Anda di halaman 1dari 15

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PESERTA

DIDIK DALAM PEMBELAJARAN MELALUI


DISCOVERY LEARNING METODE EKSPERIMEN
PADA PESERTA DIDIK KELAS X IPA 2 DI SMA
LABSCHOOL CIBUBUR

PROPOSAL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Disusun Oleh:

ALMAHSUN
18026518410258
S22018 – 184 – FISIKA KELAS A

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU DALAM


JABATAN
(PPG DARING)
2018
A. PENDAHULUAN
A.1. Latar Belakang
Ketika mengajar di kelas X IPA 2 SMA Labschool Cibubur, pendidik
(peneliti) memperhatikan kurangnya prestasi belajar peserta didik dengan
melihat hasil beberapa hasil Penilaian Harian yang telah dilakukan. Pendidik
menyadari adanya kekurangan dalam menggunakan metode pembelajaran yang
selama ini menggunakan metode ceramah. Penggunaan metode ceramah dalam
pembelajaran kurang menciptakan suasana pembelajaran Oleh karena itu
diperlukan metode lain yang memfasilitasi peserta didik untuk meningkatkan
Prestasi belajar peserta didik. Dalam penelitian ini digunakan model
pembelajaran discovery learning metode Eksperimen. Commented [CI1]: Letakan di bagian akhir latar belakang,
karena ini adalah keputusan tindakan yang akan diambil
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. (uu
sisdiknas no 20 th 2003). Pendidik senantiasa dituntut untuk merencanakan dan
menciptakan proses pembelajaran yang kreatif, menarik dan menyenangkan.
Dengan kegiatan yang menyenangkan ini diharapkan siswa mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan antusiasme yang tinggi. Diharapkan dengan pembelajaran
yang kreatif, menarik dan menyenangkan peserta didik lebih aktif dalam proses
pembelajaran tersebut. Beberapa faktor yang ditemukan ketika pendidik
(peneliti) mengajar dikelas 10 IPA 2 SMA Labschool Cibubur dapat
mengganggu usaha dalam menciptakan suasana pembelajaran seperti yang
ditetapkan dalam undang undang sisdiknas tersebut.
Salah satu Faktor yang menjadi penghambat dalam proses pembelajaran
untuk peserta didik kelas 10 IPA 2 SMA Labschool Cibubur dengan sistem
kelas berpindah (moving class) adalah keterlambatan peserta didik menuju kelas
tujuan. Dalam perpindahan dari satu ruang ke ruang berikutnya peserta didik
banyak melakukan aktifitas tambahan yang menyita waktu. Faktor lain adalah
jarak dari ruang asal ke ruang tujuan pembelajaran. Berikutnya adalah jika
kegiatan pembelajaran sebelumnya adalah kegiatan pembelajaran dengan
aktifitas fisik yang cukup berat seperti olahraga menyita waktu perngkondisian
dan ketepatan hadir peserta didik.
Faktor lain dalam pembelajaran ditemukan beberapa peserta didik tidak
fokus dalam mengikuti pembelajaran. Peserta didik mengobrol dengan teman
sekitar tempat duduknya, bermain gawai dengan sembunyi-sembunyi ataupun
mengerjakan hal lain diluar kegiatan pembelajaran saat itu. Gawai dapat
menjadi pendukung pembelajaran, akan tetapi dilain waktu juga dapat menjadi
pemecah konsentrasi kegiatan pembelajaran.
Kegiatan mendokumentasikan hasil pembelajaran adalah penting
mengingat kemampuan otak manusia dalam mengingat suatu hal terbatas.
Dalam kegiatan pembelajaran pendokumentasian hasil pembelajaran melalui
proses mencatat materi yang didapatkan ketika dalam proses pembelajaran.
Antusiasme peserta didik yang rendah dalam mencatat hasil belajar dirasakan
cukup menjadi andil yang besar dalam menentukan prestasi belajar peserta
didik
Dalam kegiatan pembelajaran faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil
belajar adalah kemampuan prasyarat peserta didik untuk mendukung
memahami pembelajaran. Penguasaan kemampuan operasional matematika
banyak digunakan dalam kegiatan pembelajaran fisika adalah syarat yang harus
dimiliki peserta didik. Beberapa kemampuan operasional matematika
membantu memahami konsep konsep fisika dari data data yang didapatkan
melaui pengamatan. Pengertian menafsirkan grafik, mencari kemiringan grafik,
memperkirakan urutan data berikutnya menjadi kemampuan yang cukup sering
digunakan dalam kegiatan pembelajaran fisika.
A.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa masalah yang telah dijabarkan dalam latar belakang


maka penulis membatasi masalah pada:

Bagaimanakah upaya meningkatkan prestasi hasil belajar peserta didik kelas X


IPA 2 SMA Labschool Cibubur dalam pembelajaran menggunakan Discovery
Learning metode Eksperimen?

A.3. Hipotesis Tindakan


Penerapan model Discovery learning metode Eksperimen dapat meningkatkan
prestasi hasil belajar peserta didik.

B. Landasan Teori
B.1. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni
prestasi dan belajar. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian prestasi
belajar, peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pengertian prestasi adalah hasil


yang telah dicapai (dari yang telah diakukan, dikerjakan, dan sebagainya)
(1991: 787). Sedangkan menurut Saiful Bahri Djamarah (1994: 20-21) dalam
bukunya Prestasi Belajar dan Kompetensi Pendidik, bahwa prestasi adalah apa
yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati
yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dalam buku yang sama Nasrun
harahap, berpendapat bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang
perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan penguasaan bahan
pelajaran yang disajikan kepada siswa.

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah


hasil dari suatu kegiatan seseorang atau kelompok yang telah dikerjakan,
diciptakan dan menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan bekerja.
Selanjutnya untuk memahami pengertian tentang belajar berikut
dikemukakan beberapa pengertian belajar diantaranya menurut Slameto (2003:
2) dalam bukunya Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya bahwa
belajar ialah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Muhibbin Syah
(2000: 136) bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Begitu juga menurut James
Whitaker yang dikutip oleh Wasty Soemanto (1990: 98-99), belajar adalah
proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubhah melalui latihan dan
pengalaman.

B.2. Proses Pembelajaran


Pembelajaran merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang juga
berperan dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Dari proses
pembelajaran itu akan terjadi sebuah kegiatan timbal balik antara guru dengan
siswa untuk menuju tujuan yang lebih baik. Oleh karena itu, proses
pembelajaran musik yang tepat di ekstrakurikuler band sangat dibutuhkan
dalam kegiatan berkesenian untuk menghasilkan sebuah karya musik (lagu)
melalui aransemen yang pada akhirnya lagu tersebut terkesan baru dan siswa
mampu untuk membawakan musik dengan baik. Untuk melakukan sebuah
proses pembelajaran, terlebih dahulu harus dipahami pengertian dari kata
pembelajaran.
Proses pembelajaran adalah proses yang di dalamnya terdapat kegiatan
interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2001:461).
Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua komponen yang
tidak bisa dipisahkan. Antara dua komponen tersebut harus terjalin interaksi
yang saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.
Menurut pendapat Bafadal (2005:11), pembelajaran dapat diartikan sebagai
“segala usaha atau proses belajar mengajar dalam rangka terciptanya proses
belajar mengajar yang efektif dan efisien”. Sejalan dengan itu, Jogiyanto
(2007:12) juga berpendapat bahwa pembelajaran dapat didefinisikan sebagai
suatu proses yang mana suatu kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi suatu
situasi yang dihadapi dan karakteristik-karakteristik dari perubahan aktivitas
tersebut tidak dapat dijelaskan berdasarkan kecenderungan-kecenderungan
reaksi asli, kematangan atau perubahan-perubahan sementara.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Winkel (1991:200) “proses
pembelajaran adalah suatu aktivitas psikis atau mental yang berlangsung dalam
interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap”.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran adalah segala upaya bersama antara guru dan siswa untuk berbagi
dan mengolah informasi, dengan harapan pengetahuan yang diberikan
bermanfaat dalam diri siswa dan menjadi landasan belajar yang berkelanjutan,
serta diharapkan adanya perubahan-perubahan yang lebih baik untuk mencapai
suatu peningkatan yang positif yang ditandai dengan perubahan tingkah laku
individu demi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
Sebuah proses pembelajaran yang baik akan membentuk kemampuan
intelektual, berfikir kritis dan munculnya kreatifitas serta perubahan perilaku
atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu.

B.3. Discovery Learning

Discovery Learning merupakan proses pembelajaran yang terjadi


bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi
diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa:
“Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when
the student is not presented with subject matter in the final form, but rather
is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun,
1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat,
terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut
cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process
of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam
Malik, 2001:219).
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri
(inquiry). Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada kedua istilah ini, pada Commented [CI2]: Huruf miring
Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau
prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery
ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada peserta
didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri
masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus
mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan
temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses tindakan.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari
tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan
kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan
memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap eksplorasi.
Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu
lingkungan dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-
penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang
sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam
proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif. Untuk
memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada
manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif
peserta didik. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi
kemampuan peserta didik dalam berpikir (merepresentasikan apa yang
dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui
tiga tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive,
iconic, dan symbolic. Tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-
aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya,
dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan
motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan
perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu
memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi
oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika,
dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol.
Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan
sistem simbolnya. Secara sederhana teori perkembangan dalam fase
enactive, iconic dan symbolic adalah anak menjelaskan sesuatu melalui
perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan untuk
menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive.
Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau
bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip
keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan
sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat
membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan
tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan
belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam
metode Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir,
peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun
informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan.
Adapun kelebihan discovery learning antara lain:
 Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha
penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana cara belajarnya.
 Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
 Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
 Model ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan
sesuai dengan kecepatannyasendiri.
 Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri
dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
 Membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
 Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak
sebagai peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
 Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan)
karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
 Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
 Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi
proses belajar yang baru.
 Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan discovery


learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam
kegiatan belajar mengajar secara umum antara lain sebagai berikut :
1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada
sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk
tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Di samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.

2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah) Commented [CI3]: Bahasa Indonesia dulu kemudian
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru bahasa asing di dalam kurung menggunakan huruf miring

memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi


sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah
2004:244). Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan
sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi
dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan
teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar mereka
terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

3) Data Collection (Pengumpulan Data) Commented [CI4]: Pengumpulan Data (Data Collection)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan
Bahasa Indonesia dulu kemmudian bahasa asing di dalam
kepada para peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak- kurung huruf miring
banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab
pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini
adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu
yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan
demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan
masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4) Data Processing (Pengolahan Data)


Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi,
bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada
tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing
disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai
pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut
peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif
jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil
data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner,
bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika
guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang
ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau
tidak.

6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)


Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik
sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku
untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan
hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka
dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah
menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan proses
generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas
makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari
pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan
generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

B.4. Eksperiment
Metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana
siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan
sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Metode
eksperimen adalah suatu cara mengajar, di mana siswa melakukan suatu
percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan
hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas
dan dievaluasi oleh guru
Penggunaan teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu
mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-
persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga
siswa dapat terlatih dalam cara berfikir yang ilmiah. Dengan eksperimen
siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang sedang
dipelajarinya.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode
eksperimen siswa diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau
melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek,
menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai
suatu objek keadaan atau proses tertentu.
Dari uraian diatas maka terlihat bahwa metode eksperimen berbeda
dengan metode eksperimen berbeda dengan metode demonstrasi. Kalau
metode demonstrasi hanya menekankan pada proses terjadinya dan
mengabaikan hasil, sedangkan pada metode eksperimen penekanannya
adalah kepada proses sampai kepada hasil.
Eksperimen atau percobaan yang dilakukan tidak selalu harus
dilaksanakan didalam laboratoriom tetapi dapat dilakukan pada alam
sekitar.

C. Sistematika Tindakan
C.1. Tempat dan waktu tindakan
Tempat : SMA Labschool Cibubur Kota Bekasi
Subjek : Peserta Didik kelas X IPA 2 tahun ajaran 2018/2019
Waktu : 5 – 19 November 2018

C.2. Rencana tindakan

Penelitian ini direncanakan berjalan dalam tiga siklus dengan capaian target
(Tabel 1). Tahapan setiap siklus dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi. Siklus berikutnya merupakan temuan dari siklus
sebelumnya.

1. Tahap perencanaan
Pada tahap perencanaan peneliti menentukan fokus peristiwa yang
perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian
membuat instrumen pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi
selama tindakan berlangsung. Perencanaan tindakan meliputi
pembuatan perangkat pembelajaran, terdiri atas rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan instrumen tindakan. Pada tahap perencanaan
pendidik dibantu oleh teman-teman sejawat yang mengampu mata
pelajaran Fisika.

2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan ini merupakan implementasi atau penerapan
implementasi dari isi rancangan. Pada tahap pelaksanaan ini, rancangan
strategi dan skenario pembelajaran akan diterapkan didalam kelas.
3. Tahap pengamatan
Tahap pengamatan sebenarnya berjalan bersamaan dengan saat
tahap pelaksanaan. Pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang
berjalan, sehigga keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Pada
tahap ini, peneliti dibantu oleh seorang observer yang melakukan
pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama
pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data pada tahap ini
dilakukan dengan menggunakan format lembar observasi atau format
penilaian yang telah disusun.

4. Tahap refleksi
Tahap refleksi ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh
tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul,
kemudian dilakukan evalusi guna menyempurnakan tindakan
berikutnya. Selain itu, pada tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan
data hasil aktivitas belajar peserta didik dan tes analisis kemudian
melaksanakan evaluasi guna menyempurnakan tindakan pada siklus
berikutnya.

Gambar 1

Skema Tindakan Tindakan Kelas (Suhardjono 2007 : 74)

C.3. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah:


1. Tes uraian untuk mengukur prestasi belajar peserta didik selama
pembelajaran.
2. Catatan lapangan berupa informasi yang diperoleh selama proses
pembelajaran.
Analisis data yang digunakan pada penelitian kali ini menggunakan
nilai rata rata ulangaan harian kelas 10 ipa 2.
Indikator keberhasilan pada tindakan ini dari tiap aspek di jelaskan pada
tabel berikut ini :
Tabel 1
Indikator Keberhasilan Tindakan

Aspek Aspek yang dinilai Indikator Keberhasilan

 Rata-rata kelas Nilai rata-rata kelas mencapai 75

Prestasi Belajar  Frekuensi peserta Frekuensi peserta didik yang


Peserta didik didik yang mendapat mendapat nilai lebih atau sama
nilai lebih atau sama dengan 80 meningkat
dengan 80

Data yang diperoleh berasal dari Penilaian Harian pelajaran Fisika peserta
didik. Hasil pengolahan data dari tindakan yang diperoleh akan
dibandingkan dengan pencapaian sebelumnya. Jika hasil tindakan pada
salah satu aspek belum mencapai indikator pencapaian yang diharapkan
maka tindakan akan dilanjutkan ke siklus berikutnya dengan membuat
revisi rencana pembelajaran pada aspek tersebut. Akan tetapi jika hasil
tindakan yang diperoleh pada semua aspek telah mencapai indikator
pencapaian maka tindakan tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Catatan
 Lampirkan instrument yang akan digunakan
 Isi daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai