Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN

SULFAT

KELOMPOK 1

Adam Mulia Setiawan 1706042693

Anggia Melina Vtrie 1706986100

Gala Najmi Haradea 1706042333

Asisten Praktikum : Noval Irsyadillah

Tanggal Praktikum : 22 April 2019

Nilai :

Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNIK PENYEHATAN LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2019
I. TUJUAN
Menentukan sulfat (SO4) dalam air dan air limbah secara turbidimetri pada
kisaran 1 mg/L sampai dengan 40 mg/L pada panjang gelombang 420 nm.

II. DASAR TEORI


1. Definisi Sulfat
Sulfat (SO4) merupakan senyawa yang terbentuk dari unsur sulfur dan
oksigen. Sulfur sendiri memiliki nomor atom 16 dengan massa 32.06 g/mol.
Titik lelehnya adalah 113 ⁰C dan titik didihnya 445 ⁰C. Sementara itu, oksigen
memiliki nomor atom 8 dengan massa 15.999 g/mol. Titik lelehnya -219 ⁰C dan
titik didihnya -183 ⁰C. Menurut pubchem.ncbi.nlm.nih.gov, ketika kedua unsur
ini telah bereaksi dan membentuk sulfat, berat molekulnya yaitu 96.056 g/mol.
Sementara itu, massanya adalah 95.952 g/mol. Senyawa ini memiliki fungsi
sebagai metabolit manusia dan Saccharomyces cerevisiae. Ion sulfat adalah
basa konjugasi bagi ion hidrogen sulfat atau HSO4-. Selanjutnya, ion hidrogen
sulfat adalah basa konjugasi bagi asam sulfat atau H2SO4. Struktur sulfat yaitu
sebagai berikut, dimana unsur sulfur merupakan atom yang berada di tengah
struktur dan dikelilingi oleh empat atom oksigen secara tetrahedral.

Gambar 1. Struktur sulfat


Sumber: pubchem.ncbi.nlm.nih.gov

Sulfat merupakan anion yang banyak tersedia pada lingkungan. Sulfat


sendiri terdiri dari unsur sulfur dan oksigen dan terbentuk karena oksidasi
sulfur, mineral sulfida, ataupun sulfur organik. Sulfat banyak berasal dari
endapan mineral, tanah, batuan, dan pembakaran dari bahan bakar yang
mengandung sulfur. Sulfat sendiri dapat bersifat laxative jika berlebihan,
apalagi jika mengandung magnesium dan sodium (Sutrisno, 2006). Kandungan
sulfat yang tinggi dapat menyebabkan warna air terlihat keruh dan terdapat bau
telur busuk. Selain itu, dapat terjadi perkaratan pada pipa yang digunakan untuk
mendistribusikan air dengan kandungan sulfat tinggi. Kedua masalah ini dapat
digambarkan oleh persamaan berikut

𝑆𝑂42− + 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑐 𝑚𝑎𝑡𝑡𝑒𝑟 → 𝑆 2− + 𝐻2 𝑂 + 𝐶𝑂2


Dengan dibantu oleh bakteri anaerobik

𝑆 2− + 𝐻 + ⇌ 𝐻𝑆 −
𝐻𝑆 − + 𝐻 + ⇌ 𝐻2 𝑆

Sulfur merupakan elemen terbanyak ke-14 pada kerak bumi dan yang
ke-8 atau 9 pada sedimen (Kaplan, 1972). Unsur ini dapat berpindah dari bagian
ke bagian melalui siklus sulfur.

2. Siklus Sulfur
Siklus sulfur merupakan perubahan sulfur dari hidrogen sulfida menjadi
sulfur dioksida kemudian menjadi sulfat dan kembali menjadi hidrogen sulfida
lagi. Siklus ini diawali oleh pembentukan sulfur di kerak bumi dan atmosfer.
Bentuk sulfur secara alami adalah mineral tanah. Kerak bumi sendiri
mengandung sekitar 0.06% sulfur. Sulfida logam terdapat dalam bebatuan
plutonik, yaitu bebatuan yang membeku di dalam kerak bumi. Jika bebatuan
plutonik hancur ataupun lapuk, akan menghasilkan sulfat yang kemudian
mengendap dalam bentuk garam-garam sulfat.
Sementara itu, terkandung 0.05 ppm gas belerang dioksida di atmosfer.
Gas ini berasal dari emisi pembakaran bahan bakar belerang seperti minyak
bumi dan batubara. Asal bahan bakar ini ada yang secara alami ada pula dari
kegiatan manusia. Contoh sumber alaminya adalah gunung berapi dan contoh
akibat kegiatan manusia yaitu asap kendaraan dan pabrik. Gas ini kemudian
terkena uap air hujan dan berubah menjadi sulfat yang jatuh ke daratan dan
perairan. Tanah yang banyak mengandung sulfur adalah tanah-tanah berpasir,
tinggi kandungan oksida Fe dan Al, dan juga rendah kandungan bahan organik.
Sementara itu, produksi sulfat melalui dekomposisi bahan organik seperti
protein akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana berupa H2S dan
sulfida yang saat teroksidasi akan menjadi sulfat.
Dari tanah dan perairan, tumbuhan akan menyerap sulfat yang
dikandungnya. Bagi tumbuhan sulfat berfungsi sebagai bahan penyusun
protein. Saat tumbuhan dimakan oleh hewan atau manusia, protein ini akan
berpindah kepada konsumennya. Dalam tubuh manusia, senyawa sulfur
mengalami metabolisme yang akan diuraikan oleh bakteri dalam lambung.
Ketika tumbuhan mati maka akan diuraikan menjadi H2S dan sulfida. Begitu
juga untuk hewan, ketika diuraikan akan menghasilkan gas yang sama. Gas
hidrogen sulfida sebagian akan tetap di tanah dan sebagian lainnya berpindah
ke udara. Sebagian yang tetap di tanah akan berubah menjadi ion sulfat dan
senyawa sulfur oksida. Ion sulfat akan diserap kembali oleh tanaman.
Sementara itu, sebagian gas hidrogen sulfida yang ada di udara akan
bersenyawa dengan oksigen dan membentuk sulfur oksida. Ketika sulfur oksida
bereaksi kembali dengan oksigen dan juga air, terbentuklah asam sulfat
(H2SO4) yang saat jatuh ke bumi akan menyebabkan hujan asam. Selain
penyebab alami tersebut, hujan asam dapat disebabkan polusi udara. H2SO4
yang jatuh akan dipecah oleh bakteri menjadi ion sulfat, yang lalu akan diserap
lagi oleh tumbuhan. Begitulah seterusnya siklus sulfur akan terjadi selama
komponen penting seperti tumbuhan masih ada (Anonim, 2015).
Secara singkat, siklus sulfur dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar 2. Siklus sulfur
Sumber: Sawyer et al., 1960

3. Metode Perhitungan Sulfat


Dalam menentukan kadar sulfat, terdapat beberapa metode. Metode
pertama adalah spektrofotometri. Metode spektrofotometri menggunakan alat
yang bernama spektrofotometer yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrometer dapat menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu sementara fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya
yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Maka dari itu, spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Kelebihan dari spektrometer yaitu panjang gelombang dari sinar
putih dapat terseleksi dan ini didapat dengan alat pengurai seperti prisma,
grating, ataupun celah optis (Khopkar, 1990).
Hukum yang mendasari metode spektrofotometri yaitu Hukum Lambert
dan Hukum Beer. Hukum Lambert menyatakan bahwa jika cahaya
monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas
oleh bertambahnya ketebalan berbanding lurus dengan intensitas cahaya.
Sementara itu, Hukum Beer menyatakan bahwa intensitas berkas cahaya
monokromatik berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya
konsentrasi zat penyerap secara linier (Sari, 2008).
Metode selanjutnya adalah metode turbidimetri. Metode ini sudah
termasuk ke dalam Standar Nasional Indonesia dan juga ISO, ASTM, BSN, dan
sebagainya (Utami, 2017). Turbidimetri adalah analisis kuantitatif yang
didasarkan pada pengukuran kekeruhan dari suatu larutan akibat partikel yang
terdapat dalam larutan. Partikel-partikel ini akan menghamburkan cahaya ke
segala arah. Analisa kuantitatif didasarkan pada intensitas cahaya yang
diteruskan setelah melalui partikel-partikel yang ada. Intensitas cahaya yang
dipantulkan adalah fungsi konsentrasi jika kondisi lainnya konstan. Metode ini
dapat dilakukan dengan pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang
dihamburkan terhadap intensitas yang datang dan pengukuran efek ekstingsi,
yaitu kedalaman ketika cahaya yang mulai tidak tampak di dalam lapisan
medium yang keruh (Sadrakhman Zega, 2017). Turbiditas berbanding lurus
terhadap konsentrasi dan ketebalan (Yeni, 2014). Percobaan metode
turbidimetri menentukan kadar ion sulfat pada sampel dengan pemantulan
BaSO4 sebagai fase dispersi. Sebelum digunakan, turbidimeter dikalibrasi
terlebih dahulu dengan larutan standar yang turbiditasnya telah diketahui.
Metode berikutnya yaitu Automated Methylthymol Blue. Metode ini
dapat diterapkan pada air tanah, air minum, air permukaan, dan limbah cair
domestik ataupun industri. Sampel dialirkan melalui kolom sodium-form
cation-exchange untuk menurunkan ion logam dengan valensi yang banyak.
Kemudian, sampel yang mengandung sulfat direaksikan dengan larutan alkohol
dari barium klorida dan methylthymol blue (MTB) pada pH 2.5-3 sehingga
terbentuk barium sulfat. pH kemudian dinaikkan ke 12.5-13 agar barium yang
tersisa bereaksi dengan MTB. MTB yang tersisa akan berwarna abu dan sama
dengan jumlah sulfat yang terkandung dalam sampel.

4. Bentuk-Bentuk Sulfat di Alam


Seperti dijelaskan sebelumnya pada penjelasan siklus sulfur, terdapat
berbagai bentuk sulfat di alam. Ada bentuk unsur sulfur, sulfida, sulfite, sulfat,
dan sulfur organik. Sulfur organik dapat terkandung dalam protein tumbuhan,
hewan, dan zat organik buangan. Sulfat dapat ada dalam bentuk padat, cair, dan
juga gas. Sulfat dapat ditemukan di air secara alami dan merupakan salah satu
komponen terlarut paling banyak pada air hujan. Senyawa ini juga terkandung
dalam tanah dan atmosfer.

5. Pengaruh dan Dampak Sulfat terhadap Lingkungan


Sulfat merupakan hal yang dibutuhkan di lingkungan. Namun tentunya
segala hal yang berlebihan tidak baik. Berdasarkan royal.okanagan.bc.ca
terdapat empat dampak deposisi asam terhadap manusia. Dampak-dampak ini
yaitu pengasaman lautan, kerusakan hutan dan tanaman, kerusakan material
dan struktur bangunan, dan dampak terhadap kesehatan.

1. Pengasaman lautan
Lautan menjadi asam ketika kebasaannya hilang (Roth, et al., 1985).
Kapasitas penetralan asam adalah sumber basa dalam larutan, yang
berlawanan dalam perubahan pH. Dalam air bersih alami, sebagian besar
dari kapasitas penetralan asam terdiri dari ion bikarbonat. Ketika asam kuat
memasuk air yang mengandung bikarbonat, penambahan keasaman dapat
dinetralkan dengan cara bereaksi dengan bikarbonat. Kemampuan lapisan
permukaan air untuk menetralkan keasaman tentunya bervariasi.
Pengasaman permukaan air dapat dicegah jika pemasukkan kation basa
cukup dan kontak presipitasi tanah cukup lama sebelum dialirkan ke
permukaan air. (Gusnita, 2010)

2. Kerusakan hutan dan tanaman


Tiap jenis tumbuhan memiliki syarat lingkungan optimalnya masing-
masing. Ada tumbuhan yang tahan dengan suasana asam atau bahkan
membutuhkannya, tapi tumbuhan jenis ini tergolong jarang. Deposisi asam
dapat mengakibatkan keasaman tanah dan ketidakseimbangan nutrien yang
dapat merusak batang tanaman dan mengakibatkan kerusakan hutan. Walau
begitu, proses kerusakan ini terjadi dalam laju yang cukup lambat (Gusnita,
2010).

3. Kerusakan material dan struktur bangunan


Sulfat dapat menyebabkan hujan asam, yang bersifat korosif. Material
dan bangunan bisa jadi berkarat atau bahkan rusak. Selain itu, air dengan
kadar sulfat yang tinggi dapat merusak perpipaan yang digunakan untuk
distribusinya.

4. Dampak terhadap kesehatan


Deposisi asam dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker,
penyakit jantung, kelumpuhan, bronchitis, emphysema, dan asma.
Ketika air minum mengandung sulfat yang berlebihan, manusia yang
tidak terbiasa dengan kandungan sebesar itu dapat mengalami gangguan
kesehatan seperti diare dan dehidrasi. Maka dari itu, air dengan kandungan
sulfat lebih dari 400 mg/L tidak boleh digunakan untuk konsumsi bayi.
Walau begitu, dalam waktu yang cukup manusia yang lebih tua dapat
beradaptasi. Ketika dalam air minum ini terdapat sulfat, kalsium, dan juga
magnesium, airnya dapat bersifat laksatif.
Selain pada manusia, kandungan sulfat yang tinggi juga berbahaya bagi
hewan. Pada hewan muda, kadar sulfat tinggi dapat menyebabkan diare atau
bahkan kematian. Namun hewan juga dapat berdaptasi seiring berjalannya
waktu. Sulfat sendiri tidak menyebabkan dampak apapun terhadap
reproduksi dan pertumbuhan hewan.

6. Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Sulfat dalam Air


Sulfat merupakan bagian dari air secara alami. Sumber alaminya berasal
dari atmosfer, sumber geokimia, dan sumber biologis. Konsentrasi tertinggi
biasanya ada pada air tanah, dimana 30% sumber sulfatnya berasal dari
atmosfer. Kemudian banyak pula tanah dan bebatuan yang mengandung
mineral sulfat. Ketika air mengalir melalui tanah dan bebatuan tersebut,
sulfatnya dapat terlarut dalam air. Contoh beberapa mineral yang mengandung
sulfat adalah sodium sulfate, magnesium sulfate, dan calcium sulfate.
Keberadaan sulfat di air dapat disebabkan oleh limbah hasil
pertambangan. Kandungan sulfat pada limbah ini dapat mencapai 500 mg/L.
Pada keadaan ini, mineral sulfida teroksidasi melalui bantuan bakteri dan juga
reaksi kimia sehingga terbentuk asam sulfat.

2𝐹𝑒𝑆2 (𝑝𝑦𝑟𝑖𝑡𝑒) + 7𝑂2 + 2𝐻2 𝑂 → 2𝐹𝑒(𝐼𝐼 ) + 4𝑆𝑂42− + 4𝐻 +

Dengan bertambahnya kadar sulfat disertai pH rendah dan kandungan


logam yang tinggi, kualitas air di sekitar daerah pertambangan sangat rendah.

7. Standar Baku Mutu Sulfat di Indonesia


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010,
kandungan maksimal sulfat yang diperbolehkan untuk air minum adalah 250
mg/L. Ketika kadarnya melebihi batas tersebut, rasa air akan pahit atau
menyerupai obat-obatan. Baku mutu di Indonesia lebih rendah daripada baku
mutu yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) sebesar 500
mg/L. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh keadaan khusus lingkungan di
Indonesia.

8. Aplikasi Pemeriksaan Sulfat dalam Bidang Teknik Lingkungan


Sulfat merupakan salah satu parameter yang harus diperhatikan dalam
penyediaan air. Maka dari itu, data dari pemeriksaan sulfat berguna dalam
menentukan proses apa saja yang harus dilakukan untuk menurunkan
kandungan sulfat. Terdapat tiga cara untuk menurunkan kadar sulfat, yaitu
reverse osmosis, distilasi, dan ionic exchange.

• Reverse osmosis
Menurut lenntech.com, reverse osmosis adalah sistem
pengolahan air yang mengeliminasi elemen dan zat kimia yang terlarut
dalam air. Caranya adalah dengan menekan air sehingga melalui
membrane semipermeabel. Secara umum, metode ini dapat mengurangi
93-99% sulfat yang ada dalam air minum. Namun ini bergantung pada
tipe unitnya.
Pada sebuah pabrik reverse osmosis harus dilaksanakan pre-
treatment terlebih dahulu untuk mencegah kontaminasi pada membran.
Kontaminasi ini dapat disebabkan sedimen, kesadahan, zat-zat organik,
bakteri, silika, metal, atau klorin. Terdapat dua cara membersihkan
membran, yaitu dengan scaling dan fouling. Scaling adalah proses
mengasingkan partikel-partikel anorganik yang tersuspensi. Sementara
itu fouling adalah proses pengasingan partikel-partikel organik, koloid,
dan tersuspensi. Pembersihan membran lebih baik dilaksanakan secara
periodik walaupun yang harus dibersihkan hanya sedikit. Dengan
begitu, membran akan bertahan lebih lama.

• Distilasi
Untuk distilasi proses kerjanya adalah dengan mendidihkan air.
Uap yang terproduksi kemudian didinginkan lalu dikondensasi pada
kontainer terpisah. Uap yang telah terkondensasi menjadi air yang
murni dari zat-zat terlarut. Zat-zat yang terlarut, termasuk sulfat, akan
tetap terendap pada panci pendidihan. Metode ini sulit diterapkan jika
kontaminan bersifat mudah menguap, karena zatnya akan ikut menguap
lalu terkondensasi. Walaupun ada beberapa distilan yang bersifat
selektif, namun untuk benar-benar terbebas dari zat-zat mudah menguap
ini tergolong sulit.

• Ionic exchange
Ionic exchange adalah metode yang paling umum digunakan
untuk menghilangkan sulfat dalam jumlah banyak. Maka dari itu,
metode ini digunakan dalam proses pengolahan air untuk publik,
pertanian, dan komersial. Pada proses ini, sebuah elemen atau zat kimia
digantikan dengan elemen atau zat kimia lain. Pada ion exchange tidak
dibutuhkan pelarutan ataupun perubahan total ion sebelum exchange.
Bahan yang digunakan dalam proses ini adalah resin. Terdapat dua jenis
resin, yaitu jenis gel dan juga jenis macroporous. Keduanya memiliki
struktur dasar yang mirip, yaitu struktur macromolecular yang
terbentuk karena co-polymerization. Perbedaannya yaitu pada porinya.
Tipe gel memiliki pori alami yang terbatas oleh jarak antar molekul.
Sementara itu, tipe macroporous memiliki pori alami dan juga buatan,
yang terbentuk dengan menambahkan sebuah zat.

Dengan cara-cara penurunan kandungan sulfat ini, insinyur Teknik


Lingkungan dapat memilih metode dengan hasil paling memuaskan dan harga
paling sesuai. Selain metode penurunan kadar sulfat yang tepat, insinyur juga
dapat memilih material pipa yang sesuai.
III. ALAT & BAHAN
1. Alat
- Spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm
- 5 buah labu ukur 50 mL
- 1 pipet ukur 10 mL
- 1 pipet ukur 25 mL
- Magnetic Stirrer
- Timbangan Scientific
- Erlenmeyer 100 mL
- Pipet tetes
- Kertas saring
- Spatula
- Batang pengaduk
- Bulb
- Botol Semprot

2. Bahan
- Air sampel
- Air suling
- Larutan kondisi
- Larutan standar induk 100 ppm.
- BaCl2 , 2H2O
IV. CARA KERJA
• Pengujian Sampel

1. Memasukan
sampel kedalam 2. memasukan 2 mL
3. menimbang 1 gram
Erlenmeyer larutan kondisi ke
BaCl2
sebanyak 10 mL dalam Erlenmeyer
dan 25 mL

6. menuangkan
4. memasukan BaCl2 5. mengaduk larutan larutan kedalam kuvet
kedalam Erlenmeyer dalam Erlenmeyer yang sudah dibilas
dengan air suling.

_________
_________
_________
_____

8. menghitung
7. menetralkan konsentrasi dan 9. mencatat
spektofotometer absorbansi larutan absorbansi dan
dengan kuvet blanko sampel dengan konsentrasinya
spektrofotometer
• Pengujian Deret Sulfat

1. Memasukan
3. membersihkan
larutan standar 2. Menuangkan air leher labu ukur
induk sesuai suling sampai 1 cm dengan batang
volume deret pada dibawah batas tera pengaduk yang telah
labu ukur25 mL
dilapisi kertas serap

4. Menambahkah air
5. Mengambil larutan
suling dengan
sebanyak 10 mL dari 6. Menuangkan 2 mL
menggunakan pipet
hasil pengenceran larutan kondisi
tetes hingga batas
kedalam erlenmeyer
tera

9. Mengaduk larutan
7. Menimbang 1 gram 8. Memasukan BaCl2 selama 1 mneit
BaCl2 kedalam erlenmeyer dengan kecepatan
150 rpm
_________
_________
_________
_____

11. Menghitung
12. Mencatat
10. Memindahkan konsentrasi dan
konsentrasi dan
larutan kedalam kuvet absorbansinya dengan
absorbansinya
menggunakan
spektofotometri
V. DATA PENGAMATAN
Volume Sampel PPM Abs
25 mL 7 mg/l 0,177
10 mL 4 mg/l 0,102
Rata – rata 5,5 mg/l 0,139

Konsentrasi
Larutan Volume Abs
(mg/l)
25 7 0,117
Sampel
10 4 0,102
1,28 1 0,034
3,85 2 0,043
Deret 6,41 3 0,084
8,97 4 0,116
11,54 5 0,123

VI. PENGOLAHAN DATA


a. Grafik ppm vs absorbansi

Grafif ppm vs Abs


0.14
y = 0,0251x - 0,0025
0.12 0.123
0.116
0.1

0.08

0.06
0.048
0.04 0.043
0.034
0.02

0
1 2 3 4 5

Series 1 Linear (Series 1)

b. Nilai ppm dan absorbansi teori


• Nilai Abs Teori
𝑦 = 0,0251(5,5) − 0,0025 = 0,0135
• Nilai ppm Teori
0,139 − 0,0025
𝑥= = 5,438
0,0251
c. Nilai kesalahan relatif sampel
• Pada ppm
0,0135 − 5,5
𝐾𝑅 𝑝𝑝𝑚 = | | 𝑥 100% = 4,06 %
0,0135
• Pada Abs
5,438 − 0,139
𝐾𝑅 𝑎𝑏𝑠 = | | 𝑥 100% = 0,97%
5,438

d. Nilai abs teori per deret

• Nilai abs konsentrasi


𝑦 = 𝑎 (𝑥 ) − 𝑏
- X=1
𝑦 = 0,0251(1) − 0,0025 = 0,0226
- X=2
𝑦 = 0,0251(2) − 0,0025 = 0,0477
- X=3
𝑦 = 0,0251(3) − 0,0025 = 0,0728
- X=4
𝑦 = 0,0251(4) − 0,0025 = 0,0979
- X=5
𝑦 = 0,0251(5) − 0,0025 = 0,123

e. Kesalahan relative per teori


• Kesalahan relatif ppm
𝑝𝑝𝑚 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝑝𝑝𝑚 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑢𝑚
𝐾𝑅 𝑝𝑝𝑚 = | | 𝑥 100%
𝑝𝑝𝑚 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
- Ppm = 1 mg/l
0,0135 − 1
𝐾𝑅 𝑝𝑝𝑚 = | | 𝑥 100% = 7,3%
0,0135

- Ppm = 2 mg/l
0,0135 − 2
𝐾𝑅 𝑝𝑝𝑚 = | | 𝑥 100% = 14,7%
0,0135

- Ppm = 3 mg/l
0,0135 − 3
𝐾𝑅 𝑝𝑝𝑚 = | | 𝑥 100% = 22,1%
0,0135

- Ppm = 4 mg/l

0,0135 − 4
𝐾𝑅 𝑝𝑝𝑚 = | | 𝑥 100% = 29,5%
0,0135

- Ppm = 5mg/l
0,0135 − 5
𝐾𝑅 𝑝𝑝𝑚 = | | 𝑥 100% = 36,9%
0,0135

• Kesalahan relatif absorbansi


𝑎𝑏𝑠 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 − 𝑎𝑏𝑠 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑢𝑚
𝐾𝑅 𝑎𝑏𝑠 = | | 𝑥 100%
𝑎𝑏𝑠 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
- Abs = 0,034 abs

5,438 − 0,034
𝐾𝑅 𝑎𝑏𝑠 = | | 𝑥 100% = 0,9 %
5,438

- Abs = 0,043 abs


5,438 − 0,043
𝐾𝑅 𝑎𝑏𝑠 = | | 𝑥 100% = 0,99 %
5,438

- Abs = 0,084 abs


5,438 − 0,084
𝐾𝑅 𝑎𝑏𝑠 = | | 𝑥 100% = 0,98 %
5,438

- Abs = 0,116 abs

5,438 − 0,116
𝐾𝑅 𝑎𝑏𝑠 = | | 𝑥 100% = 0,97%
5,438
- Abs = 0,123 abs
5,438 − 0,123
𝐾𝑅 𝑎𝑏𝑠 = | | 𝑥 100% = 0,97%
5,438

VII. ANALISA
• Analisa Percobaan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan sulfat
(SO4) dalam air dan air limbah secara turbidimetri pada kisaran 1
mg/L sampai dengan 40 mg/L pada panjang gelombang 420 nm.
Dalam praktikum terdapat dua langkah utama yang harus dilakukan,
yang pertama yaitu pengujian sampel. Pertama memasukan sampel
kedalam Erlenmeyer sebanyak 10 mL dan 25 mL, setelah itu
memasukan 2 mL larutan kondisi ke dalam Erlenmeyer hal ini
bertujuan agar membuat suasana larutan sesuai dengan kebutuhan zat
sulfat agar bereaksi. Menimbang 1 gram BaCl 2 dan memasukannya
kedalam Erlenmeyer bertujuan agar sulfat bereaksi dan berikatan
dengan BaCl2 sehingga membentuk koloid tersuspensi. Mengaduk
larutan selama 1 menit dengan kecepatan 150 rpm bertujuan untuk
meratakan larutan , selanjutnya menuangkan larutan kedalam kuvet
yang telah dibilas dengan air suling, lalu tidak lupa menetralkan
spektofotometer dengan kuvet blanko bertujuan agar konstentrasi
pada saat awal bernilai nol. Menghitung konsentrasi dan absobansinya
larutan sampel dengan menggunakan spektorfotometri
Selajutnya langkah pengujian deret sulfat yaitu yang pertama
memasukan larutan standar induk sesuai volume deret pada 5 labu
ukur 25 mL, lalu menuangkan air suling hingga 1 cm dibawah batas
tera hal ini bertujuan agar air suling tidak melebihi batas tera.
Selanjutnya menglap leher labu ukur dengan menggunakan batang
pengaduk yang telah dilapisi dengan kertas serap bertujuan agar tidak
membengaruhi volume, lalu mentetesi air suling dengan
menggunakan pipet tetes hingga mencapai batas tera bertujuan agar
air suling yang ditambahkan presisi dan tidak melebihi batas tera.
Setelah itu mengambil 10 mL larutan hasil pengenceran kedalam
Erlenmeyer. Menuangkan 2 mL larutan kondisi, selanjutnya
menimbang 1 gram BaCl2 lalu menambahkan kedalam larutan
bertujuan agar sulfat bereaksi dan berikatan dengan BaCl 2 sehingga
membentuk koloid tersuspensi. Mengaduk larutan selama 1 menit
dengan kecepatan 150 rpm bertujuan agar larutan teraduk merata,
memindahkan larutan kedalam kuvet dan hitung konsentrasi serta
absorbansinya dengan menggunakan spektorfotometer. Tujuan dari
membuat deret yaitu untuk menguji atau mengetes konsentrasi sulfat
yang berada didalam hasil uji sampel 10 mL dan 25 mL.
• Analisa Hasil
Setelah melakukan praktikum dan pengolahan data, diperoleh
nilai konsentrasi sulfat dan absorbansi pada air sampel yang berasal
dari Danau Salam bagian inlet sebesar 5,5 mg/l dan 0,1395 Abs yang
merupakan rata – rata dari pengukuran kadar sulfat pada volume
sampel sebesar 10 ml dan 25 ml. Besarnya kadar sulfat pada air
sampel ini masih jauh di bawah batas maksimum yang diperbolehkan
untuk air baku konsumsi berdasarkan Permenkes Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 yaitu sebesar 250 mg/l. Selain pengujian
sampel, praktikan juga melakuka pengujian larutan induk 100 ppm
yang dijadikan sebagai pembanding dalam pembuatan deret sulfat.
Berdasarkan perhitungan dengan formulasi V1.N1=V2.N2, dimana V1
adalah volume deret yang akan diuji, N1 adalah konsentrasi larutan
induk sebesar 39 ppm, V2 adalah volume larutan pada Erlenmeyer
yaitu sebanyak 50 ml, dan N2 adalah variasi konssentrasi deret yaitu
sebesar 2 mg/l, 4 mg/l, 6 mg/l, 8 mg/l, dan 10 mg/l. Setelah melalui
proses perhitungan, diperoleh volume deret sebesar 1,28 ml, 3,85 ml,
6,41 ml, 8,97 ml, dan 11,54 ml. Volume deret tersebut kemudian diuji
kadar sulfatnya dan diperoleh hasil sebesar 1 mg/l, 2mg/l, 3mg/l,
4mg/l, dan 5mg/l dengan absorbansi pada rentang 0,034 Abs sampai
0,123 Abs. berdasarkan hasil yang diperolah, teramati bahwa semakin
besar volume larutan induk yang digunakan dalam pengujian, maka
nilai konsentrasi sulfat yang diperoleh juga semakin besar. Nilai sulfat
hasil pengujian deret ini juga masih berada di bawah batas maksimum
konsentrasi sulfat pada pengujian air sampel yaitu sebesar 7 mg/l.
Besarnya kadar sulfat pada air sampel Danau Salam yang tergolong
rendah dipengaruhi oleh keberadaan oksigen terlarut dan nitrat pada
perairan tersebut yang tergolong tinggi sehingga proses katalisasi
oksidasi biokimia oleh bakteri anaerob berkurang dan keberadaan
sulfat sebagai akseptor elektronnya tidak dibutuhkan. Berdasarkan
perhitungan kesalahan relatif pada tiap – tiap pengujian deret,
diperoleh kesalahan relatif percobaan sebesar 7.3%, 14.7%, 22.1%,
29.5%, dan 36.9% untuk tiap ppm dan 0.9%, 0.99%, 0.98%, 0.97%,
dan 0.97% untuk masing-masing absorbansi.

• Analisa Grafik

Berdasarkan pengujian deret sulfat, diperoleh hasil berupa


konsentrasi dan absorbansi dari tiap – tiap deret yang kemudian
divisualisasikan dalam bentuk grafik yang memiliki persamaan garis
yaitu y = 0.0251x – 0.0025. Grafik yang menunjukan hubungan antara
konsentrasi dan absorbansi sulfat menunjukan hubungan yang
berbanding lurus, dimana semakin besar konsentrasi sulfat pada suatu
sampel air, maka absorbansi dari air sampel tersebut juga semakin
besar.

• Analisa Kesalahan

Kesalahan – kesalahan yang terjadi selama proses praktikum


berlangsung yang dapat mempengaruhi besarnya kesalhan relatif dan
akurasi data yang diperoleh antara lain :
1. Pembacaan miniskus pada proses pengukuran volume yang
digunakan untuk tiap – tiap jenis larutan yang tidak teliti sehingga
volume larutan tidak berada pada nilai yang seharusnya.
2. Proses penimbangan BaCl2.2H2O pada timbangan scientific
tidak presisi pada nilai sebesar 1 gram
3. Proses pembubuhan BaCl2.2H2O pada Erlenmeyer yang kurang
optimal, sehingga bubuk BaCl2.2H2O masih ada yang menempel pada
leher tabung.
4. Lamanya waktu pengadukan pada magnetic stirrer yang kurang
tepat berada pada durasi selama 1 menit sehingga larutan tidak
tercampur secara sempurna
5. Proses sterilisasi kuvet sesaat sebelum dimasukkan larutan dan
sebelum diunakan pada alat spektrofotometer yang tidak dilakukan
secara optimal sehingga maish terdapat debu, sidik jari, atau kotoran
lainnya pada permukaan kuvet dan dapat mempengaruhi validasi
pembacaan konsentrasi dan absorbansi pada alat.

VIII. KESIMPULAN
1. Nilai konsentrasi dan absorbansi pada air sampel Danau Salam bagian inlet
adalah sebesar 5,5 mg/l dan 0,1395 Abs
2. Air Danau Salam masih dinyatakan layak sebagai air baku konsumsi
berdasarkan Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 ditinjau dari batas
maksimum kadar sulfat pada air yaitu sebesar 250 mg/l
3. Hubungan konsentrasi dengan absorbansi pada deret sulfat menunjukan
kecenderungan yang berbanding lurus
4. Besarnya nilai kadar sulfat pada air sampel Danau Salam yang tergolong rendah
dipengaruhi oleh keberadaan oksigen terlarut dan nitrat pada perairan tersebut
yang tergolong tinggi sehingga proses katalisasi oksidasi biokimia oleh bakteri
anaerob berkurang dan keberadaan sulfat sebagai akseptor elektronnya tidak
dibutuhkan.

IX. DAFTAR PUSTAKA

epa.gov
lenntech.com
pubchem.ncbi.nlm.nih.gov
Anonim. (2015). Siklus Sulfur.
Gusnita, D. (2010). Deposisi Asam dan Dampaknya terhadap Lingkungan. Jurnal
LAPAN.
Kaplan, I. R. (1972). The Encyclopedia of Geochemistry and Environmental
Sciences. New York: Van Nostrand Reinhold.
Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Analitik. Jakarta: UI-Press.
Sadrakhman Zega, M. A. (2017). Penentuan Kadar Sulfat dengan Teknik
Turbidimetri. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Sari, E. J. (2008). Penentuan Kadar Sulfat dalam Air Bersih Secara Spektrofotometri
UV-Visible di Perumahan PT INALUM Tanjung Gading. USU Repository.
Sutrisno, C. T. (2006). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Utami, A. R. (2017). Verifikasi Metode Pengujian Sulfat dalam Air dan Air Limbah
Sesuai SNI 6989.20 : 2009. Jurnal Teknologi Proses dan Inovasi Industri.
Yeni. (2014). Analisis Kadar Deterjen Anionik Nals dengan Metode Turbidimetri
Menggunakan Reagen CPC (Cetylpiridium choloride). Jurnal Sains dan
Teknologi.

Anda mungkin juga menyukai