Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ILMU LINGKUNGAN

KAJIAN PERMASALAHAN AKIBAT KONTRUKSI BANGUNAN DAN GREEN


BUILDING SEBAGAI SOLUSI TERHADAP PEMBANGUNAN KONSTRUKSI DI
INDONESIA

DOSEN PENGAMPU:
Ir. Trimaijon, S.T., M.T.

ILMU LINGKUNGAN – KELAS C

DISUSUN OLEH :
Ramadhan Yanuari Z 1707113863

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1


UNIVERSITAS RIAU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberkati
rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Ilmu
lingkungan ini dengan baik dan juga tepat pada waktunya dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana.
Ilmu lingkungan merupakan pelajaran wajib dalam kurikulum program
Teknik Sipil S1. Materi yang dibahas dalam Ilmu lingkungan adalah menjelaskan
permasalahan lingkungan yang berhubungan dengan ketekniksipilan.
Penulis segenap hati mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Trimaijon,
ST., M.T selaku dosen pengampu yang telah menyokong penulis dalam
menyelesaikan Makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan dan
penyelesaian Makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini pada masa mendatang.
Semoga Makalah Ilmu Lingkingan dengan judul “Kajian Permasalahan
Akibat Kontruksi Bangunan dan Green Building Sebagai Solusi Terhadap
Pembangunan Kontruksi di Indonesia” ini bermanfaat dan berguna bagi pembaca
dan lainnya serta khususnya penulis yang masih dalam tahap pembelajaran untuk
memahami tentang permasalahan lingkungan

Pekanbaru, 17 Mei 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3. Tujuan ................................................................................................................. 2
1.4. Manfaaat ............................................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
2.1. Masalah Pembangunan terharap keleestarian dan kualitas lingkungan .............. 3
2.2. Green Building Di Indonesia .............................................................................. 4
2.3. Konstruksi Dan Material Rumah Ramah Lingkungan ........................................ 6
2.3.1 Modal atau Biaya ............................................................................................... 7
2.3.2 Pembuatan design yang startegis ....................................................................... 7
2.3.3 Pemilihan material/bahan bangunan yang ramah lingkungan ............................ 7
2.3.4 Penataan kota untuk mewujudkan konsep green building ............................... 7
2.3.5 Pembiayaan serta perawatan green building ...................................................... 8
2.3.6 Faktor kesehatan ................................................................................................ 8
2.3.7 Membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya green building ................ 8
2.4. Rumah Tinggal dan Kebutuhan Energi ............................................................... 9
2.5. Konsep Hemat Energi dan Sadar Energi........................................................... 10
2.5.1 Ventilasi Atap .................................................................................................. 11
2.5.2 Teras Dan Teritisan .......................................................................................... 11
2.5.3 Vegetasi Lingkungan ....................................................................................... 12
2.5.4 Pencahayaan Alami .......................................................................................... 12
2.5.5 Orientasi Bangunan .......................................................................................... 12
BAB 3 PENUTUP ............................................................................................................ 13
3.1 KESIMPULAN ....................................................................................................... 13
3.2 SARAN ................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 15

ii
ABSTRACK

Kerusakan lingkungan dan pemanasan global sudah menjadi isu yang begitu
menggemadi masyarakat dunia, termasuk juga di Indonesia.Perkembangan proyek
konstruksidianggap memiliki peran besar terhadap perubahan lingkungan di
permukaan bumiini.Di Indonesia saat ini, wacana green construction mulai tampak
pada penerapan beberapa proyek yang dikerjakan oleh para kontraktor yang berh
bungan langsung dengan sektor konstruksi ini. Diantaranya PT. Pembangunan
Perumahan, PT. Wika, PT.Adhi Karya, dan beberapa kontraktor lain yang sudah
mendeklarasikan diri untukmelaksanakan konsep green construction dalam setiap
proyek yang mereka kerjakan green construction merupakan praktik membangun
dengan menerapkan proses yangmemperhatikan lingkungan dan efisiensi sumber
daya sepanjang siklus hidup bangunandari tapak untuk perencanaan, konstruksi,
operasi, pemeliharaan, renovasi, dandekonstruksi. kriteria penerapan Green
Hambatan utama dalam menerapkan greenconstruction adalah permasalahan
teknologi.Permasalahan teknologi, dimana kontraktormasih terkendala oleh
beberapa hal sebagai berikut: (a) penggunaan bahan bakar alternatif, (b) teknologi
daur ulang, (c) terbatasnyaketersediaan peralatan yang ramahlingkungan dalam hal
tingkat kebisingan, (d)implementasi komponen prafabrikasi, (e)ragam material
terbarukan
K a t a k u n c i : Green construction, kerusakan lingkungan, polusi

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kerusakan lingkungan dan pemanasan global sudah menjadi isu yang
begitumenggema di masyarakat dunia, termasuk juga di Indonesia.Perkembangan
proyekkonstruksi dianggap memiliki peran besar terhadap perubahan lingkungan di
permukaan bumi ini. Dimulai dari tahap konstruksi hingga tahap operasional
kegiatan konstruksitidak dapat menghindari dari pemanfaatan sumber daya alam
yang jumlahnya semakinterbatas, belum lagi dampak lain yang timbul dari
penggunaan fasilitas bangunan serta pemilihan material bangunan yang terkait
dengan peningkatan suhu di bumi. Proseskonstruksi bangunan gedung yang banyak
memanfaatkan sumber daya alam sebagai bahan bakunya sangat dimungkinkan
turut andil dalam menciptakan kerusakan tersebut.
Fenomena global warming yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca
menjadi topik yang banyak dibahas dalam berbagai forum ilmiah. Salah satu
indikator bahwa bumi tengah mengalami perubahan adalah tingginya konsentrasi
karbondioksida (CO) diudara yang bersifat menghalangi pelepasan panas dari
bumi.Kwanda (2003)mengemukakan, konsumsi energi yang besar dengan
pertumbuhan 2% per tahun sampai tahun 2020 akan menghasilkan emisi global CO
dan gas rumah kaca lainnya naik menjadi dua kali lipat dari tahun 1965-1998 yang
berdampak pada perubahan iklim dunia. Hal senada juga diungkapkan oleh Salim
(2010) yang menyatakan, bila cara-cara pembangunan tetap dilakukan seperti
biasanya tanpa perubahan, maka pada tahun 2050 diperkirakan konsentrasi CO2
akan mencapai 500 part per million (ppm) atau menjadi dua kali lipat
konsentrasinya bila dibandingkan sebelum revolusi industri.Secara global,
Indonesia berada di urutan ke lima dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca atau
sekitar 4,63% (World Resources Institute, 2005).
Di Indonesia saat ini, wacana green construction mulai tampak pada
penerapan beberapa proyek yang dikerjakan oleh para kontraktor yang
berhubungan langsung dengan sektor konstruksi ini. Diantaranya PT.
Pembangunan Perumahan, PT. Wika, PT. Adhi Karya, dan beberapa kontraktor lain
yang sudah mendeklarasikan diri untuk melaksanakan konsep green construction
dalam setiap proyek yang mereka kerjakan.Semakin banyaknya pihak yang sadar
akan pentingnya pembangunan proyek konstruksi yang ramah lingkungan,
membuat para pelaku konstruksi harus memulai menerapkannya untuk kepentingan
bersama. Dalam hal penerapan konsep ini pihak yang berperan penting dalam
mewujudkan penerapan konsep green construction adalah owner dan

1
kontraktor.Dari pihak owner sendiri, jika ingin membangun suatu bangunan
dengan konsep green construction tentu harus menyediakan dana awal yang lebih
besar pada saat pembangunan.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan permasalah pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana dampak lingkungan dalam menerapkan green construction.
2. Bagaimana kriteria penerapan green construction pada proyek konstruksi.
3. Bagaimana hambatan yang dihadapi para pelaku konstruksi dalam
penerapan green construction.
4. Bagaimana pengunaan energi matahari sebagai alternatif energi listrik?
5. Bagaimana konstruksi dan material rumah ramah lingkungan?
6. Bagaimana rumah tinggal dan kebutuhan energi di Indonesia?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui kriteria penerapan green construction pada proyek konstruksi.
2. Mengetahui dampak lingkungan dalam menerapkan green construction.
3. Untuk mengetahui kontruksi dan material rumah ramah lingkungan
4. Untuk mengetahui rumah tinggal dan kebutuhan energi ideal di Indonesia

1.4. Manfaaat
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai
pengembangan konsep penelitian pengelolaan bangunaan ramah lingkungan
(konsep green building). Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan
khususnya tentang konsep penelitian pengelolaan bangunaan ramah
lingkungan (konsep green building);
2. Pembaca, sebagai media informasi tentang konsep penelitian tindakan kelas
baik secara teoritis maupun praktis.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Masalah Pembangunan terharap keleestarian dan kualitas lingkungan

Gambar 2. 1 Pembangunan Gedung


Sumber : (Pinter Pandai, 2013)

Pembangunan sangat berpengaruh terhadap kelestarian dan kualitas


lingkungan karena menggunakan berbagai jenis sumber daya alam. Eksploitasi
sumber daya alam yang tidak memperhatikan kemampuan dan daya dukung
lingkungan dapat mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Kaitannya
dengan masalah kualitas lingkungan ini adalah adanya isu pemanasan global
di mana bangunan menjadi salah satu sebab pemanasan global karena bangunan
berpotensi memproduksi emisi gas karbon lebih dari 40% (Ervianto, 2012). Salah
satu solusi untuk mengatasi pemanasan global di sektor konstruksi adalah
dengan membangun green building. Di Indonesia green building belum banyak
dibangun karena pemerintah belum menetapkan kewajiban membangun green
building secara keseluruhan. Green building di Indonesia baru diwajibkan
(mandatory) di Kota Jakarta pada tahun 2012 yaitu melalui Peraturan Gubernur
No. 38 Tahun 2012. Sedangkan di Surakarta pembangunan green building
masih bersifat sukarela (voluntary) atau belum diwajibkan oleh pemerintah.
Pada tahun 2012 di Surakarta telah diresmikan sebuah gedung yang
menerapkan konsep green building yaitu gedung Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Surakarta. Biaya awal/ investasi yang lebih tinggi dari bangunan
konvensional merupakan hambatan terbesar dalam membangun green building
(Liu, Low, & He, 2012; Zhang, Platten, & Shen, 2011).

3
Selain itu dari segi proses pembangunan, green building memerlukan
ahli yang berpengalaman dalam merencanakan, membangun dan merawat
bangunan. Di Indonesia green building belum banyak diterapkan sehingga
masih sedikit orang Indonesia yang memiliki pengalaman dalam membangun
green building. Melihat beberapa fakta tersebut, perlu diketahui latar belakang
owner membangun green building pada gedung Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Surakarta. Selain itu kajian tentang pengetahuan, persepsi,
pengalaman, harapan, peran serta dan kepedulian dari owner, kontraktor dan
pengguna gedung terhadap green building.

2.2. Green Building Di Indonesia


Green building merupakan salah satu wujud kepedulian terhadap
kelestarian lingkungan dibidang konstruksi. Dalam menyikapi pemanasan
global, green building merupakan salah satu solusi untuk mengurangi efek
dari global warming. Akan tetapi, istilah green building ini belum begitu familiar
ditelinga orang Indonesia. Green building yang dalam bahasa Indonesia berarti
bangunan hijau ini, sering kali dipersepsikan sebagai bangunan yang memiliki
lahan hijau yang luas dan perawatannya sulit. Padahal, green building tidak
sebatas pada pengelolaan tumbuhan pada bangunan. Green building adalah
bangunan yang memaksimalkan penghematan energi, melindungi lingkungan,
mengurangi polusi, menjaga kesehatan, memanfaatan ruang secara efektif serta
selaras dengan alam pada daur hidupnya (Hong & Minfang, 2011). Green
building mengacu pada bangunan yang meminimalisir konsumsi sumberdaya,
meningkatkan kualitas dan keberagaman lingkungan. Green building merupakan
salah satu bagian dari sustainable development (pembangunan berkelanjutan)
yaitu sebuah proses yang menyadarkan manusia untuk meningkatkan kualitas
hidupnya dalam melindungi dan meningkatkan sistem daya dukung bumi (the
Earth’s life support systems). Dalam kerangka pembangunan berkelanjutan,
green building bermanfaat bagi kesehatan manusia, komunitas, lingkungan, dan
biaya siklus hidupnya (life-cycle cost) (Wu & Low, 2010).
Green building rating systems (sistem rating bangunan hijau) dirancang
untuk menilai dan mengevaluasi kinerja bangunan baik secara keseluruhan
maupun sebagian bangunan mulai dari tahap perencanaan, konstruksi dan
operasi. Di Indonesia sistem rating ini dikembangkan oleh GBCI (Green Building
Council Indonesia) yang diberi nama Greenship. GBCI merupakan adalah
lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (non-for profit) yang
berkomitmen terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-
praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan
global yang berkelanjutan. GBC INDONESIA merupakan anggota dari World

4
Gambar 2. 2 Konsep Green Building
Sumber: (Badan Lingkungan Hidup, 2010)

Green Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada.


WGBC saat ini beranggotakan 94 negara dan hanya memiliki satu GBC di setiap
negara. Sedangkan Greenship adalah sebuah perangkat penilaian yang disusun
oleh GBCI untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak
bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. GREENSHIP bersifat khas Indonesia
seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu mengakomodasi
kepentingan lokal setempat yang tertuang dalam peraturan perundangan yang
berlaku. Greenship sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam aspek yang
terdiri dari: Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development), Efisiensi Energi
& Refrigeran (Energy Efficiency & Refrigerant), Konservasi Air (Water
Conservation), Sumber & Siklus Material (Material Resources & Cycle), Kualitas
Udara & Kenyamanan Udara (Indoor Air Health & Comfort), Manajemen
Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management). Masing-masing
aspek terdiri atas beberapa rating yang mengandung kredit yang masing-masing
memiliki muatan nilai tertentu dan akan diolah untuk menentukan penilaian.
Poin Nilai memuat standar-standar baku dan rekomendasi untuk pencapaian
standar tersebut (GBCI, 2010). Menurut kondisi gedungnya, greenship terdiri dari
dua kategori, yaitu: untuk bangunan baru (New Building/NB) dan bangunan
terbangun (Eksisting Building/EB), sedangkan tahap penilaian greenship terdiri
dari dua tahap, yaitu: Pengakuan Desain (Design Recognition/DR) dan Penilaian
Akhir (Final Assessment/FA). Setiap tahap mempunyai empat peringkat, yaitu:
platinum, gold, silver dan bronze. Saat ini kondisi gedung-gedung di Indonesia
dalam konteks sertifikasi hijau, menurut data yang didapat dari website GBCI,
adalah: 3 (tiga) gedung telah tersertifikasi FA untuk kategori NB, 3 (tiga) gedung

5
tersertifikasi FA untuk EB, 3 (tiga) gedung tersertifikasi DR untuk NB, 2 (dua)
gedung telah terdaftar untuk menunggu disertifikasi dan 20 (dua puluh) gedung
pada tahap proses pendaftaran. Sedangkan gedung Bank Indonesia Surakarta saat
ini termasuk dalam daftar gedung tersertifikasi DR untuk kategori NB, belum
sampai pada tahap FA .

2.3. Konstruksi Dan Material Rumah Ramah Lingkungan


Kampanye green technology juga telah membuat para arsitektur maupun
teknokrat dibidang konstruksi untuk melakukan berbagai inovasi untuk merancang
konstruksi bangunan dan memilih material bangunan yang sesuai dengan prinsip
ramah lingkungan. Sebagai contoh, berbagai instansi telah banyak mengadakan
lomba desain rumah indah, sederhana, hemat, dan ramah lingkungan.
Terdapat banyak aspek yang harus diperhatikan ketika merancang sebuah
rumah. Berikut ini adalah berbagai contoh yang telah ditawarkan/dicontohkan oleh
para arsitektur yang peduli akan lingkungannya. Pertama, kita bisa meniru konsep
rumah pangung. Dengan adanya jarak antara tanah dengan lantai, maka area tanah
dibawah lantai masih bisa berfungsi untuk penyerapan air. Hal ini bisa bermanfaat
untuk mengurangi banjir. Kedua, harus diperhatikan masalah pencahayaan. Jika
rumah mempunyai titik-titik masuknya cahaya yang cukup, maka akan mengurangi
penggunaan lampu pada siang hari. Selanjutnya yang ketiga adalah masalah
ventilasi, jika pertukaran udara di rumah cukup, maka akan mengurangi
penggunaan AC maupun kipas angin, ditambah lagi jika rumah mempunyai ruang
terbuka hijau maka udara yang keluar masuk rumah akan lebih bersih begitupun
suhu udara akan menjadi lebih rendah. Masalah sanitasi juga harus diperhatikan,
misalnya perancangan saluran pembuangan air dan penempatan tempat sampah
organic maupun anorganik.
Pemilihan material untuk membangun sebuah rumah juga akan berpengaruh
terhadap efek keramah-tamahan lingkungan yang sedang gencar-gencarnya
dikampanyekan. Pertama, gunakan sumber daya yang bisa diperbarui. Sumber daya
yang bisa diperbarui misalnya material bangunan dari kayu, bebatuan dan
semacamnya yang pada umumnya adalah material alami yang banyak terdapat di
lingkungan sekitar dan mudah untuk diperbarui kembali. Selanjutnya kita bisa
menggunakan kembali material bangunan yang masih layak pakai, dan mengolah
limbah atau material sisa bangunan untuk dapat dimanfaatkan kembali.
Berikut ini adalah contoh berbagai bahan yang bisa dipilih untuk menghasilkan
sebuah rumah yang ramah lingkungan. Low E-Glass, yang bisa digunakan untuk
kaca jendela yang akan menyerap panas sehingga ruangan tidak akan terlalu panas
dan berarti penggunaan AC juga bisa dihemat. RainHarversting yang
memanfaatkan air hujan dengan cara menampungnya dan digunakan kembali untuk
kebutuhan sehari-hari seperti menyiram tanaman sampai untuk toilet. Storage
Heating adalah penyimpanan sumber panas yang nantinya akan digunakan untuk
menghangatkan ruangan pada saat suhu dingin tiba, sehingga penggunaan mesin
penghangat ruangan (heater) dapat dikurangi. Penggunaan

6
bahan Photocatalytic pada permukaan dinding bagian luar yang akan
mengkonversi organik yang berbahaya menjadi tidak berbahaya.
Dalam penerapan green construction tentunya banyak tantangan yang harus dilalui,
yaitu :
2.3.1 Modal atau Biaya
Tak bisa dipungkiri penggunaan design hijau ini memakan biaya yang
banyak. Untuk konsep Green Building tentunya tidak akan sama dengan gedung-
gedung yang lainnya. Banyak faktor yang membuat Green Construction´ memakan
modal yang cukup besar, seperti contohnya dalam peggunaan pakar atau tenaga ahli
dalam pembuatan gedung yang berkonsep Green Building tentunya mengeluarkan
biaya yang tidak sedikit.
2.3.2 Pembuatan design yang stategis
Setiap gedung atau suatu konstruksi dipastikan memiliki design yang
berbeda-beda, tentunya dalam prinsip Green Building design haruslah
meningkatkan efesiensi penggunaan sumber daya pelaksanaan dan pemakaian
produk konstruksi yang berkonsepkan ramah lingkungan.Tentunya hal itu menjadi
tantangan utama para ahli Green Building untuk membuat design yang cocok pada
kondisi eksternal internal lingkungan sekitarnya.
2.3.3 Pemilihan material/bahan bangunan yang ramah lingkungan
Mayoritas rumah saat ini dibangun dengan menggunakan bingkai kayu,
Gedung tradisional Bahan dan bahan pilihan bagi banyak orang. Namun
membangun rumah kayu berbingkai membutuhkan rencana yang sangat hati-hati
dirancang dan kru konstruksi dengan banyak pengalaman dan keterampilan.
Membangun rumah dengan bingkai kayu umumnya akan menghasilkan struktur
yang handal dan aman, namun juga rentan terhadap kegagalan prematur ketika
rincian kecil dibiarkan atau dibuat dengan produk kayu berkualitas buruk.Saat ini
pemilik rumah memiliki kesempatan untuk memilih dari alternatif Bahan Bangunan
Hijau. Namun dengan isu ilegal logging yang masih banyak penggunaan kayu
sebagai material mulai ditinggalakan untuk kelestarian lingkungan. Penggunaan
bau alam, batu bata, gypsum, dan alumunium serta baja ringanpun menjadi piliha
yang tepat. Karena selain ramah lingkungan tapi juga mampu menunjang ketahanan
bangunan dan tentunya healthy conditional. Pembuatan peraturan-peraturan yang
sah dalam penerapan green construction Di Indonesia saat ini , wacana konstruksi
hijau mulai tampak pada penerapan beberapa proyek seperti proyek ruas jalan tol
bandara yang dikerjakan oleh PT. Pembangunan Perumahan dan proyek Rusunami
oleh PT Perumnas. Namun sayangnya hingga saat ini belum ada payung hukum
yang menaungi penerapan konstruksi hijau di Indonesia apa lagi sejumlah insentif
yang akan diberikan pada pelaksanaan proyek yang menerapkan konsep konstruksi
hijau.
2.3.4 Penataan kota untuk mewujudkan konsep green building
Green Building pastinya harus membuat suatu area yang di tempatinya
menjadi daerah yang asri dan ramah lingkungan. Oleh karena itu diperlukan tata
kota yang tepat jika kita ingin membuat suatu Green Building di Indonesia. Letak

7
tata kota yang sesuai dengan keseimbangan ekosistem lingkungan, jangan sampai
pembuatan Green Building malah merusak area hijau, atau siklus udara dan
hidrologi yang dipengaruhi oleh hilangnya area resapan air. Untuk di daerah
Indonesia sendiri, bila kita ambil contoh jakarta mungkin pembangunan Green
Building susah untuk dilaksanakan, dikarenakan tata letak kota jakarta yang
memang sudah padat untuk bangunan-bangunan bersifat kepentinan komersial
ataupun bangunan hunian tempat tinggal.
2.3.5 Pembiayaan serta perawatan green building
Tidak mudah merawat suatu gedung atau bangunan apalagi bangunan
dengan konsep Green Building, yang harus mempertahankan manfaatnya untuk
lingkungan sekitar.
2.3.6 Faktor kesehatan
Menggunakan material & produk-produk yang non-toxic akan
meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, dan mengurangi tingkat asma, alergi
dan sick building syndrome. Material yang bebas emisi, dan tahan untuk mencegah
kelembaban yang menghasilkan sporadan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam
ruangan juga harus didukung menggunakan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-
bahan pengontrol kelembaban yang memungkinkan bangunan untuk bernapas.
Bahan-bahan alami atau natural sudah diketahui memang cukup rentan terhadap
gangguan lingkungan itu sendiri seperti keberadaan mikroorganisme ,serta
kelembaban udara dan suhu diluar maupun didalam ruangan yang harus
diseimbangkan untuk meminimalisasi kerusakan bangunan.
2.3.7 Membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya green
building
Tantangan ini juga cukup penting untuk dipecahkan, Banyak masyarakat
Indonesia yang tentunya belum tahu akan makna Green Building. Mulai dari
konsep,manfaatnya dalam jangka panjang serta aplikasinya. Penyuluhan akan
Green Building seharusnya juga diberikan kepada masyarakat Indonesia agar lebih
mengetahui peranan Green Building dalam dunia pembangunan di Indonesia.
Apalgi dengan ekonomi masyarakat Indonesia yang minim membuat rencana ini
hanya terbatas kepada pengembang bangunan dengan modal besar dan kalangan
menegah ke atas.
Green Building lebih dari sebuah konsep untuk hidup berkelanjutan, tetapi
bisa membangun harapan untuk masa depan. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat
Indonesia harus ditingkatkan untuk mengetahui pentingnya membuat bangunan
dengan konsep Green Construction. Apapun yang dilakukan manusia untuk
pelestarian lingkungan dan perbaikan lingkungan mau sekecil apapun memang
sangat berarti seperti membuang sampah pada tempatnya, itu pun masih belum
tercapai sempurna. Dengan usia yang menipis karena perubahan iklim, kekurangan
energi yang semakin meningkat dan masalah kesehatan, memang masuk akal untuk
membangun gedung yang tahan lama,menghemat energi, mengurangi limbah dan
polusi, dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Upaya-Upaya untuk
mewujudkan Green Construction:

8
1. Membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya Green Construction
bagi dunia pembangunan di Indonesia.
2. Membuat bangunan-bangunan yang berbahan dasar ramah lingkungan.
3. Mengatur tata letak kota yang sesuai dengan konsep Green Construction
yang berwawasan lingkungan.
4. Membangun sistem bangunan yang effisien dalam menggunakan energi.
5. Membangun Green Construction dengan menggunakan material yang
dapat di perbaharui, didaur ulang, dan digunakan kembali serta
mendukung konsep efisiensi energi.
6. Mengolah limbah-limbah yang bermanfaat untuk dijadikan material
bahan dasar.
7. Membangun Green Construction yang sesuai dengan kondisi alam, dan
iklim wilayah Indonesia.
8. Inovasi untuk mengembangkan green building terus dilakukan sebagai
upaya untuk menghemat energi dan mengurangi masalah-masalah
lingkungan.
9. Pemilihan material yang pas agar Green Building bisa bertahan lebih
lama.
10. Penggunaan teknologi-teknologi yang sesuai dan ramah lingkungan agar
tidak merusak ekosistem sekitar.

2.4. Rumah Tinggal dan Kebutuhan Energi

Gambar 2. 3 Konsep Rumah Tinggal Hijau


Sumber: (Nursyamsi, 2013)

Indonesia adalah sebagai negara yang seluruh wilayahnya dikawasan


equator, merupakan keuntungan namun juga menjadi suatu kerugian yang sangat
besar. Sebagai keuntungan, karena sebenarnya iklim tropis membuat kekayaan
alam semakin berlimpah, namun menjadi kerugian karena iklim tropis menjadikan
tingginya irradiance matahari, yakni rata-rata 200-250 W/m2 selama setahun atau

9
850-1100 W/m2 selama masa penyinaran. Hal ini menyebabkan suhu permukaan
akan naik lebih tinggi dari daerah lain di dunia. Irradiance yang sangat besar ini
bisa dimanfaatkan menjadi sebuah sumber energi yang luar biasa atau juga bisa
menjadi kendala yang sangat besar sebab dengan tingginya suhu permukaandi
kawasan Indonesia, akan dibutuhkan energi yang besar pula untuk menyejukan
rumah. (Daryono, 2008) Pada kenyataannya kondisi iklim tropis di Indonesia sering
dianggap sebagai masalah.
Tidak tercapainya kenyamanan penghawaan dalam rumah tinggal,
membuat berputus asa dalam mencari penyebabnya. Dan umumnya langsung
dicarikan solusi atau dikatakan sebagai jalan pintas, dengan penggunaan alat
pengkondisian udara atau air conditioner (AC). Prinsip kerja AC memang
menurunkan suhu udara untuk penyegaran ruang. Prinsip kerja ini yang diakui
dapat menjamin kenyamanan ruang. Namun apabila diperhatikan dengan seksama
sebenarnya penggunaan AC adalah pemborosan energi yang berasal dari sumber
daya yang tidak terbaharukan (non-renewable resources). Dan proses kerja AC akan
menghasilkan zat emisi karbon CFC (klorofluorokarbon), yang akan membentuk
efek rumah kaca dan merusak lapisan ozon. (Frick, 2006) Seluruh permukaan
bangunan harus terlindungi dari sinar matahari secara langsung.
Dinding dapat dibayangi oleh pepohonan. Atap perlu diberi isolator panas
atau penangkal panas. Langit-langit umum dipergunakan untuk mencegah panas
dari atap merambat langsung ke bawahnya (Satwiko, 2005). Desain sadar
energi (energy conscious design) merupakan salah satu paradigma arsitektur yang
menekankan pada konservasi lingkungan global alami khususnya pelestarian energi
yang bersumber dari bahan bakar tidak terbarukan (non renewable energy) dan
yang mendorong pemanfaatan energi terbarukan (renewable energy). Dalam desain
sadar energi mutlak diperlukan pemahaman kondisi dan potensi iklim setempat
untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan desain yang akan berdampak pada
konsumsi energi baik pada tahap pembangunan maupun pada tahap operasional
bangunan.
Pada skala lingkungan mikro, fenomena radiasi matahari ini mempengaruhi
laju peningkatan suhu lingkungan. Kondisi demikian mempengaruhi aktivitas
manusia di luar ruangan, untuk mengatasi fenomena ini ada tiga hal yang bisa
dikendalikan yaitu durasi penyinaran matahari, intensitas matahari, dan sudut jatuh
matahari (Satwiko, 2003).
2.5. Konsep Hemat Energi dan Sadar Energi
Sebaran penggunaan energi dalam rumah tinggal lebih banyak pada aspek
fungsi penghawaan atau penyegaran udara dan aspek fungsi pencahayaan, sehingga
kedua hal ini penting untuk menjadi fokus dalam pembahasan konsep penghematan
energi ini. Pembahasan tentang penghematan energi ditekankan pada langkah
ekologis, yaitu dengan menciptakan kesinambungan antara rumah tinggal dengan
lingkungannya atau adanya interaksi dengan alam.

10
Di samping dua hal tersebut terdapat aspek penting lainnya untuk rumah
tinggal, adalah pemanfaatan air sebagai sumber daya penunjang kualitas hidup,
dengan sistem reduce, reuse, recycle. Sistim Surya Pasif (passive solar system)
merupakan suatu teknik pemanfaatan energi surya secara langsung dalam bangunan
tanpa atau seminimal mungkin menggunakan peralatan mekanis, melalui
perancangan elemen elemen arsitektur (lantai, dinding, atap, langit langit, aksesoris
bangunan) untuk tujuan kenyamanan manusia (mengatur sirkulasi udara alamiah,
pengaturan temperatur dan kelembaban, kontrol radiasi matahari, penggunaan
insulasi termal).
Pertukaran udara alami naiknya suhu dalam rumah menyebabkan panas dan
hal ini sangat terkait dengan kondisi iklim mikro skala rumah dan kawasan
sekitarnya. Untuk menurunkan suhu sekaligus memberikan kenyamanan
penghawaan diperlukan aliran udara yang cukup. Prinsip aliran udara adalah adanya
perbedaan suhu dan tekanan antara dua atau lebih space, baik space antar ruang
maupun antara ruang dalam dan ruang luar. Oleh sebab itu perlu diciptakan bidang-
bidang bangunan yang dapat membuat perbedaan suhu dan tekanan udara.
Beberapa aplikasi konsep penyegaran udara adalah :
2.5.1 Ventilasi Atap
Angin akan mengalir dari suhu rendah menuju suhu yang lebih tinggi. Ruang
bawah atap merupakan bagian yang menerima radiasi terbesar, sehingga memiliki
suhu yang panas. Sebaiknya ruang bawah atap dilengkapi lubang ventilasi,
sehingga akan menarik udara dari dalam ruang untuk dialirkan ke luar bangunan.
Melalui lubang ventilasi yang terletak di bagian atap, maka tekanan udara
panas di dalam ruang akan tertarik dan terbuang ke luar melalui atap. Untuk
mendapatkan efek cerobong (stack effect), maka menara angin dibuat dengan
bentuk penutup menghadap arah datang angin, dan lebih baik lagi adanya void. Efek
cerobong akan optimal bila rumah tinggal/bangunan memiliki plafon tinggi atau
minimal dua lantai. Semakin tinggi plafon, maka semakin baik ventilasinya (aliran
angin).
2.5.2 Teras Dan Teritisan
Teras berfungsi sebagai ruang peralihan antara ruang luar dan
ruang dalam.Pada daerah beriklim panas, seperti di Indonesia, kehadiran teras dapat
menciptakan iklim mikro yang memberikan kenyamanan di dalam bangunan dan
sekitarnya. Hal ini disebabkan tekanan udara yang ada di halaman menjadi
mengembang karena suhu yang panas, sementara itu teras merupakan daerah
hisapan angin yang bertekanan lebih tinggi dan bersuhu lebih dingin. Perbedaan
suhu dan tekanan menyebabkan udara mengalir, dari suhu dingin ke suhu yang lebih
panas, atau dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Udara di dalam ruang
akan tertarik ke luar dan segera berganti. Seperti juga teras, fungsi teritisan akan
mendinginkan suhu udara lebih dulu, sebelum masuk ke dalam ruang. Semakin
lebar teritisan, maka suhu ruangan akan semakin dingin.

11
2.5.3 Vegetasi Lingkungan
Vegetasi berfungsi sebagai climate regulator atau pengatur iklim (suhu,
kelembaban dan laju angin), baik untuk lingkup tapak rumah tinggal maupun untuk
skala kawasan. Penyediaan vegetasi yang sesungguhnya (terbukanya tapak untuk
vegetasi) berarti juga penyediaan ruang terbuka hijau (RTH), yang berarti juga
sebagai pengendali tata air. Ketersediaan ruang terbuka dan vegetasi akan
menyuplai oksigen dan akan mengalirkannya ke dalam rumah, ditambah dengan
adanya air (alternatif berbentuk kolam) yang akan menurunkan suhu udara yang
panas. Oksigen dan suhu dingin mengalir ke dalam rumah dan akan memberikan
kenyamanan. Vegetasi di atap rumah (greenroof) dapat menahan radiasi matahari,
sehingga mengkondisikan ruang di bawahnya bersuhu lebih dingin. Unsur hijau
yang diidentikkan dengan vegetasi ditunjukkan dengan menambahkan elemen-
elemen penghijauan tidak hanya pada lansekap saja tetapi juga dalam bangunan,
seperti pemberian roof garden, pemberian vegetasi rambat pada dinding bangunan
dan lain sebagainya.
2.5.4 Pencahayaan Alami
Tujuan dari pencahayaan adalah disamping mendapatkan kuantitas cahaya
yang cukup sehingga tugas visual mudah dilakukan, juga u ntuk mendapatkan
lingkungan visual yang menyenangkan atau mempunyai kualitas cah aya yang baik.
Dalam pencahayaan alami, yang sangat mempengaruhi kualitas pencah ayaan
adalah terjadinya penyilauan. Pencahayaan alami siang hari dapat dikatakan baik
apabila : pada siang hari antara jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 waktu setempat,
terdapat cukup banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan. Distribusi cahaya di
dalam ruangan cukup merata dan atau tidak menimbulkan kontras yang
mengganggu. Penyilauan adalah kondisi penglihatan dimana terdapat
ketidaknyamanan atau pengurangan dalam kemampuan melihat suatu obyek,
karena luminansi obyek yang terlalu besar, distribusi luminansi yang tidak merata
atau terjadinya kontras yang berlebihan. Ada dua jenis penyilauan :
2.5.5 Orientasi Bangunan
Orientasi bangunan bertujuan untuk mendapatkan kantong cahaya matahari
(sun pocket), yaitu kondisi di mana cahaya matahari berada pada intensitas radiasi
paling rendah, sesuai siklus terbit dan tenggelamnya, dan matahari memiliki sudut
jatuh cahaya yang kecil. Dengan demikian area yang tercahayai akan lebih besar
dan cahaya matahari tidak panas.
Orientasi bangunan terbaik adalah memiliki sudut kemiringan 20° terhadap
sumbu barat-timur dengan bidang permukaan fasade terluas pada sumbu utara-
selatan. Apabila kondisi ideal orientasi bangunan tidak memungkinkan, dapat
dilakukan dengan memperluas bukaan untuk masuknya cahaya atau mengurangi
pembatasan ruang, agar cahaya dapat memasuki ruang-ruang dalam. Bila
diperlukan pembatas, maka gunakan material transparan Pemanfaatan material
lokal Selubung bangunan yang memperoleh radiasi matahari terbesar adalah atap
dan kemudian dinding. Agar penghematan energi dapat dilakukan, maka harus
dihindari radiasi matahari yang optimal pada siang hari, karena akan meningkatkan
suhu ruangan.

12
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas maka diambil simpulan sebagai berikut:
1. Green building (juga dikenal sebagai konstruksi hijau atau bangunan yang
berkelanjutan) mengacu pada struktur dan menggunakan proses yang
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di
seluruh siklus hidup-bangunan: mulai dari penentuan tapak untuk desain,
konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi pembongkaran, dan. Hal ini
membutuhkan kerjasama yang erat dari tim desain, arsitek, insinyur, dan
klien di semua tahapan proyek.
2. Energi matahari sebagai alternatif energi selain BBM & MIGAS dapat
diterapkan dalam membangun rumah yang hemat energi dalam bentul panel
surya untuk atap maupun dalam bentuk sel gratzel yang bisa digunakan
sebagai jendela.
3. Tingginya biaya instalasi panel surya dapat diatasi jika ada kemauan dari
pihak pemerintah misalnya dengan memberikan subsidi, sosialisasi besar-
besaran mengenai keuntungan penggunaan sel surya, serta kemauan dari
pihak industri bersama teknokrat untuk menciptakan sel surya yang murah
dan efisien.
4. Pada skala lingkungan mikro, fenomena radiasi matahari ini mempengaruhi
laju peningkatan suhu lingkungan. Kondisi demikian mempengaruhi
aktivitas manusia di luar ruangan, untuk mengatasi fenomena ini ada tiga
hal yang bisa dikendalikan yaitu durasi penyinaran matahari, intensitas
matahari, dan sudut jatuh matahari
5. Pemilihan material untuk membangun sebuah rumah juga akan berpengaruh
terhadap efek keramah-tamahan lingkungan yang sedang gencar-gencarnya
dikampanyekan. gunakanlah sumber daya yang bisa diperbarui. Sumber
daya yang bisa diperbarui misalnya material bangunan dari kayu, bebatuan
dan semacamnya yang pada umumnya adalah material alami yang banyak
terdapat di lingkungan sekitar dan mudah untuk diperbarui kembali.
Selanjutnya bisa menggunakan kembali material bangunan yang masih
layak pakai, dan mengolah limbah atau material sisa bangunan untuk dapat
dimanfaatkan kembali.
6. Perancangan rumah yang hemat energi dan ramah lingkungan harus
memperhatikan aspek kecukupan cahaya, ventilasi, dan sanitasi.
7. Sebaran penggunaan energi dalam rumah tinggal lebih banyak pada aspek
fungsi penghawaan atau penyegaran udara dan aspek fungsi pencahayaan,
sehingga kedua hal ini penting untuk menjadi fokus dalam pembahasan
konsep penghematan energi ini. Pembahasan tentang penghematan energi
ditekankan pada langkah ekologis, yaitu dengan menciptakan
kesinambungan antara rumah tinggal dengan lingkungannya atau adanya
interaksi dengan alam.

13
8. Pemilihan bahan material untuk bangunan hendaknya juga memperhatikan
aspek keberlanjutan dan ramah lingkungan.

3.2 SARAN
Beberapa saran yang dapat diberikan untuk dapat dilakukan selanjutnya
sebagai berikut:
1. Perlunya kesadaran dari semua pihak untuk bersama-sama mengembangkan
dan menerapkan penggunaan energi alternatif selain BBM & MIGAS.
2. Perlunya kesadaran dari tiap keluarga maupun pengembang/kontraktor agar
memperhatikan aspek hemat energi dan ramah lingkungan ketika
merancang sebuah rumah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Moch Solikin, Dampak dan Upaya Pengendalian Gas Buang Kendaraan


Bermotor, Cakrawala Pendidikan No.3, Tahu XVI, Nov 1997.

Wardhana, A.W.2004.Dampak Pencemaran Lingkungan, Yogyakarta :


Penerbit Andi

Darmono,2009,Farmasi forensik dan Toksikologi.jakarta : Penerbit


Universitas Indonesia (UI-Presss)

Palar,H.2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat.jakarta.PT Rineka


Cipta
Ferdianto Rangan,2012.Penyakit yang disebabkan oleh

Timbal.publichealth08.blogspot.com/2011/07/enyakit-yang-disbabkan-
oleh-timbal.html.29maret2012

BPLHD.2009.pencemaran Pb-dampak Pb terhadap kesehatan


.www.bplhdjabar.go.id /index.php/bidang-pngendalian/subid-pmantauan-
pencemaran-Pb-timbal?start=3 29 maret 2012

http://noviakl10jambi.wordpress.com/2011/06/16/makalah-logam-berat-
timbal-pb-dan-kadmium-cd/

http://indryqhy.blogspot.com/2013/02/makalah-timbal-pb.html
http://tralalaikrima.blogspot.com/2012/04/makalah-toksikologi-pencemaran-
pb.html

Abidin, Y. et al (2012). Kemampuan Menulis dan Berbicara Akademik.


Bandung: Rizqy Press.

Sulistiyowati.(2009).Pengelolaan Bangunan Ramah ingkungan.Jakarta:


Kementrian Negara Lingkungan Hidup.

http://en.wikipedia.org/wiki/Green_building

15

Anda mungkin juga menyukai