Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

Anemia Defisiensi Besi

Oleh :

Jeiniver Rosa Mely Soo (07700117)

Pembimbing :

Dr.dr. Olly Sp.Pd

LAB/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RST DR. SOEPRAOEN

FAKULTAS KEDOKTERAN WIJAYA KUSUMA

SURABAYA

2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya lah penulis mampu menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Anemia defisiensi
besi. Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi tugas dalam rangka menjalani kepaniteraan
klinik di SMF Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Tentara dr. Soepraoen Malang. Pada
kesempatan ini penulis hendak mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr.dr. Olly SpPD selaku pembimbing tugas laporan kasus.
2. Kepada teman-teman sejawat dokter muda yang sudah memberikan masukan dan
membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
3. Dan juga untuk tenaga paramedis yang telah membantu penulis selama menjalankan
kepaniteraan klinik, dan semua pihak yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu terwujudnya laporan kasus ini.
Laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata ijinkan penulis
mengucapkan terima kasih.

Malang, 29 Agustus 2012

Penyusun,
BAB 1
Dasar Teori

Definisi
Anemia adalah sindroma klinik yang ditandai oleh penurunan kadar Hemoglobin (HB),
jumlah eritrosit, dan volume eritrosit /100mm darah (Packed red cell volume = PCV). Anemia
merupakan keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Rentang pada individu yang
sehat adalah :

- Hb : Dewasa laki-laki : 13,5-17,5 g/dl


Dewasa wanita : 11,5-13,5 g/dl
Wanita hamil : 1,0-14,0 g/dl
- Eritrosit : Laki-laki : 4,4-5,8x10/mm³
Wanita : 4,1-5,2x10/mm³
- PCV : Laki-laki : 40-51%
Wanita : 36-46%

Penderita dikatakan anemia apabila :

1. Hb <11 g/dl (flowsitometri)


2. Eritrosit <3juta/mm³
3. PCV <33%

Anemia defisiensi besi ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium
yang menunjukan cadangan besi kosong. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling
sering dijumpai, terutama didaerah Negara-negara tropic atau Negara dunia ketiga, oleh karena
sangat berkaitan erat dengan taraf social ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga
penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak social
yang cukup serius.

Metabolisme Besi
Besi merupaka trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan
Hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang cukup
berlimpah. Dilihat dari segi evolusi alat penyerapan besi dalam usus, maka sejak awal manusia
dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi berubah di mana
sebagian besar besi berasal dari sumber nabati, tetapi perangkat absorbs besi tidak mengalami
evolusi yang sama sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi.
Kompartemen Besi Dalam Tubuh
Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh berupa :

1. Senyawa besi fungsional yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh
2. Besi cadangan, senyawa yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang
3. Besi transport, besi yang berkaitan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk
mengangkut besi dari satu kompartemen ke komparteman lainnya.

Besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk logam bebas (free iron), tetapi selalu
berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan, mempunyai sifat seperti
radikal bebas. Dalam keadaan normal seorang laki-laki dewasa mempunyai kandungan besi 50
mg/kgBB sedangkan pada perempuan dewasa adalah 35 mg/kgBB. Jumlah besi pada perempuan
pada umumnya lebih kecil oleh karena massa tubuh yang juga lebih kecil.

Absorbsi Besi
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan. Untuk memasukan besi dari
usus kedalam tubuh diperlukan proses absorbs. Absorbsi besi yang paling banyak terjadi pada
bagian proksimal duodenum disebabkan oleh pH dari asam lambung dan kepadatan protein
tertentu yang diperlukan dalam absorbs besi pada epitel usus. Proses absorbs besi dibagi menjadi
3 fase :

1. Fase luminal :
Besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap dserap duodenum. Besi dalam
makanan terdapat dalam 2 bentuk yaitu :
- Besi heme : Terdapat dalam daging, ikan, tingkat absorbsinya tinggi, tidak dihambat
oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi.
- Besi non heme : Berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat absorbs rendah
dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat sehingga bioavailbilitasnya rendah.

Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorbs besi adalah “meat factors” dan vitamin C,
sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat ialah tanat, phytat dan serat (fiber).
Dalam lambung karena pengaru asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan
senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke fero yang siap diserap.

2. Fase mucosal :
Penyerapan besi terjadi terutamamelalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Pemyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi
dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Sel obsorptif terletak pada
puncak dari vili usus.
Besi heme diabsorbi melalui proses yang berbeda mekanismenya belum diketahui dengan
jelas.
3. Fase corporeal :
Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang
memerlukan dan penyimpanan besi oleh tubuh. Besi setelah diserap oleh eriterosit (epitel
usus), melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat
oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui
proses pinositosis. Satu molekul transferin dapat mengikat maksimal 2 molekul besi. Besi yang
terikat pada transferin akan diikat oleh reseptor transferin (Tfr)yang terdapat pada permukaan
sel, terutama sel normoblast.

Mekanisme Regulasi Absorbsi Besi


Terdapat 3 mekanisme regulasi absorbsi besi dalam usus :

1. Regulator dietik
Absorbsi besi dipengaruhi oleh jenis diet dimana besi terdapat. Diet dengan bioavailbilitas
tinggi yaitu besi heme, besi dari sumber hewani, serta adanya factor enhancer akan
meningkatkan absobsi besi. Sedangkan besi dengan bioavailbilitasnya rendah adalan besi
non heme, besi yang berasal dari sumber nabati dan banyak yang mengandung inhibitor
akan disertai prosentase absorbs besi rendah
2. Regulator simpanan
Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadanga besi dalam tubuh. Penyerapan besi
rendah jika cadangan besi tinggi, sebaiknya apabila cadangan besi rendah maka absorbsi
Diperkirakan melalui crypt cell programming sehubungan dengan respon saturasi
transferin plasma dengan besi.
3. Regulator eritropietik
Besar absorbs besi berhubungan kecepatan eritropoesis. Erythropoetic regulator
mempunyai kemampuan regulasi absorbs besi lebih tinggi dibandingkan dengan stores
regulator. Mekanisme erythropoetic regulator ini belum diketahui pasti. Eritropoesis
inefektif (peningkatan eritropoesis tetapi disertai penghancuran precursor eritrosit dalam
sumsum tulang).

Siklus Besi Dalam Tubuh


Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi
yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap usus
setiap hari berkisar 1-2 mg, akskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel.
Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan 17 mg
sedangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya eritropoesis
inefektif. Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar setelah mengalami proses penuaan juga
akan dikembalikan kepada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg.

Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi


Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dibagi menjadi 3
tingkatan :

1. Deplesi besi (Iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi
untuk eritropoesis belum terganggu
2. Eritropoesis defisiensi besi : cadangan besi kosong , penyediaan besi untuk
eritropoesis terganggu tetapi belum timbul anemia secara laboratorik
3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi
besi

Klasifikasi berdasarkan morfologi eritrosit

1. Anemia Hipokrom Mikrositer (anemia defisiensi besi, thalasemia, anemia akibat


penyakit kronik)
o Jumlah eritrosit relative tinggi disbanding Hb
o MCV rendah (<27 pg), MCHC menurun (<32%)
2. Anemia Normokrom Normositer (anemia hemolitik, anemia pasca perdarahan akut)
o MCV, MCH, MCHC normal
3. Anemia makrositer meliputi :
a. Megaloblastik
i. Anemia defisiensi folat
ii. Anemia defisiensi B12
b. Nonmegaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronik
ii. Anemia pada hipotiroid
iii. Anemia pada sindroma mielodisplastik
o MCV meningkat (>97 fl)
o MCH meningkat (>31 pg)
o MCHC meningkat (>36%)

Klasifikasi berdasarkan patofisologi

1. Anemia akibat perdarahan


2. Anemia akibat hemolisis
3. Anemia akibat kegagalan sumsum tulang

Prevalensi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik diklinik
maupun dimasyrakat. Perempuan hamil merupakan yang paling rentan pada Anemia defisiensi
besi.

Penyebab
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi,
serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :

1. Perdarahan kronis, dapat berasal dari :


o Saluran urgenital : hipermenore. Polimenore, menoragia, hematuri
o Saluran cerna : varices esophagus, tukak lambung/duodenum, karsinoma
kolon/rectum/sigmoid. Cacing tambang, Hemoroid, divertikulosis
o Saluran nafas : Hemoptoe
2. Kebutuhan yang meningkat akibat pertumbuhan atau usia masa subur, kehamilan
3. Sindrom malabsorbsi atau kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah
vitamin C dan rendah daging)
4. Diit kekurangan bahan yang mengandung besi

Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaaan ini disebut iron depleted state atau negative iron
balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin seum, peningkatan absorbsi besi dalam
usus serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan besi terus berlanjut
maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang
sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi,
keadaan ini disebut sebagai iron deficient erytropoesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai ialah penungkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit.
Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini
parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah
besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai
menurun, akibatnya timbul anemia hiprokromik mikrositer disebut kekurangan besi pada epitel
serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta
berbagai gejala lainnya.

Tanda dan Gejala Anemia Defisiensi Besi


1. Gejala umum dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun
dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang
serta telinga berdenging. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien yang pucat, terutama
pada konjugtiva dan jaringan dibawah kuku.
2. Gejala khas Defisiensi besi :
 Koiloncyhia
Kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung
sehingga mirip sendok.
 Atrofi papil lidah
Permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah yang
menghilang
 Stomatitis angularis (cheilosis)
Adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna
pucat keputihan.
 Disfagia
Nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
 Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
 Pica
Keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem dan
lain-lain.

Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium
Pemeriksaan :
 Anemia hipokrom mikrositer
 Serum Iron (SI) menurun < 15-60 mcgr/100cc
 TIBC meningkat
 Saturasi iron <16%
 Kadar feritin menurun <12ug/l
 portoporif > 100-600 mcgr/100cc
 Pengecatan besi sumsum tulang negative
 Mencari penyebab AKB seperti pemeriksaan kandungan
 Foto saluran makanan atas bawah.

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit
2. Hapus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normoblast
basofil.
3. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya
sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia
defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat
menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang
rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal
atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
4. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
5. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
6. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,
pemeriksaan ginekologi. (Bakta, I.M ., 2007)
Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe anemia :
1. Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis
2. Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan total naik, urobilinuria.
3. Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel patologik darah tepi
ditemukan pada anemia aplastik karena keganasan

Diagnosis
Ada 3 tahap :

1. Menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit


2. Memastikan adanya defisiensi besi
3. Menentukan penyebabnya dari defisiensi besi yang terjadi.

Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi atau

- MCV meningkat (>97 fl)


- MCH meningkat (>31 pg)
- MCHC meningkat (>36%)
Pencegahan
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi dimasyarakat maka diperlukan suatu
tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa :
- Pendidikan kesehatan :
1. Kesehatan lingkungan misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan
kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing
tambang
2. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi
besi
- Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling
sering dijumpai didaerah tropic, pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan
dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
- Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan
seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada wanita hamil dan anak
balita memakai pil besi dan folat.
- Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makanan.
BAB II

STATUS PENDERITA

Identitas Penderita :

Nama : Ny. W

Umur : 31 tahun

Alamat : Malang

Status : Menikah

Agama : Islam

A. Anamnesa

√ : sendiri √: orang lain (suaminya)


Keluhan Utama : Lemas

 Riwayat Penyakit Sekarang :

Tanggal 19 agustus 2012 pasien masuk RS karena sejak pukul 11.00 badan terasa semakin
lemas dan kepala pusing. Pasien mengeluh badan lemas dan pusing sejak 1 minggu yang lalu,
pusingnya terkadang berputar apabila lama baring ditempat tidur dan untuk bangun. Badan terasa
sakit semua dan sering capek, pasien juga mengeluh ada mual dan terkadang muntah saat makan.

 Riwayat penyakit dahulu :

Pasien 2 tahun yang lalu pernah sakit thypus di rawat di rumah sakit lain dan dokter
mengatakan Hb nya 8 dan di transfusi untuk pertama kalinya. Pada 4 bulan yang lalu pasien setelah
melahirkan mengeluh kembali badannya terasa sering lemas, cepat letih dan pusing seperti dulu.
Dan 1 bulan yang lalu (02 juli 2012) masuk RS. Soepraoen dirawat dan transfusi ke 2 kalinya.

- Riwayat Tekanan darah tinggi (-)


- Riwayat batu ginjal (-)
- Riwayat sakit gula (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat alergi obat/makanan (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Penyakit paru (-)
- Riwayat sakit lambung (+)
 Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tekanan darah tinggi (-)
- Asma (-)
- Penyakit jantung (-)
- Penyakit paru (-)
- Riwayat sakit gula (-)
- Alergi obat/makanan (-)
 Riwayat Kebiasaan :
- Riwayat merokok (-)
- Minum kopi (-)
- Minum alkohol (-)
- Jamu (-)
- Olahraga (-)

B. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 22 Agustus 2012) :


1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Kualitatif : Compos mentis

Kuantitatif : 4/5/6

3. Tanda-tanda Vital :
Tensi : 90/60 mmHg
Nadi : 70x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37 ºC
4. Status Generalisata :
1. Kulit :
Tampak Pucat, Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-).
2. Kepala / leher :
 Bentuk normocephal
 Luka (-)
 Rambut tidak mudah dicabut
 Tampak pucat pada kongjutiva palpebra inferior
 Tidak tampak Icterus pada sclera
 Tidak tampak dyspneu pada cuping hidung
 Tidak tampak cyanosis pada bibir
 JVP tidak meningkat
3. Thoraks
 Normochest
 Simetris
 Pernapasan thoracoabdominal
 Retraksi (-)
 Sela iga melebar (-)
 Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : tidak teraba thrill
Perkusi : batas kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : ICS VI mid clavicula linea
batas kanan bawah : ICS VI Linea Para Sternalis Dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)
 Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : pergerakan dada kanan dan kiri simetris
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)
Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)
4. Abdomen
Inspeksi : perut tampak mendatar,
Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan (-) regio epigastrium, tidak ada pembesar hepar
dan lien
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
5. Ektremitas
palmar eritema (-/-)
akral dingin Oedem

- - - -
- - - -

6. Sistem genetalia : dalam batas normal

C. DIFFERENTIAL DIAGNOSA
1. Anemia akibat penyakit kronis

2. Thalassemia
3. Anemia sideroblastik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah lengkap
E. DIAGNOSA

Anemia Defisiensi Besi

F. PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakitnya
Tirah baring
2. Medikamentosa
Pengobatan penyakit dasar sebagai penyebabnya adalah yang utama misalnya
pengobatan cacing tambang, hemoroid, tukak lambung, menorhagi (Terapi kausal
harus dilakukan, kalau tidak akan kambuh lagi). Pemberian preparat besi per oral
(Ferosulfat, ferofumarat, ferogluconat)
 Dosis perhari ferosulfat 3x100-200 mg
 Dilanjutkan sampai 3-6 bulan setelah Hb normal
 Pemberian secara parenteral, hanya diberikan kepada penderita :
1. Intoleransi terhadap pemberian besi
2. Kepatuhan terhadap obat yang rendah
3. Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi oleh pemberian oral.
4. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trimester tiga atau sebelum operasi.
5. Defisiensi besi Fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia
gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
6. Yang diduga mengalami gangguan penyerapan besi missal colitis, enteritis
regional, pasca kolostomi missal colitis, enteritis regional, pasca kolostomi
dan ileostomi. Sebelum memberikan preparat besi parenteral sebaiknya
terlebih dahulu harus diketahui rumus kebutuhan besi yaitu :
(Hb normal – Hb penderita) x 0,255 = gram besi
 Respon terhadap pengobatan, keberhasilan pemberian preparat besi dapat dilihat
dari kenaikan hitung retikulosit pada minggu pertama setelah pemberian, sedang
kenaikan Hb terjadi setelah akhir minggu ke 3.
 Pengobatan lain :
1. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dan tinggi protein terutama
berasal dari protein hewani
2. Vitamin C : Vitamin C diberikan 3x100 mg/hr untuk meningkatkan absorpsi
besi
3. Transfusi darah : ADB jarang memerlukan transfuse darah. Jenis darah
yang diberikan adalah PRC ( Packed Red Cell) untuk mengurangi bahaya
overload.
G. Follow Up
Tanggal Keluhan Pemeriksaan Fisik
Mual (+), muntah (-), lemas (+), TD : 100/70 mmHg
21- 08- 2012 pusing (+), BAB lancar, BAK N : 80 x/menit
lancar. RR : 20 x/menit
Suhu: 38 ºC
Badan terasa lemas, pusing (+), TD : 90/60 mmHg
22- 08- 2012 mual (+) N : 70 x/ menit
RR : 20 x/menit
Suhu: 37 ºC
Menggigil semalam, muntah TD : 90/60 mmHg
23- 08- 2012 2x, badan lemas N : 65 x/ menit
RR : 20 x/menit
Suhu: 39 ºC
Pusing (+), lemas (+), mual (+) TD : 90/60 mmHg
24- 08- 2012 N : 70x/ menit
RR : 20 x/menit
Suhu: 37,5 ºC
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus diatas dapat disimpulkan adanya anemia defisiensi besi karena dari anamnesa
ditemukan adanya gejala badan terasa lemas, sering capek, sering pusing, ketika bangun dari
tempat tidur terasa pusing, adanya mual dan terkadang muntah saat makan. 2 tahun yang lalu
pernah tranfusi karena Hb 8. 4 bulan yang lalu pasien setelah melahirkan kembali merasa sering
lemas, capek, letih dan bulan Juli kembali masuk RS, tranfusi yang ke 2 kalinya. Bulan agustus
pasien masuk RS tanggal 19 agustus dengan keluhan yang sama yaitu lemas, sering capek, pusing,
mual dan terkadang muntah. Dari pemeriksaan fisik ditemukan pucat pada kulit dan kongjutiva
palpebra inferior, tekanan darah yang rendah 90/60 mmHg, dan nadi yang teraba lemah. Pada
pemeriksaan laboratorium pada darah lengkap ditemukan jumlah hemoglobin yang rendah 8,3
mg/dl, MCV -79,8 FL, MCH -24,9 pg, MCHC 31,2 %.

Jika berdasarkan teori anemia mempunyai gejala klinis berupa pucat, lemah, lesu, nyeri
waktu makan ( sindrom plummer Vinson), dan mempunyai penyebab menjadi anemia defisiensi
besi karena adanya perdarahan kronis, kebutuhan yang meningkat akibat pertumbuhan atau usia
masa subur, kehamilan, karena pasien 4 bulan yang lalu setelah kehamilan dan muncul kembali
lemah, pucat, dan sering capek. Dari hasil pemeriksaan laboratorium juga ditemukan adanya Hb 8
( 12-17 g/dl), MCV rendah -79.8 (<80 fl), MCH rendah (<27 pg), MCHC menurun (<32 %) maka
dapat disimpulkan merupakan anemia hipokrom mikrositer. Anemia hipokrom mikrositer
merupakan Anemia defisiensi besi.

Pengobatan penyakit dasar sebagai penyebabnya adalah yang utama misalnya pengobatan
cacing tambang, hemoroid, tukak lambung, menorhagi (Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak
akan kambuh lagi). Pemberian preparat besi per oral (Ferosulfat, ferofumarat, ferogluconat).

 Dosis perhari ferosulfat 3x100-200 mg


 Dilanjutkan sampai 3-6 bulan setelah Hb normal
 Pemberian secara parenteral, hanya diberikan kepada penderita :
1. Intoleransi terhadap pemberian besi
2. Kepatuhan terhadap obat yang rendah
3. Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi oleh pemberian oral.
4. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trimester tiga atau sebelum operasi.
5. Defisiensi besi Fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia
gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
6. Yang diduga mengalami gangguan penyerapan besi missal colitis, enteritis
regional, pasca kolostomi missal colitis, enteritis regional, pasca kolostomi
dan ileostomi. Sebelum memberikan preparat besi parenteral sebaiknya
terlebih dahulu harus diketahui rumus kebutuhan besi yaitu :
(Hb normal – Hb penderita) x 0,255 = gram besi
 Respon terhadap pengobatan, keberhasilan pemberian preparat besi dapat dilihat
dari kenaikan hitung retikulosit pada minggu pertama setelah pemberian, sedang
kenaikan Hb terjadi setelah akhir minggu ke 3.
 Pengobatan lain :
1. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dan tinggi protein terutama berasal
dari protein hewani
2. Vitamin C : Vitamin C diberikan 3x100 mg/hr untuk meningkatkan absorpsi
besi
3. Transfusi darah : ADB jarang memerlukan transfuse darah. Jenis darah yang
diberikan adalah PRC ( Packed Red Cell) untuk mengurangi bahaya overload.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anemia adalah sindroma klinik yang ditandai oleh penurunan kadar Hemoglobin (HB),
jumlah eritrosit, dan volume eritrosit /100mm darah (Packed red cell volume = PCV). Gejala
umum dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl
berupa lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga berdenging. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pasien yang pucat, terutama pada konjugtiva dan jaringan
dibawah kuku. Gejala khas Defisiensi besi koiloncyhia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis
(cheilosis), disfagia, Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. Anemia
defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta
kehilangan besi akibat perdarahan menahun :

- Perdarahan kronis, dapat berasal dari :


o Saluran urgenital : hipermenore. Polimenore, menoragia, hematuri
o Saluran cerna : varices esophagus, tukak lambung/duodenum, karsinoma
kolon/rectum/sigmoid. Cacing tambang, Hemoroid, divertikulosis
o Saluran nafas : Hemoptoe
- Kebutuhan yang meningkat akibat pertumbuhan atau usia masa subur, kehamilan
- Sindrom malabsorbsi atau kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah
vitamin C dan rendah daging)
- Diit kekurangan bahan yang mengandung besi.

Anemia defisiensi besi dapat dicegah dengan cara :

- Pendidikan kesehatan :
1. Kesehatan lingkungan misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan
kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing
tambang
2. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi
besi
- Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling
sering dijumpai didaerah tropic, pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan
dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
- Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan
seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada wanita hamil dan anak
balita memakai pil besi dan folat.
- Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makanan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Isselbacher, dkk, Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, cetakan 1 vplume 1, Yogyakarta
: EGC, 1999.
Mansjoer Arif, dkk.Kapita Selekta Kedokteran/ editor, Edisi 3, Cetakan 1. Jakarta: media
aesculapius, 2000.
Sudoyo Aru W, dkk, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V, Jakarta: interna publishing,
2009.
Yuwono, slamet riyadi, Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
edisi III, Surabaya :Universitas Airlangga, 2008

Anda mungkin juga menyukai