Anda di halaman 1dari 80

POLITIK BERGERAK;

Berubah Itu Seni

Penulis:
Mortaza A. Syafinuddin Hammada
Pengantar

S
aya pernah kampanye antiparpol. Saat itu
saya masih Ketua Umum PB HMI (2001-2003).
Gejala oligarki nampaknya tak terbendung.
Fungsi partai politik (parpol) melemah. Ia nampak
gagal menata proses politik menuju demokrasi yang
sehat.
Parpol justru bekerja dalam mekanisme bisnis.
Politisi bermain modal dan mendorong kuasa mo-
dal ke tengah arena kenegaraan yang sangat konflik.
Ia melahirkan konflik kepentingan, antara suara
rakyat daj suara modal.
Saya berteriak, “Jalankan demokrasi tanpa par-
tai!” Ini disambut oleh anak-anak muda di Palu. Me-
reka mencetak baju kaos bertuliskan, “Demokrasi

3
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

lebih beradab tanpa parpol”. Sebuah stasiun radio


di Kota Palu mengundang saya untuk dialog inter-
aktif. Banyak pendengar yang menelepon saya. Pro
dan kontra terjadi. Banyak yang tidak setuju namun
ada juga yang mendukung.
Menurut saya, parpol harus bekerja sebagai
mesin politik yang menghasilkan pemimpin prorak-
yat. Parpol harus mencari dan mempersiapkan so-
sok-sosok yang dapat bekerja untuk kemaslahatan
rakyat dan kekuatan negara. Parpol harus dapat me-
nyaring dan membuang sosok narsis. Parpol harus
bersih dari perilaku mementingkan diri, keluarga,
dan golongan yang bertentangan dengan kepen-
tingan rakyat banyak.
Perilaku memperkaya diri dan keluarga seperti
yang dulu kita protes terhadap Soeharto dan kronis
bisnisnya harus dapt ditinggalkan oleh parpol saat
ini. Namun nyatanya, negara tetap dikepung oleh
suasana politik yang dikelola oleh parpol yang oli-
gark tersebut. Rakyat di ambang putus asa.
Beberapa tahun terakhir saya menyetujui un-
tuk mendorong pelembagaan golput. Mirip dengan
null vote system. Ini untuk menjaring suara rakyat
yang tak diserahkan ke parpol. Ini juga akan menja-
di indikator tumbuhnya kesadaran masyarakat akan
partispasi dalam pemilu. Rakyat perlu tahu saat
yang tepat untuk memberi suara dan menahannya.
Namun nampaknya ada perubahan. Rupanya
ada parpol yang mulai menampilkan kemauan un-

4
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

tuk menyeleksi politisi yang lebih bervisi kerakyat-


an. Meski tertatih dalam kepungan praktik korupsi
di semua parpol itu namun mulai terlihat banyak
pemimpin yang sedikit menyentuh ambang batas
kehendak rakyat. Ada nyala lilin walau amat redup
ditelan pekatnya kegelapan praktik politik yang
korup dan nepotis. Kolusi juga masih mengguri-
ta. Petinggi partai kebanyakan masih sulit diajak
merakyat. Kesan elitis amat kental dan memenjara
petinggi partai serta politisinya di menara gading
politik.
Hanya ada sedikit sosok yang menampilkan
cara kerja pelayan rakyat. Mereka bahkan menyen-
tuh level pimpinan daerah bahkan pusat. Bupati,
walikota, gubernur, bahkan terakhir ini presiden.
Sumbu karakter merakyat dan melayani mulai terli-
hat. Parpol nampak menggeliat. Meski demikian, ta-
rikan ke arah oligarki itu sangat kuat sehingga tetap
saja kita hanyut ke hilir keputusasaan. Parpol tetap
diregulasi dan meregulasi sistem kerja berdasarkan
spirit kuasa modal. Rakyat tetap tak berdaya.
Dalam suasana itulah saya menyaksikan rakyat
hidup di era digital, menggunakan perangkat hidup
yang serba online, mulai diakrabkan dengan cara
hidup baru, namun mentalnya masih berada di era
lampau. Kemajuan teknologi informasi yang seha-
rusnya diikuti mental jujur, bekerja secara fair, peng-
awasan kerja yang ketat, dan sebagainya, ternyata
tak terwujud. Perangkat teknologi itu justru banyak

5
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

digunakan untuk menyuburkan kecurangan.


Demokrasi kita pun begitu. Ia dikawal dengan
perangkat digital namun manusia di dalamnya se-
bagian besar masih bermental manual. Alam pikiran
manipulatif masih merajai cara berpikir masyarakat
di era ini.
Dalam pada itu, rakyat tak kunjung mau meng-
gunakan keluasaannya untuk menegur demokrasi
semacam ini. Tidak ada gerakan untuk menghukum
praktik ini. Tidak ada boikot pemilu yang massif
dan terlembaga sehingga perilaku parpol semacam
itu bisa dibendung. Rakyat yang daya kritisnya ga-
mang itu ternyata menyembunyikan penderitaan.
Masih sangat banyak yang diancam seperti model
politik Orde Baru dan Golkarnya di masa lalu. Ada
ketakutan untuk menentukan pilihan bebas. Ada
intervensi segelintir kaum birokrat yang dikendali-
kan kepala daerah. Ini efektif untuk menanamkan
anggapan yang salah bahwa pemilu harus memihak
kepada penguasa daerah.
Rakyat makin jauh dari kemampuan menghu-
kum para pelaku politik karena tuntutan kehidup-
annya yang serba kekurangan di daerah-daerah ter-
pencil atau di sudut kota yang kumuh. Mereka tetap
hanyut dalam praktik jual beli suara dalam pemilu.
Alih-alih menggunakan hak demokrasinya untuk
mengubah perilaku parpol.
Akibatnya, pemilu menghasilkan pemimpin
yang kurang sanggup mengurus dan memanfaat-

6
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

kan potensi daerah untuk kemakmuran rakyat. Ta-


nah yang luas dibiarkan terbengkalai. Laut yang ter-
bentang hanya dimanfaatkan oleh segelintir pelaku
bisnis di kelas elit.
Di pelosok, masih sangat mudah kita saksikan
jalanan penghubung desa-desa yang sangat buruk.
Di hadapan besarnya angka dana desa, dana pem-
binaan daerah pemilihan, dana APBD infrastruktur
vital masyarakat seakan diabaikan. Tidak segera di-
tuntaskan! Tidak sedikit nyawa dari pelosok harus
melayang di tengah perjalanan menuju rumah sakit
karena jalanan yang sangat buruk. Begitu juga hasil-
-hasil bumi yang harus dijual murah karena tinggi-
nya ongkos transportasi para pelaku usaha. Semua
itu menjadi alasan lesunya ekonomi daerah.
Tidak sedikit warga harus berpindah ke kota
dan meninggalkan lahan pertaniannya. Ini adalah
suatu pilihan yang amat berisiko.
Suasana itulah yang memaksa saya memilih
sikap untuk turut bergabung dalam sistem pemilu.
Semoga melalui pemilu saya mendapat kepercaya-
an rakyat untuk mulai menyalakan lilin di tengah
kegelapan yang dikutuk rakyat. Ada pilihan yang
amat sulit; menggerakkan proses demokrasi dengan
merombak cara kerja partai maupun sistem pemilu
dan politik pada umumnya, atau menggerakkan ke-
mandirian rakyat di lapangan ekonomi walau sam-
bil membiarkan praktik politik itu berjalan.
Saya jadi ingat gerakan Syarikat Islam di erah

7
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

penjajahan. Melalui ekonomi umat, pencerahan mu-


lai dilakukan, lalu kekuatan politik ditumbuhkan.
Buku ini bercerita tentang pikiran-pikiran yang
saya sampaikan di tengah massa rakyat Kabupaten
Mamuju, Sulawesi Barat. Pikiran ini saya dorong
untuk menjadi pengganti uang dan janji politik.
Uang dan janji adalah materi utama yang dibawa
oleh politisi lain, sedangkan saya datang membawa
konsep dan pemikiran. Kampanye saya itu sekali-
gus untuk menguji dugaan saya bahwa masih ba-
nyak rakyat yang merindukan visi perubahan. Po-
litik harus bergerak dalam seni perubahan. Berapa
banyak yang setuju atas gagasan ini? Jawabannya
adalah sebanyak jumlah suara yang saya raup da-
lam Pemilu 2019.

8
Tentang Penulis

D
r. Mortaza A. Syafinuddin Hammada la-
hir Kasambang, Mamuju, Sulawesi Barat
pada tanggal 19 April 1973. Pendidikann-
ya dimulai tahun 1979 dari tingkat dasar di Kasam-
bang, menengah di Tapalang dan Mamuju yang
diselesaikan pada tahun 1991. Pendidikan terakhir
diselesaikannya pada 2015 di Program Pascasarja-
na Multidisplin Universitas Indonesia, Jakarta, da-
lam bidang ilmu lingkungan. Minatnya dalam stu-
di pembangunan berkelanjutan muncul dari jejak
akademisnya sejak kuliah di jenjang Diploma Tiga
Universitas Hasanuddin (1991) hingga Pendidikan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, konsen-

9
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

trasi Manajemen Lingkungan di Universitas Negeri


Jakarta, selesai tahun (2008).
Minat pada studi interdisipliner itu membuat-
nya menekuni banyak kajian ilmiah seperti pendi-
dikan, sosiologi-antropologi, filsafat, bahasa dan
budaya, ekonomi hingga politik.
Pendapat dan pikirannya didiskusikan secara
terbuka dalam berbagai forum, baik saat masih ak-
tif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sejak 1991
sampai 2005, serta berbagai kelompok studi dan
lembaga kajian. Beberapa di antaranya telah dipub-
likasikan di berbagai surat kabar lokal dan nasional
serta berbagai jurnal.
Saat masih aktif di dunia pergerakan kemaha-
siswaan ia yang akrab dikenal dengan nama Syaf-
inuddin Al-Mandari ini pernah memimpin HMI
mulai dari jenjang komisariat hingga Pengurus
Besar (PB) dan Majelis Syura Organisasi (MSO).
Pada Kongres HMI di Makassar 2001 ia terpilih
sebagai Ketum PB HMI (2001-2003) serta Koordi-
nator dan Anggota Majelis Syura Organisasi HMI
berturut-turut tahun 2003-2005 dan 2005-2007. Ak-
tivitasnya yang panjang di HMI mengantarnya ke
berbagai profesi seperti editor, jurnalis, trainer dan
pengajar. Penulis adalah Kepala SDIT Alhikmah Ci-
landak Jakarta Selatan, 2006-2011. Ia pernah meraih
prestasi sebagai lulusan terbaik Akta Mengajar IV
di Universitas Negeri Jakarta, 2005, dan Kepalas
Sekolah Berprestasi di Jakarta Selatan pada tahun

10
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

2008 dan 2009. Terakhir ia tercatat sebagai pengajar


di Universitas Paramadina Jakarta dan Universitas
Cokroaminoto Makassar.
Ia pernah tercatat sebagai anggota Dewan Pem-
bina IPPNU Jakarta Pusat (2005-2006), Sekjen PP
Syarikat Islam (2015-2017) lalu Waketum PP Syari-
kat Islam (2017-2020).
Saat ini bergabung ke Partai Demokrat dan ter-
daftar sebagai Calon Anggota DPRD Kab. Mamuju.
Alamat: Kasambang, Kec. Tapalang,
Kab. Mamuju, Sulawesi Barat.
E-mail: dinmandar@gmail.com
Nomor Telepon: 081380484214

11
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

Daftar isi:
PENGANTAR ~ 05
TENTANG PENULIS ~ 09
PENDAHULUAN; Karena kita harus mengabdi ~ 13

1. Suka Cita dalam Pesta ~ 17


2. Lapangan Kerja ~ 21
3. Keterpanggilan Intelektual ~ 25
4. Dengarkan Semua, Pilih yang Terbaik ~ 29
5. Memenangkan Kedaulatan Rakyat ~ 32
6. Spirit Politik; Pelayanan Publik ~ 35
7. Pelayan-pelayan Rakyat ~ 39
8. Gerakan Perubahan ~ 42
9. Menggaji, Bukan Digaji ~ 49
10. Kenalkan Hak Rakyat, Ajarkan Cara Merebutnya ~ 52
11. Kesiapan Menjadi Rakyat; Akhir Sebuah Pengabdian ~ 55
12. Zarrah-zarrah Politik ~ 58
14. Menumbuhkan Rasa Saling Percaya ~ 60
15. Menuju Persaingan Global ~ 64
16. Mementaskan Rakyat, Memanggungkan
Keadilan ~ 68

PENUTUP; Berubah Itu Seni ~ 72

12
PENDAHULUAN;
Karena Kita Harus
Mengabdi

Kehidupan berputar terus. Kian direnungkan


kian menggambarkan suatu kesia-siaan. Banyak
orang tua yang sukses. Dulu mereka berjuang me-
nantang kehidupan yang keras. Sekolah, berijazah,
bekerja, lalu beristri. Mereka mendirikan rumah
dan memiliki harta. Mereka melahirkan anak lalu
meninggal dunia. Kehidupan baru muncul. Anak-
-anaknya mengulangi proses itu. Sekolah, bekerja,
beristri, punya anak, membuat rumah, memiliki
harta, hingga meninggal.
Tak kurang di antara manusia ini yang proses
hidupnya pendek; hanya lahir, sekolah tingkat da-
sar, bekerja, beristri, memiliki anak, lalu menemui

13
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

ajal. Meninggal dunia akhir kehidupannya. Anak-


-anaknya meneruskannya dengan proses yang ham-
pir sama. Jalaluddin Rakhmat pernah mengisahkan
bahwa atas permintaan seorang raja para cendekia-
wan menyingkat kehidupan manusia dengan ung-
kapan singkat; “Mereka lahir, berjuang, lalu mati”.
Kegundahan bahwa hidup yang digambarkan
di atas sia-sia saja, dikeluhkan oleh sahabat saya
Mahyuddin Acca (Unding) di sela-sela diskusi saya
di Posko Pemenangan Garda Mortaza A. Syafinud-
din Hammada. Saya tiba-tiba merasa ditantang un-
tuk membuat penjelasan tentang cara menggapai
hidup yang bermakna.
“Karena kita harus mengabdi!” Itu saya ung-
kapkan kepada Unding. Hidup harus meninggalkan
jejak kebaikan. Hidup harus direncanakan dengan
sebaik-baiknya. Semuanya diniatkan untuk menda-
tangkan kebaikan bagi manusia lain dan peradaban.
“Kita perlu berubah!” Saya melanjutkan penje-
lasan bahwa perubahan yang pertama kali harus di-
lakukan adalah cara pandang. Ubah persepsi yang
selama ini berkembang. Saya ceritakan satu contoh;
persepsi tentang pertanian. Bertani sudah dianggap
pilihan terakhir oleh sebagian besar masyarakat. Ber-
tani adalah kelas pekerjaan yang rendah. Itu karena
mereka belum dikenalkan dengan pertanian maju
dan menjadi pabrik uang. Kesejahteraan belum nya-
ta menjadi pendorong kesejahteraan di depan mere-
ka. Bandingkan dengan petani bawang di Enrekang,

14
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

petambak di Pinrang, peternak itik petelur di Brebes


dan sebagainya yang sukses mendulang uang setara
gaji manajer sukses di sebuah perusahaan kelas atas.
Berkenaan dengan makna hidup, perubahan
persepsi juga harus dilakukan. Tidak hanya keya-
kinan bahwa ada kehidupan lain setelah seseorang
meninggal dunia namun juga karya yang dibuat se-
lama hidupnya. Karya itu bukan tidak bermanfaat
lantaran usianya tutup. Karya itu adalah modalnya
yang paling berharga buat kehidupan barunya.
Kita akan hidup lagi. Pada kehidupan itulah
kita akan menikmati segala karya pengabdian kita.
Oleh sebab itu, kerahkanlah daya upaya untuk
membuat sebanyak mungkin kebaikan dan manfaat
bagi masyarakat.
Banyak jalan untuk itu. Jalan politik adalah sa-
lah satu pilihan. Sahabat saya, Jasman Rantedoda,
sontak menentang niat saya untuk maju ke pang-
gung politik praktis. Itu ia ungkapkan tahun 2017
lalu saat saya mengumumkan niat ikut dalam Pemi-
lu 2019 sebagai Calon DPRD Kabupaten Mamuju. Ia
lebih setuju saja menjalankan high politics di pentas
akademik. Ia mengingatkan pernyataan saya dulu
bahwa kemampuan memengaruhi kebijakan publik
adalah politik juga. Itu dapat dilakukan tanpa harus
menjadi politisi. “Kanda kita itu akan kewalahan di
dunia politik. Bisa saja dia tidak produktif lagi.” Be-
gitulah ungkapan sahabat saya yang menyayangkan
pilihan ke panggung politik tersebut. Hampir sama

15
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

dengan perbincangan saya kepada Dr. Muhsin Labib


jelang tahapan Pemilu 2014 lalu. Tahun 2013 beliau
menerima tawaran PDIP untuk menjadi Calon Ang-
gota DPR RI Daerah Pemilihan DKI Jakarta. Saya
kirim pesan panjang melalui WhatsApp kepada be-
liau bahwa posisinya sebagai akademisi akan lebih
besar manfaatnya dibanding kalau bergelut dengan
naskah-naskah, lobi, dan praktik politik lainnya. Be-
liau memang masih memberikan penjelasan menge-
nai perlunya memiliki otoritas politik namun saya
memberi analogi tentang beberapa intelektual yang
seharusnya lebih berpengaruh melalui riset-risetnya
dibanding lobi politiknya. Entah karena dialog itu
atau faktor lain, beliau mengundurkan diri.
Saya justru mengambil jalan yang sama. Saya
berbeda dengan beliau. Dr. Muhsin Labib bisa mem-
beri kontribusi yang lebih besar dalam dunia pemi-
kiran kemasyarakatan karena kepiawaiannya dalam
filsafat. Saya tidak! Saya akademisi yang tanggung.
Namun dengan modal lain, saya merasa bisa mem-
buat dan meninggalkan sejumlah kebaikan sebelum
meninggal dunia. Ya, harus dicoba karena kita harus
mengabdi.

16
1. Suka Cita
Dalam Pesta

P
esta adalah kegembiraan. Para terundang
yang menerima undangan tertulis maupun
lisan akan hadir di dalam pesta dengan pa-
kaian indah. Ada yang merias diri. Walau ada juga
yang tak mampu merias diri dan berpakaian indah-
-indah namun yang pasti ia datang dengan riang
gembira.
Tentu bukanlah sebuah pesta jika peserta hadir
dalam keadaan takut. Kalaupun tetap dinamakan
pesta karena meriahnya tetamu yang mengenakan
pakaian warna-warni serba indah, namun ia akan
segera kehilangan makna jika tetamu merasakan ke-
takutan.

17
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

Ketakutan dalam sebuah pesta tidak akan per-


nah membuat suasana itu dinikmati. Keresahan saja
sudah tak pantas masuk dalam suatu suasana yang
hanya dibuat untuk bergembira ria.
Bagaimana dengan pesta demokrasi? Seharus-
nya pesta demokrasi pun demikian. Semua mema-
sukinya dengan bergembira. Hati yang girang di-
ekspresikan dengan kebebasan menentukan pilihan.
Nampaknya tidak dengan Pemilu di Mamuju.
Pemilu itu pesta demokrasi. Namun ia sering diha-
dapi dalam situasi yang cukup mencekam. Pasal-
nya, sebagian orang akan hadir ke dalam bilik suara
dengan pilihan yang “dipaksakan”. Apakah dapat
dibuktikan? Secara formal akan sangat sulit. Ini bu-
kan urusan meja peradilan. Ini adalah realitas sosi-
al yang memiliki hubungan dengan praktik politik
masa Orde Baru.
Fakta politik dalam Pemilu Orde Baru dipenuhi
dengan situasi mencekam itu. Pesta demokrasi yang
digelar pada tahun 1971 menciptakan catatan buruk
untuk memenangkan Golkar. Golkar adalah kontes-
tan atau peserta Pemilu yang enggan disebut partai
politik. Secara sangat mudah Golkar memenangkan
kontestasi Pemilu 1971 dengan pengerahan birokra-
si dari tingkat pusat hingga desa-desa. Golkar ada-
lah “partainya” penyelenggara Pemilu.
Pemerintah dapat menekan warga melalui para
kepala dusun, kepala desa, camat, bupati, gubernur
hingga menteri dan presiden. Riwayat demokrasi

18
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

model ini dimulai oleh Soeharto di era Rezim Orde


Baru. Ada kisah bahwa di Lingkungan Kasambang
pernah mengalami hambatan pembangunan infra-
struktur karena diketahui ada suara PPP dalam Pe-
milu 1987.
Lebih tragis lagi di Desa Simbuang. Seorang
warga di pukuli beramai-ramai atas perintah Pak
Kepala Desa. Berkat rasa iba istri kepala desa pemu-
kulan itu dihentikan. Sang istri kepala desa masuk
dan berteriak di tengah para pengeroyok untuk se-
gera menghentikan kekejamannya. Belum lagi an-
caman untuk tidak lolos menjadi PNS, dipecat se-
bagai tenaga honorer, tidak dinaikkan pangkatnya
atau PNS yang dipindahtugaskan ke tempat terpen-
cil, dan sebagainya.
Selalu saja ada ketakutan dan kekhawatirab da-
lam pesta demokrasi itu. Sepanjang sejarah Pemilu
Orde Baru suasana mencekam selalu menyertai pes-
ta demokrasi itu.
Rupanya kejadian itu juga masih dialami di da-
erah tertentu. Banyak pihak yang tidak bersedia di
datangi para tim sukses atau calon itu sendiri. Pasal-
nya, jika diketahui oleh bupati atau orang berpenga-
ruh di sekeliling bupati maka akan mendapatkan
akibat politisnya seperti pada masa lalu.
Politisi harus datang untuk memulai gaya po-
litik yang baru. Rakyat harus diyakinkan tentang
kedaulatannya agar mereka dapat menikmati pesta
demokrasi sebagai suatu ajang menikmati kedaulat-

19
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

an dan kebebasan menentukan pilihan. Ajang untuk


menggunakan nurani secara leluasa dengan menge-
nali seluruh calon berikut pikirab-pikirannya.

Tidaklah pantas bagi para pemberani, anak dan


keturunan pemberani, trah para pejuang dan pah-
lawan penentang penjajah jika mereka akan takluk
oleh ancaman penguasa. Mereka hanya wajar men-
jadi penentu perjalanan daerah untuk periode pe-
merintahan berikutnya.

20
2. Lapangan Kerja

P
roblem paling besar yang saat ini dihadapi
masyarakat Mamuju adalah lapangan kerja.
Saya menjumpai fakta bahwa di kampung
saya puluhan angkatan kerja harus memilih men-
jadi buruh tani di perusahaan perkebunan kelapa
sawit di Kalimantan.
Bekerja sebagai buruh harian di daerah lain
dianggap lebih menguntungkan karena dapat
memperoleh uang sebesar IDR 3.000.000,- sampai
5.000.000,- perbulan. Mengolah lahan pertanian di
kampung sendiri tidak dapat menghasilkan uang
sebanyak itu.

21
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

Selain itu, persepsi masyarakat tentang peker-


jaan perlu diubah. Ada sejumlah anggapan yang
sudah mapan di dalam masyarakat bahwa bekerja
di ladang, laut, atau wiraswasta bukanlah sesuatu
yang diharapkan.
Saya mencoba bertanya kepada puluhan orang
di kampung tentang pekerjaan anaknya. Sebagian
menjawab guru, tenaga kesehatan, dan pegawai
kantor. Sebagian lainnya menjawab belum bekerja.
Tidak ada yang menjawab sudah bekerja sebagai
petani, nelayan, atau wiraswasta. Meskipun fakta-
nya bahwa banyak juga yang sudah memiliki usaha
peternakan, bengkel, pengolahan kopra, dan seba-
gainya. Jika seseorang ditanya tentang pekerjaan
anaknya, maka yang dimaksud pekerjaan itu adalah
Aparatur Sipili Negara (ASN), dulu lazim disebut
Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Bekerja menurut persepsi masyarakat umum
di daerah ini adalah mendapat gaji. Oleh sebab itu,
aktivitas yang tidak memperoleh gaji bulanan tidak
akan disebut sebagai pekerjaan. Kalaupun dinama-
kan pekerjaan, hanya akan ditempatkan sebagai pe-
kerjaan rendahan. Pekerjaan selain ASN dianggap
sebagai jalan terakhir.
Demi perjuangan menjadi ASN itu ratusan sar-
jana rela menunggu belasan tahun. Mereka menja-
di tenaga kontrak di daerah. Saya sebut ini sebagai
suatu kesabaran tingkat tinggi karena gaji yang di-
perolehnya adalah IDR 300.000,- perbulan yang di-

22
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

bayarkan setiap tiga bulan. Ini sama artinya dengan


IDR 10.000,- perbulan. Sementara itu, masih sangat
banyak pekerjaan yang dapat menghasilkan uang
lebih dari IDR 10.000,- perhari. Namun sekali lagi,
mereka harus bersabar menerima kenyataan itu ka-
rena berharap masih ada peluang menjadi ASN wa-
lau usianya menjelang pensiun. Tentu hal ini akan
berubah ketika kebijakan tentang tenaga kontrak
sudah dihilangkan dan diganti menjadi Pegawai Pe-
merintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK). PPPK
ini diseleksi seperti pola rekrutmen ASN. Akibat-
nya, banyak tenaga kontrak di daerah ini yang ha-
rus berhenti begitu saja. Kebanyakan mereka adalah
tenaga pendidik dan kesehatan.
Kebijakan tenaga kontrak daerah adalah solusi
ketenagakerjaan yang cukup bagus. Namun demiki-
an, ia tidak bisa menjawab masalah ketenagakerjaan
dalam jangka panjang. Diperlukan suatu terobosan
lain sebagai jalan keluar dari buntunya pemerole-
han lapangan kerja di daerah ini.
Inilah yang perlu dipikirkan terutama pemerin-
tah di daerah. Khususnya wakil rakyat perlu menyi-
apkan rencana yang tepat untuk mendorong mun-
culnya lapangan kerja untuk masyarakat.
Dapat dibayangkan jika pengangguran tidak
teratasi di daerah ini maka mereka akan hijrah men-
jadi buruh di daerah lain masalah besar akan me-
nyusul. Asumsikanlah bahwa mereka akan kembali
ke kampung halaman setelah mencapai usia 60-65

23
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

tahun dengan tabungan sebesar IDR 50.000.000,-


sampai 100.000.000,-! Jika tabungan itu habis dalam
waktu 5 tahun maka pada usia 70 tahun mereka ti-
dak memiliki uang untuk keperluan penting. Andai
saja mereka sakit atau perlu menikahkan anggota
keluarganya ada kemungkinan tanah pertanianlah
harus dilego. Memungkinkan saja para pembeli itu
adalah warga asing yang menguasai teknik bertani
modern dan maju. Kalau mereka mendirikan usaha
pertanian di atas lahan itu maka dapat dipastikan
penduduk asli akan mempekerjakan anggota kelu-
arganya sebagai buruh di tempat tersebut. Kejadian
ini saya saksikan di Jakarta. Juru bersih lantai di se-
buah mall di Jakarta adalah anak sang pemilik tanah
tempat mall itu berdiri.
Andaikan saja ada program terpadu berba-
sis industri pertanian milik rakyat maka masalah
pekerjaan akan menemukan penyelesaian. Rakyat
akan bekerja di sektor-sektor produktif sebagai
efek dari industri pertanian, kelautan dan perikan-
an, eletronik, dan sebagainya. Mungkin saja setelah
memperoleh penghasilan dan penghidupan yang
layak dari bangkitnya usaha-usaha rakyat itu maka
ketertarikan untuk menjadi broker suara akan kian
berkurang.

24
3. Keterpanggilan
Intelektual

M
otivasi untuk bersaing dalam Pemilu ada
dua kemungkinan, yaitu tergoda atau
terpanggil. Saya memilih terpanggil. Pi-
lihan ini adalah keterpanggilan intelektual.
Tergoda menjadi anggota wakil rakyat biasanya
muncul karena ingin merasakan kemewahan. Sikap
ini dicontek dari kebanyakan anggota dewan yang
memang hidup mewah. Setidaknya terlihat dari ru-
mah, kendaraan, dan alat komunikasinya.

25
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

Adapun terpanggil adalah motivasi yang mun-


cul karena kehendak mengabdi. Saya berdiri di ba-
gian ini. Saya melihat banyak masalah yang membu-
tuhkan keterlibatan serius. Perlu keseriusan untuk
tidak lagi mengambil jarak dari masalah-masalah
tersebut.
Saya menyebutnya sebagai keterpanggilan inte-
lektual. Intelektual dalam pengertian ini saya ambil
dari pendapat Bertrand Russel. Saya sudah lupa da-
lam artikel dan jurnal apa yang memuat pernyataan
beliau. Saya membacanya di sebuah majalah yang
dijual oleh seorang keturunan Nabi Muhammad
saw di kawasan Pa’baengbaeng Kota Ujungpandang
tahun 1996 silam. Begini bunyinya, “Intelektual ada-
lah orang yang hidup di tengah denyutnya problem
sosial untuk ikut menyelesaikannya.” Kurang lebih
begitu yang saya ingat.
Ini berarti seorang intelektual selalu harus me-
nyempurnakan pengabdiannya lewat keterlibatan-
nya dalam proses penyelesaian masalah kemasya-
rakatan. Mereka bukanlah pihak yang hanya tekun
dalam laboratorium dan penelitian-penelitian ilmi-
ah atau berdiri di depan kelas belaka melainkan ma-
suk menjadi bagian dari perihnya perasaan publik.
Tersedia banyak jalur untuk mengambil peran
intelektual semacam ini. Saya teringat pernyataan
Ali Syariati, seorang intelektual Iran yang terkenal
dengan ceramah-ceramahnya menjelang meletus-
nya Revolusi Islam Iran, 1979. Beliau mengibaratkan

26
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

pentingnya kehadiran intelektual model Abu Dzar


dibandingkan Ibnu Sina. Masyarakat kita perlu ide-
olog dan pencerah. Ia jauh lebih penting dari seka-
dar akademisi dan ilmuwan.
Ideolog akan tampil menjadi suluh pencerah
untuk memperlihatkan hak publik yang sesungguh-
nya lengkap dengan cara memperolehnya. Akade-
misi dan ilmuwan cukup merilis hasil penelitiannya
untuk menjadi rujukan bagi para peneliti berikut-
nya. Baginya, hasil yang diperoleh seorang ilmuwan
adalah ilmu yang diperuntukkan bagi perkembang-
an
ilmu berikutnya. Ilmu untuk ilmu. Ini tidaklah
cukup. Ilmu haruslah sanggup memberi penerang-
an agar masyarakat dapat melihat dengan jelas jalan
kesadaran untuk mencapai pemenuhan hak-haknya
secara wajar.
Salah satu jalur yang tersedia adalah politik
praktis. Saya memilih ini karena keunggulan saya
di lapangan riset ilmiah tidak terlalu optimal. Saya
merasa akan lebih bermanfaat jika mengambil pe-
ran lain dalam situasi seperti saya rasakan di tengah
publik Mamuju dewasa ini.
Eksperimentasi ini perlu dilakukan untuk
menguji tingkat kemampuan dalam pembuatan
peraturan yang menjadi landasan pengambilan ke-
putusan bagi kepentingan publik oleh pemerintah
daerah. Begitu juga strategi pengalokasian anggaran
dan pengawasan terhadap jalannya pemakaian ang-

27
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

garan bagi keperluan masyarakat.


Panggilan ini saya rasakan kian mendesak saat
saya menyaksikan bahwa sesungguhnya masih ada
peluang untuk menumbuhkan kemampuan daerah
ini bersaing dengan daerah lain. Daerah ini memi-
liki potensi yang patut dikelola sebagai bagian dari
keunggulan. Daerah ini dapat menampung berbagai
industri maju yang dapat menjadi tempat bangkit-
nya perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Inilah
tugas intelektual untuk mendorong perubahan so-
sial. Inilah eksperimen semacam upaya kecil untuk
sekadar menyalakan lilin di tengah manusia yang
hanya sedang mengutuk kegelapan.

28
4. Dengarkan Semua,
Pilih Yang Terbaik

S
alah satu fenomena yang dapat disaksikan
dalam kampanye Pemilu adalah mencegah
calon tertentu berkampanye di suatu tempat.
Berbagai modus dipilih, antara lain, melalui tim pe-
menangannya sang calon dihalangi berkampanye di
kalangan tertentu, menggunakan otoritas birokrasi
sehingga muncul suasana tertekan pada calon ter-
tentu untuk tidak memasuki basis calon lain, dan
sebagainya.
Asumsinya bahwa dengan menutup peluang
berkampanye maka calon tertentu tidak akan men-
dulang suara di tempat tersebut. Selanjutnya, calon

29
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

lain yang dikehendaki dapat mendulang suara di


tempat itu.
Pertengahan Februari 2019 lalu, sebuah media
online memuat informasi tentang pemeriksaan ter-
hadap seorang kepala desa di Mamuju. Pasalnya, ia
menyatakan secara terbuka dalam sebuah turnemen
bahwa kegiatan itu atas biaya seorang calon wa-
kil rakyat. Dia menyebut nama sang calon. Setelah
menjadi perbincangan di media sosial terungkap
pula bahwa sang kepala desa hanya membolehkan
tanda gambar dan sang calon saja yang boleh masuk
berkampanye ke desanya.
Saya nyatakan dalam suatu kesempatan kam-
panye terbatas bahwa hak demokrasi kita tidak bo-
leh dirampas. Semua calon memiliki hak yang sama
untuk berkampanye di suatu tempat.
Tindakan semacam di atas sangat tidak terpu-
ji. Kita diajarkan untuk berpikir curang. Demokrasi
digerakkan dengan kecurangan. Di sinilah rakyat
tidak dibiasakan menerima perbedaan. Rakyat tidak
dibiasakan menelaah pemikiran para calon lalu me-
nentukan pilihan yang seusai dengan akal sehatnya.
Saya nyatakan bahwa kita perlu keberanian
untuk bersaing secara terbuka. Semua calon harus
menyadari bahwa khalayak pemilih itu ibarat pasar
bebas. Semua calon layak untuk didengarkan kon-
sep-konsepnya. Kebiasaan menghalangi jalan calon
lain akan berakibat sangat buruk bagi persepsi pub-
lik. Ini pembodohan dalam demokrasi.

30
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

Secara terbuka pula saya sampaikan bahwa ke-


takutan bersaing bebas bukanlah sifat dan karakter
calon yang akan bersaing dalam Pemilu. Bersaing
secara jantan itu sangat perlu karena ukuran terjer-
nih adalah pilihan bebas dari rakyat, bukan pilihan
karena tekanan dan sejenisnya.
Alquran menjelaskan bahwa kabar gembira
patut disampaikan kepada kaum beriman yang me-
nyerap semua informasi dan memilih yang terbaik
di antaranya. Itulah orang yang berpikir, terdidik,
dah tercerahkan; ulil albab.

31
5. Memenangkan Ke-
daulatan Rakyat


K
alaupun saya tidak menang, itu wajar
saja. Ini adalah Pemilu sebagai salah
satu penjelmaan kedaulatan rakyat. Satu
yang terpenting yakni memenangkan kedaulatan
rakyat!” Pernyataan ini saya sampaikan secara ter-
buka dapam suatu kesempatan kampanye terbatas
juga.
Demokrasi adalah salah satu konsep kekuasa-
an. Selain demokrasi kita juga mengenal kerajaan
dan dinasti. Sebelum kita menerima demokrasi kita
pernah melalui sistem kedaulatan atau kekuasaan
raja. Saat itu, peraturan yang mengikat masyarakat

32
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

berada di genggaman tangan raja. Keputusan raja


adalah mutlak. Ia dapat membunuh seseorang dan
membiarkan hidup yang dikehendakinya. Bangsa
kita juga pernah mengalami kekuasaan para penja-
jah. Sistemnya disebut kolonialisme dan imperialis-
me; penguasaan, penaklukan, dan penjajahan. Kini
kita memilih demokrasi. Kedaulatan rakyat!
Kita menyetujui bahwa dalam sistem kedaulat-
an rakyat terdapat pembatasan kekusaan. Penguasa
yang berwenang mengatur jalannya pemerintahan
memiliki umur kekuasaan. Dibatasi oleh periode
berkuasa. Kekuasaan juga dibagi sehingga tidak ber-
campur dalam satu tangan. Montesqui membaginya
menjadi kekuasaan membentuk undang-undang
(legislatif), menjalankan undang-undang (ekseku-
tif), dan kehakiman (yudikatif). Khusus yudikatif
memang diseleksi melalui satu mekanisme tersendi-
ri. Tidak diseleksi melalui Pemilu. Anggota legislatif
dan kepala eksekutif dipilih melalui Pemilu.
Pemilu mendatang ini adalah kedaulatan rak-
yat untuk mendudukkan anggota legislatif dan pre-
siden bersama wakilnya. Tidak penting bagi saya
hanya terpilih. Kita harus menghidupkan suatu tata
cara menjalankan kedaulatan rakyat ini dengan sa-
ngat sehat. Ini artinya rakyat tidak boleh dikalahkan
oleh serangan uang dan berbagai jenis ancama da-
lam proses penentuan pilihannya.
Kita harus memenangkan demokrasi. Setiap
pemilih harus dipastikan ketika hadir di bilik suara

33
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

17 April 2019 sudah harus berkuasa menentukan pi-


lihannya. Mereka harus berdaulat dengan kedaulat-
an yang tak seorang pun dapat merebutnya.
Memenangkan demokrasi jauh lebih penting
sebab di sinilah rakyat dapat merasakan bahwa
hanya sekali dalam periode tertentu yakni lima ta-
hun (di Indonesia) rakyat diberi kedaulatan untuk
mengangkat atau menurunkan seseorang. Rakyat
hanya berdaulat saat itu saja. Saat mereka hadir di
bilik suara untuk menentukan pilihannya. Sesudah
itu, kekuasaannya dilimpahkan kepada orang atau
lembaga yang mewakili aspirasinya.
Kesalahan dalam proses penentuan pilihan ini
dapat berakibat panjang yakni selama satu periode
ke depan. Rakyat harus memanfaatkan dengan baik
kesempatan berdaulat ini.
Demorkasi yang sehat adalah warisan terbaik
bagi masyarakat dan negara di masa depan. Selama
negara ini masih memilih sistem kedaulatan rakyat
dalam tatanan bernegaranya maka menyehatkan
dan menyelamatkan demokrasi itu sangat mende-
sak.

34
6. Spirit Politik;
Pelayanan Publik

M
enjelang Pemilu bermunculan persepsi
buruk dari banyak orang. Salah satunya
menyatakan bahwa sudah tiba lagi wak-
tunya kita saling membohongi, menipu, dan mena-
kuti. Akan tiba lagi waktunya para pemilik modal
menebar uang untuk membayar suara pemilih. Be-
gitu juga sudah dekat waktunya untuk mendengar
janji para calon yang meminta suara rakyat.
Saling membohongi berarti dua kemungkinan;
calon membohongi rakyat atau rakyat membohongi
calon. Bisa juga terjadi keduanya.
“Saya sadar bahwa ada kemungkinan saya di-
bohongi. Bisa juga rakyat menaruh curiga kepada

35
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

saya bahwa ada kemungkinan saya membohongi


mereka. Jika situasi ini bertahan di dalam masyara-
kat kita maka akan muncul rasa saling tidak perca-
ya. Ini sangat berbahaya daj mengancam sendi ke-
masyarakatan kita.” Pernyataan ini saya sampaikan
dalam suatu kanpanye terbatas pada awal Februari
lalu.
Janji yang tak kunjung dipenuhi oleh anggo-
ta DPR yang terpilih adalah bentuk pembohongan
menurut rakyat. Sang wakil rakyat lebih fatal lagi
karena terlalu kikir mendatangi rakyat untuk mem-
beri penjelasan tentang kerja dan perjuangannya di
dewan perwakilan itu. Kebiasaan jelang Pemilu juga
tak dilanjutkan, yakni menyambangi rakyat.
Jumlah suara yang tak sesuai harapan di Tem-
pat Pemungutan Suara (TPS) adalah bentuk pembo-
hongan menurut calon. Ada calon yang sudah dijan-
ji bahwa suaranya akan “meledak” di TPS atau desa
tertentu namun kenyataannya hanya beberapa saja.
Inilah suasana paling tepat untuk tumbuh su-
burnya rasa saling tidak percaya. Masyarakat dipe-
nuhi rasa saling curiga. Semula berkembang antara
calon dengan rakyat pemilih. Kini berkembang le-
bih meluas. Antara rakyat dengan tim sukses yang
diduga mengail di air keruh. Muncul juga, bahkan,
antara masyarakat luas terhadap tim sukses dan se-
bagainya.
Saling curiga adalah penyakit. Rakyat berniat
menipu calon karena mereka juga merasa ditipu.

36
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

Ini semua berdasarkan pengalaman. Sebagian besar


rakyat telah melalui beberapa kali Pemilu. Mereka
sudah menyaksikan dan mengalami situasi itu. Sa-
kitnya dibohongi juga sudah mereka rasakan. Inilah
yang mendorong mereka bersikap curiga terhadap
semua calon.
Saat terjadi suasana kemasyarakatan semacam
ini maka kita akan kehilangan modal sosial. Francis
Fukuyama menjelaskan bahwa modal sosial terpen-
ting adalah rasa saling percaya (trust). Lawannya
adalah rasa saling tidak percaya (distrust). Menu-
rutnya, betapapun majunya sebuah peradaban da-
pat mengalami kehancuran jika tumbuh distrust. Se-
baliknya, betapapun hancurnya sebuah peradaban
akan kembali bangkit jika tumbuh trust.
Rasa saling percaya adalah adalah modal da-
lam hubungan antar manusia. Ia diibaratkan modal
uang dalam sebuah bisnis. Habisnya uang adalah
kebangkrutan bisnis. Distrust atau rasa saling tidak
percaya adalah kebangkrutan sosial.
Mungkin itulah sebabnya kita sering menyak-
sikan para toke atau engko’ dan enci’ di kios-kios
keturunan Cina tidak mau menjual barang yang su-
dah sedikit cacat. Pada umumnya mereka berterus
terang kepada pelanggannya agar tidak membeli
yang sudah kurang bermutu itu. Kepuasa pelang-
gan diawali dari rasa percaya. Nabi Muhammad
saw memiliki modal ini jauh sebelum beliau meng-
emban risalahnya. Beliau diakui oleh para petinggi

37
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

suku Quraisy sebagai yang terpercaya (al-amin).


Alangkah ruginya kita menggelar Pemilu jika
politik kita hanya menyuburkan rasa saling tidak
percaya itu. Kita perlu politik baru; berlomba me-
nyuburkan rasa saling percaya.

38
7. Pelayan-pelayan
Rakyat

K
alau seorang anggota DPRD turun dari
kendaraannya lalu menuju sekelompok
orang maka tiba-tiba orang-orang itu ber-
diri, menghentikan sejenak pembicaraan, lalu me-
nyapa sambil maju menyalaminya. Ia diperlakukan
terhormat karena jabatan yang disandangnya.
Apakah benar bahwa penghormatan itu layak
diperoleh karena jabatan yang melekat padanya?
Mungkin banyak orang membenarkan namun saya
kurang sependapat.
Saya merasa bahwa kecenderungan untuk
memberi pelayanan dan penghormatan kepada wa-

39
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

kil rakyat itu sudah berlebihan. Justru harus seba-


liknya, merekalah yang patut mengedepankan pela-
yanan kepada masyarakat terlebih dahulu.
Memang mereka memiliki jabatan namun kare-
na jabatan itulah maka mereka perlu memberi pela-
yanan yang lebih baik. Pelayanan yang baik menjadi
ukuran bahwa memang mereka hadir untuk keper-
luan menampung, menyalurkan, dan memperju-
angkan kepentingan dan kehendak rakyat.
Jika ingin dicari alasan kepantasan kita membe-
ri penghormatan kepada pra wakil rakyat itu maka
faktor pelayanannyalah yang menjadi ukuran. Ma-
kin tinggi pelayanan mereka terhadap rakyat maka
makin pantas pulalah mereka mendapat kehormat-
an. Sebaliknya, makin rendah tingkat pelayanannya
kepada masyarakat maka makin rendah pula peng-
hormatan kita kepadanya.
Pada hakikatnya, semua jabatan publik harus
diperlakukan sama yakni untuk memberi pelayan-
an. Namun yang jauh lebih besar adalah kiprah
anggota dewan perwakilan untuk mendorong ber-
geraknya pelayanan pemerintah kepada rakyat. Pe-
merintah dilengkapi segala macam perangkat untuk
dapat melayani kepentingan rakyat sedang anggota
dewan perwakilan berfungsi untuk menyambung
aspirasi rakyat dan mendorong pemerintah membe-
rikan pelayanan prima.
Kontrol anggota dewan perwakilan terhadap
pemerintah dharapkan optimal sehingga rakyat

40
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

merasakan hasil Pemilu. Kalau kiprah mereka tidak


dapat meningkatkan pelayanan pemerintah kepa-
da rakyat maka dapat dipastikan rakyat tidak akan
merasakan manfaat Pemilu yang mereka lalui setiap
lima tahun.
Masyarakat demokratis yang maju ditunjukkan
dengan tampilnya wakil rakyat sebagai pelayan-
-pelayan utama. Pelayan rakyat adalah status yang
akan mengubah suasana feodal di dalam masya-
rakat. Penghormatan tidak lagi diberikan kepada
seorang pejabat karena jabatan yang melekat pada
dirinya. Penghormatan layak diberikan karena be-
sarnya kiprah pelayanan yang dirasakan oleh rak-
yat. Saat ini dan yang akan datang kita butuh pela-
yan-pelayan rakyat.

41
8. Gerakan
Perubahan

A
lfred Whitehead menyatakan bahwa per-
ubahan adalah bagian utuh dari segala
sesuatu. Setiap benda akan mengalami
perubahan. Demikian jugalah manusia dan masya-
rakatnya selalu akan mengalami perubahan.
Apakah masyarakat akan berubah menjadi le-
bih maju atau justru mundur? Masyarakat dapat
mengalami kemunduran, sakit, bahkan mati.
Masyarakat yang bergerak menuju kemajuan
dan kejayaan perlu direncanakan. Meski demiki-
an, hanya membayangkan suatu masyarakat yang
mengalami kemajuan tak mungkin menghasilkan
apa-apa jika tidak digerakkan, diproses, dan diper-

42
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

juangkan. Masyarakat sebagai kumpulan manusia


harus dilihat sebagai sesuatu yang bergerak. Capai-
an pada hari ini, betapapun majunya, hanya akan
berarti jika terus ditingkatkan.
Politik harus bergerak untuk menelaah dan
mendorong kemajuan. Politik bertanggung jawab
untuk melakukan telaah masa depan. Arnold Toyn-
bee menegaskan bahwa melihat masyarakat sebagai
sebuah kenyataan yang diam sangat buruk. Masya-
rakat, menurutnya, harus dilihat sebagai sesuatu
yang selalu mengalami perubahan.
Saat ini kita dapat menyaksikan perubahan
besar terjadi dalam masyarakat kita. Bukan hanya
perangkat-perangkat di dalam masyarakat yang
berubah namun juga perilaku hingga anggapan-
-anggapan atau persepsi. Ukuran baik dan buruk
sudah pula mengalami perubahan.
Hal yang semula dianggap buruk kini ramai-
-ramai dimaklumi bahkan dibenarkan. Mengang-
gap benar sesuatu yang buruk tentulah amat ber-
bahaya buat masa depan masyarakat. Saat ini kita
dapat menyaksikan bahwa anggapan masyarakat
kita tentang politik dan pemilu sudah mengalami
hal tersebut.
Politik uang dahulu tabu kecuali untuk segelin-
tir orang saja. Sejalan dengan banyaknya pelaku po-
litik yang memenangkan kontestasi melalui politik
uang maka praktik jual beli suara sudah dianggap
wajar. Kini marak para broker politik jelang pemi-

43
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

lu. Seakan sebuah profesi baru para pemburu keun-


tungan dari penjualan suara makin mudah dijum-
pai.
Pelaku politik jugalah yang bertanggung jawab
untuk menormalkan anggapan itu. Harus dimulai
dengan suatu perubahan pemikiran di lapangan po-
litik. Politisi baru haru tampil dengan cara pandang
yang baru, berbeda dengan arus politik yang sedang
mapan saat ini.
Bahan-bahan kampanye yang dikomunika-
sikannya pun harus menggambarkan perubahan.
Gerakan perubahan jangan sampai menjadi jargon
mati di dalam partai politik.
Politisi harus datangembawa sudut pandang
baru tentang kebutuhan masyarakat. Pekerjaan,
kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, politik dan
kekuasaan, serta berbagai aspek lainnya harus dise-
garkan. Saat ini aspek-aspek tersebut diartikan oleh
masyarakat dengan pengertian yang kurang maju
dan tak dapat digunakan untuk bersaing.
Pekerjaan menurut anggapan masyarakat ada-
lah cara memperoleh uang dari gaji. Penghasilan
adalah gaji. Bekerja adalah digaji. Sebelum menjadi
orang digaji maka ia merasa diri belum bekerja atau
belum memiliki pekerjaan. Itu disaksikan dengan
mudah di masyarakat kita.
Lain halnya di belahan negeri lain. Pekerjaan
adalah kegiatan apapun yang dapat menghasilkan
uang atau keuntungan. Bukan hanya keuntungan

44
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

saat itu atau jangka pendek namun dalam jangka


panjang dan berkesinambungan. Kalau ada keun-
tungan dapat diperoleh pada hari ini namun me-
mungkinkan timbulnya kerugian di masa depan
maka pekerjaan itu akan ditinggalkan.
Pekerjaan dapat dibuat secara mandiri. Ber-
penghasilan sendiri adalah trend atau kecenderung-
an baru di beberapa tempat. Mereka tidak lagi ter-
gantung pada gaji, lebih-lebih belas kasih orang lain.
Politik harus dapat merancang pekerjaan ma-
syarakat di masa depan sebagai suatu gerakan kre-
atif. Ia harus membebaskan takyat dari cara hidup
dengan mengharap bantuan. Sebaliknya rakyat ha-
rus bergerak menemukan pekerjaan untuk dapat sa-
ling membantu, sebab pada hakikatnya kita saling
membutuhkan.
Politik harus dapat menghasilkan cara hidup
mandiri bagi semua anggota masyarakat. Lebih jauh
daripada itu, politik harus dapat memperkenalkan
kegiatan masyarakat untuk berlomba menggaji dan
tidak digaji.
Jika gagasan ini dapat diwujudkan maka pen-
didikan akan diorientasikan untuk melahirkan
kemampuan semua lulusan untuk menghasilkan
lapangan kerja. Sekecil apapun itu namun semua
lulusan pendidikan dapat berpikir untuk mengha-
silkan lapangan kerja. Dengan demikian maka kega-
irakan belajar akan dirasakan. Orientasi untuk seka-
dar memiliki ijazah tanpa keunggulan pengetahuan

45
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

dan keterampilan akan bergeser secepat mungkin.


Mereka akan bangga bukan karena ijazahnya mela-
inkan kemampuan kerja dan menciptakan pekerja-
an bagi orang lain.
Pendidikan rakyat akan tumbuh subur. Rakyat
tidak akan mengalami keputusasaan. Efek keman-
dirian rakyat pun akan berimbas pada kemandirian
politiknya. Ia tidak akan dibeli lagi.
Bagi masyarakat terdidik, kesejahteraannya
pun akan diartikan secara benar. Kesejahteraan bu-
kanlah kemewahan hidup. Kesejahteraan adalah
ketenangan dalam kecukupan hidup. Bagi mereka
yang terbiasa menganggap bahwa kemewahan ada-
lah standar hidup maka mereka akan menciptakan
perlombaan harta kekayaan, pangkat dan jabatan,
serta terlibat dalam perlombaan itu.
Sosok yang hidup sederhana akan sulit disaksi-
kan. Persaingan tak sehat akan muncul dan sangat
merugikan. Ia akan melahirkan kemungkinan ter-
jadinya konflik sosial. Jika masyarakat memahami
bahwa kesejahteraan adalah kepuasan hidup maka
kepemilikan harta menjadi relatif maknanya.
Kemewahan yang menyilaukan mata hanya
akan menimbulkan malapetaka jika disertai dengan
banyaknya hutang. Sebaliknya, kesederhanaan akan
lebih bermakna dan memuaskan jika cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
Pangan dan sandang akan dipersepsi sebagai
kebutuhan untuk menyehatkan diri. Makanan bu-

46
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

kan untuk kemewahan namun untuk kesehatan.


Masyarakat sudah harus terbiasa menjadikan ma-
kanannya sebagai obat, bukan obat sebagai makan-
an.
Perubahan persepsi tentang kesehatan masya-
rakat pun akan ditingkatkan kepada pelayanan.
Pelayanan kesehatan masyarakat harus menjadi
orientasi baru. Dokter bekerja bukan hanya karena
ada orang sakit. Dokter bekerja untuk menyehatkan
dan mempertahankan kesehatan masyarakat. Gaji
dokter bisa saja dihitung di awal. Jika diasumsikan
bahwa tiap bulan jumlah penghasilan dokter kare-
na menangani orang sakit adalah IDR 20.000.000,-
dan biaya pengobatan di suatu desa mencapai IDR
30.000.000,- maka di masa depan seharusnya seo-
rang dokter ditugaskan di setiap kampung dengan
tugas utama memberi penyuluhan kesehatan terha-
dap masyarakat. Pekerjaan itulah yang diberi gaji
IDR 40.000.000,- tanpa berpikir lagi untuk menarik
bayaran dari orang-orang sakit untuk suatu pengo-
batan. Biaya pengobatan diambil dari dana kesehat-
an itu. Dokter dapat menyimpan dana kesehatan itu
sebagai tabungan pribadi jika berhasil menyehatkan
masyarakat.
Semua ini akan terwujud jika anggapan tentang
politik ikut diubah. Politik bikan lagi suatu pere-
butan kekuasaan, tanpa mengindahkan cara-cara
terbaik. Politik seharusnya diubah menjadi kegiat-
an perlombaan dalam pelayanan dan perlindungan

47
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

terhadap masyarakat.
Cara berpikira politik baru itu akan mencip-
takan Pemilu yang ramah. Pemilu yang jauh dari
kesan saling membodohi. Pemilu bukan lagi ajang
saling menipu dan menukar kebohongan. Pemilu
bukan pula ruang untuk saling menakuti. Ia akan
menjadi perlombaan pemikiran, perencanaan, dan
konsep-konsep serta gagasan dalam suasana ke-
gembiraan. Inilah politik masa depan. Politik yang
mencerahkan. Politik bergerak. Politik untuk peru-
bahan yang penuh keindahan.
Inilah gerakan perubahan. Hakikat gerakan
perubahan harus terwujud dalam kerja yang nyata
untuk mengubah persepsi. Perlu pemikiran politik
untuk mengubah anggapan-anggapan yang sudah
usang menjadi sesuatu yang lebih mampu menya-
hut kebutuhan dan tantangan baru.
Gerakan perubahan bukan jargon yang hanya
dikendalikan dengan cara lama. Gerakan perubah-
an berawal dari pemikiran yang benar, budaya yang
baik, dan sistem kehidupan yang melayani masya-
rakat dan masa depannya.

48
9. Menggaji,
Bukan Digaji

K
alau ada seorang lulusan S3 yang memilih
tinggal di sebuah pelosok untuk mengga-
rap tanah, maka sangat mungkin banyak
suara sumbang bahkan kritik. “Kalau mau menjadi
petani, untuk apa sekolah tinggi sampai doktoral?”
Begitu juga kalau ada orang tua yang menye-
kolahkan anaknya ke IPB dengan harapan agar se-
telah lulus bisa mengelola tambak di kampungnya.
Mungkin orang tua itu akan mendapat protes dari
keluarganya. Berbeda dengan orang tua yang me-
nyekolahkan anaknya ke ITB agar kelak bisa men-
jadi pegawai di Kementerian Pekerjaan Umum atau
menjadi karyawan Pertamina.

49
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

“Sekolah dengan benar, ya nak! Mudah-mudah-


an nanti dapat pekerjaan bergaji tinggi.”
Ini merupakan rekaman ringkas tentang orien-
tasi pendidikan kita. Alam pikiran sebagian besar
masyarakat di daerah ini menggambarkan bahwa
yang dimaksud bekerja oleh mereka adalah berkan-
tor atau menjadi pegawai, berseragam, dan meneri-
ma gaji setiap bulan. Lebih jelas lagi bahwa yang di-
sebut memiliki pekerjaan adalah berprofesi sebagai
Apratur Sipil Negara (ASN) atau pegawai negeri.
Pegawai negeri menjadi profesi yang paling di-
buru oleh warga di daerah ini lantarn gaji tetap bu-
lanan dan uang pensiun di hari tua.
Bandingkan jika orientasi sekolah adalah agar
lulusannya kelak dapat berkarya menciptakan la-
pangan kerja. Bersekolah bukan lagi untuk digaji
melainkan untuk menggaji orang lain. Tentu saja,
problem pengangguran akan teratasi.
Orientasi baru seperti ini pula akan menggai-
rahkan para peserta didik dan mahasiswa. Mereka
tidak lagi hanya puas dengan sekadar memegang
ijazah. Mereka akan lebih puas jika memiliki ke-
mampuan dan keterampilan untuk mengembang-
kan masyarakat. Mungkin dengan bisnis atau men-
dirikan lembaga yang bergiat di berbagai bidang
kehidupan yang dapat menolong diri, keluarga, dan
orang lain untuk memperoleh penghasilan yang la-
yak.
Merekalah yang diharapkan untuk mengubah

50
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

cara pandang masyarakat. Mengubah kebiasaan


konsumtif menjadi produktif; serba menjadi pema-
kai dan pembeli menjadi penghasil dan penjual.
Bukan tidak mungkin, daerah ini akan bangkit
sebagai penghasil benih unggul, komoditas pertani-
an, kelautan dan perikanan, peternakan, kerajinan,
tekstil, hingga jasa. Daerah ini bisa mempergulirkan
uang dan investasi yang dinamis. Menarik pemodal
untuk dapat menciptakan berbagai peluang kerja
untuk keperluan masyarakat. Saat mereka muncul
adalah saat daerah ini akan bangkit menjadi tempat
orang yang membuang rasa putus asa. Daerah ini
akan tumbuh dengan gairah ekonomi yang tinggi.
Menciptakan sumber kebahagiaan publik karena pi-
lihan-pilihan hidup sudah cukup banyak.

51
10. Kenalkan Hak
Rakyat, Ajarkan Cara
Merebutnya!

A
pa tanggung jawab seorang politisi? Tidak
sedikit politisi merasa bahwa pekerjaannya
adalah berebut kekuasaan. Melalui massa
rakyat mereka datang menabur simpati, janji, bah-
kan ada yang tidak segan membeli dukungan dan
suara rakyat layaknya transaksi di pasar-pasar rak-
yat.
Mereka lupa tanggung jawab yang sesungguh-
nya. Mereka hanya tahu tentang politisi pada tam-
pakan luar. Hakikat dan kedalaman makna politisi
sudah luput dari perhatiannya. Mengapa demikian?
Dimulai dari gaya para politisi yang memben-

52
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

tuk semacam kelas tersendiri. Kelas yang terpisah


dari rakyat! Rakyat berada di kelas yang satu se-
dangkan mereka, para politisi itu, berada di kelas
lainnya. Mereka mulai lupa bahwa dulu mereka ber-
ada di kelas yang sama; kelas rakyat. Mereka berasal
dari rakyat. Mereka hanya utusan rakyat. Mereka
mendapat amanat setelah rakyat mendelegasikan
wewenang kepadanya.
Keseharian mereka disibukkan dengan admi-
nistrasi, perencanaan, negosiasi, diplomasi, rapat-
-rapat, dan lain sebagainya. Itu sebanya, mereka
merasa berada setingkat atau beberapa tingkat di
atas rakyat.
Banyak politisi setelah terpilih tiba-tiba tampil
bergaya bos. Mereka menunggu didatangi oleh rak-
yat dengan penuh penghormatan. Mereka disegani.
Mereka datang ke massa rakyat dengan tampilan
mewakili kelas elit sedangkan rakyat tetap berada
di kelas sulit.
Jarak antara rakyat dengan politisi inilah yang
menyebabkan hilangnya fungsi politisi sebagai
pembawa aspirasi dan pembela kepentingan rakyat.
Tak jarang akibat sikap para politisi itu menyebab-
kan rakyat tidak memiliki kemampuan untuk me-
ngenali hak-hak mereka, terlebih lagi mengetahui
cara mereka memperoleh hak-hak tersebut.
Rakyat seperti kehilangan jejak dalam rimba
bernegara dan bermasyarakat. Hukum ditegakkan
untuk keperluan para pemilik kuasa dan modal.

53
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

Rakyat hanya menunggu nasib yang terlarang un-


tuk diratapi.
Politisi sebenarnya adalah pelaku-pelaku pem-
belaan rakyat. Tidak sekadar harus aktif memper-
juangkan hak rakyat di tengah massa rakyat yang
pasif. Bukanlah keberhasilan seorang politisi tatkala
mereka berhasil memperjuangkan sedangkan rak-
yat diam menunggu hasil perjuangan tersebut. Ke-
berhasilan para politisi justru harus diukur dengan
kemampuan mereka mendidik dan mencerahkan
rakyat.
Perjuangan untuk membawa misi pendidikan
dan pencerahan publik akan jauh lebih berharga.
Oleh sebab itu, sebaiknya politisi datang ke tengah
rakyat untuk memperkenalkan hak-hak rakyat se-
kaligus cara merebut hak-haknya. Jika rakyat telah
sadar akan hak dan mengetahui cara merebutnya
maka politisi itu sesungguhnya telah berhasil me-
nunaikan tanggung jawabnya.

54
11. Kesiapan Menjadi
Rakyat; Akhir Sebuah
Pengabdian

S
etelah seorang wakil rakyat atau pejabat pub-
lik dilantik maka banyak di antaranya yang
merasa naik kelas. Mereka merasa berpindah
dari kelas rakyat ke kelas pejabat.
Mereka mendapatkan penghormatan saat men-
duduki posisi politis. Berbagai penghormatan dan
penghargaan di alamatkan kepadanya. Namun dua
puluh tahun kemudian tatkala tidak lagi menyan-
dang jabatan politis tersebut maka segala penghor-
matan luntur sedikit demi sedikit. Tak ada yang
tersisa kecuali cerita dan riwayat. Sebagian mening-

55
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

galkan jejak baik sebagian lagi jejak buruk. Banyak


di antaranya yang meninggalkan jejak buruk.
Saya pernah menyaksikan seorang pejabat pub-
lik di masa tuanya menjadi olok-olokan dan cende-
rung dhinakan oleh masyarakat. Ia nampak tak siap
menjadi rakyat kembali.
Nampaknya akhir pengabdian adalah kembali
menjadi rakyat. Kembali ke tengah rakyat membu-
tuhkan kesiapan. Kesiapan tersebut tak lain adalah
jejak pengabdian yang tulis, penuh prestasi, dan la-
yak untuk dikenang.
Kembali ke tengah masyarakat dalam keadaan
miskin pengabdian akan menjadi akhir perjalanan
yang tragis. Ia berwujud seperti sejenis hukuman
sosial. Hukuman rakyat.
Kadang hukuman rakyat inilah yang diabaikan.
Hukuman dari rakyat seharusnya ditakuti dalam
sistem demokrasi. Laksana takutnya kawula terha-
dap para raja di era kerajaan dahulu, maka di era
demokrasi yang amat pantas dikuatirkan adalah
munculnya hukuman dari rakyat.
Hukuman rakyatlah yang seharusnya dihindari
dalam sistem demokrasi. Namun saat ini, elit politik
tidak takut terhadap hukuman rakyat. Mengapa de-
mikian? Karena masih banyak rakyat tidak tahu dan
tidak berani memberi hukuman. Buktinya, masih
banyak rakyat yang takluk terhadap uang dan janji
politik. Masih banyak rakyat yang enggan memberi
hukuman sosial kepada para politisi. Dalam keada-

56
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

an seperti ini demokrasi kita sangat lemah.


Pada akhirnya, rakyat niscaya akan memberi-
kan hukuman alamiah kepada seorang politisi jus-
tru ketika mereka sudah tak berdaya. Hukuman
yang diberikan bukan di saat mereka masih memi-
liki kekuatan.

Politisi yang menyandang jabatan dari rakyat


harus sanggup bertindak bijak untuk menghindari
hukuman rakyat saat mereka kembali kepada rak-
yat. Justru itulah sekali lagi, mereka harus siap men-
jadi rakyat sebagai babak akhir pengabdiannya.

57
12. Zarrah-zarrah
Politik

M
enurut para alim bahwa sekecil apapun
perbuatan kita niscaya akan dituntut di
muka pengadilan Tuhan. Sekecil zarrah
pun akan terlihat balasannya, baik atau pun buruk.
Membawa misi politik harus terencana. Politi-
si harus berbekal gagasan, i’tikad baik, dan strategi
yang jitu.
Tanpa itu politik akan tunduk kepada fatwa
Nicolo Machiavelli, menghalalkan segala cara demi
mencapai tujuan. Politik tidak lagi mengindahkan
asas-asas baik buruk. Semua akan diukur dengan

58
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

nalar kekuatan, bukan kekuatan nalar. Tentu saja


akan sangat jauh dari etika politik yang akhir-akhir
ini mulai terasa diperlukan.
Politik yang kosong aspek etiknya akan menye-
babkan rendahnya capaian perbaikan. Ia akan liar
dan merambah bagaikan anjing gila. Ia bisa meng-
halalkan pembunuhan demi mengamankan penca-
paian tujuan. Kecurangan dan ketidakadilan pasti
tidak lagi penting untuk ditabukan.
Zarrah politik semacam ini pun akan menga-
baikan pertanggungjawaban alam akhirat. Suatu
kepastian di zaman yang abadi bahwa segala per-
buatan akan mendapatkan balasan. Tidak ada gerak
yang tak berkonsekuensi di hari kemudian.
Kesadaran semacam ini akan membawa politi-
si untuk tidak meremehkan zarrah politik. Sekecil
apapun ikhtiar baik dalam politik tak dapat dire-
mehkan karena ia akan mendapatkan ganjaran ke-
baikan yang berlipatganda. Sebaliknya sekecil apa-
pun keburukan dalam kegiatan politik hanya akan
menghasilkan ganjaran buruk berupa hukuman
yang pedih.

59
13. Menumbuhkan
Rasa Saling Percaya

S
eperti telah diuraikan pada bagian terdahulu
bahwa hilangnya rasa saling percaya di dalam
masyarakat dapat menyebabkan malapetaka.
Petaka itu berupa kebangkrutan masyarakat. Ibarat
perusahaan yang kehilangan modal, masyarakat
yang tidak dapat menumbuhkan rasa saling percaya
adalah masyarakat yang kehabisan modal sosial dan
pada akhirnya akan bangkrut.
Politik yang dipraktikkan dengan cara tidak
terpuji lambat laun ternyata menumbuhkan perten-
tangan dan rasa permusuhan di dalam masyarakat.
Rasa permusuhan dimulai dari saling tidak mena-
ruh rasa percaya antar anggota masyarakat. Begitu

60
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

juga antara rakyat dengan pemerintah.


Menumbuhkan rasa saling percaya hanya bisa
dilakukan dengan menjalankan politik berstandar
etik. Tidak lain dari kesungguhan untuk memenuhi
kewajiban dan janji sebagai seorang pemegang man-
dat rakyat.
Kegagalan dalam mewujudkan janji di hadap-
an rakyat akan menimbun kekecewaan. Akibatnya
rakyat pun akan menempuh cara lain untuk mem-
balasnya, misalnya, memberi harapan kepada para
politisi yang sedang menjadi calon namun pada
akhirna tidak dipilih meskipun mereka telah mem-
berikan uang kepada calon pemilih. Suasana sema-
cam ini akan menjadi pemicu kisruh dalam praktik
demokrasi kita.
Rasa saling percaya harus dimulai dari politi-
si. Mereka yang sanggup mewujudkan tanggung
jawab dan amanat rakyat dapat dipastikan akan
meraih simpati. Lebih daripada itu ia akan tampil
sebagai sosok yang dapat memulihkan suasana dan
iklim demokrasi.
Semua ini sangat ditentukan oleh cara pandang
kita tentang politik. Jika politik kita bernuansa mafia
maka semua akan dijalankan dengan prinsip saling
tidak percaya. Tak seorang pun yang dapat diperca-
yai dalam politik.
Pada tahun 1996, seorang penulis di Amerika
Serikat, Mario Puzo meluncurkan novel berjudul
The Godfather. Adalah Don Vito Carleone sebagai

61
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

tokoh utama dalam operasi mafia itu memberi pela-


jaran kepada anaknya dengan cara yang amat unik.
Ia menyuruh anaknya untuk meloncat dari lantai
dua sebuah bangunan dengan janji dari sang ayah
bahwa ia akan ditadah sehingga tak mengalami ci-
dera. Apa lacur, sang anak jatuh terhempas ke tanah
dan mengalami patah tulang. Sang ayah hanya me-
nyatakan, “Mulai sekarang jangan pernah percaya
kepada siapapun kecuali dirimu sendiri!”
Menganut politik jenis ini saya sebut sebagai
politik gaya mafia. Takkan ada kesuksesan dalam
politik jenis ini kecuali kita dapat menghapus rasa
percaya. Menumbuhkan rasa percaya atau memba-
ngun rasa percaya dalam masyarat adalah pekerjaan
sia-sia.
Lain halnya dengan Mahatma Ghandi. Ia mene-
rapkan politik anti-kekerasan. Meski ia menghadapi
penjajahan Inggris, namun gerakan anti kekerasan-
nya justru dapat menjadi jembatan bagi berdirinya
negara merdeka, India. India dimerdekakan dengan
Ahimsa, antikekerasan.
Bertolak belakang dengan politik ala mafia
yang harus bersiap dengan segala jenis kekerasan,
ahimsa tampil dengan gerakan yang sarat etik. Po-
litik bersumbu etika ini menjadi arus baru dalam
praktik politik.
Manakah yang akan kita pilih? Politik ala ma-
fia atau politik antikekerasan? Tergantung pada
karakter diri kita. Pilihan ini akan sangat mewarnai

62
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

pengelolaan demorkasi kita. Andai saja kita dapat


mengevaluasi bahwa kecenderungan menerapkan
politik model mafia ternyata tak menghasilkan apa-
pun kecuali kebangkrutan sosial dengan munculnya
rasa saling tidak percaya (distrust) maka tentu kita
terdorong untuk memilih model politik baru.

63
14. Menuju
Persaingan Global

P
raktik demokrasi di berbagai negara memi-
liki perbedaan. Mungkin itu berkaitan de-
ngan umur demokrasinya, situasi ekonomi,
sosial, dan faktor lainnya.
Ada negara yang menyatakan diri sebagai kam-
piun demokrasi namun angka pertisipasi pemilih-
nya hanya 40 persen. Itu berarti bahwa lebih dari
setengah rakyatnya tidak ikut memilih dalam suatu
pemilihan umum. Meski demikian, negaranya tetap
berjalan dan pemerintahannya tetap diakui.
Ada juga negara yang menerapkan demokra-
si di bawah bayang-bayang kekuasaan raja. Kewe-
nangan pengaturan pemerintahan berada di tangan

64
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

kepala pemerintahan yang dipilih melalui pemilih-


an umum namun dalam hal-hal tertentu dikendali-
kan oleh raja sebagai kepala negara.
Ada pula negara yang menerapkan pemilihan
umum sebagai wujud keluasaan rakyat namun ia
dikontrol oleh sebuah otoritas religius. Otoritas ter-
sebut bekuasa penuh atas masa depan dan kesela-
matan bangsa dan negaranya.
Apapun wujud penerapan demokrasinya me-
miliki hubungan dengan kemajuan dan daya saing
sebuah negara di kancah global. Praktik demokrasi
sebuah negara tidak dapat dibiarkan sebagai kerja
prosedural belaka. Demokrasi harus tampil sebagai
penggambaran sistem kedaulatan yang menempat-
kan kematangan rakyat dalam bernegara.
Demokrasi yang diurus secara benar akan
menghasilkan partisipasi bernegara secara sadar.
Hubungan antar komponen dalam negara tergam-
bar sebagai suatu hubungan yang terencana dan di-
sadari oleh semuanya. Dalam keadaan itulah negara
tidak bertindak sebagai “majikan” atas buruh. Rak-
yat memiliki posisi yang berdaya tawar tinggi.
Sebaliknya, jika negara hadir melalui sosok-
-sosok pemerintah yang berlagak bos maka rakyat
hanyalah pengekor bahkan kadang menjadi korban
atas kebijakan yang mengatasnamakan peraturan
negara. Rakyat tidak mengambil peran dalam pe-
nentuan masa depan negara.
Negara yang rakyatnya kuat akan meraih ke-

65
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

sempatan untuk bersaing di tempat terdepan. Per-


saingan yang dimaksud antara lain dalam bidang
ekonomi. Tingkat kesejahteraan warganya akan le-
bih baik. Kemajuan teknologinya pun lebih tinggi.
Kreativitas rakyat tumbuh dan mendorong kemam-
puan bersaing yang sangat tinggi.
Oleh sebab itulah, kita harus berusaha me-
nguatkan demokrasi dengan menempatkan rakyat
sebagai pelaku yang sadar tentang hak dan kewa-
jibannya terhadap negara. Mereka hadir dalam ke-
sanggupan memainkan peran sebagai pihak pem-
beri wewenang dalm sebuah kontrak sosial dengan
pemerintah. Dengan demikian, rakyat mengerti
tentang rancangan dan rencana strategis serta arah
pembangunan bangsanya ke depan.
Demokrasi yang melahirkan suatu proses pen-
didikan dan pencerahan secara berkesinambungan
tentu lebih dapat diandalkan. Ia akan menghasilkan
masyarakat terdidik dalam proses sosial. Ia akan
tampil sebagai sekolah nonformal yang tangguh
dalam menciptakan pesaing-pesaing bagi negara
lain di dunia. Persaingan antar negara tidak hanya
ditunjukkan dengan kepemilikan teknologi dan pe-
rangkat termaju dalam pengelolaan negaranya me-
lainkan pada kualitas manusianya.
Di masa depan inovasi di berbagai sektor akan
menjadi gambaran kuatnya daya saing sebuah ne-
gara. Jika suatu negara hanya menjadi pengguna
produk hasil inovasi terbaru maka ia berada di level

66
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

terendah dalam suatu persaingan. Kita tidak ingin


berada di barisan itu. Jika demikian maka kualitas
demokrasi kita haruslah meningkat kelasnya. Dari
mana kita mulai? Tidak lain dari pemilu yang ber-
kualias.

67
15. Mementaskan Peran
Rakyat, Memanggungkan
keadilan

P
emilu hendaknya digunakan untuk memen-
taskan peran rakyat yang sesungguhnya.
Rakyat dalam riwayat demokrasi kita masih
memerankan peran figuran. Ibarat film, pemeran
utama dalam fakta demokrasi kita masih dilakukan
oleh para politisi.
Politisi segera berubah menjadi kelas elit. De-
mokrasi tiba-tiba seakan mengabaikan kesetaraan
antar komponennya. Politisi yang menempatkan
rakyat sebagai obyek penderita akan mengoleksi ke-
lemahan mendasar dalam praktik bernegara.

68
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

Demokrasi yang diwujudkan dengan pemilu


menggeser peran rakyat yang sesungguhnya. Kon-
testan yang tampil dalam pemilu hanya memberi
posisi kepada rakyat di saat kampanye saja. Rakyat
menjadi sasaran janji dan harapan.
Seperti disinggung di depan, bahwa rakyat ada-
lah pemegang kedaulatan menurut konstitusi na-
mun hanya menjadi gudang harapan. Janji demi janji
hanya menjadi lagu yang meninabobokkan. Rakyat
kemudian menjadi kumpulan derita. Lembar cerita
rakyat di era demokrasi justru kembali menjadi ba-
caan tentang penderitaan. Sayangnya, rakyat men-
jadi gudang kesabaran. Mereka tak mengindahkan
petuah Albert Camus, “Aku memberontak maka
aku ada.”
Rakyat yang seharusnya menjadi pusat pengab-
dian kini berubah menjadi budak. Mereka gampang
ditakut-takuti, ditekan, dan ditipu.
Demokrasi kita berwajah dua. Jika kita bertanya
kepada keduanya tentang pihak yang dibela dan
diperjuangkannya maka keduanya akan memberi
jawaban yang sama; “rakyat”. Semuanya mengatas-
namakan rakyat namun tidak semuanya memperju-
angkan rakyat secara wajar. Ada pihak yang hanya

69
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

mememeras suara rakyat untuk kepentingan diri


dan kelompoknya, dan hanya sedikit yang sung-
guh-sungguh berpihak kepada penderitaan rakyat.
Sayangnya, suara rakyat kebanyakan selalu terarah
kepada pihak pemeras. Rakyat yang berdaulat ini
gagal memanfaatkan kekuasaannya. Rakyat kita
belum bangkit untuk menegaskan kedaulatan atau
kekuasaannya itu.
Ini berarti bahwa rakyat belum berada di pentas
yang tepat dalam peran politiknya. Bisa juga, rakyat
belum merebut peran di pentas yang dikuasai sepi-
hak oleh para politisi. Oleh karena itulah kita pantas
memberikan pencerahan kepada rakyat agar mere-
ka dapat mementaskan perannya secar nyata.
Selain itu, keadilan juga harus dipanggungkan
secara benar. Ia tidak boleh menjadi ungkapan re-
toris dalam bayang-bayang kekuasaan para politisi
dan pemegang modal. Keadilan bukan ucapan dan
teriakan di panggung kampanye. Ia harus tepat
berada di panggung politik yang sesungguhnya;
pengambilan kebijakan untuk pelayanan dan per-
lindungan rakyat.
Pemilu seharusnya menjadi ajang terbaik un-
tuk memulai niat baik ini. Niat untuk mementaskan

70
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

peran rakyat secara sejati. Bukan menyeret peran


rakyat dalam kepura-puraan demokrasi (pseudo
democracy). Jangan juga menjadikan janji keadilan
sebagai letupan kosong di saat kampanye karena
hasilnya selalu berupa ruang berjarak antara rakyat
dengan pemerintahnya.
Cara terbaik mementaskan peran rakyat adalah
memanggungkan keadilan. Janji konstitusi untuk
tegaknya keadilan bagi seluruh rakyat harus diwu-
judkan dengan sungguh-sungguh. Di sanalah akan
terlihat lakon rakyat sebagai pemegang kedaulatan
yang sesungguhnya.

71
PENUTUP;
Berubah Itu Seni

S
egala sesuatu sedang bergerak menuju ke-
sempurnaan. Bergerak dan berubah juga
mesti terjadi dalam politik. Sangat sedikit
alasan untuk mereka yang tidak ingin berubah da-
lam politik.
Politik ibarat sekolah. Sekolah tempat proses
pengembangan kecerdasan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan, sesuai prinsip taksonomi Bloom. Poli-
tik sebagai sekolah kemasyarakatan dan kenegara-
an memiliki kurikulum yang seluruh indikatornya

72
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

adalah perubahan dalam kebijakan publik. Semua


itu harus dimulai dari cara mengubah pemikiran,
persepsi, dan budaya.
Semesta yang berubah ini mengikutkan ma-
nusia di dalamnya. Namun tidak jarang manusia
mampu membuat perubahan di dalam ruang-
-ruang semesta kita. Apakah kita yang akan mem-
buat lalu memandu perubahan atau kita tergiling
di dalam perubahan itu? Politik perlu tampil se-
bagai jawaban.
Politik adalah jawaban atas lemahnya manu-
sia menghadapi kuatnya alam. Politik harus dapat
menghimpun kekuatan bersama, dan dalam keber-
samaan berjuang itulah manusia saling melayani,
menguatkan, dan memberi perlindungan.
Perlindungan dan pelayanan adalah janji per-
tama dan utama negara kepada warga. Kita berga-
bung ke negara ini karena janji dan kontrak tersebut.
Negara menyelenggarakan kegiatan politik,
menatanya, mengembangkan dan juga bertang-
gung jawab memurnikannya. Negara memberikan
kesempatan kepada warga negaranya untuk terlibat
dalam penyelenggaraan politik secara benar. Mela-
lui politik segala aturan disepakati, fondasi berma-

73
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

syarakat didirikan, dan nasib rakyat dipertaruhkan.


Panggung politik sangat diperlukan untuk
menyampaikan dan memperjuangkan perubahan.
Panggung akademik sudah kurang memadai untuk
hal-hal yang mendesak.
Politik harus menjadi alat untuk berubah,
mengevaluasi, dan mengoreksi kebijakan resmi ser-
ta segala perilaku politik. Politik perlu difungsikan
sebagai alat perubahan.
Berubah bukanlah aib. Mengoreksi kekeliruan
bukanlah aib. Amerika Serikat (AS) juga memba-
ngun demokrasinya sangat lama; lebih 400 tahun.
Mereka berani mengoreksi kelemahan-kelemahan
masa lalu.
Politik sejak zaman Namruz dan Firaun ada-
lah perebutan pengaruh terhadap rakyat. Penguasa
menggerakkan intelektual dan kaum tajir serta para
rohaniawan. Rakyat adalah pihak yang jadi sasaran
perebutan.
Dengan adanya demokrasi maka rakyat punya
kesempatan untuk tidak sekadar menjadi sasaran
perebutan kekuasaan. Ibarat kerbau berkelahi pe-
landuk mati di tengahnya.
Isu kesejahteraan selalu menjadi materi untuk

74
Mortaza A. Syafinuddin Hammada

merebut dukungan rakyat. Isu kesejahteraan justru


menjadi janji negara. Negara hadir untuk mengusa-
hakan kesehatan rakyat. Isu kesejahteraan bukan se-
bagai janji politik saja namun cara rakyat untuk ber-
ubah. Politik harus dapat melahirkan rakyat yang
tidak menunggu belas kasihan. Politik yang sukses
adalah politik yang berada di tangan rakyat.
Rakyat yang kita maksud adalah kumpulan
orang yang saling mengikatkan jiwa serta sema-
ngatnya untuk maju. Rakyat yang kita maksud
bukanlah rakyat yang masing-masing berjuang
berjuang untuk kepentingan pribadinya melainkan
telah menyatu pikiran dan jiwanya untuk melawan
ketidakadilan.
Rakyat yang membentuk daya pikirannya akan
menggunakan politik dan pandangan hidup yang
benar. Lewat politik yang benar kita dapat menemu-
kan kendaraan berjuang yang tepat. Lewat ideologi
atau pandangan hidup yang benar kita akan mene-
mukan keabadian. Untuk alasan inilah kita berani
menyumbang jiwa, sebagaimana untuk politik kita
berani menumbang tenaga, dan untuk alasan eko-
nomi/kesejahteraan kita berani menyumbang harta
benda.

75
POLITIK BERGERAK; Berubah Itu Seni

Ini jugalah alasan untuk mendorong rakyat sa-


dar melakukan protes. Bahkan rakyat harus berani
memberontak dengan pemberontakan pemikiran
untuk mengubah kebiasaan dan sistem. Kebangga-
an yang lahir setelah sanggup melakukan perubah-
an adalah bagian terpenting dari politik yang dina-
mis dan sehat.
Semua ini adalah argumen bahwa kita perlu
berubah menjadi lebih baik. Berubah itu seni.

76
M
enurut saya, par-
pol harus bekerja
sebagai mesin
politik yang menghasilkan pe-
mimpin prorakyat. Parpol harus men­
cari dan mempersiapkan sosok-sosok
yang dapat bekerja untuk kemaslahatan rakyat dan
kekuatan negara. Parpol harus dapat menyaring
dan membuang sosok narsis. Parpol harus bersih
dari perilaku memen­ting­kan diri, keluarga, dan go-
longan yang berten­tang­an dengan kepentingan rak-
yat banyak.
Perilaku memperkaya diri dan keluarga seperti
yang dulu kita protes terhadap Soeharto dan kronis
bisnisnya harus dapt ditinggalkan oleh parpol saat
ini. Namun nyatanya, negara tetap dikepung oleh
suasana politik yang dikelola oleh parpol yang oli-
gark tersebut. Rakyat di ambang putus asa.
Beberapa tahun terakhir saya menyetujui untuk
mendorong pelembagaan golput. Mirip dengan null
vote system. Ini untuk menjaring suara rakyat yang
tak diserahkan ke parpol. Ini juga akan menjadi
indikator tumbuhnya kesadaran masyarakat akan
partispasi dalam pemilu. Rakyat perlu tahu saat
yang tepat untuk memberi suara dan menahannya.

Anda mungkin juga menyukai