Anda di halaman 1dari 2

Hilangnya Pamor Mading di Mata Siswa

Pernyataan Umum :
Mading atau yang lebih dikenal dengan majalah dinding adalah hal yang tidak asing
dan sangat familiar di kalangan sekolah, khususnya SMAN 1 Pati. Namun akhir-akhir ini, di
kala erasudah maju dan internet menjamur dimana-mana, eksistensi mading sudah mulai
ditinggalkan. Antusias warga SMAN 1 Pati terhadap majalah dinding sekolah mulai menurun
bahkan cenderung tidak ada. Padahal mading sendiri adalah salah satu jenis media
komunikasi massa tulis yang paling sederhana dan memiliki banyak sekali manfaat. Yaitu
banyaknya informasi dan ilmu pengetahuan yang dapat termuat. Penyajiannya yang berwujud
tulisan, gambar, atau kombinasi dari keduanya, seharusnya membuat mading sebagai arena
diadunya kreatifitas siswa, sekaligus sebagai media komunikasi yang menjanjikan dan
menghibur. Namun, mading yang dulunya penuh dikerumuni orang yang ingin tahu, kini
hanya menjadi hiasan dinding yang penuh debu dan diabaikan. Hal ini tentunya dipengaruhi
oleh beberapa faktor penyebab yang sudah menjamur dikalangan warga SMAN 1 Pati,
khususnya oleh para siswanya.
Argumentasi :
Letak mading yang jauh menjadi salah satu penyebab menurunnya keinginan para
siswa untuk membaca setiap untaian kata dan menyerap informasi yang ada didalamnya.
Mereka lebih memilih untuk membaca buku dikelas atau sekedar bergurau bersama siswa
yang lainnya ketika waktu istirahat tiba, atau mungkin mereka lebih senang mengunjungi
kantin untuk sekedar melepas dahaga setelah penjejalan materi yang begitu
melelahkan walaupun keduanya memiliki jarak yang sama jauh. Lebih parahnya lagi mading
hanya dijadikan sebagai pajangan penyambut setiap langkah kaki yang melewatinya tetapi
enggan untuk berhenti sejenak menikmatinya. Hal ini sangat
memprihatinkan. Pasalnya, sebagai sarana informasi dan peningkat minat baca para siswa
saat ini mading hanya sebagai hiasan dinding dengan tulisan-tulisan dan gambar sebagai
pelengkap.
Dengan prosentase pembaca mading yang sangat sedikit sekali, hal ini juga
berpengaruh terhadap pembuatan mading yang tidak maksimal. mereka menganggap bahwa
tidak akan ada yang protes atau mengkritisi persoalan mading yang monoton sehingga
mading terlihat kurang begitu terurus. Akibatnya semakin banyak siswa yang mulai
meninggalkan mading sebagai sarana peningkatan minat baca dan pengembangan kreatifitas.
Apabila hal ini terus menerus dibiarkan maka mading akan menjadi sejarah yang hanya
tinggal kenangan.
Problem lain dari mulai ditinggalkannya mading adalah adanya sosial media, atau
kebanyakan orang sering disingkat dengan sebutan “sosmed”. Pada kenyataannya hampir 95
% siswa SMAN 1 Pati kecanduan dengan sosial media ini, hal ini terbukti dari
ketergantungan siswa kepadasmartphone yang tidak pernah lepas setiap saat. Pergi kemana
punsmartphone tidak pernah lepas dari genggaman mereka, bahkan saat jam pembelajaran
disaat guru menerangkan, mereka akan memilih lebih asyik dengan smartphone mereka.
Banyak yang beralasan bahwa ketidaktertarikan mereka kepada mading karena informasi,
tampilan, dan tulisan yang termuat sangat mebosankan dan kurang menarik. Mereka lebih
memilih menjadi pecandu sosmed. Bukan hanya beralasan sebagai ajang pamer atau mencari
kesenangan saja, namun dalam sosmed termuat jutaan informasi baik dalam negeri maupun
seluruh dunia, diamana dengan hal itu akan memperkaya informasi dan ilmu pengetahuan
bagi mereka, apalagi di sosmed semua lebih tersusun menarik dan terkesan realistis. Dalam
konteks, seharusnya pihak sekolah harus lebih memikirkan nasib dan kelanjutan mading
sekolah, mading bukan hanya digunakan sebagai hiasan tembok belaka, namun seharusnya
lebih memiliki manfaat yang lebih berguna bagi siswa. Sekolah harus memberikan berbagai
perhatian khusus untuk merawat dan membenahi mading agar lebih menarik ketimbang
sosmed. Karena dalam sosmed bukan hanya informasi positif yang termuat, namun ribuan
informasi negatif terpampang nyata adanya. Pornografi dan kekerasan adalah beberapa hal
yang sering sengaja maupun tidak disengaja oleh siswa untuk dibaca setiap saat. Hal inilah
yang akan menjurus kepada perusakan mental dan norma dalam siswa itu sendiri. Dalam hal
ini peran mading benar sangat dibutuhkan, karena dalam mading bukan hanya sekedar
memuat informasi namun mental dan norma pun dijadikan cemilan bagi siswa nantinya.
Para siswa yang sejatinya memiliki bakat dan hobi menulis tidak dapat mengasah
kemampuannya. Sehingga mereka tidak tahu seberapa jauh keahliannya dalam hal menulis.
Matinya mading telah memutuskan ladang ekspresi bagi siswa semacam ini. Apalagi tidak
adanya ekstrakurikuler jurnalis yang dapat mengampu dan mengasah bakat-bakat menulis
pada siswa yang terpendam sekaligus menjadi pengurus harian dari pengisian masing. Sayang
sekali apabila ada siswa yang mampu membuat artikel maupun cerita yang menarik namun
tidak dapat mempublikasinya karena tidak adanya pengarahan yang baik.
Pernyataan Ulang :
Sejatinya, mading merupakan sentral informasi sekaligus ladang ekspresi bagi siswa
di sekolah. Tidak seharusnya mading hanya dibiarkan menjadi papan yang berisi artikel-
artikel lama bahkan papan kosong yang terpampang di berbagai tempat di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai