digunakan dalam
melakukan pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja Sistem
Manajemen K3. Pengukuran tersebut dipergunakan untuk menentukan
keberhasilan dan atau melakukan identifikasi tindakan perbaikan.
1. Inspeksi dan Pemantauan
Pemeriksaan terhadap sumber-sumber bahaya dalam bentuk
inspeksi telah dilaksanakan secara teratur untuk menjamin bahwa tempat
kerja dan cara kerja telah memenuhi tata laksana, peraturan
perundangan, pedoman teknis keselamatan dan kesehatan kerja yang
berlaku. Sementara untuk pelaksanaan inspeksi secara regular dan
terencana maupun inspeksi tidak terencana dan inspeksi harian
dilaksanakan oleh masing-masing koordinator/subkoordinator P2K3.
98
2. Audit Sistem Manajemen K3
Ketua P2K3 dan SHE Departemen bertanggung jawab dalam
menetapkan dan merencanakan audit Internal SMK3 yang dilaksanakan
oleh Auditor K3 internal yang terlatih dan independen. Seluruh Auditor
K3 Internal bertanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Audit Internal SMK3 dilakukan pada
selang waktu tertentu secara berkala sesuai dengan prosedur, dalam
rangka memastikan bahwa penerapan SMK3 secara kontinyu telah
dilaksanakan.
e. Tinjauan Ulang & Peningkatan oleh Manajemen
P2K3 akan melaksanakan tinjuan ulang Sistem Manajemen K3
secara berkala untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang
berkesinambungan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3. Tinjauan
ulang ini minimal dilakukan setiap 1 tahun sekali.
Tinjuan ulang Sistem Manajemen K3 yang dilakukan PT. ISPAT
INDO, meliputi :
- Evaluasi terhadap kebijakan K3 dan penerapannya
- Tujuan, sasaran, dan kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja
- Hasil temuan audit SMK3
- Evaluasi efektifitas penerapan SMK3
- Evaluasi SMK3 disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengubah SMK3
dikarenakan terjadi perubahan peraturan perundangan, tuntutan pasar,
perubahan produk dan kegiatan perusahaan, perubahan struktur
organisasi perusahaan, perkembangan ilmu pengetahuan, pengalaman
yang di dapat dari insiden, catatan-catatan K3 serta umpan balik dari
karyawan.
V.7. Pembahasan
1) Identifikasi Limbah B3
Adapun limbah B3 yang dihasilkan di PT. Ispat Indo adalah pelumas
bekas, bekas material, limbah hasil proses produksi. Dari limbah B3 yang
99
dihasilkan tersebut telah dilakukan identifikasi menurut sumber, jenis dan
karakteristiknya sesuai dengan PP No. 85 tahun 1999 yang berbunyi bahwa
: ”Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber dan atau uji karakteristik
dan atau uji toksikologi“. Serta Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.
18 tahun 2009.
2) Pengelolaan Limbah B3
PT. Ispat Indo memiliki wewenang mengelola limbah B3 dengan
melakukan kegiatan penyimpanan sementara limbah B3 di area B3.
Kewajiban pengelolaan limbah B3 seperti yang terdapat pada PP No. 85
tahun 1999 yaitu : “Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang
dihasilkannya paling lama 90 hari sebelum menyerahkan kepada pengumpul
atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3”. Dan pasal 10 ayat
(2) yaitu : “Bila limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kilogram perhari,
penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkan lebih
dari 90 hari sebelum diserahkan kepada pemanfaat atau pengolah atau
penimbun limbah B3, dengan persetujuan instalasi yang bertanggung
jawab”. Izin penyimpanan sesuai dengan perizinan dan rekomendasi yang
diberikan Kantor Kementrian Lingkungan Hidup dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 85 Thaun 1999
tentang pengelolan limbah B3 pasal 10 yaitu penyimpanan sementara
Limbah B3 lebih dari 90 gari. Sehingga penyimpanan limbah PT. Ispat Indo
telah memenuhi ketentuan PP No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah B3.
PT. Ispat Indo telah memiliki izin pengelolaan limbah B3 dan
melakukan pembaharuan setiap 5 tahun sekali sesua dengan PP No 101
tahun 2014 yang berbunyi : “Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Penyimpanan Limbah B3 yang diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (3) huruf a berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang”.
100
a. Penyimpanan Limbah Sementara
Pengelolaan atau penanganan limbah B3 di PT. Ispat Indo meliputi
penyimpanan sementara di area B3. “Penyimpanan limbah B3 harus
dilakukan jika limbah B3 belum dapat diolah dengan segera. Kegiatan
penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya
limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia
dan lingkungan dapat dihindari. Penyimpanan limbah B3 di area TPS
B3 telah sesuai dengan ketentuan dalam PP 101 tahun 2014 Pasal 13
ayat (1). Isinya sebagai berikut :
a. lokasi Penyimpanan Limbah B3;
b. fasilitas Penyimpanan Limbah B3 yang sesuai dengan jumlah
Limbah B3, karakteristik Limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya
pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup; dan
c. peralatan penanggulangan keadaan darurat.
Berdasarkan hasil pengamatan, di PT. Ispat Indo masih ditemukan
beberapa limbah B3 yang berada di luar area penyimpanan dan tidak
langsung diangkut menuju TPS sehingga beresiko menimbulkan
kecelakaan kerja seperti terjadinya ledakan atau kebakaran. Serta
limbah Mill Scale dan debu EAF ada yang tercecer sehingga angin
dapat menyebabkan limbah B3 tersebut bertebaran.
c. Bangunan Penyimpanan
Bangunan penyimpanan limbah sementara PT. Ispat Indo memiliki
ventilasi yang cukup serta penerangan alami dan buatan. Penempatan
limbah disesuaikan dengan sumber dan jenis masing – masing limbah.
Sedangkan untuk limbah cair disimpan pada drum yang ditata rapi pada
TPS – 1 gudang oli bekas dan area tps telah diberi penandaan bahwa
tempat itu merupakan area penyimpanan limbah.
Dari hasil pengamatan persyaratan penyimpanan limbah B3 di PT.
Sipat Indo maka persyaratan bangunan telah sesuai dengan Kep. Ka
Bapedal No. 01 tahun 1995 tentang tata cara dan persyaratan teknis
penyimapanan dan pengumpulan limbah B3.
101
d. Pengemanasan, pelabelan dan simbol
Untuk meningkatkan pengamanannya sebelum dilakukan
penyimpanan limbah B3 terlebih dahulu dikemas. Bentuk dan ukuran
kemasan sesuai dengan jenis limbah B3 dan telah diberi label dan
simbol karakteristiknya.Dari hasil pengamatan pengemasan limbah B3
di PT. Ispat Indo diperoleh bahwa ada beberapa kemasan yang sudah
berkarat dan penyok – penyok yang beresiko kebocoran kemasan.
e. Pengangkutan
PT. Ispat Indo memiliki surat rekomendasi untuk pengangkutan
Limbah B3 sesuai dengan PP 101 tahun 2014 Pasal 48 (1). Setiap
pengangkutan limbah B3 oleh pengangkut limbah B3 wajib memiliki:
a. rekomendasi Pengangkutan Limbah B3; dan
b. izin Pengelolaan Limbah B3. Hal ini telah sesuai dengan
Menurut hasil pengamatan saat pengangkutan limbah B3 steel
slag, truk tidak menggunakan penutup untuk menutupi limbah agar
menghindari jatuhnya limbah saat perjalanan menuju TPS. Padahal
pada Pasal 47 (1) dan (2) berbunyi : “Pengangkutan Limbah B3 wajib
dilakukan dengan menggunakan alat angkut yang tertutup untuk
Limbah B3 kategori 1. (2) Pengangkutan Limbah B3 dapat dilakukan
dengan menggunakan alat angkut yang terbuka untuk Limbah B3
kategori 2”.
f. Pengolahan Limbah
Utnuk pengolahan limbah B3 secara umum PT. Ispat Indo
selama ini masih dilakukan secara offsite atau exsitu. Hali ini sesuai
dengan Peraturan Pemerintah yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 18 tahun 1999 jo. PP no. 85 tahun 1999 yang
selama ini mengharuskan penghasil limbah yang bila tidak memiliki
syarat sebagai pengolah dan pnimbun maka harus diserahkan pada
pihak lain yang telah diakui oleh pemerintah. PT Ispt Indo selama ini
melakukan kesepakatan dengan pihak ketiga sehingga limbah harus
102
diangkut ke pihak ketiga untuk diolah sesuai dengan regulasi yang
berlaku.
g. Rekapitulasi Data
Rekapitulasi data terhadap dokumen pengelolaan limbah B3 di
departemen SHE meliputi sebagai berikut :
d. Jenis, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah B3
e. Jenis, jumlah, dan waktu penyerahan limbah B3
f. Nama pengangkut/tujuan penyerahan Limbah B3 yang
melaksanakan pengiriman kepada pengumpul atau pemanfaat atau
pengolah atau penimbun limbah B3.
Jadi pelaksanaan rekapitulasi data terhadap dokumen pengelolaan
limbah B3 di PT Ispat Indo telah sesuai dengan PP N0. 101 tahun 2014
Pasal 28.
g. Reporting
Reporting dilakukan oleh Departemen SHE sebagai departemen
yang berwenang dalam kegiatan pengelolaan limbah B3. Pelaporan
yang dilakukan meliputi pelaporan ke pihakn internal perusahaan dan
pusat. Dan juga kepada pihak eksternal, PT Ispat Indo telah
mewajibkan perusahaan pengumpul atau pemanfat limbah B3 yang
berizin untuk melaporkan kegiatan pengumpulan dan pemanfaatan
kepada Menteri Negara Lingkungan hidup, tembusan kepada Bupati
Kabupaten Sidoarjo. Reporting yang telah dilakukan PT. Ispat Indo
sesuai dengan PP No. 85 tahun 1999 yaitu : “ Penghasil Limbah B3
wajib menyampaikan catatan limbah B3 sekurang – kurangnya sekali
dlam 6 bulan kepada instansi yan terkait dan Bupati atau
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. Catatan
limbah B3 dipergunakan untuk inventaris jumlah limbah yang
dihasilkan dan sebagai bahan evaluasi dalam rangka penetapan
kebijakan dalam pengelolaan limbah B3”.
103
BAB VI
TUGAS KHUSUS
104 104
Kami melakukan pengamatan secara langsung dengan cara mengamati
lingkungan kerja dan proses kerja/produksi di area tersebut. Pengamatan
dilakukan untuk mengetahui potensi bahaya dan resiko yang dapat terjadi akibat
kondisi lingkungan kerja dan melakukan tindakan untuk meminimalisasi kondisi
pada proses kerja/produksi tersebut.
Tabel 6.1. Data hasil temuan lapangan PT Ispat Indo Juli 2018 :
Temuan
No Area Tindakan
Gambar Deskripsi
Penumpukan
Segera melakukan
1 sludge yang WTP
pengurasan sludge
overload
1. Segera
1. penumpukan
melakukan
sludge pada
pengurasan sludge
drainase
pada drainase
2 WTP
2. Terdapat
2. Memindahkan ke
tumpukan pasir
tempat
dalam gangsing
pembuangan
TPS 1
Kondisi sludge Membersihkan
3 Limbah
kotor sludge
B3
105
Temuan
No Area Tindakan
Gambar Deskripsi
Terdapat drum
Memindahkan/me
berisi sampah B3
4 SMS mbuang drum
yang sudah tidak
bekas ke TPS
terpakai
Adanya sampah
Membersihkan
6 di saluran Coil Bay sampah
drainase
106
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa program 5R memiliki kelebihan dan
kekurangan.
1. Kelebihan dari Program 5R yaitu :
a. Menciptakan tempat kerja yang baik dengan prinsip kaizen/continual
improvement (berkesinambungan).
b. Meningkatkan produktivitas karena pengaturan tempat kerja yang
efisien.
c. Mengurangi bahaya dan kecelakaan di tempat kerja.
d. Menambah penghematan karena menghilangkan pemborosan ditempat
kerja.
e. Meminimalisasi waktu yang terbuang untuk mencari peralatan kerja,
material dan dokumen-dokumen penting.
2. Kekurangan dari Program 5R yaitu :
a. Masih belum maksimalnya penerapan program 5R di PT. ISPAT
INDO. Hal tersebut terlihat saat kegiatan pengawasan penerapan
5R/housekeeping, masih ditemukan hal-hal seperti barang berserakan,
alat kerja yang tidak dikembalikan ke tempat semula setelah
digunakan, tempat kerja yang kurang bersih, masih banyak limbah B3
yang tidak ditempatkan pada area TPS seperti penumpukan sludge di
area Water Treatment Plant (WTP) dan drum bekas berisi oli pada area
Rolling Mill. Saluran drainase yang kurang baik pada area Ispat Indo
dikarenakan akibat adanya sampah dedaunan, label..
Adapun tindakan yang telah dilakukan dari hasil temuan sehingga
mewujudkan 5R . Berikut hasil tindakan yang telah dilakukan :
107
Pembersihan drainase yang terlalu banyak sludge dan sampah dedaunan
telah bersih, hanya terdapat sisa sampah sedikit.
108
VI.2. Review dan Evaluasi Pemenuhan Peraturan Lingkungan Hidup
Pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang telah
dilakukan oleh PT ISPAT INDO merupakan suatu kegiatan dalam mengurangi
dampak pencemaran lingkungan akibat proses kegiatan produksi. Dengan
melakukan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dilakukan telaah
terhadap dampak yang terjadi dan penting serta evaluasi secara holistic (totalitas)
dari segenap dampak (baik positif maupun negatif) yang terjadi pada berbagai
tahapan kegiatan proses produksi sehingga layak atau memenuhi terhadap aspek
lingkungan.
Berbagai macam untuk saving energy telah direncanakan dan
diimplementasikan kedalam kegiatan proses produksi dimana project tersebut
mempunyai bukti nyata untuk menurunkan konsumsi energi yang dapat juga
menurunkan terjadinya gas rumah kaca.
109
Gambar 6.1. Hasil pengukuran laboratorium pada Cerobong BRF A
(Sumber : Dokumen AMDAL PT ISPAT INDO)
Tabel 6.2. Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Per.Gub. Jatim No 10 Tahun 2009
110
Pemantauan kualitas udara secara umum menunjukkan kondisi yang
berfluktuatif dan masih di bawah nilai ambang batas, dapat dilihat dari hasil
pemantauan lingkungan yang dilaksanakan rutin pengambilan sampel udara setiap
3 bulan sekali oleh Balai Hiperkes Jawa Timur. Selain dilakukan pengukuran oleh
UPTK3 Jawa Timur, PT. ISPAT INDO juga melaksanakan pengukuran emisi
dengan menggunakan alat Continous Emission Monitoring (CEM) dimana hasil
pengukuran dapat diakses sewaktu – waktu untuk melihat kondisi cerobong pada
Dust Collector. Nilai baku mutu untuk udara emisi dari PT ISPAT INDO masih
dibawah nilai ambang batas (Opasitas < 20% dan Partikulat < 150mg/m 3)
SK.Gub. Jatim 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu udara Ambien dan Emisi
sumber tidak bergerak di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.
111
Gambar 6.2. Data hasil uji air limbah domestik
(Sumber: Dokumen Laporan AMDAL PT ISPAT INDO)
Tabel 6.3. Regulasi Peraturan Baku mutu limbah cair domestik Per. Gub Jatim
No. 72 Tahun 2013
112
Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri dan atau Kegiatan Usaha
Lainnya, yaitu (BOD5 < 30, COD < 50, TSS < 50, Minyak dan lemak < 10, pH <
6-9).
113
a. Memiliki rancang bangun dan luas ruang oenyimpanan yang sesuai dengan
jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan / akan disimpan.
b. Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
c. Dibuat tanpa plafond an memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk
mencegah terjadinya akumulasi gas didalam ruang penyimpanan.
d. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk
operasional penggudangan atau inspeksi rutin.
e. Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai
dengan tata cara yang berlaku Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air,
tidak bergelombang, kuat dan tidak retak.
Tabel 6.4. Review Peraturan yang digunakan sebagai Regulasi PT Ispat Indo
Dampak Lingkungan Regulasi
Udara Emisi dan Ambient SK. Gub. Jatim 10 Tahun 2009 tentang Baku
Mutu Udara Emisi dan Ambient Sumber Tidak
Bergerak di Propinsi Jawa Timur
Limbah cair Peraturan Per. Gub Jatim No. 72 Tahun 2013
Limbah Padat B3 - SK. Keputusan Bupati Sidoarjo No.
188/207/404.1.3.2/2012, Tentang Pemberian
Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3
kepada PT ISPAT INDO
- PP No 101 Tahun 2014
- Keputusan Kepala Bapedal No 1 Tahun 1995,
tentang tata cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan limbah bahan
berbahaya dan beracun
114
namun analisa secara umum menunjukkan kondisi air limbah domestik PT ISPAT
INDO masih aman dan kualitas air di bawah nilai baku mutu air limbah domestik
yang dapat dilihat dari hasil uji air limbah domestic yaitu sebagai berikut :
115
Namun apabila melihat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI. Nomor P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik, yang berbunyi bahwa air limbah domestik yang
dihasilkan dari skala rumah tangga dan usaha dan/atau kegiatan berpotensi
mencemari lingkungan, sehingga perlu dilakukan pengolahan air limbah sebelum
dibuang ke media lingkungan. Dan berdasarkan Pasal 6 bahwa dalam hal setiap
usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan air limbah domestik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak mampu mengolah air limbah domestik
yang d ihasilkannya, pengolahan air limbah domestik wajib diserahkan kepada
pihak lain yang usaha dan/atau kegiatannya mengolah air limbah domestik.
Sehingga dapat disimpulkan perlu dilakukan pengolahan air limbah domestik oleh
PT ISPAT INDO baik dilakukan sendiri maupun pihak lain yang telah memiliki
izin.
116
domestik mengandung kandungan zat-zat pencemar seperti bahan kimia dan
bakteri pathogen, maka untuk mengolahnya melibatkan beberapa unit proses.
Seluruh air limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik yaitu air limbah
dapur, air limbah kamar mandi, air limbah pencucian, air limbah wastafel, air
limpasan dari tangki septik dan air limbah lainnya, seluruhnya dialirkan ke bak
pemisah lemak atau minyak (grease trap). Bak pemisah lemak tersebut berfungsi
untuk memisahkan lemak atau minyak yang berasal dari kegiatan dapur, serta
untuk mengendapkan kotoran pasir, tanah atau senyawa padatan yang tak dapat
terurai secara biologis.
Selanjutnya limpasan dari bak pemisah lemak dialirkan ke bak ekualisasi
(Sum Pit) yang berfugsi sebagai bak penampung dan bak kontrol aliran. Air
limbah di dalam bak ekualisasi selanjutnya di pompa ke unit IPAL.
Di dalam unit IPAL tersebut, pertama air limbah dialirkan masuk ke bak
pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran organik
tersuspensi. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfunsi sebagai bak pengurai
senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan
penampung lumpur.
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak
kontraktor anaerob (biofilter Anaerob) dengan arah aliran dari atas ke bawah. Di
dalam bak kontraktor anaerob tersebut diisi dengan media khusus dari bahan
plastik tipe sarang tawon. Jumla bak kontraktor anaerob terdiri dari plastik tipe
sarang tawon. Jumlah bak kontraktor terdiri dari dua ruangan. Penguraian zat – zat
organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau
fakultatif aerobik. Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter
akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikro-organisme inilh yang aka
menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap.
Air limbah dari bak kontraktor (biofilter) anaero dialirkan ke bak
kontraktor aerob. Di dalam bak kontraktor aerob ini diisi dengan media khusus
dari bahan plastik tipe sarang tawon, sambil diaerasi atau dihembuskan udara
brupa O2 sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organik yang
ada dalam air limbah serta tumbuh dan emnempel pada perumkaan media.
117
Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikroorganisme yang
tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana
hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, serta
mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan amonia menjadi
lebih besar. Proses ini sering dinamakan Aerasi.
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini
lumpur aktif yang mengandung mikro-organisme diendapkan dan sebagian air
dipompa kembali ke bagian bal pengendap awal dengan pompa sirkulasi lumpur.
Sedangkan air limpasan (outlet / over flow) sebagian dialirkan ke bak yang
ditanami ikan dan sebagian lagi dialirkan ke bak khlorinasi/kontraktor khlor. Di
dalam bak kontraktor khlor ini, air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor
untuk membunuh mikroorganisme patigen. Penambahan khlor nisa dilakukan
dengan enggunakan khlor tablet atau dengan larutan kaporit yang disuplai melalui
proses dosing. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat
langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses
anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD),
amonia, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya dapat juga turun secara
signifikan.
118
Gambar 6.5 Proses IPAL Domestik Kapasitas 100 m3 per hari
119
Minyak dan Lemak : 0,50 mg/l
Total Efisiensi Pengolahan : 90-95%
b. Perhitungan Desain
1. Bak Pemisah Lemak?minyak (Grease Trap)
Bak pemisah lemak atau grease trap yang direncanakan adalah tipe
gravitasi sederhana. Bak terdiri dari dua buah ruangan yang dilengkapi
dengan bar screen pada bagian inletnya.
Kapasitas Pengolahan : 100 m3/hari = 4,2 m3/jam = 70 lt/menit
Kriteria Perencanaan : Retention Time = ± 30 menit
30 100𝑚3
Volume bak : 60 𝑥 24 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 = 2,1 𝑚3
ℎ𝑎𝑟𝑖
Dimensi Bak :
- Panjang :2m
- Lebar :1m
- Kedalaman air :1m
- Ruang bebas : 0,5 m
- Volume efektif : 3 m3
- Konstruksi : Beton K300
- Tebal dinding : 20 cm
Dimensi Bak :
- Panjang :5m
- Lebar : 2,5 m
- Kedalaman air :2m
- Ruang bebas : 0,5 m
- Konstruksi : Beton K275
- Tebal dinding : 20 cm
120
Check
- Volume efektif : 25 m3
𝑉 25 𝑚3 25 𝑚3
- Td :𝑄= = = 5,9 𝑗𝑎𝑚
100 𝑚3/ℎ𝑎𝑟𝑖 4,2 𝑚3 /𝑗𝑎𝑚
121
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
VII.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan tentang pengelolaan dan pengolahan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di PT Ispat Indo, maka
didapatkan kesimpulan mengenai pengelolaan dan pengolahan limbah B3
di PT Ispat Indo, antara lain :
a. Produksi wire rod pada PT Ispat Indo berasal dari bahan baku scrap dan
beberapa bahan tambahan yang menghasilkan limbah padat B3 yaitu slag,
debu dari proses EAF, serta mill scale. Dan untuk limbah cair diperoleh
dari proses produksi yaitu air hasil produksi.
b. Pengelolaan limbah padat B3 pada PT Ispat indo meliputi : pewadahan /
pengumpulan, penyimpanan sementara, pengemanasan, pelabelan dan
simbol, pengangkutan dan pemanfaatan. Sedangkan untuk pengolahan dan
pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga telah sesuai denganPP 101 tahun
2014 Pasal 48 (1). Akan tetapi, dari hasil pengamatan pengemasan limbah
B3 di PT. Ispat Indo diperoleh bahwa ada beberapa kemasan yang sudah
berkarat dan penyok yang beresiko kebocoran kemasan dan saat
pengangkutan limbah B3 steel slag, truk tidak menggunakan penutup
untuk menutupi limbah agar menghindari jatuhnya limbah saat perjalanan
menuju TPS.
VII.2. Saran
Dengan mengamati kegiatan pengelolaan limbah B3 yang telah
dijalankan di PT. Ispat Indo. Adapun saran yang dapat kami berikan,
antara lain :
a. Monitoring pengemasan limbah B3 di PT. Ispat Indo perlu dilakukan
secara rutin agar tidak adanya beberapa kemasan yang sudah berkarat dan
penyok yang beresiko mengakibatkan kebocoran kemasan .
122 122
b. Pada saat pengangkutan limbah B3 steel slag, seharusnya menggunakan
truk penutup untuk menutupi limbah agar menghindari jatuhnya limbah
saat perjalanan menuju TPS.
123
DAFTAR PUSTAKA
APHA, AWWA, dan WEF. 1998. Standard Methods for The Examination of
Water and Waste Water . 20th ed., APHA, Washington DC, USA
EPA. 1992.Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) Method. Test
Methods for Evaluating Solid Waste, Physical/Chemical Methods. EPA
Publication SW-846, Washington DC, USA
Hazardouswaste treatment technologies, G. Eduljee, Waste Management and
Minimisation- Volume 1.Encyclopedia of Life Support Systems (EOLSS).
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
No.01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3.
LaGrega, Michael D., Buckingham, Phillip L., Evans, Jeffrey C. 2001.Hazardous
Waste Management. McGraw Hill Series in Water Resources and
Environmental Engineering
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014
tentang Baku Mutu Air Limbah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Pemerintah Repunlik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Standard Methods for the Examination of water and waste, APHA, AWWA,
WEF
124
United States, Environmental Protection Agency, 2005. Introduction to Land
Disposal Units (40 CFR Parts 264/265, Subparts K, L, M, N)
Widayana, I Gede & Wiratmaja, I Gede. 2014. Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Yogyakarta: Graha Ilmu
125
LAMPIRAN
Tabel 5.5 Hasil Uji TCLP Limbah Padat B3 Steel Slag PT. Ispat Indo
Mg/L
Baku Mutu
Parameter Kode
BF BOF KR PP 101 th 2014
Limbah
TCLP – A TCLP - B
As D 4002 0.003 0.003 0.003 3 0.5
Ba D 4003 0,167 0.158 0.162 210 35
B D 4005 0.104 0.096 0.121 150 25
Cd D 3036 0.007 0.009 0.009 0.9 0.15
Cr D 4011 0.012 0.015 0.011 15 2.5
Cu D 4012 0.004 0.006 0.006 60 10
Pb D 4029 0.015 0.015 0.009 3 0.5
Hg D 4031 <0.00001 <0.00001 <0.00001 0.3 0.05
Ag <0.001 <0.001 <0.001 40 5
Se D 4043 0.003 0.003 0.003 3 0.5
Zn D 4053 0.012 0.009 0.015 300 50
Sumber : Laporan AMDAL, RKL-RPL Pemanfaatan Limbah B3 2017 PT.Ispat
Indo
Tabel 5.6. Hasil Uji TCLP Limbah Padat B3 Mill Scale PT. Ispat Indo
Pentachlorophen
D 4039 mg/L < 0.001 0.001 100.0 US EPA SW-846-8040
ol
D 4040 Pyridine mg/L < 0.001 0.001 5.0 US EPA SW-846-8080
D 4041 Parathion mg/L < 0.001 0.001 3.5 US EPA SW-846-5030
D 4042 PCB mg/L < 0.001 0.001 0.3 US EPA SW-846-5030
Tetrachloroethyle
D 4045 mg/L < 0.001 0.001 0.7 US EPA SW-846-
ne
D 4046 Toxaphene mg/L < 0.001 0.001 0.5 US EPA SW-846-
D 4047 Trichloroethylene mg/L < 0.001 0.001 0.5 US EPA SW-846-
Trihalomethane
D 4048 mg/L < 0.001 0.001 35.0 US EPA SW-846-
129
Test Detection Requir-
Code Parameter Unit Methods Part Number
Result Limit ement
2,4,5
D 4049 mg/L < 0.001 0.001 400.0 US EPA SW-846-
Trichlorophenol
2,4,6
D 4050 mg/L < 0.001 0.001 2.0 US EPA SW-846-
Trichlorophenol
D 4051 2,4,5-TP (Silvex) mg/L < 0.001 0.001 1.0 US EPA SW-846-
D 4052 Vinyl Chloride mg/L < 0.001 0.001 0.2 US EPA SW-846-
Sumber : Laporan AMDAL, RKL-RPL Pemanfaatan Limbah B3 2017 PT.Ispat
Indo
130
Tabel 5.7. Neraca Massa Limbah B3 PT. Ispat Indo
2. DIMANFAATKAN
7,126.00 Steel Slag Ispat Indo
3. DIOLAH 0.00
4. DISERAHKAN KE
PIHAK KE-3
Mill Scale Surya Wijaya
2,069.05
Megah
Debu EAF Surya Wijaya
2,468.95
Megah
Majun & Surya Wijaya
0.294
Gloves Megah
Lampu TL Surya Wijaya
0.123
Megah
Aki Bekas Metatu
3.02
Nusantara
5. EKSPORT 0.00
6. PERLAKUAN
0.00
LAINNYA
TOTAL 11,667.44
RESIDU 0.00
JUMLAH LIMBAH
YANG BELUM PT. ISPAT
3,434.17
TERKELOLA (DI INDO
TIMBUN)
TOTAL JUMLAH
PT. ISPAT
LIMBAH YANG 3,434.17
INDO
TERSISA
KINERJA
PENGELOLAAN
LIMBAH B3
77.26%
SELAMA PERIODE
SKALA WAKTU
PENAATAN
NERACA AIR
NERACA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
Nomor : SMK3LH-ISP/FR
Revisi : 01
Tanggal : 15 Oktober 2012
TAHUN : 2018
Periode : Januari - Maret
Jumlah
Maksimal Tanggal Jumlah Limbah
Jenis Limbah B3 Tanggal Masuk Sumber Limbah B3 Tujuan Bukti Nome
No. Penyimpanan Keluar Keluar
MASUK Limbah B3 Limbah B3 MASUK Penyerahan Dokumen
(Hari) Limbah (Drum)
(Drum)
Jumlah
Tanggal Jumlah
Sumber Limbah Maksimal Tanggal Bukti Sisa Limbah B3
Jenis Limbah Masuk Limbah Tujuan
No. Limbah B3 Penyimpanan Keluar Nomer yang ada di TPS
B3 MASUK Limbah Keluar Penyerahan
B3 MASUK (Hari) Limbah Dokumen (Pcs)
B3 (Pcs)
(Pcs)
52
1 Used Accu 02-Jan-18 4 56
2 Used Accu 09-Jan-18 7 63
3 Used Accu 20-Jan-18 4 67
Used Accu 15-Feb-
4 18 9 76
5 Used Accu 21-Mar-18 76 Metatu Nusantara 0
Jaya
16-Feb- 76 0
11 24
134
NERACA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
Nomor : SMK3LH-ISP/FR-31-02
Revisi : 01
Tanggal : 15 Oktober 2012
TAHUN : 2018
Periode : Januari -
Maret
Jumlah
Jumlah Sisa Limbah
Tanggal Sumber Limbah Maksimal Tanggal Bukti
Jenis Limbah Limbah Tujuan B3 yang ada
No. Masuk Limbah B3 Penyimpanan Keluar Nomer
B3 MASUK Keluar Penyerahan di TPS
Limbah B3 B3 MASUK (Hari) Limbah Dokumen
(Kg) (Kg)
(Kg)
187
1 Majun & LHG 10-Jan-18 107 294
Majun & LHG 01-Feb-18 Surya Wijaya
2 294 Megah 0
3 Majun & LHG
135
NERACA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
(B3)
Nomor : SMK3LH-ISP/FR-31-02
Revisi : 01
Tanggal : 15 Oktober 2012
TAHUN : 2018
Periode : Januari -
Maret
Jumlah
Jumlah
Jenis Tanggal Sumber Limbah Maksimal Tanggal Bukti Sisa Limbah B3
Limbah Tujuan
No. Limbah B3 Masuk Limbah B3 Penyimpanan Keluar Nomer yang ada di TPS
Keluar Penyerahan
MASUK Limbah B3 B3 MASUK (Hari) Limbah Dokumen (Kg)
(Kg)
(Kg)
72
1 Lampu TL 10-Jan-18 51 123
Lampu TL 01-Feb-18 Surya Wijaya
2 123 Megah 0
16-Feb-11 51 123 0
136
NERACA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
Nomor : SMK3LH-ISP/FR-31-02
Revisi : 01
Tanggal : 15 Oktober 2012
TAHUN : 2017
Periode :
Desember
Jumlah
Jenis Sumber Limbah Maksimal Tanggal Jumlah Tujuan Bukti Sisa Limbah
Tanggal Masuk
No. Limbah B3 Limbah B3 Penyimpa Keluar Limbah Keluar Penyerah Nomer B3 yang ada di
Limbah B3
MASUK B3 MASUK nan (Hari) Limbah (Kg) an Dokumen TPS (Kg)
(Kg)
2525
1 Steel Slag 1-Dec-2017 Electric 88 1-Dec-2017 140
Steel Slag 2-Dec-2017 Arc 100 2-Dec-2017
2 Furnace
3 Steel Slag 3-Dec-2017 96 3-Dec-2017
4 Steel Slag 4-Dec-2017 104 4-Dec-2017 140
5 Steel Slag 5-Dec-2017 96 5-Dec-2017 140
6 Steel Slag 6-Dec-2017 52 6-Dec-2017 140
7 Steel Slag 7-Dec-2017 100 7-Dec-2017 140
8 Steel Slag 8-Dec-2017 104 8-Dec-2017 140
9 Steel Slag 9-Dec-2017 100 9-Dec-2017
10 Steel Slag 10-Dec-2017 108 10-Dec-2017
11 Steel Slag 11-Dec-2017 92 11-Dec-2017 140
12 Steel Slag 12-Dec-2017 96 12-Dec-2017 140
13 Steel Slag 13-Dec-2017 88 13-Dec-2017 140
137
14 Steel Slag 14-Dec-2017 84 14-Dec-2017 140
15 Steel Slag 15-Dec-2017 104 15-Dec-2017 140
16 Steel Slag 16-Dec-2017 100 16-Dec-2017
17 Steel Slag 17-Dec-2017 108 17-Dec-2017
18 Steel Slag 18-Dec-2017 104 18-Dec-2017 140
19 Steel Slag 19-Dec-2017 64 19-Dec-2017 140
20 Steel Slag 20-Dec-2017 76 20-Dec-2017 140
21 Steel Slag 21-Dec-2017 8 21-Dec-2017 140
22 Steel Slag 22-Dec-2017 92 22-Dec-2017 140
23 Steel Slag 23-Dec-2017 96 23-Dec-2017
24 Steel Slag 24-Dec-2017 100 24-Dec-2017
25 Steel Slag 25-Dec-2017 92 25-Dec-2017
26 Steel Slag 26-Dec-2017 88 26-Dec-2017 140
27 Steel Slag 27-Dec-2017 100 27-Dec-2017 140
28 Steel Slag 28-Dec-2017 100 28-Dec-2017 140
29 Steel Slag 29-Dec-2017 100 29-Dec-2017 140
30 Steel Slag 30-Dec-2017 60 30-Dec-2017 140
31 Steel Slag 31-Dec-2017 104 31-Dec-2017
2804 2940 0
138
Nomor : SMK3LH-ISP/FR-31-02
Revisi : 01
Tanggal : 15 Oktober 2012
TAHUN : 2017
Periode : Desember
140
NERACA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
Nomor : SMK3LH-ISP/FR-31-02
Revisi : 01
Tanggal : 15 Oktober 2012
TAHUN : 2017
Periode :
Desember
No. Jenis Tanggal Sumber Jumlah Maksimal Tanggal Keluar Jumlah Tujuan Bukti Sisa
Limbah Masuk Limbah B3 Limbah Penyimpanan Limbah Limbah Penyerahan Nomer Limbah
B3 Limbah B3 B3 (Hari) Keluar Dokumen B3
MASUK MASUK (Kg) yang
(Kg) ada di
TPS
(Kg)
403,34
1 Mill Scale 1-Dec-2017 Billet 37,28 1-Dec-2017
2 Mill Scale 2-Dec-2017 Reheating 30,86 2-Dec-2017
Furnace
3 Mill Scale 3-Dec-2017 44,74 3-Dec-2017
4 Mill Scale 4-Dec-2017 38,14 4-Dec-2017 53,78 Surya Wijaya
Megah
5 Mill Scale 5-Dec-2017 Water 39,94 5-Dec-2017 104,78 Surya Wijaya
Treatment Megah
6 Mill Scale 6-Dec-2017 Plant 42,18 6-Dec-2017 57,18 Surya Wijaya
(WTP) Megah
7 Mill Scale 7-Dec-2017 45,18 7-Dec-2017 107,48 Surya Wijaya
Megah
141
8 Mill Scale 8-Dec-2017 35,15 8-Dec-2017 50,08 Surya Wijaya
Megah
9 Mill Scale 9-Dec-2017 32,01 9-Dec-2017
10 Mill Scale 10-Dec- 28,86 10-Dec-2017
2017
11 Mill Scale 11-Dec- 23,69 11-Dec-2017 49,56 Surya Wijaya
2017 Megah
12 Mill Scale 12-Dec- 28,02 12-Dec-2017 71,96 Surya Wijaya
2017 Megah
13 Mill Scale 13-Dec- 24,45 13-Dec-2017 71,06 Surya Wijaya
2017 Megah
14 Mill Scale 14-Dec- 27,15 14-Dec-2017 77,39 Surya Wijaya
2017 Megah
15 Mill Scale 15-Dec- 28,81 15-Dec-2017 47,42 Surya Wijaya
2017 Megah
16 Mill Scale 16-Dec- 31,18 16-Dec-2017
2017
17 Mill Scale 17-Dec- 35,2 17-Dec-2017
2017
18 Mill Scale 18-Dec- 35,18 18-Dec-2017 50,84 Surya Wijaya
2017 Megah
19 Mill Scale 19-Dec- 35,05 19-Dec-2017
2017
20 Mill Scale 20-Dec- 31,48 20-Dec-2017
2017
21 Mill Scale 21-Dec- 29,69 21-Dec-2017 14,6 Surya Wijaya
2017 Megah
22 Mill Scale 22-Dec- 30,6 22-Dec-2017
2017
23 Mill Scale 23-Dec- 27,35 23-Dec-2017
2017
24 Mill Scale 24-Dec- 27,11 24-Dec-2017
2017
142
25 Mill Scale 25-Dec- 32,03 25-Dec-2017
2017
26 Mill Scale 26-Dec- 33,42 26-Dec-2017
2017
27 Mill Scale 27-Dec- 30,58 27-Dec-2017
2017
28 Mill Scale 28-Dec- 31,88 28-Dec-2017
2017
29 Mill Scale 29-Dec- 21,66 29-Dec-2017
2017
30 Mill Scale 30-Dec- 15,78 30-Dec-2017
2017
31 Mill Scale 31-Dec- 0 31-Dec-2017
2017
954,65 756,13 0
143
DOKUMENTASI
Safety patrol (Agenda bulanan departemen SHE) dan Training oleh SHE
Tour Plant Area Produksi
150
LEMBAR ASISTESI
151
STRUKTUR ORGANISASI PENGELOLAAN LIMBAH
PT. ISPAT INDO
TPS 3
Faukal
153