Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LINGKUNGAN

KEKERUHAN

(METODE NEFELOMETRI)

KELOMPOK V

Dyah Safira Putri K. 1706042592

Rafi Muhammad 1706042390

Salsya Thabrani 1706042592

Asisten Praktikum : Indi Azmi R. Amalia

Tanggal Praktikum : 4 Maret 2019

Nilai :

Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNIK PENYEHATAN LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2019
I. TUJUAN
Untuk menetapkan kekeruhan air pada sampel Danau Kenanga Inlet UI dengan
turbidimeter berdasarkan metode nefelometri. Commented [IARA1]: Kekeruhan air pada sampel Danau
Kenanga Inlet UI-…..

II. DASAR TEORI


1. Definisi Kekeruhan
Kekeruhan merupakan kondisi dari sebuah air yang dinilai tidak
mempunyai nilai kejernihan. Padahal kejernihan air ini adalah faktor penting
dalam menghasilkan produk yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia dan
juga kebutuhan pabrik. Kejernihan dari sebuah badan air alami adalah variabel
penting untuk menentukan kondisi dan produktivitas dari air tersebut.
Kekeruhan dapat disebabkan oleh berbagai macam material tersuspensi dan
koloid seperti tanah liat, pasir, dan lumpur. Kekeruhan adalah reaksi dari optik
atau sumber cahaya yang saat terkena partikel penyebab kekeruhan dalam
sebuah air akan menyebabkan cahaya tersebar dan diserap daripada
ditransmisikan tanpa perubahan arah ataupun tingkat fluks yang melalui
sampel. Korelasi dari kekeruhan dengan berat atau konsentrasi jumlah partikel
dari zat tersuspensi sulit ditentukan karena bentuk, ukuran, dan indeks bias
partikel mempengaruhi sifat hamburan cahaya penangguhan.

2. Sumber Kekeruhan
Material penyebab kekeruhan berasal dari semua tempat yang dilewati
aliran air dimulai dari hulu hingga ke hilir. Di sungai es dan danau yang
memiliki banyak gletser, kekeruhan disebabkan oleh partikel batuan koloidal
yang merupakan hasil dari pemecahan gletser, seperti yang terlihat di Glacier
National Park, Montana, USA. Pada aliran sungai yang berangkat dari daerah
pegunungan menuju ke daratan, kekeruhannya berasal dari pertanian dan
kegiatan lainnya yang bertujuan mengubah dan mengganggu bentuk tanah
aslinya. Dalam keadaan banjir, dalam jumlah besar bagian atas tanah akan
terbawa sampai ke sungai yang menerima banjir tersebut. Selanjutnya sungai
mengalir menuju laut, mereka melewati daerah perkotaan dimana banyak
limbah industri dan domestik, yang telah diolah maupun belum diolah. Material
organik dan anorganik dibawa oleh limbah tersebut dan juga dari pembersihan
jalan. Material organik yang dibawa menjadi makanan bagi bakteri yang
membuat mereka tumbuh dan berkembang. Sedangkan, material anorganik
seperti nitrogen dan fosfor merupakan faktor pertumbuhan dari alga. Kedua
material tersebut secara tidak langsung berkontribusi dalam penambahan
kekeruhan air.

3. Metode Penentuan Kekeruhan


Kekeruhan dalam air standar awalnya dihitung dengan menggunakan
silika dengan ketentuan:
1 mg SiO2/L = 1 unit turbidisitas
Standar di atas selanjutnya digunakan untuk mengalibrasi alat bernama Jackson
candle turbidimeter yang kemudian dijadikan alat standar untuk mengukur
turbidisitas. Tetapi alat ini dinilai tidak memiliki penghitungan yang akurat
karena metodenya yang terlihat kasar, dimana alat ini mengukur kekeruhan
dengan mengukur kedalaman suspensi yang melewati garis luar sebuah api dari
lilin yang baru saja hilang, Selain itu juga, turbidisitas yang paling rendah yang
dapat dibaca alat ini adalah 25 Jackson Turbidity Unit (JTU). Karena itu, alat
ini tidak dijadikan lagi sebagat alat standar perhitungan turbidisitas dan
digantikan dengan alat yang menggunakan prinsip nefelometri. Selain itu, silika
yang tadinya digunakan sebagai material referensi untuk menentukan
kekeruhan digantikan dengan polimer formazin. Perbedaan prinsip Jackson
candle turbidimeter dengan nefelometri cukup sama untuk beberapa bagian.
Keduanya sama-sama menggunakan sumber cahaya sebagai pembacaan
kekeruhan sebuah air. Pada Jackson candle turbidimeter, yang diukur adalah
interferensi terhadap cahaya pada garis lurus, sedangkan nefelometri mengukur
cahaya yang tersebar oleh partikel. Sehingga sekarang kebanyakan turbidimeter
berprinsip kepada nefelometri. Menurut (Diliana, 2014) metode pengukuran
turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu:
a. Pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap
intensitas cahaya yang datang.
b. Pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman dimana cahaya mulai tidak
tampak di dalam lapiran medium yang keruh
c. Instrumen pengukur perbandingan Tyndall disebut sebagai Tyndall meter.
Dalam instrument ini intensitas diukur secara langsung, sedangkan pada
nefelometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standar.

Gambar 1 Perbedaan prinsip Jackson Candle Turbidimeter dengan Nefelometer

4. Penyebab Kekeruhan Air


Kekeruhan air lazim disebabkan oleh pencemaran air yang terjadi pada suatu
wilayah. Pencemaran air biasanya disebabkan oleh limbah cair yang tidak
diolah dengan baik dan biasanya bersumber dari pemukiman, industri,
pertanian, dan perkebunan. Air dikatakan keruh jika mengandung banyak
partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang
berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan meliputi
tanah liat, endapan (lumpur), dan material organik dan anorganik yang terbagi
dalam butir-butir halus, campuran warna organik yang bisa dilarutkan,
plankton, dan jasad renik. Material organik berupa algae dan bakteri dalam
jumlah berlebih akan memenuhi suatu badan air sehingga menimbulkan
kekeruhan. Selain itu kegiatan manusia yang mengganggu tanah, seperti
konstruksi dan pertambangan dapat menghasilkan tingkat kekeruhan yang
sangat tinggi.

5. Faktor Yang Berkaitan Dengan Kekeruhan


Berikut adalah faktor-faktor yang berkaitan dan berdampak langsung pada
kekeruhan suatu badan air.

Suhu
Ikan adalah makhluk hidup berdarah dingin dan mempunyai suhu tubuh yang
sama dengan suhu lingkungannya, sehingga suhu adalah faktor penting bagi
kehidupan ikan. Suhu air akan memberi kesan terhadap aktivitas, makan, dan
pembiakan ikan serta dapat berperan dalam menentukan jumlah gas (oksigen,
karbondioksida, nitrogen, dll) yang terlarut dalam air. Suhu juga berperan
dalam proses stratifikasi thermal. Air yang mempunyai suhu lebih dingin akan
lebih berat daripada air yang bersuhu panas, sehingga perbedaan suhu ini
menyebabkan air tidak dapat bercampur. Hujan lebat yang terus menerus dapat
memecahkan proses stratifikasi termal ini dan air dibagian bawah empangan
akan bercampur dengan air permukaan, menyebabkan hal yang paling
berbahaya yaitu kematian secara masal.
Karbondioksida
Ada beberapa tingkatan karbondioksida yang harus diperhatikan dalam
ekosistem perairan. Jika kandungan CO2 berada pada tahap 10 mg/L dan pada
masa yang sama kandungan oksigen di dalam air tinggi, maka tidak
mendatangkan kesan kepada kehidupan ikan. Dilihat dari air kolam yang
merupakan tempat perkembang biakan ikan secara normal memiliki kandungan
CO2 sekitar < 5 mg/L. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengontol
kandungan CO2 dalam air. Cara pertama dalah dengan memberikan
pengudaraan atau aeration yaitu pembebasan CO2 ke udara. Cara kedua adalah
menambah senyawa karbonat seperti CaCO3 atau Na2CO3. Cara ini akan
menghilangkan CO2 dari air dan menyimpannya dalam bentuk karbonat atau
bikarbonat, yang selanjutkan akan berkaitan dengan alkalinitas.

Blooming Plankton
Fenomena ini terjadi akibat ledakan (banyak, secara massif) perkembangan
yang begitu cepat dari sejenis fitoplankton yang dapat menyebabkan perubahan
warna dan konsentrasi air secara drastic, kematian massal biota laut, perubahan
struktur komunitas ekosistem perairan, bahkan keracunan dan kematian pada
manusia. Kemudian karena banyaknya jumlah fitoplankton akan berkontribusi
langsung terhadap pertumbuhan alga menimbulkan eutrofikasi yang
berdampak langsung terhadap kekeruhan suatu badan air.

6. Standar Baku Mutu Kekeruhan di Indonesia


Standar baku mutu mengenai kekeruhan di Indonesia diatur dalam:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2017
tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus
Per Aqua, dan Pemandian Umum. Higiene sanitasi adalah air yang
dibutuhkan untuk pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan
sikat gigi, serta untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan, dan
pakaian. Kadar maksimum kekeruhan yang diperbolehkan untuk keperluan
higiene sanitasi adalah sebesar 25 NTU. Sedangkan, air yang
diperuntukkan untuk sarana kolam renang dan SPA (indoor atau outdoor)
adalah air dengan batas kekeruhan maksimum 0,5 NTU
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 tahun 2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Dalam peraturan ini, kekeruhan
menjadi parameter yang wajib dipenuhi dengan kadar maksimum 5 NTU.

7. Dampak Kekeruhan
Tingkat turbidisitas yang dimiliki suatu perairan akan memiliki dampak
terhadap lingkungan sekitarnya.

Terhadap Manusia
Kekeruhan suatu badan air secara langsung merupakan dampak negatif dari
terjadinya pencemaran air. Pencemaran air sekarang marak disebabkan oleh
banyak hal, termasuk limbah cair yang bersumber dari pemukiman, industri,
pertanian, perkebunan, dll. Air yang tercemar tersebut kemudian berperan
sebagai media untuk hidup mikroba pathogen, sarang insekta penyebar
penyakit, dan media untuk hidup vektor penyakit. Semua penyakit yang
disebabkan oleh air yang tercemar ini disebut dengan waterborne diseases.
Banyak orang yang cenderung was-was terhadap air yang mereka minum setiap
hari. Walaupun telah diolah sedemikian rupa menggunakan bahan kimia yang
efektik untuk memberantas bakteri dan kuman yang sebelumnya ada, tetapi
tetap saja ada kemungkinan bagi sebuah bakteri pathogen untuk lolos dari
filtrasi.

Terhadap Ekosistem Perairan


Ekosistem perairan terdiri dari berbagai macam jenis, yaitu berupa ekosistem
sungai, ekosistem muara, dan ekosistem laut. Pada ekosistem sungai, dimulai
dari mata air menuju aliran air yang tingkat turbidisitasya masih kecil sehingga
tidak terlihat dampak yang berarti. Lalu, aliran sungai semakin menuju ke
muara, semakin tinggi tingkat turbidisitasnya. Umumnya turbiditas tersebut
disebabkan oleh komunitas algae, bakteri, jamur (fungi), dan protozoa, serta
material organik dan anorganik lainnya. Sehingga tingkat kekeruhan air pada
ekosistem perairan berdampak pada banyak atau sedikitnya cahaya matahari
yang bisa masuk ke dalam suatu aliran sungai. Semakin keruh suatu badan air,
maka semakin menghambat sinar matahari untuk masuk ke dalam air. Cahaya
matahari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan metabolisme dari suatu
makhluk hidup, sehingga untuk dampaknya bagi makhluk hidup yang berada
pada kedalaman tertentu akan sangat terasa. Peningkatan konsentrasi padatan
tersuspensi sebanding dengan peningkatan konsentrasi kekeruhan dan
berbanding terbalik dengan jumlah sinar matahari (Diliana, 2014). Secara
ekologis, semakin tinggi kekeruhan maka daya penetrasi cahaya matari ke
dalam perairan semakin menurun dan berefek kepada menurunnya
produktivitas primer akibat dari terhambatnya proses fotosintesis fitoplankton.

8. Pemanfaatan Data Kekeruhan di Bidang Teknik Lingkungan


Pemanfaatan data kekeruhan di bidang teknik lingkungan sangat penting dan
dibutuhkan dalam bidang sistem persediaan air. Selain itu juga data kekeruhan
berguna dalam bidang pengolahan limbah domestik dan industri.

Sistem Persediaan Air


Informasi mengenai data kekeruhan yang bervariasi pada pasokan air baku
adalah hal penting yang utama bagi pengelola instalasi pengolahan air. Mereka
dapat menentukan apakah sebuah pasokan air membutuhkan pengolahan
khusus dengan proses koagulasi (secara kimiawi) dan filtrasi sebelum dijadikan
sebagai pasokan air publik. Beberapa kota besar di Amerika Serikat, seperti
New York, Boston, dan San Fransisco mempunyai banyak pasokan air yang
berasal dari dataran tinggi dan pegunungan yang dimana tingkat kekeruhannya
cukup kecil sehingga tidak membutuhkan pengolahan selain dari klorinasi,
walaupun mungkin kondisi ini akan berubah seiring meningkatnya konsentrasi
dari patogen yang berupa protozoa. Klorinasi adalah salah satu bentuk
desinfektan yang dapat menurunkan jumlah dari beberapa jenis bakteri yang
terkandung dalam suatu pasokan air. Pasokan air yang berasal dari sungai
biasanya membutuhkan proses flokulasi kimiawi karena tingkat kekeruhan
yang tinggi. Flokulasi adalah proses pembentukan flok dan berkaitan erat
dengan koagulasi. Jadi, secara keseluruhan data pengukuran kekeruhan
dibutuhkan untuk menentukan keefektifan dari sebuah pengolahan terhadap
perbedaan dari beberapa bahan kimia yang digunakan serta dosis yang
dibutuhkan. Dari data tersebut, dapat diseleksi jenis desinfektan yang kurang
efektif dan tidak ekonomis, sehingga setelah itu dapat didesain fasilitas yang
tepat untuk membentuk dan menyimpan bahan kimia tersebut. Data kekeruhan
juga dapat membantu mengukur jumlah bahan kimia yang dibutuhkan setiap
harinya agar operasi pengolahan berjalan dengan baik. Selain itu, data ini bagi
air yang telah diendapkan sebelum filtrasi berguna untuk mengendalikan dosis
bahan kimia sehingga dapat mencegah dari filtrasi rapid sand yang berlebihan.
Yang terakhir, data kekeruhan pada air yang sudah difiltrasi untuk mengecek
jika ada filter yang tidak bekerja dan untuk menyesuaikannya dengan
persyaratan yang tertera pada peraturan.

Pengolahan Limbah Domestik dan Industri


Limbah domestik dan industri yang berisi padatan tersuspensi harus
dihilangkan terlebih dahulu, karena jika tidak akan menyebabkan gumpalan
yang akan merepotkan jika gumpalan tersebut berada dalam pipa dan akhirnya
menyumbat saluran limbah. Sehingga dibutuhkan proses penghilangan padatan
tersuspensi yang sebenarnya membutuhkan waktu yang lama dan dosis yang
diberikan tidak sama setiap waktunya. Disinilah data kekeruhan berperan
penting yaitu dengan mengetahui apa saja penyebab kekeruhan di suatu
pasokan air, sehingga dapat menentukan jumlah minimum dari suatu bahan
kimia desinfektan untuk mendapatkan hasil yang berkualitas dan efektik.

9. Pengolahan Untuk Menghilangkan Kekeruhan


Ada beberapa proses yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kekeruhan
dari suatu badan air yaitu dimulai dari proses pengendapan (koagulasi) dengan
menambahkan bahan aditif berupa koagulan seperti tawas (Al2(SO4)3) dan
setelah itu melakukan proses penyaringan (filtrasi). Selain itu dapat juga
dilakukan proses pengendapan secara alami (sedimentasi) dengan cara
membiarkan/mendiamkan maka air yang mengandung lumpur kasar maupun
halus akan perlahan-lahan mengendap. Proses penyaringan menggunakan rapid
sands filter yang efektif untuk menghilangkan kekeruhan.

10. Hubungan Kekeruhan Dengan DO dan Warna


DO atau dissolved oxygen yang berarti oksigen terlarut, adalah parameter kimia
air yang terpenting di dalam akuakultur. Kandungan oksigen yang rendah akan
mengakibatkan kematian ikan yang banyak, secara langsung atau tidak
langsung. Tanpa adanya oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air
tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi
senyawa organic dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfer atau dari
reaksi fotosintesis algae, yang berujung kurang efisien karena akan digunakan
kembali oleh algae untuk proses metabolism pada saat tidak ada cahaya.
Hubungannya dengan kekeruhan adalah semakin tinggi kekeruhan suatu badan
air, menyulitkan cahaya matahari untuk masuk ke dalam air, sehingga oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh ikan dan mikroorganismer air untuk berkembang
dipakai oleh algae. Karena itulah berkembangnya algae secara massif dapat
menyebabkan kekeruhan dalam badan air. Kekeruhan adalah parameter fisik
yang dapat dilihat dari bentuk pencemaran air, begitu juga dengan warna.
Kekeruhan identik dengan warna, seperti contohnya pada fenomena kekeruhan
akibat Red Tide atau Blooming Plankton akan menyebabkan perubahan warna
air laut dari hijau biru menjadi merah, merah kecoklatan, hijau, atau kuning
hijau.

III. ALAT & BAHAN


1. Alat
 Turbidimeter
 Kuvet Turbidimeter
 Botol semprot
 Gelas ukur
 Beaker glass
 Pipet ukur 5 ml dan 10 ml
 Bulb

2. Bahan
 Larutan sampel
 Air suling

IV. CARA KERJA


1. Prosedur Tanpa Pengenceran
a. Membersihkan b. Mengisi kuvet c. Menutupkan kuvet
kuvet turbidimeter turbidimeter dengan air dan menghomogenkan
dengan air suling suling air sampel pada kuvet
turbidimeter

d. Mengelap kuvet e. Memasukkan kuvet ke f. Mendiamkan kuvet


dengan tisu turbidimeter dan selama 30 detik dan
mengukur menghitungnya kembali
turbidisitasnya

2. Prosedur Dengan Pengenceran


Dengan cara
V1 x N1 = V2 x N2

a. Menghitung volume b. Menuangkan x mL c. Mengencerkan


yang dibutuhkan sampel yang dibutuhkan sampel dengan air
suling

f. Melakukan
e. Mengulangi langkah ‘c’
kembali prosedur ini
sampai ‘f’ pada prosedur
untuk pengenceran
tanpa pengenceran
lainnya.
d. Menuangkan
larutan sampel yang
telah diencerkan ke
kuvet

V. DATA PENGAMATAN
Nilai kalibrasi alat (menggunakan air suling) = 0.3 NTU

Tanpa Pengenceran
Jenis Nilai Pengukuran ke- (dalam NTU) Nilai rata-rata
Larutan I II III (dalam NTU)
Air sampel 16,2 16 15,8 16

Dengan Pengenceran
Faktor Nilai Pengukuran ke- (dalam NTU) Nilai rata-rata
Pengenceran I II III (dalam NTU)
2x 8,49 8,34 8,19 8,34
4x 3,98 4,00 4,01 3,99
6x 2,72 2,65 2,80 2,73
8x 1,97 1,91 1,89 1,92
10x 1,71 1,57 1,66 1,64

VI. PENGOLAHAN DATA


Kekeruhan (NTU) = A x Fp
dengan pengertian:
A = nilai pengukuran yang terbaca di Turbidimeter
Fp = Faktor pengenceran

Maka untuk setiap faktor pengenceran, kita akan mendapat nilai total
kekeruhannya yaitu:

Faktor Nilai Nilai akhir


Pengenceran (Fp) Pengukuran (A) kekeruhan
2 8,34 16,68
4 3,99 15,96
6 2,73 16,38
8 1,92 15,36
10 1,64 16,4
Grafik antara faktor pengenceran dengan nilai
kekeruhannya
16.8
16.6
Nilai kekeruhan (NTU)

16.4
16.2
16
y = -0.058x + 16.504
15.8 R² = 0.1274

15.6
15.4
15.2
0 2 4 6 8 10 12
Faktor pengenceran

Sehingga dari data di atas, dapat dibuat grafik hubungan faktor pengenceran
dengan nilai kekeruhannya

y = -0.058x + 16,504
y teori = b = 16,504
yteori − ypraktikum
Kesalahan relatif = | | × 100%
yteori

Faktor Nilai kekeruhan Kesalahan


Pengenceran (Fp) saat praktikum Relatif
2 16,68 1,07%
4 15,96 3,30%
6 16,38 0,75%
8 15,36 6,93%
10 16,4 0,63%
VII. ANALISA
 Analisa Percobaan
Percobaan yang bertujuan untuk mengukur nilai kekeruhan suatu sampel air
ini membutuhkan alat-alat dan bahan seperti turbidimeter, kuvet turbidimeter,
beaker glass, gelas ukur, dan botol semprot sebagai tempat air suling (aquades),
serta larutan yang akan diuji dan tisu. Turbidimeter adalah alat yang berprinsip
kerja seperti nefelometri, yaitu dengan menangkap hamburan cahaya dari
partikel-partikel suspense atau koloid di dalam larutan sampel, dari sumber
cahaya dengan sudut 90o.
Terdapat dua prosedur pelaksanaan yang harus dilakukan, yaitu prosedur
tanpa pengenceran dan prosedur dengan pengenceran. Sebelum praktikan
memulai prosedur percobaan, praktikan terlebih dahulu mengalibrasi alat
turbidimeter dengan cara membaca nilai kekeruhan pada air suling yang telah
dimasukkan ke dalam kuvet. Setelah itu memulai prosedur tanpa pengenceran
yaitu dengan awalan membersihkan kuvet dengan air suling. Setelah itu,
memasukkan larutan sampel ke dalam kuvet dan kemudian dihomogenkan.
Kuvet dihomogenkan dengan tujuan agar partikel-partikel yang ada di larutan
sampel tersebut menyebar ke seluruh dimensi kuvet. Lalu kuvet dilap dengan tisu
agar di badan kuvet tidak ada sidik jari praktikan yang membekas, hal ini untuk
mencegah kesalahan saat pembacaan nilai turbidisitasnya. Kuvet yang sudah
dilap dapat dimasukkan ke dalam turbidimeter dan kemudian dibaca, didiamkan
30 detik dan dibaca lagi sampai tiga kali. Larutan sampel tersebut didiamkan agar Commented [IARA2]: Fungsi didiamkan

partikel-partikel penyebab kekeruhan perlahan membentuk endapan sehingga


dari hasil pembacaannya akan terlihat perbandingan antara larutan yang
dihomogenkan dengan yang tidak. Pengulangan pembacaan dilakukan agar
mendapat variasi data menuju hasil yang akurat.
Prosedur berikutnya adalah dengan melakukan pengenceran terhadap larutan
sampel. Dimulai dengan menghitung volume larutan sampel yang dibutuhkan,
menggunakan rumus V1 x N1 = V2 x N2 sehingga untuk melakukan pengenceran
berturut-turut 2x, 4x, 6x, 8x, dan 10x volume air sampel yang didapat berturut- Commented [IARA3]: Tujuan dilakukan pengujian deret
pada larutan
turut sebanyak 50 mL, 25 mL, 16,7 mL, 12,5 mL dan 10 mL. Deret pengenceran
tersebut diuji untuk dilihat hubungannya antara faktor pengenceran dengan nilai
kekeruhan yang didapat. Selain itu, pengenceran sampel juga berfungsi untuk
melihat tingkah laku partikel penyebab kekeruhan, karena semakin larutan
sampel tersebut diencerkan, seharusnya partikel-partikel tersebut semakin
menyebar ke seluruh area. Langkah berikutnya adalah memasukkan air sampel
ke dalam gelas ukur sebanyak volume yang telah dihitung sebelumnya. Air Commented [IARA4]: Kenapa dimasukkan ke gelas ukur
dulu? jelasin
sampel tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur karena gelas ukur memiliki
skala dengan tingkat ketelitian yang cukup sehingga volume larutan sampel dapat
di baca untuk melakukan pengenceran. Setelah itu ditambahkan air suling sampai
total air sampel dan air suling mencapai 100 mL. Larutan kemudian
dihomogenkan dan dilap, kemudian dimasukkan ke dalam turbidimeter untuk
dihitung nilainya. Nilai turbidimeter saat pembacaan larutan yang sudah
diencerkan harus diperhatikan dengan baik-baik, karena nilainya jika dikalikan
dengan faktor pengencerannya hasilnya tidak boleh sangat jauh dari nilai yang
terbaca saat belum diencerkan. Jika, nilainya terlampaui sangat jauh maka
prosedur harus dimulai dari awal memulai pengenceran.

 Analisa Hasil
Hasil yang didapat adalah berupa nilai kekeruhan yang terbaca di
turbidimeter. Pada kedua prosedur, tanpa pengenceran ataupun dengan
pengenceran, semuanya mempunyai banyak variasi data 3 buah. Untuk data
tanpa pengenceran didapat nilai rata-rata kekeruhan air sampel sebesar 16 NTU.
Lalu dengan pengenceran, nilai kekeruhan yang didapat setelah dikalikan dengan
faktor pengencerannya dari 2x, 4x, 6x, 8x, dan 10x, berturut-turut adalah 16,68
NTU; 15,96 NTU; 16,38 NTU; 15,36 NTU; dan 16,4 NTU.
Dari hasil tersebut, terbentuk grafik hubungan antara faktor pengencerannya
dengan nilai kekeruhannya yang menunjukkan bahwa hubungan dari keduanya
adalah berbanding lurus. Artinya, semakin besar faktor pengencerannya maka
akan semakin kecil nilai kekeruhan yang dibaca oleh turbidimeter. Hal ini karena
semakin larutan sampel tersebut diencerkan, maka volume larutan sampel juga
semakin sedikit yang dibutuhkan dibandingkan volume air suling, sehingga
kadar kekeruhan akan semakin kecil terbaca oleh turbidimeter. Commented [IARA5]: 1.Jelasin grafik hubungannya
hasilnya kaya gimana,
Berdasarkan Standar Baku Mutu Kekeruhan di Indonesia, dengan nilai 2. jelasin kesalahan realtif nya. Kalua dia besar berarti
kenapa, kalau KR nya kecil berarti gimana
turbiditas yang dimiliki sampel, yaitu sekitar  16 NTU, berarti air pada sampel 3.Jelasin nilai turbiditas sampel yang didapatkan,
berdasarkan BML
ini tidak boleh dijadikan sebagai sumber air minum dan ataupun dijadikan
sebagai sarana kolam renang dan air SPA, tetapi masih bisa digunakan untuk
keperluan sanitasi setiap hari khususnya untuk mencuci.

 Analisa Kesalahan
Berdasarkan grafik yang dibuat, praktikan dapat menghitung nilai kekeruhan
teoritis yang kemudian dijadikan tumpuan untuk menghitung nilai kesalahan
relatif saat melakukan prosedur penghitungan kekeruhan dengan pengenceran.
Kesalahan relatif yang didapat saat faktor pengenceran 2x, 4x, 6x, 8x, dan 10x
berturut-turut adalah 1,07%; 3,30%; 0,75%; 6,93%; dan 0,63%. Kesalahan
diperkirakan terjadi karena kurangnya tingkat akurasi saat pengenceran dan
larutan yang sudah berada di dalam kuvet kurang terhomogenkan. Kesalahan
relatif yang tinggi didapat saat sedang faktor pengenceran 4x, yaitu sebesar
6,93% dan kesalahan relatif paling kecil didapat saat sedang melakukan faktor
pengenceran 10x, yaitu sebesar 0,63%. Kesalahan relatif yang besar berarti
kemungkinan volume pengenceran kurang akurasi, atau saat menghomogenkan
sampel tidak semuanya terhomogenkan, selain itu bisa juga pengaruh kuvet yang
digunakan berbeda, sehingga ada kemungkinan salah satu kuvet tidak
dibersihkan dengan baik dan benar sehingga meninggalkan residu dari partikel
kekeruhan larutan sebelumnya.

VIII. KESIMPULAN Commented [IARA6]: Cantumin juga treatment yang


dilakukan untuk mengurangi kekeruhan pada air
Kesimpulan yang didapat berdasarkan praktikum mengenai kekeruhan ini adalah:
1. Semakin banyak partikel tersuspensi atau koloid pada sebuah larutan semakin
tinggi nilai NTU.
2. Semakin tinggi faktor pengenceran, semakin kecil nilai turbiditasnya.
3. Sesuai Permenkes No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum, kadar maksimum untuk kekeruhan adalah 5 NTU dan sesuai
Permenkes no. 32 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Persyaratan
Kesehatan Air, kadar kekeruhan maksimum adalah 25 NTU untuk sanitasi dan
0,5 NTU untuk sarana umum perairan seperti kolam renang. Sedangkan air
sampel yang diuji memiliki 16 NTU yang berarti air sampel tersebut tidak boleh
dijadikan air minum dan tidak bisa dijadikan sebagai sarana perairan seperti
kolam renang, tetapi dapat digunakan untuk keperluan sanitasi seperti untuk
pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan sikat gigi.
4. Kekeruhan dalam air dapat diatasi dengan proses pengendapan alami
(sedimentasi), proses koagulasi dengan penambahan tawas sebagai koagulan,
dan proses filtrasi menggunakan rapid sand filter.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Sawyer, Claire. dkk. (2002). Chemistry for Environmental Engineering and
Science 5th Edition. McGraw-Hill Education:
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 32 tahun 2017 tentang Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan
Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum.
Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater 18th
Edition. (1992). Bagian 2130 mengenai Kekeruhan. Washington, DC: American
Public Health Association.
Myre, Elizabeth. Shaw, Ryan. (2006). The Turbidity Tube: Simple and
Accurate Measurements of Turbidity in the Field. Michigan Technological
University: Department of Civil and Environmental Engineering.
Diliana, Sona Yudha. (2014). Pengaruh Kekeruhan terhadap Ekossistem
Perairan. Jatinangor: Uiversitas Padjajaran.
Warlina, Lina. (2004). Pencemaran Air: Sumber, Dampak, dan
Penanggulangannya).

X. LAMPIRAN
a. Bagan salah
b. Bagan benar
c. Mindmap

Anda mungkin juga menyukai