Disusun Oleh :
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
P3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tugas Khusus
Produk utama PT.PUSRI yaitu pupuk urea yang disintesis dari reaksi antara anomiak
(NH3) dan karbondioksida (CO2) yang keduanya dihasilkan pada unit ammonia. Proses
pembuatan amoniak berlangsung melalui 6 seksi, yaitu feed treating, reforming, purifikasi,
sintesa amoniak, pemurnian produk dan recovery. Bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan amoniak yaitu gas sintesa (H2) dari gas alam dan udara (N2).
Amoniak disintesa di ammonia converter (105-D). Ammonia converter (105-D)
merupakan salah satu unit penting dalam proses produksi amoniak khususnya di Unit
Amoniak PT. Pusri IV. Unit ini merupakan reaktor berkatalis yang berfungsi sebagai tempat
reaksi pembentukan NH3 (amoniak) dari hidrogen (H2) dan nitrogen (N2). Performa unit ini
sangat berpengaruh terhadap produktifitas dan efisiensi pabrik amoniak, sehingga kontrol
dan evaluasi terhadap performa unit ini sangat diperlukan untuk mendapatkan proses yang
lebih optimal. Amonia Converter Pusri IV terdiri dari 3 bed yang setiap bed terdiri dari
katalis dengan jumlah katalis semakin ke bawah maka semakin mengalami penurunan
Performa reaktor ammonia converter dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain umur
(life time) katalis, tekanan dan temperatur operasi, pressure drop, perbedaan temperatur antar
bed, dan konversi reaktan menjadi amonia.
1.2. Rumusan Masalah
Peralatan yang digunakan di pabrik PT. Pupuk Sriwidjaja IV telah beroperasi sejak tahun
1977 dan Turn Around (TA) terakhir pada bulan Januari 2017. Hasil analisis data dalam
kurun waktu beberapa hari di bulan Juli 2018, menunjukkan bahwa produk ammonia yang
dihasilkan di Ammonia Converter 105 D terjadi penurunan konversi. Beberapa hal yang
dapat dijadikan indikasi dari permasalahan dalam kasus ini yakni perubahan temperature,
ratio H2/N2 dan konversi N2 dan H2. Oleh karena itu, diperlukan sebuah evaluasi proses pada
Ammonia Converter 105 D dengan menggunakan aplikasi program bantuan untuk
melakukan simulasi dan menghitung pembandingan data desain dan data aktual dari
lapangan. Simulasi dilakukan menggunakan Hysys 8.8 adalah program yang dirancang untuk
mensimulasikan proses-proses yang berlangsung sehingga dapat diketahui beberapa
pengaruh variabel terhadap produk ammonia di Ammonia converter 105 D dan dapat
disimpulkan dan pemberian saran guna meningkatkan kinerja pada proses tersebut.
1.3. Tujuan Tugas Khusus
Mengevaluasi kinerja ammonia converter (105-D) per bed dalam memproduksi ammonia
pada Pabrik PT. Pusri IV serta mengetahui penyebab penurunan kinerja ammonia converter
(105-D).
1.4. Manfaat Tugas Khusus
Hasil analisis terhadap sistem yang ditinjau pada tugas khusus ini dapat digunakan
sebagai salah satu acuan untuk meningkatkan efisiensi proses produksi di pabrik ammonia
P-IV, selain itu tugas khusus ini juga dapat menambah pengalaman dan meningkatkan
kepekaan keteknikan mahasiswa dalam penyelesaian masalah di suatu pabrik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ammonia Converter
Proses sintesa amonia terjadi pada unit ammonia converter (105-D). Dalam unit ini,
gas sintesa (N2 dan H2) dari unit pemurnian gas sintesa akan direaksikan menjadi produk
ammonia. Ammonia converter berisikan 75 m3 promoted iron catalyst. Katalis diletakkan di
dalam internal basket yang terdiridari beberapa catalyst bed yang terpisah di dalam reaktor.
Volume bed semakin bawah akan semakin besar, hal ini dilakukan untuk membatasi panas reaksi
yang eksotermis pada bed paling atas (dimana terjadi reaksi tercepat), sehingga converter dapat
dijaga pada temperatur yang diinginkan. Penggunaan aliran gas quench yang masuk katalis bed
bertujuan untuk mengontrol temperatur converter untuk memungkinkan terbentuknya nilai panas
reaksi yang mantap.
Salah satu bagian dari Ammonia Optimisation Project (AOP), yaitu melakukan
modifikasi internal ammonia converter sesuai dengan desain Ammonia Casale. Dalam
perkembangannya, ammonia converter telah mengalami modifikasi untuk meningkatkan
kapasitas produksi. Sebagai ilustrasi modifikasi tersebut, dapat dilihat di Gambar 4.1. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi pressure drop, memperbesar konversi, dan memungkinkan
digunakannya katalis yang lebih kecil dan aktif. Oleh karena konversi reaksi yang rendah, maka
sistem dibuat dalam bentuk loop untuk memanfaatkan H2 dan N2 yang belum bereaksi. Adanya
gas inert akan memungkinkan terjadinya akumulasi sehingga perlu adanya purging. Gas yang
di-purging, di-recovery di unit PGRU untuk memisahkan NH3, H2, dan CH4. NH3 diambil
sebagai produk, H2 dikembalikan lagi ke syn-loop dan CH4 sebagai tail gas dimanfaatkan untuk
fuel. Pada ammonia converter terjadi reaksi sebagai berikut :
N2 + 3H2 2 NH3 (eksotermis)
Pada bed pertama, NH3 yang dihasilkan mengalami peningkatan yang sangat tinggi
dengan temperatur yang terus meningkat. Jika temperatur terus meningkat dan mencapai
kesetimbangan, maka reaksi akan bergeser ke kiri yang menyebabkan NH3 terurai kembali
menjadi reaktan. Oleh karena itu, perlu dilakukan quenching, sehingga temperatur sebelum
masuk bed kedua menjadi menurun dan jika temperatur diturunkan, maka yang akan terjadi
reaksi yang menghasilkan kalor (eksoterm), untuk mengimbangi kalor yang berkurang tadi.
Artinya, reaksi diatas bergeser ke kanan, sehingga jumlah NH3 akan bertambah meskipun hanya
mengalami sedikit peningkatan. Begitu pula seterusnya sampai bed terakhir, sehingga akan
didapatkan produk dengan hasil yang diharapkan.
optimal. Berikut ini adalah kondisi yang berpengaruh terhadap reaksi di dalam ammonia
converter yaitu:
a) Temperatur
Temperatur mempengaruhi laju reaksi sintesa dan kesetimbangan amoniak. Karena
reaksi sintesa eksotermis, kenaikan temperatur akan menurunkan derajat kesetimbangan dari
amoniak dan pada waktu yang sama akan mempercepat reaksi. Ketika temperatur meningkat,
maka laju reaksi akan mengalami peningkatan, namun konsentrasi kesetimbangan amoniak akan
mengurangi konversi hidrogen dan nitrogen terhadap amoniak.
Temperatur yang rendah akan memaksimalkan umur katalis. Secara umum, kinerja
katalis stabil pada temperatur 1050˚F (566˚C), namun katalis akan mengalami penurunan
kestabilan apabila berada di atas temperatur tersebut. Reaksi sintesa amoniak adalah reaksi
eksotermis, oleh karena itu perubahan temperatur akan mengakibatkan bergesernya
kesetimbangan reaksi. Kebanyakan converter didesain untuk memberikan konversi yang optimal
dengan terlokasinya temperatur maksimum atau “hot spot” pada bagian bed atas dan semakin
mengalami penurunan menuju keluarannya. Faktor-faktor utama yang dapat meningkatkan
temperatur katalis adalah sebagai berikut:
1) Peningkatan pada laju alir fresh make up gas,
2) Penurunan laju alir recycle,
3) Pendekatan pada rasio H2/N2 optimal,
4) Penurunan kadar ammonia pada gas recycle,
5) Peningkatan tekanan converter,
6) Pengurangan laju alir quenching yang melalui converter atau bed katalis,
7) Penurunan kandungan inert pada gas recycle,
8) Peningkatan aktivitas katalis, diikuti dengan adanya pengotor dari syn gas yang tidak
murni.
b) Tekanan
Tekanan mempengaruhi kesetimbangan dan laju reaksi. Peningkatan tekanan dapat
meningkatkan konsentrasi kesetimbangan amoniak dan kecepatan laju reaksi. Hal ini akan
mempengaruhi terhadap meningkatnya konversi pada tekanan tinggi. Pengaruh tekanan pada
konsentrasi kesetimbangan amoniak dapat dilihat pada gambar grafik 4.2. Dengan adanya
kompresor sentrifugal, tekanan desain pada ammonia loop berkisar 2000-3000 psig. (142-212
kg/cm2). Beberapa faktor yang dapat meningkatkan tekanan converter pada purge rate yang
konstan adalah:
1) Peningkatan pada laju alir fresh make up gas,
2) Perubahan komposisi gas dari rasio H2 dan N2 yang optimal,
3) Peningkatan kandungan amoniak pada gas recycle,
4) Peningkatan kandungan inert pada gas recycle,
5) Penurunan laju alir gas recycle,
6) Deaktivasi katalis.
c) Rasio H2 / N2
Feed syn-gas (make up, tidak termasuk recycle) yang menuju ke seksi sintesa harus
mempunyai perbandingan H2 terhadap N2 berkisar 3:1. Hal ini dikarenakan pembentukan
amoniak berasal dari H2 dan N2 dengan perbandingan 3:1. Perbandingan dalam feed syn-gas
boleh diubah sedikit dari 3:1 untuk mendapatkan perbandingan optimum H2:N2 dalam campuran
gas yang masuk converter. Berdasarkan desain pada pabrik, rasio H2/N2 yang baik berkisar
diantara 2,8–3,2. Perubahan jumlah rasio H2/N2 akan berdampak pada kenaikan atau menurunnya
konversi di dalam ammonia converter. Variabel operasi utama yang digunakan untuk mengontrol
rasio hidrogen dan nitrogen adalah komposisi dari make up atau fresh feed gas. Volume relatif
fresh feed dan purge gas juga mempengaruhi rasio H2/N2.
2.3. HYSIS
Program Simulator Hysys (Hypothetical System) adalah program yang dirancang untuk
mensimulasikan proses-proses yang berlangsung di dalam suatu pabrik. Dengan menggunakan
program ini, perhitungan-perhitungan untuk mendesain suatu proses yang relative rumit (karena
melibatkan banyak rumus) dan membutuhkan waktu lama jika dikerjakan dengan perhitungan
manual.
Dengan hysys, seorang chemical engineer dapat mempelajari flowsheet proses
dalam konteks untuk menangani troubleshooting, mencari mekanisme yang tidak berfungsi
baik, ekspansi kapasitas produksi atau modifikasi proses. Hipotesis sebuah proses yang
melibatkan bahan kimia baru atau modifikasi radikal unit proses yang sudah beroperasi,
bertujuan menjawab pertanyaan mengenai kondisi operasi, ukuran alat dan perkiraan
keuntungan (Galih, 2014).
Hysys dapat digunakan untuk merancang beberapa peralatan pada pabrik yang baru atau
akan didirikan (sizing) atau mengevaluasi kinerja suatu peralatan pada pabrik yang sudah ada
(rating). Hysys memiliki kelebihan daripada program-program simulasi proses lainnya. Program
ini bersifat interaktif karena langsung memberitahukan input apa yang kurang pada saat
penggunanya mendesain suatu proses dan juga langsung memberitahukan apabila kesalahan
yang terjadi (Patrarijaya.co.id, 2016)
BAB III
METODOLOGI
Data Design
Pengembangan Model
(Hysys 8.8)
Salah
Validasi Model
OK
Selesai
3.2. Data
Dalam melakukan analisa reaktor Ammonia Converter (105-D), diperlukan data-data
khusus yang akan diolah dalam perhitungan. Data yang diperoleh dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1. Data Desain
Data desain merupakan data rancangan pada saat unit tersebut didesain. Ammonia
Converter (105-D) pada unit PT. Pusri IV yang di dapat di Departemen Teknik Proses.
Adapun sata desain Ammonia Converter (105-D) terdiri dari:
a) Data temperatur ammonia converter
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Analisa Data Desain dengan Simulasi Hysis 8.8
Tabel 4.1 Material Balance pada 105-D
Stream Name
Inlet 105-D Outlet 105-D
Database Name
Phase
Vapour Mole Fraction Molefr 1 1
o
Temperatur C 149.64 343.64
Pressure Bar 132 131.77
Av. mol weight kg/kmol 10.22 11.55
Density kg/m3 36.84 28.46
Spesific Heat J/kg.K 3823.94 2971.36
Molar Flow kmol/h 25464.51 22524.89
Mass Flow kg/h 260155.36 260156.84
Comp. Flows kmol/hr
CH4 1059.64 1839.64
H2 16746.5 12337.07
N2 5576.26 4106.45
Ar 807.92 807.92
NH3 474.2 3413.82
(Sumber : Ammonia Optimisation Project, Pusri)
1 in 0.0186 0.0159
7.97 8.57
1 out 0.0983 0.1016
2 in 0.0776 0.0710
4.24 4.78
2 out 0.12 0.1188
3 in 0.12 0.1188
4.71 2.18
3 out 0.1671 0.1406
Perhitungan neraca massa pada ammonia converter (105-D) dilakukan simulasi proses
dengan menggunakan tool berupa hysys, yang di lihat dengan membandingkan hasil perhitungan
data desain dan aktual yang telah di input pada simulasi tersebut. Dari perhitungan data desain
dan aktual, dapat diketahui bahwa data desain dengan konversi NH3 pada produk sebesar 14,85.
Sedangkan data aktual dari hasil simulasi hysys dengan konversi sebesar 12,47. Dilihat dari hasil
tersebut maka produksi NH3 pada data aktual (secara hysys) mengalami penurunan dibandingkan
dengan data desain. Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa konversi pada bed 1 dan 2 lebih tinggi
dari data desain sedangkan pada bed 3 mengalami penurunan dibandingkan data desain.
Pada bed 1 dan 2 memiliki konversi lebih tinggi dari data desain karena perbandingan
rasio antara H2 dan N2 pada data operasi tanggal 31 Juli 2018 melebihi data desain.
Penurunan temperature pada bed 3 dikarenakan beberapa parameter variabel proses yang
dapat terjadi pada reaktor ammonia converter 105-D unit operasi PUSRI IV. Faktor yang paling
berpengaruh pada penurunan temperature pada bed 3 yaitu temperature pada bed 3 yang terlalu
panas dan melebihi temperatur inlet yang seharusnya pada data desain. Penyebab dari
temperature pada bed 3 yang terlalu panas yaitu reaktor yang umurnya sudah tua dan kurang
optimalnya penukar panas sebelum bed 3.
Laporan Kerja Praktek PT Pupuk Sriwidjaja 14
P3
Pada outlet bed 2 dan inlet bed 3 tidak mengalami perubahan konsentrasi seperti pada bed
inlet bed 1 dan 2. Kondisi tersebut disebabkan pada outlet bed 2 aliran quenching tidak
didinginkan secara langsung untuk proses pengendalian suhunya, melainkan didinginkan dengan
heat exchanger antara quenching 3 dan 4 dengan outlet bed 2. Sehingga konsentrasi NH3 pada
input bed 3 sama dengan outlet bed 2.
4.4. Pembahasan
Penurunan kinerja ammonia converter dikarenakan beberapa parameter variabel proses
yang dapat terjadi, antara lain :
1. Temperatur
9
8
7
6
Konversi (%)
5 Data Aktual
4 Data Desain
3
2
1
0
BED 1 BED 2 BED 3
Pada bed pertama, NH3 yang dihasilkan mengalami peningkatan yang sangat tinggi
dengan temperatur yang terus meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan quenching, sehingga
temperatur sebelum masuk bed kedua menjadi menurun dan jika temperatur diturunkan. Begitu
pula seterusnya sampai bed ketiga, sehingga akan didapatkan produk dengan hasil yang
diharapkan. Namun temperatur inlet pada bed ketiga kondisi sebesar 424 ̊C. Kondisi tersebut
lebih besar daripada data desain sehingga menyebabkan konversi ammonia pada data aktual
lebih kecil daripada data desain.
2. Rasio N2 dan H2
3.08
3.07
3.06
3.05
Rasio H2/N2
3.04
3.03
Data Desain
3.02
Data Aktual
3.01
3
2.99
2.98
0 1 2 3
Bed
Perbandingan rasio antara H2 dan N2 dapat dikontrol dengan mengatur jumlah udara tie-
in, LP H2 dan H2 dari PGRU. Ditinjau dari grafik, perubahan rasio H2/N2 masih dalam range
sesuai design pabrik. Maka, ratio antara H2/N2 bukan menjadi parameter yang menyebabkan
menurunnya konversi pada ammonia converter.
3. Konversi H2 dan N2
Tabel 4.6 Konversi H2 dan N2 per bed
Konversi H2 Konversi N2
Bed
EOR 31 Juli 2018 EOR 31 Juli 2018
Dari perhitungan diatas konversi H2 dan N2 pada ammonia converter memiliki persen
konversi yang lebih kecil dengan design. Persen konversi tersebut dipengaruhi oleh perubahan
jumlah rasio H2/N2 yang akan berdampak pada penurunan konversi di dalam ammonia converter.
Variabel operasi utama yang digunakan untuk mengontrol rasio hidrogen dan nitrogen adalah
komposisi dari make up atau fresh feed gas. Volume relatif fresh feed dan purge gas juga
mempengaruhi rasio H2/N2.
Dari perbandingan data desain konversi dan data aktual konversi, dapat diketahui bahwa
konversi secara aktual konversi tiap bed mengalami penurunan dibandingkan dengan konversi
desain. Pada bed 3 konversi N2 dan H2 turun jauh dibandingkan dengan data design. Hal ini
dapat dipengaruhi dari adanya kenaikan temperature inlet pada bed 3 ammonia converter. Sesuai
dengan prinsip kesetimbangan, bahwa semakin meningkatnya temperature reaksi, maka reaksi
akan cenderung bergeser ke kiri, sehingga menyebabkan menurunnya konversi reaksi, begitupun
sebaliknya. Maka, konversi H2 dan N2 menjadi parameter yang menyebabkan menurunnya
konversi pada ammonia converter.
Pada tabel diatas, konversi EOR atau data desain pada bed 2 untuk N2 dan H2 mempunyai
nilai yang sama yaitu 8.77. Data tersebut sesuai yang ada di data desain Pabrik Amonia Pusri IV.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kinerja dari ammonia converter pada PUSRI-
IV pada 31 Juli 2018 dibawah kinerja dari ammonia converter design. Hal ini ditandai
dengan menurunnya konversi NH3, yaitu sebesar 12,47% sedangkan pada desain adalah
sebesar 14,85%. Turunnya konversi ammonia pada ammonia converter disebabkan
adanya penurunan konversi pada bed 3 yang jauh dibanding data design. Hal itu
desebabkan oleh beberapa faktor antara lain, tingginya temperatur reaksi, dan konversi
H2 dan N2.
5.2. Saran
1. Perlunya dilakukan penurunan temperatur umpan untuk meningkatkan konversi dalam
ammonia converter dengan peningkatan sebesar 0.0086%/oC.