Anda di halaman 1dari 5

HASIL PENELITIAN

Implementasi Program Pengendalian


Resistensi Antibiotik dalam Mendukung
Program Patient Safety
Erwin Astha Triyono
Ketua Tim PPRA Departemen / SMF Ilmu Penyakit Dalam,
Divisi Penyakit Tropik Infeksi, Departemen / SMF Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Univesitas Airlangga / RSUD Dr. Soetomo
Surabaya, Indonesia

ABSTRAK
Keselamatan Pasien (patient safety) saat ini merupakan isu yang disosialisasikan di kalangan lembaga pelayanan kesehatan yang wajib diterapkan
dalam segala aspek pelayanan. Undang-undang tentang Rumah Sakit mewajibkan Rumah Sakit menerapkan standar keselamatan pasien. Hasil
penelitian kolaborasi antara Indonesia dan Belanda secara tervalidasi di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2000-
2004, membuktikan sudah terdapat kuman multi-resisten yang membahayakan. Implementasi program dan kegiatan PPRA RSUD Dr. Soetomo
secara umum dapat dilaksanakan dengan baik. Ketepatan indikasi penggunaan antibiotik meningkat dari 52,94 % menjadi 65 %. Hal tersebut
mampu memberikan efikasi yang optimal, mencegah timbulnya resistensi antibiotik serta mengurangi kerugian materiil maupun non materiil
dari pasien maupun keluarganya sehingga pada akhirnya mampu mendukung program patient safety. Analisis biaya menunjukkan penghematan
belanja antibiotik sebesar Rp. 203.000 per pasien selama rawat inap. Implementasi PPRA mampu meningkatkan mutu pengelolaan kasus infeksi
dengan baik dan benar serta cost effective di institusi kesehatan terutama rumah sakit.

Kata kunci: antimicrobial resistance in Indonesia (AMRIN) study, program pengendalian resistensi antibiotik (PPRA), keselamatan pasien, cost
effectiveness

ABSTRACT
Patient safety is currently the issue among healthcare institutions and are obliged in all aspects of service. Law requires hospitals to implement
patient safety standards. Results of a research collaboration between Indonesia and the Netherlands in Dr. Soetomo Hospital Surabaya and
Dr. Kariadi Hospital Semarang in 2000-2004, showed that there were already harmful multi-resistant microorganism. Programmes and activities of
PPRA in Dr. Soetomo Hospital generally can be implemented properly. Implementation in the Internal Department in 2009 has increased
appropriateness of antibiotic indications from 52,94% to 65%. It optimizes efficacy, prevents the emergence of antibiotic resistance, and reduces
losses and ultimately supports patient safety program. Cost analysis showed cost savings of Rp. 203.000 per patient during hospitalization.
Implementation of PPRA can improve the quality of infection management and cost effective. Erwin Astha Triyono. Implementation of
Antibiotics Resistance Control Program to Support Patient Safety Program.

Key words: antimicrobial resistance in Indonesia (AMRIN) study, antibiotic resistance control programs, patient safety, cost effectiveness

LATAR BELAKANG Study) merupakan penelitian kolaborasi Lactamases), yang tidak hanya merupakan
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba Indonesia dan Belanda yang telah dilaksanakan ancaman bagi lingkungan yang berkaitan
merupakan suatu gerakan dalam rangka secara tervalidasi di RSUD Dr. Soetomo tetapi juga bagi masyarakat luas. Pada penilaian
mengendalikan terjadinya kuman-kuman Surabaya dan RSUP Dr. Kariadi Semarang penggunaan antibiotik secara bijak yang
resisten terhadap antibiotik. Berkembangnya tahun 2000-2004, hasilnya membuktikan sudah dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan
masalah resistensi ini sangat erat berhubungan terdapat kuman multi-resisten, demikian pula RSUP. Dr. Kariadi Semarang, mewakili Rumah
dengan penggunaan antibiotik secara bijak telah muncul bakteri multi-resisten yang Sakit pendidikan di Indonesia, terbukti 30%
dan penerapan pengendalian infeksi secara membahayakan, seperti MRSA (Methicillin sampai dengan 80% penggunaan antibiotik
benar. Penelitian Antimicrobial Resistance in Resistant Staphylococcus aureus) dan bakteri tidak berdasarkan indikasi (Hadi, 2009).1
Indonesia, Prevalence and Prevention (AMRIN penghasil ESBL (Extended Spectrum Beta

Alamat korespondensi email: erwintriyono@yahoo.com

674 CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013


HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Karakteristik penderita Prinsip Pencegahan Peningkatan


Mikroba Resisten
Karakteristik Pra PPRA (n=162) PPRA (n=127)
Pencegahan peningkatan mikroba resisten,
secara prinsip dengan dua cara, pertama,
Laki-laki 125 (77,16%) 67 (52,75%)
Sex mencegah munculnya mikroba resisten akibat
Perempuan 37 (22,84%) 60 (47,25%) selection pressure dengan cara penggunaan
< 25 71 (43,82%) 29 (22,83%) antibiotik secara bijak dan kedua, mencegah
penyebaran mikroba resisten dengan cara
Umur 25-50 57 (35,18%) 58 (45,66%)
meningkatkan ketaatan terhadap prinsip-
(tahun)
> 50 34 (21%) 40 (31,51%) prinsip kewaspadaan standar.1

Tabel 2 Diagnosis saat penderita masuk rumah sakit Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba
Diagnosis Masuk Pra-PPRA (n=162) PPRA (n=127) Penggunaan antibiotik secara bijak, menjadi
masalah utama di Indonesia, sehingga harus
Observasi febris 6 (3,70%) 15 (11,81%)
Infeksi dengue 100 (61,72%) 32 (25,19%) menjadi prioritas untuk semua pelayanan
Demam tifoid 8 (4,93%) 12 (9,44%) kesehatan di Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo
GEA + Dehidrasi 42 (25,92%) 52 (40,94%)
telah dilaksanakan beberapa kegiatan, antara
Diare Kronis 1(0,61%) 7 (5,51%)
Leptospirosis - 2 (1,57%) lain implementasi PPRA, perluasan pilot
ISK 1 (0,61%) 1 (0,78%) study di beberapa Departemen/SMF yang
TB Paru 1 (0,61%) -
mengacu kepada pengendalian resistensi
Sepsis 1 (0,61%) 1 (0,78%)
Lain-lain 2 (1,29%) 5 (3,98%) antimikroba melalui penggunaan antibiotik
yang bijak serta aktivitas pengendalian infeksi
Tabel 3 Diagnosis saat penderita keluar dari rumah sakit yang benar. Kegiatan ini sangat bermanfaat
untuk menekan pembiayaan penggunaan
Diagnosis Keluar Pra-PPRA (n=162) PPRA (n=127)
antibiotik terutama terkait dengan penerapan
Observasi febris 3 (1,85%) - paket INA-DRG bagi pasien JAMKESMAS dan
Infeksi dengue 95 (58,64%) 23 (18,11%)
pasen ASKES. Selain itu diharapkan terwujud
Demam tifoid 15 (9,25%) 31 (24,40%)
GEA + Dehidrasi 36 (22,22%) 51 (40,15%) pengendalian mikroba resisten di rumah sakit
Diare Kronis - 7 (5,51%) yang dapat memengaruhi mutu pelayanan
Leptospirosis - 2 (1,57%)
kesehatan khusunya penanganan kasus-kasus
ISK 1 (0,61%) 3 (2,36%)
TB Paru 1 (0,61%) 2 (1,57%) infeksi di rumah sakit.2
Sepsis 7 (4,32%) 2 (1,57%)
Lain-lain 4 (2,5%) 6 (4,88%)
Keselamatan Pasien saat ini merupakan isu yang
sedang gencar disosialisasikan di kalangan
Tabel 4 Hasil pemeriksaan kultur lembaga pelayanan kesehatan. Keselamatan
pasien wajib diterapkan dalam segala aspek
Karakteristik Pra-PPRA PPRA pelayanan. Undang-undang tentang Rumah
Sakit mewajibkan Rumah Sakit menerapkan
Total pasien 162 127
standar keselamatan pasien. Keselamatan
Pemeriksaan kultur 32 (19,75%) 82(64,56%) pasien (patient safety) adalah proses dalam
Ada hasil kultur 10 (31,25%) 65 (79,26%) suatu Rumah Sakit yang memberikan
pelayanan yang lebih aman termasuk
Ada pertumbuhan kuman 4(40%) 10 (15,38%)
di dalamnya asesmen risiko, identifikasi,
dan manajemen risiko terhadap pasien,
Tabel 5 Macam Isolat Kuman Hasil Kultur pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
untuk belajar dan menindaklanjuti insiden,
Sediaan Hasil Isolat Kuman Pra-PPRA Hasil Isolat Kuman PPRA dan menerapkan solusi untuk mengurangi,
serta meminimalisir timbulnya risiko. “Safety
Staphylococcus coagulase neg
Darah Staphylococcus coagulase neg is a fundamental principle of patient care
Streptococcus non hemoliticus
and a critical component of hospital quality
Pseudomonas spp.
Urine
Klebsiella oxyteca
Pseudomonas aeruginosa management.” (World Alliance for Patient
Safety, Forward Programme WHO 2004). Maka
Faeces E. coli patogen serotipe I-II -
paradigma baru kualitas pelayanan harus
Acinetobacter spp. memasukkan unsur keselamatan pasien di
Dahak -
Streptococcus Beta Hemoliticus samping unsur teknis dan kepuasan pasien.3

CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013 675


HASIL PENELITIAN

Keselamatan pasien di rumah sakit adalah Konsep Dasar PPRA


sistem pelayanan dalam suatu RS yang
memberikan asuhan pasien menjadi lebih
aman. Risiko terjadinya kesalahan medis yang SMF
SMF
dialami pasien di rumah sakit sangat besar.
Besarnya risiko dipengaruhi oleh beberapa
DALIN FARMASI
faktor antara lain lamanya pelayanan, SMF
SMF
keadaan pasien, kompetensi dokter, serta
prosedur dan kelengkapan fasilitas. Kesalahan PPRA
medis tersebut bisa saja terjadi pada saat SMF
SMF
komunikasi dengan pasien, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, diagnosis maupun MIKROBIOLOGI SKFT
KLINIK
terapi dan tindak lanjut, namun bukan
SMF SMF
disebabkan oleh penyakit underlying diseases.
Risiko klinis tersebut bisa berakibat cedera,
kehilangan/kerusakan atau bisa juga karena
faktor kebetulan atau ada tindakan dini tidak Siklus Implementasi PPRA
berakibat cedera.3

Kejadian risiko yang mengakibatkan Guideline


pasien tidak aman sebagian besar dapat update
dicegah dengan beberapa cara. Antara lain
meningkatkan kompetensi diri, kewaspadaan
dini, dan komunikasi aktif dengan pasien.
Salah satu yang bisa dilakukan untuk Surveilance Sosialisasi
mendukung program patient safety tersebut
adalah penggunaan antibiotik secara bijak
dan penerapan pengendalian infeksi secara
benar. Diharapkan penerapan “Program
Pengendalian Resistensi Antibiotik” dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Guideline Implementasi
khususnya penanganan kasus-kasus infeksi update Dep./SMF
di rumah sakit serta mampu meminimalkan
risiko terjadinya kesalahan medis yang dialami
pasien di rumah sakit.3 Gambar 1 Konsep dasar PPRA dengan melibatkan 4 pilar dan SMF sebagai ujung tombak penerapan PPRA di masing-masing
SMF
Tim Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba (Tim PPRA) mempunyai tugas program pengendalian resistensi antimikroba sosialisasi PPRA (tabel 1).
utama membantu Pimpinan Rumah Sakit secara intensif.
untuk2: Diagnosis penderita saat masuk rumah
1. Menetapkan kebijakan pengendalian Dalam mencapai tujuan tersebut, Tim PPRA sakit (MRS) maupun keluar dari rumah
resistensi antimikroba di RSUD Dr. Soetomo senantiasa berkoordinasi dengan Komite sakit (KRS) pada kelompok pra-sosialisasi
2. Menetapkan implementasi program Medik, Komite KPRS, Komite DALIN, Sub PPRA lebih banyak disebabkan oleh infeksi
pengendalian resistensi antimikroba di RSUD Komite Farmasi dan Terapi, SMF/Instalasi virus, khususnya dengue, sedangkan pada
Dr. Soetomo Mikrobiologi Klinik dan Instalasi Farmasi RSUD kelompok pasca-sosialisasi PPRA, diagnosis
3. Menyebarluaskan dan meningkatkan Dr. Soetomo.2 MRS maupun KRS lebih bervariasi, yaitu bisa
pemahaman pengendalian resistensi disebabkan oleh virus, bakteri atau kuman
antimikroba di RSUD Dr. Soetomo yang HASIL PENELITIAN yang lain (tabel 2 dan 3).
berhubungan erat dengan penggunaan Karakteristik Penderita
antibiotik secara bijak dan penerapan prinsip Jumlah penderita yang masuk dalam Sosialisasi PPRA ternyata memberikan
pengendalian infeksi secara benar. kelompok pra sosialisasi PPRA sebanyak dampak peningkatan kesadaran klinisi untuk
4. Mengembangkan penelitian yang 162 pasien, lebih banyak dibandingkan memeriksakan kultur, yaitu dari 29,75 %
berkaitan dengan pengendalian resistensi kelompok setelah sosialisasi PPRA sebanyak menjadi 64,56 % dan setelah ditunjang oleh
antimikroba di RSUD Dr. Soetomo secara 127 pasien. Kelompok pra sosialisasi PPRA kesiapan tim mikrobiologi klinik, terdapat
terpadu. lebih banyak didominasi laki-laki dan usia 79,26 % hasil kultur kelompok PPRA yang
5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan muda dibandingkan dengan kelompok post dilaporkan kepada tim klinisi. Dari jumlah

676 CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013


HASIL PENELITIAN

Tabel 6 Turn Around Time PPRA didapatkan sampel sebanyak 32 pasien


dan pasca-sosialisasi PPRA sebanyak 25 pasien.
Turn Around Time Pra-PPRA (n=10) PPRA (n=65) Tabel 7 menunjukkan bahwa penggunaan
antibiotik pada kelompok pasca-sosialisasi
0 hari - 9 (13,84%)
PPRA sebesar 84% lebih banyak dibandingkan
MRS → ambil sample darah kultur 1-3 hari 7 (70%) 37 (56,92%) pra sosialisasi PPRA sebesar 53,12% dan
>3 hari 3 (30%) 19 (29,24%) hal ini karena diagnosis kasus infeksi yang
disebabkan bakteri lebih banyak pada pasca-
<7 hari 10 (100%) 54 (83,10%)
Ambil sampel darah kultur → hasil diterima sosialisasi PPRA.
klinisi
>7 hari - 11 (16,90%)
Tabel 8 menunjukkan peningkatan ke-
Tabel 7 Evaluasi penggunaan antibiotik secara kualitatif tepatan penggunaan antibiotik menjadi
65 % di kelompok pasca-sosialisasi PPRA
Pemakaian Antibiotika Pra PPRA (n=32) PPRA (n=25) dibandingkan kelompok pra-sosialisasi PPRA
yang hanya sebesar 52,94 %.
Dengan Antibiotika 17 (53,12%) 21 (84%)

Tanpa Antibiotika 15 (46,88%) 4 (16%) Analisis biaya yang tercantum pada tabel 9
menunjukkan bahwa sosialisasi PPRA mampu
Tabel 8 Kategori Kualitas Penggunaan Antibiotik menghemat pengeluaran belanja antibiotik
sebesar Rp203.000 per pasien selama rawat
Klasifikasi Gyssen Pra-PPRA (n=17) PPRA (n=21) inap dibandingkan pra-sosialisasi PPRA.
I (penggunaan tepat) 52,94% (9) 65% (14)
IIA (tidak tepat dosis) 0% 0% ANALISIS DAN DISKUSI
IIB (tidak tepat interval) 0% 0% Jumlah sampel kelompok pra sosialisasi
IIC (tidak tepat cara pemberian) 0% 0%
PPRA sebanyak 162 pasien, lebih banyak
IIIA (terlalu lama) 0% 0%
IIIB (terlalu singkat) 0% 0% dibandingkan kelompok post sosialisasi
IVA (ada obat lain lebih efektif ) 17,64% (3) 30% (6) PPRA sebanyak 127 pasien. Karakteristik
IVB (ada obat lain kurang toksik) 0% 0%
pasien kelompok pra sosialisasi PPRA lebih
IVC (ada obat lain lebih murah) 0% 0%
IVD (ada obat lain lebih spesifik) 29,42% (5) 5% (1) banyak didominasi laki-laki dan berusia
V (tidak ada indikasi) 0% 0% muda dibandingkan dengan kelompok post
VI (rekam medik tidak dapat dievaluasi) 0% 0%
sosialisasi PPRA.

Tabel 9 Analisis biaya Diagnosis MRS maupun KRS pasien pada


kelompok pra sosialisasi PPRA lebih banyak
- Pra-PPRA (n=17) PPRA (n=21)
disebabkan oleh infeksi virus khususnya
infeksi dengue sedangkan pada kelompok
Kultur:
- Darah (Rp 220.000) 2 (11,76%) / (Rp.440.000) 16 (76,19%) /(Rp.3.520.000) post sosialisasi PPRA diagnosis MRS maupun
- Urine (Rp 60.000) 3 (17,65%) / (Rp.180.000) 1 (4,76%) / (Rp.60.000) KRS lebih bervariasi yaitu disebabkan oleh
- Feces (Rp 60.000) 2 (11,76%) / (Rp.120.000) 1 (4,76%) / (Rp.60.000)
virus, bakteri atau kuman yang lain. Hal ini
- Dahak (Rp 60.000) - 2 (9,52%) / (Rp.120.000)
Antibiotik Rp.14.365.914 Rp.13.492.097 menunjukkan bahwa tiap waktu terdapat
(@ Rp.845.100) (@ Rp.642.500) perbedaan pola infeksi.
TOTAL Rp.15.205.914 Rp.17.252.000
(@ Rp.894.500 ) (@ Rp. 821.500 ) Sosialisasi PPRA ternyata memberikan
dampak peningkatan kesadaran klinisi
untuk memeriksakan kultur dan ditunjang
tersebut hanya 15,38 % yang didapatkan bahwa pasca-sosialisasi PPRA menghasilkan oleh kesiapan tim mikrobiologi klinik
pertumbuhan kuman (tabel 4). kinerja lebih baik sehingga pasien demam sehingga hampir 80 % kelompok post
atau yang menggunakan antibiotik segera sosialisasi PPRA mempunyai hasil kultur yang
Terdapat perbedaan jenis isolat kuman yang mendapatkan hasil mikrobiologi untuk dilaporkan kepada tim klinisi. Dari angka
didapatkan pada pra-sosialisasi dan pasca- menyempurnakan atau memastikan diagnosis tersebut hanya 15,38 % yang didapatkan
sosialisasi PPRA (tabel 5). yang dibuat oleh para klinisi terutama yang pertumbuhan kuman. Masih banyak yang
terkait dengan pemilihan antibiotik (tabel 6). harus diperbaiki dalam upaya meningkatkan
Data Turn Around Time yang menggambarkan angka keberhasilan tim mikrobiologi untuk
kinerja pemeriksaan mikrobiologi mulai dari Pada evaluasi penggunaan antibiotik mendapatkan pertumbuhan kuman agar
pasien menjalani rawat inap sampai hasil dilakukan sampling dengan metode kelipatan mampu mengoptimalkan upaya penegakan
mikrobiologi diterima klinisi menunjukkan 5 sehingga pada kelompok pra sosialisasi diagnosis penyakit infeksi terutama terkait

CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013 677


HASIL PENELITIAN

dengan pemilihan antibiotik sesuai hasil post sosialisasi PPRA sebesar 84 % lebih tahun 2009 meningkatkan ketepatan
sensitivitasnya. banyak dibandingkan pra sosialisasi PPRA penggunaan antibiotik menjadi 65% post
sebesar 53,12 %. Hal ini karena diagnosis kasus sosialisasi PPRA dibandingkan pra sosialisasi
Bermacam-macam jenis kuman didapatkan infeksi bakteri lebih banyak post sosialisasi PPRA yang hanya sebesar 52,94%.
dari hasil kultur, terdapat perbedaan macam PPRA dibanding pada pra sosialisasi. 2. Peningkatan ketepatan indikasi
isolat kuman yang didapatkan pada pra penggunaan antibiotik tersebut mampu
sosialisasi dan post sosialisasi PPRA. Belum Penilaian kualitas penggunaan antibiotik memberikan efikasi yang optimal, mencegah
dapat disimpulkan apakah kuman tersebut menunjukkan bahwa post sosialisasi PPRA timbulnya resistensi antibiotik dan
merupakan kuman penyebab infeksi atau terdapat peningkatan ketepatan penggunaan mengurangi kerugian materiil maupun non
hasil kontaminasi atau kolonisasi sehingga antibiotik menjadi 65 % dibandingkan materiil baik dari pemerintah, rumah sakit
diperlukan tatalaksana yang baik dalam kelompok pra sosialisasi PPRA yang hanya maupun pasien dan keluarganya sehingga
proses pengambilan sampel sampai pada sebesar 52,94 %. Ketepatan indikasi yang pada akhirnya mampu mendukung program
proses pengiriman sampel tersebut ke lebih baik diharapkan meningkatkan efikasi patient safety.
laboratorium mikrobiologi klinik. Sarana antibitiotik, mampu mencegah resistensi 3. Analisis biaya menunjukkan penghematan
dan prasarana yang memadai atau antibiotik dan mengurangi kerugian materiil belanja antibiotik sebesar Rp203.000 per
mutakhir sangat mendukung validitas hasil maupun non materiil pemerintah, rumah sakit pasien selama rawat inap. Implementasi
pemeriksaan kultur disamping peningkatan maupun pasien dan keluarganya sehingga PPRA mampu meningkatkan mutu pelayanan
keahlian tim mikrobiologi. pada akhirnya mampu mendukung program institusi kesehatan terutama rumah sakit
patient safety. dalam mengelola kasus infeksi dengan baik
Data Turn Around Time yang menggambarkan dan benar serta cost effective.
kinerja pemeriksaan mikrobiologi mulai dari Analisis biaya menunjukkan bahwa sosialisasi
pasien menjalani rawat inap sampai hasil PPRA mampu menghemat pengeluaran Saran
mikrobiologi diterima klinisi menunjukkan belanja antibiotik sebesar Rp203.000 per 1. Meningkatkan pemahaman staf medik
bahwa sosialisasi PPRA menghasilkan kinerja pasien selama rawat inap dibandingkan pra fungsional terhadap penggunaan antibiotik
lebih baik sehingga pasien demam atau yang sosialisasi PPRA. Hal ini menunjukkan bahwa secara bijak.
menggunakan antibiotik segera mendapatkan implementasi PPRA mampu mengarahkan 2. Memfasilitasi sistem penunjang dan
hasil mikrobiologi untuk menyempurnakan sebuah institusi kesehatan untuk mengelola ketersediaan tenaga staf medik fungsionil
atau memastikan diagnosis para klinisi kasus infeksi dengan baik dan benar. terkait dengan penguatan laboratorium
terutama yang terkait dengan pemilihan Penggunaan antibiotik secara bijak selain hematologi, imunologi, mikrobiologi klinik,
antibiotik. Makin baik turn around time, makin mampu meningkatkan efikasi antibiotik radiologi atau laboratorium lain yang berkaitan
baik pula kinerja tim PPRA untuk membantu sesuai kuman penyebab infeksi juga mampu dengan penyakit infeksi agar implementasi
klinisi membuat diagnosis infeksi serta mencegah timbulnya kuman resisten dan penggunaan antibiotik secara bijak berjalan
memberikan pengobatan antibiotik yang menghemat pengeluaran belanja pasien dengan baik.
paling tepat sehingga mampu mencegah untuk obat-obatan terutama antibiotik. 3. Meningkatkan prinsip kewaspadaan
timbulnya kuman resisten dan mengurangi terhadap penggunaan antibiotik di rumah
kerugian materiail maupun non materiil SIMPULAN DAN SARAN sakit dan di masyarakat, dan evaluasi secara
akibat diagnosis dan terapi antibiotik yang Simpulan kualitatif maupun kuantitatif. Pelaksanaan
kurang tepat. 1. Implementasi program dan kegiatan surveilan secara intensif termasuk tindakan
PPRA RSUD Dr. Soetomo secara umum koreksi terhadap berbagai penyimpangan
Evaluasi penggunaan antibiotik menunjukkan dapat dilaksanakan dengan baik. Kegiatan diharapkan dapat mencegah muncul dan
bahwa penggunaan antibiotik di kelompok implementasi di SMF Ilmu Penyakit Dalam penyebaran mikroba resisten secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hadi U, et al. Audit of antibiotic prescribing in two governmental teaching hospital in Indonesia. Clinical Microbiology and Infection : the official of the Eur Soc Clin Microb and Inf Dis
2009; 14(7): 698-707.
2. Tim PPRA RSUD Dr. Soetomo – FK Unair. Laporan Kegiatan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba 2008.
3. Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691 / MENKES / PER / VIII / 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

678 CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013

Anda mungkin juga menyukai