Anda di halaman 1dari 18

Klasifikasi Penyakit Periodontal

1. Penyakit Gingiva

a. Dental Plaque-Induced Gingival Disease

Kondisi ini dapat terjadi pada jaringan periodontal yang tidak mengalami

attachment loss ataupun jaringan periodontal yang mengalami attachment loss.

Kondisi ini stabil dan tidak agresif.

i) Gingivitis yang hanya berasosiasi dengan dental plak

(i) Tanpa kontribusi factor lokal

(ii) Dengan kontribusi factor lokal

ii) Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh factor sistemik

(i) Berhubungan dengan system endokrin

 Puberty-associated gingivitis

 Menstrual cycle-associated gingivitis

 Berhubungan dengan kehamilan

o Gingivitis

o Pyogenik granuloma

 Gingivitis yang berhubungan dengan diabetes melitus

(ii) Berhubungan dengan diskrasia darah

 Leukemia-associated gingivitis

 Lainnya

b. Non-Plaque-Induced Gingival Disease

i) Penyakit gingiva dengan penyebab bakteri spesifik


(i) Neisseria gonorrhoeae

(ii) Treponema palladium

(iii)Spesies Streptococcus

(iv) Lainnya

ii) Penyakit gingiva dengan penyebab virus

(i) Infeksi herpesvirus

 Primary herpetic gingivostomatitis

 Reccurent oral herpes

 Varicella Zoster

(ii) Lainnya

iii) Penyakit ginviva dengan penyebab jamur

(i) Infeksi spesies candida : generalized gingival candidiasis

(ii) Linear gingival erythema

(iii)Histoplasmosis

(iv) Lainnya

iv) Lesi gingiva dengan penyebab genetic

(i) Hereditary gingival fibromatosis

(ii) Lainnya

v) Manifestasi gingiva dari penyakit sistemik

(i) Lesi mucocutaneous

 Lichen planus

 Pemphigoid

 Pemphigus vulgaris
 Erythema multiforme

 Lupus Erythematous

 Drug induced

 Lainnya

(ii) Reaksi alergi

 Material restorasi

o Merkuri

o Nikel

o Akrilik

o Lainnya

 Reaksi atribut pada :

o Pasta gigi

o Obat kumur

o Permen karet

o Makanan

 Lainnya

vi) Lesi traumatic

i) Chemical injury

ii) Physical injury

iii) Thermal injury

vii) Reaksi benda asing

viii) Lainnya yang tidak spesifik


2. Periodontitis Kronis

Karakteristik yang umum pada pasien dengan periodontitis kronis :

a. Prevalensi lebih banyak pada dewasa namun dapat terjadi pada anak-anak

b. Besar destruksi konsisten dengan factor lokal

c. Berhubungan dengan variasi pola microbial

d. Kalkulus subgingiva seringkali ditemukan

e. Perjalanan penyakit lambat sampai sedang, namun ada kemungkinan pada beberapa

periode berjalan cepat.

f. Dapat dimodifikasi oleh hal seperti

(i) Penyakit sistemik seperti HIV dan diabetes mellitus

(ii) Faktor predisposisi lokal dari periodontitis

(iii)Faktor lingkungan seperti merokok dan stress emosional

Periodontitis kronis dapat disubklasifikasikan kedalam lokalisata dan generalisata serta

dikarakterisasikan sebagai slight, moderate, dan severe berdasarkan :

a. Lokalisata : <30% sites yang terlibat

b. Generalisata : >30% sites yang terlibat

c. Slight : 1 sampai 2 mm clinical attachment loss

d. Moderate : 3 sampai 4 mm clinical attachment loss

e. Severe : ≥5 mm clinical attachment loss

3. Periodontitis Agresif

Karakteristik umum pada pasien periodontitis agresif :

a. Secara umum klinis pasien sehat


b. Kehilangan perlekatan (attachment loss) dan destruksi tulang secara cepat

c. Jumlah deposit mikroba tidak konsisten dengan keparahan penyakit

d. Ada factor keturunan dari individu

Karakteristik yang umum namun tidak universal

a. Penyakit biasanya diinfeksi oleh Actinobacillus actinobacillus

actinomycetemcomitans.

b. Abnormalitas dari fungsi fagosit

c. Hiperresponsive makrofag, peningkatan produksi prostaglandin E2 (PGE2) dan

interleukin-1β

d. Pada beberapa kasus, progresifitasnya self-arresting.

Periodontitis agresif dapat diklasifikasikan kedalam lokalisata dan generalisata seperti

berikut :

a. Lokalisata

i) Circumpubertal onset

ii) Lokalisasi pada molar pertama atau insisif dengan proksimal attachment loss

pada setidaknya 2 gigi permanen, salah satunya molar pertama.

iii) Respon antibodi kuat terhadap agen infeksi

b. Generalisata

i) Biasanya mengenai pasien usia dibawah 30 tahun

ii) Attachment loss proksimal generalisata mengenai setidaknya 3 gigi lain selain

molar pertama dan insisif.

iii) Pronounced episodic nature dari destruksi periodontal

iv) Respon antibodi serum buruk terhadap agen infeksi.


4. Periodontitis manifestasi penyakit sistemik

Periodontitis dapat berhubungan dengan manifestasi penyakit sistemik seperti :

a. Penyakit hematologi

i) Acquired neutropenia

ii) Leukemias

iii) Lainnya

b. Kelainan genetic

i) Familial and cyclic neutropenia

ii) Down syndrome

iii) Leukocyte adhesion deficiency syndrome

iv) Papillon-Lefevre syndrome

v) Chediak-Higashi syndrome

vi) Histiocytosis syndromes

vii) Glycogen storage disease

viii) Infantile genetic agranulocytosis

ix) Cohen syndromes

x) Ehlers-Danlos Syndrome (Type IV dan VIII AD)

xi) Hypophosphatasia

xii) Lainnya

c. Lainnya yang tidak spesifik


5. Necrotizing periodontal disease

a. Necrotizing ulcerative gingivitis

Karakteristik utama dari NUG adalah etiologinya merupakan bakteri, ada lesi

nekrotik, dan factor predisposisi seperti stress psikologis, merokok, dan

immunosupresi. Sebagai tambahan, malnutrisi dapat menjadi faktor kontribusi.

NUG seringkali terlihat sebagai lesi akut yang mempunyai respon baik terhadap

terapi antimikroba yang dikombinasikan dengan pembersihan plak dan kalkulus

serta peningkatan oral hygiene.

b. Necrotizing ulcerative periodontitis

Perbedaan antara NUP dan NUG terdapat pada adanya clinical attachment loss dan

resorpsi tulang alveolar, karakteristik lainnya sama. NUP dapat diobservasi pada

pasien HIV dan bermanifestasi sebagai ulserasi lokal dan nekrosis jaringan gingiva

dengan exposure dan destruksi yang cepat dari tulang alveolar, perdarahan spontan,

dan rasa nyeri yang parah.

6. Periodontal Abses

a. Abses gingiva

b. Abses periodontal

c. Abses pericoronal

7. Periodontitis yang berasosiasi dengan lesi endodontic

a. Lesi endodontic-periodontik

b. Lesi Periodontik endodontic

c. Lesi kombinasi
8. Deformitas dapatan atau deformitas perkembangan

a. Kondisi lokal gigi yang berhubungan dengan factor predisposisi penyakit gingiva

atau periodontal yang diinduksi plak.

i) Faktor anatomi gigi

ii) Pengaplikasian bahan restorasi

iii) Fraktur akar

iv) Cervical root resorption dan cemental tears

b. Deformitas mukogingiva dan kondisi sekitar gigi

i) Resesi gingiva atau jaringan lunak

(i) Permuakaan fasial atau lingual

(ii) Interproksimal (papilla)

ii) Lack of keratinized gingiva

iii) Penurunan ketinggian vestibular

iv) Aberrant frenum atau posisi otot

v) Gingival Excess

(i) Pseudopocket

(ii) Gingival margin yang inkonsisten

(iii) Excessive gingival display

(iv) Gingival enlargement

(v) Warna yang abnormal

c. Deformitas mukogingiva dan kondisi dari linggir edentulous

i) Defisiensi linggir secara vertikal atau horizontal

ii) Lack of gingiva or keratinized tissue


iii) Gingival atau soft tissue enlargement

iv) Penurunan ketinggian vestibular

v) Warna abnormal

d. Trauma oklusal

i) Trauma oklusal primer

ii) Trauma oklusal sekunder

Tipe Gingivitis
Gingivitis dapat dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu :
1. Yang disebabkan oleh bakteri yang berakumulasi dalam sulkus gingiva dan permukaan
gigi.
2. Yang disertai dengan nekrosis.
3. Tidak ada hubungannya dengan plak dan tidak dimulai dari marginal.
Gingivitis yang ada hubungannya dengan plak bakteri dimulai dari gingiva paling koronal sebab
di sana tempat lokasi bakteri penyebab. Penyebaran penyakit lebih ke apikal hanya terjadi bila
penyakit menjadi lebih parah.
Hanya pada keadaan yang sangat parah atau bila diperparah oleh kondisi sistemik, gingivitis yang
disebabkan oleh plak ini akan menyebar dari marginal gingiva ke mucogingival junction.
Gingivitis yang tidak ada hubungannya dengan plak biasanya mengenai seluruh mulut oleh karena
penyebabnya faktor sistemik atau distribusinya tidak ada hubungannya dengan sulkus gingiva atau
margin gingiva.
1. Gingivitis yang Ada Kaitannya dengan Plak Bakteri
· Gingivitis ‑ Plak Bakteri ‑ Tidak Berkembang
Gingivitis yang disebabkan oleh plak bakteri adalah bentuk penyakit periodontal yang paling
umum/sering terjadi dan dengan prevalensi yang paling tinggi. Walaupun gingivitis yang
disebabkan oleh plak bakteri mempunyai komposisi bakteri berbeda dengan gingiva sehat,
komposisi floranya tidaklah sangat spesifik. Dengan demikian diagnosa bakteriologis bukan
metoda yang menjadi pilihan. Lebih tepat bila diagnosa dilakukan secara klinis.
Secara klinis gingivitis menunjukkan perubahan pada kontur dan kekerasan normal gingiva
menjadi membengkak dalam berbagai derajat edema atau fibrosis pada kebanyakan kasus dan pada
kasus tertentu dimodifikasi oleh kondisi sistemik.
Pada mereka dengan warna kulit yang lebih muda, warna merah muda gingiva menjadi merah atau
merah kebiruan. Pada mereka dengan warna kulit gelap, perubahan warna gingiva tidak begitu
jelas, tergantung intensitas pigmentasi normal, mungkin berwarna merah kebiruan dengan edema.
· Gingivitis - Plak Bakteri - Diperparah Keadaan Sistemik.
Kondisi sistemik belum tentu sebagai bagian penyebab terjadinya gingivitis. Di lain pihak
penampakan klinis gingivitis dapat menunjukkan adanya faktor sistemik.
Beberapa kondisi sistemik mempunyai peranan dalam berkembangnya gingivitis menjadi
periodontitis, sedang beberapa kondisi sistemik lainnya mengubah penampilan gingivitis tanpa
mengurangi kemampuan respon host untuk tidak berkembang ke periodontitis.
Termasuk kondisi sistemik yang disebut pertama adalah gangguan darah seperti neutropenia dan
yang disebut belakangan adalah hormon sex, obat‑obatan tertentu dan penyakit sistemik lainnya.
Resiko terjadinya periodontitis meningkat semata-mata disebabkan oleh bertambahnya akumulasi
plak pada gingiva yang membesar sehingga sukar dibersihkan.
a) Gingivitis yang berhubungan dengan hormon sex.
Kehamilan dapat dikaitkan dengan gingivitis dan kadang‑kadang terjadi ploriferasi lokal yang
dikenal sebagai pregnancy tumor. Kelainan tersebut di atas bukan neoplasma, tetapi keradangan
dengan pembesaran gingiva.
Pembesaran gingiva yang terjadi dipengaruhi oleh gangguan keseimbangan hormon pada
kehamilan. Fenomena yang sama terlihat pada pemakaian pil kontrasepsi oral. Gingivitis pada
kehamilan lebih parah daripada gingivitis pada keadaan tidak hamil.
b) Gingivitis yang ada kaitannya dengan obat‑obatan.
Penampakan klinis gingivitis dapat termodifikasi oleh obat‑obatan yang digunakan secara sistemik
terutama obat anti konvulsi, obat kardiovascular dan immonosupresi tertentu. Terjadi hipertrofi
elemen jaringan ikat (terutama kolagen) sehingga terlihat gingiva membesar.
Keradangan yang terjadi disebabkan oleh akumulasi plak bakteri. Prototipe dan hipertrofi gingiva
dari obat untuk sistem syaraf pusat tersebut di atas adalah phenytoin (diphenylhydantoin). Sekitar
50% pemakai phenytoin dalam jangka waktu panjang mengalami pertumbuhan gingiva.
Hipertrofi hasil obat kardiovascular terutama adalah golongan calcium channel blockers seperti
infedipine dan oxodipine. Beberapa calcium channel blockers lainnya juga mempunyai kaitan
dengan pertumbuhan berlebihan gingiva. Cyclosporin sebagai immosupresi adalah golongan obat
yang berperan besar terhadap terjadinya hipertrofi gingiva. Dengan kontrol plak yang baik dapat
mengurangi keparahan-nya.
c) Gingivitis yang berkaitan dengan penyakit sistemik.
Modifikasi kondisi pada gingiva selain yang tersebut di atas dapat dihasilkan dari beberapa
penyakit sistemik. Hal ini terlihat pada keradangan gingiva yang parah terutama pada anak‑anak,
yang keparahannya tidak sebanding dengan plak gigi yang ditemukan. Kondisi di atas mungkin
dipengaruhi oleh adanya gangguan darah seperti leucemia dan granulositosis.
Demikian pula dengan efek lanjut dari kekurangan Vitamin C terutama bertambahnya perdarahan
gingiva.

2. Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG)


Terjadi ulserasi pada margin gingiva dan papila, interdental menjadi cekung, beradang dan
sakit. Terdapat limfadenopati, suhu meningkat, bau mulut tidak enak dan pseudomembrane rapuh
di atas daerah yang terkena penyakit. Pada permulaan ditemukannya, dilaporkan NUG ada
kaitannya dengan bakteri fusospiroheta kompleks. Pada akhir-akhir ini dilaporkan bahwa spireheta
masuk ke dalam jaringan nekrosis dan berada dalam NUG. Studi kultur terhadap plak penyebab
ditemukan spesies trepomena dan selenomonus bersama dengan Bacteroides, Eusobakterium Sp
dan lain‑lain. Tidaklah jelas bedanya dengan komposisi bakteri yang terdapat pada bentuk
gingivitis lainnya atau periodontitis. NUG sepertinya merupakan manifestasi infeksi berbagai
bakteri yang dimodifikasi oleh keadaan sistemik penentu (determinant) tertentu.
· Necrotizing Ulcerative Gingivitis, Faktor Sistemik Tidak Diketahui.
NUG secara tradisional dikaitkan dengan stres mental dan fisik. Hubungan yang tepat dan
mekanisme bagaimana stres menghasilkan nekrosis masih perlu dibuktikan.
· Necrotizing Ulcerative Gingivitis yang Ada Hubungan-nya dengan HIV.
Lesi ulserasi pada gingiva seperti NUG dapat ditemukan pada beberapa kasus AIDS. Infeksi HIV
perlu diwaspadai bila terlihat tanda‑tanda NUG.

3. Gingivitis, Tanpa Plak Gigi


Dua keadaan yang memberi kesan bahwa keradangan gingiva yang terjadi bukan oleh karena plak
bakteri adalah tidak terjadi penyembuhan pada gingivitis dengan kontrol plak secara mekanis dan
kemis yang dilakukan dengan sangat baik. Gingivitis yang disebabkan faktor bukan plak tidak
menunjukkan bahwa kelainan berasal dari margin gingiva.
· Gingivitis yang Ada Hubungannya dengan Penyakit Kulit
Gingiva dapat beradang, disebabkan oleh penyakit pada kulit. Mungkin saja yang tersangkut
pertama dalam kasus ini adalah gingiva, tetapi umumnya merupakan manifestasi penyakit pada
permukaan tubuh yang manapun. Penyakit yang termasuk keadaan tersebut di atas adalah lichens
planus, mucous membrane pemphingoid, pemphingus dan gangguan vesicolobullous lain,
termasuk manifestasi oral epidermolysis bullosa dan ectodermal displasia.
Gingiva mengalami desquamasi atau lesi dengan keradangan oleh perubahan hormon pada
menopause atau gangguan keseimbangan dari hormon ovarium lainnya.

· Gingivitis Alergi
Gingivitis diffuse, tampak lunak meluas dari marginal ke mucogingival junction. Dapat terjadi
oleh karena bahan pembuat chewing gum atau bahan yang terdapat dalam pasta gigi atau bahan
makanan.

· Gingivitis Infeksi
Hampir semua bahan infeksi dari luar dapat menjadikan gingiva sarang infeksi. Bila virus, lesi
vascular. Yang lebih sering menyerang adalah herpes virus. Bakteri dan fungsi yang bukan
merupakan flora dalam mulut dapat menimbulkan kelainan seperti misalnya candida albicans.

PERIODONTITIS
Periodontitis merupakan penyakit periodontal yang paling umum terjadi dan hasil dari perluasan
proses keradangan pada gingiva ke jaringan periodontal penyangga (tulang alveol, ligamen
periodontal dan sementum).
Periodontitis dapat diklasifikasi sebagai berikut :
1. Periodontitis Marginalis.
Kerusakan jaringan periodontal ada hubungannya dengan plak gigi penimbul keradangan.
2. Juvenile Periodontitis.
Merupakan kelompok khusus dengan lesi lanjut pada anak-anak dan remaja.
3. Necrotizing Ulcerative Periodontitis.
Kerusakan lanjut dari ANUG.

1. Periodontitis Marginalis
Klinis, terlihat keradangan kronis pada gingiva, poket periodontal dan hilangnya tulang. Pada
kasus lanjut terjadi, migrasi gigi patologis dan gigi goyang. Penyebab adalah plak gigi. Akumulasi
plak dapat disertai oleh iritasi lokal seperti karang gigi, restorasi yang kurang baik dan impaksi
makanan. Berdasarkan pada laju kerusakan jaringan dari penampakan klinis, periodontitis
marginalis dapat di subklasifikasikan sebagai berikut :
· Periodontitis dengan laju perkembangan yang lambat (Slowly Progressing Periodontitis)
· Periodontitis dengan laju perkembangan yang cepat (Rapidly Progressing Periodontitis)
· Refractory periodontitis.

· Periodontitis dengan Laju Perkembangan yang Lambat


Periodontitis ini disebut pula periodontitis tipe dewasa (adult type periodontitis) dan mempunyai
hubungan dengan pengendapan plak gigi dan karang gigi.
Stadium lanjut terjadi pada usia 50 ‑ 60 tahunan. Pada umumnya tidak memberi keluhan rasa sakit,
tetapi kadang‑kadang akar gigi yang terbuka (tidak tertutup gingiva) menjadi sensitif. Gejala akut
dapat terjadi karena terbentuknya abses periodontal dan caries pada akar gigi. Penyakit ini dapat
mengenai beberapa gigi atau seluruh gigi dalam mulut.
Lesi memberi respon yang baik terhadap bentuk perawatan konvensional. Bila disertai trauma
oklusi, kondisi yang ada disebut compound periodontitis atau traumatic periodontitis.
Terlihat adanya poket nifraboni dengan insiden yang tinggi, kehilangan tulang lebih banyak bentuk
angular daripada horizontal, gigi goyang lebih dini dan lebih parah.
· Periodontitis dengan Laju Perkembangan yang Cepat
Pada periodontitis ini akumulasi plak tidak sepadan dengan keparahan penyakit. Kondisi penyakit
dijelaskan oleh Page dkk, sebagai berikut : “pada umumnya terjadi pada individu dewasa muda
usia dua puluhan tetapi dapat juga terjadi di atas usia 35 tahun”.
Tampak keradangan mencolok pada gingiva, marginal gingiva ploriferasi, eksudasi dan
kehilangan tulang sangat cepat (dalam beberapa minggu/bulan).
Sebagian besar penderita mempunyai antibodi untuk berbagai spesies Bacteroides, Actinobacillus
atau keduanya dan menunjukkan defek pada fungsi fagositosis. Penampakan klinik tipe
periodontitis lambat dan cepat kadang‑kadang sukar dibedakan kecuali diobservasi dalam waktu
yang lebih lama terhadap laju perkembangan dan responnya terhadap perawatan.

· Refractory Periodontitis
Kasus‑kasus yang tidak memberi respon terhadap perawatan dan/atau kambuh segera setelah
perawatan yang memadai tanpa diketahui penyebabnya disebut refractory periodentitis. Menurut
Page pada periodon­titis tersebut di atas terjadi mekanisme sebagai berikut : “respon host
abnormal, organisme yang resisten atau masalah morfologi yang tidak dirawat”.

2. Juvenile Periodontitis
Juvenile periodontitis merupakan penyakit periodontal yang parah. Terjadi pada masa
kanak‑kanak dan remaja. Kerusakan periodontal terjadi sangat cepat dan kanak‑kanak serta remaja
dapat kehilangan gigi prematur. Penyebab penyakit belum diketahui dengan jelas.
Berdasarkan distribusinya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
· Generalized Juvenile Periodontitis
· Localized Juvenile Periodontitis

· Generalized Juvenile Periodontitis.


Menyerang seluruh gigi atau sebagian besar dari gigi yang ada. Tipe juvenile ini mempunyai
hubungan dengan gangguan sistemik.
Kelainan sistemik yang ada kaitannya adalah :
a. Papillon ‑ Lefevre Syndrome.
Sindrom ini ditandai hiperkeratosis dan ikhtiosis pada kulit siku, lutut, telapak tangan dan telapak
kaki serta penyakit periodontal destruksi yang parah. Perubahan pada kulit dan jaringan
periodonsium tampak bersamaan sebelum usia pasien mencapai 4 tahun. Lesi periodontal dimulai
dengan keradangan dini pada gingiva dan diikuti oleh kehilangan tulang dan lepasnya gigi.
Penderita kehilangan gigi sulung pada usia 5 - 6 tahun. Gigi permanen tumbuh normal, kemudian
mengalami penyakit periodontal yang distruktif dan gigi lepas. Pada usia 15 tahun penderita sudah
tidak mempunyai gigi lagi kecuali M3. Gigi inipun dalam beberapa tahun juga lepas. Luka bekas
pencabutan sembuh dengan baik.
Pasien dengan lesi kulit sama dengan Papillon Lefevre Syndrome tetapi tanpa kerusakan
periodon-tal di diagnosa sebagai menderita penyakit Meleda.
b. Down's Syndrome (Mongolism)
Merupakan penyakit Congenital (bawaan) ditandai dengan kurang berkembangnya mental dan
kurang pertumbuhan fisik. Penyakit periodontal pada Down's Syndrome biasanya mengenai
seluruh gigi yang ada, berkembang sangat cepat. Sering pula dijumpai ANUG. Prevalensi penyakit
sangat tinggi, 100% pada usia 30 tahun. Belum ada penjelasan yang tepat mengenai perkembangan
yang cepat dan prevalensi yang tinggi dari penyakit periodontal.
Kemungkinan beberapa faktor berperan memudahkan terjadinya kelainan periodontal yaitu
berkurangnya resistensi terhadap infeksi oleh karena jeleknya sirkulasi darah terminal termasuk
gingiva dan berkurangnya fungsi fagositosis.
c. Prepubertal Periodontitis.
Terjadi kerusakan periodontal lanjut pada anak-anak dan tidak jelas penyakit sistemiknya. Kasus
ini jarang terjadi, penyakit dimulai pada waktu gigi sulung erupsi. Ditemukan keradangan akut
yang mencolok, jaringan gingiva ploriferasi dan kerusakan tulang yang cepat. Ditemukan defek
pada netrofil dan monosit pada daerah perifer dan tidak adanya netrofil pada jaringan gingiva
semua gigi sulung terkena gigi permanen kadang‑kadang terkena, mereka juga menderita infeksi
saluran respirasi. Bentuk lokal dari prepubertal periodon-titis hanya mengenai beberapa gigi,
dengan keradangan ringan dan kehilangan tulang lambat.
Respon baik terhadap perawatan konvensional. Gigi permanen tidak kena.

· Localized Juvenile Periodontitis


Terjadi pada usia antara masa pubertas dan 25 tahun, mengenai laki‑laki dan perempuan. Distribusi
klasik pada M1 dan I yang paling jarang terkena adalah C dan P.
Tiga tipe kehilangan tulang yaitu :
a. M dan / atau I
b. M, I, dan beberapa gigi tambahan (total kurang dari 14 gigi)
c. Seluruh gigi terkena.
Kerusakan tulang sering terjadi bilateral simetris.
Tanda Klinis
Pada Juvenile Periodontitis dini tidak tampak keradangan klinis pada poket periodontal yang
dalam.
Terlihat ada sedikit plak, membentuk sedikit film tipis pada gigi dan jarang mengalami
mineralisasi menjadi karang gigi. Gejala pertama yang paling umum adalah gigi goyang dan
migrasi gigi M1 dan. I. Migrasi pada I rahang atas dan jarang pada rahang bawah. Pada stadium
lebih lanjut dapat terjadi abses periodontal.
Juvenile Periodontitis berkembang sangat cepat. Kehilangan tulang 3 ‑ 4 kali lebih cepat dari pada
periodontitis marginalis,. Kerusakan tulang berlanjut sampai gigi dirawat, lepas atau dicabut.
Penyakit ini tidak secara konsisten menyebar pada gigi yang lain. Dua bakteri yang diduga patogen
pada Juvenile Periodontitis adalah A actinomycetemeomitan dan Capnocytophaga.

3. Necrotizing Ulcerative Periodontitis


Tipe periodontitis ini didapat setelah terjadinya ANUG berulang kali. Umumnya hanya mengenai
beberapa daerah gigi. Gejala ANUG masih tetap ada.

Patogenesis Penyakit Periodontal


Patogenesis dapat diartikan sebagai proses terjadinya penyakit dari tahapawal sampai akhir.
Tahapan patogenesis penyakit pada penyakit periodontalberupa inflamasi kronis.
a.Interaksi pejamu bakteri pada daerah subgingiva
Secara normal daerah subgingiva dan permukaan gigi yangberdekatan dihuni oleh bakteri dalam
jumlah dan jenis yang bervariasi dan membentuk plak bakteri/plak gigi (bakterial plague/dental
plague).Beberapa menit setelah terdepositnya partikel, partikel akan terpopulasi dengan bakteri.
Bakteri dapat terdeposit langsung pada email, tetapi biasanya bakteri melekat terlebih dahulu pada
partikel dan agen bakteridapat menyelubungi glikoprotein saliva. Plak bakteri dalam jumlah
sedikit dapat ditolerir oleh pejamu (host) tanpa menimbulkan penyakit. Hal ini disebabkan adanya
keseimbangan antara serangan bakteri plak dengan mekanisme pertahanan pejamu. Apabila
bakteri tertentu dari plak bertambah jumlah dan menghasilkan faktor-faktor virulensi,
keseimbangan tersebut akanterganggu dengan akibat timbulnya penyakit. Penyakit dapat pula
timbul akibat menurunnya mekanisme pertahanan pejamu.

b.Mekanisme pertahanan periodonsium


Pertahanan periodonsium dibangun oleh berbagai faktor seperti integritas permukaan, saliva,
cairan sulkus gingiva dan leukosit padadaerah dentogingival, yang dikelompokkan sebagai
mekanisme protektif non spesifik dan sistem imunitas yang merupakan mekanisme protektif
spesifik.

c. Stadium awal respon pejamu


Pejamu akan memberikan respon terhadap penumpukkan bakteri atau produk-produknya di dalam
sulkus gingiva. Reaksi inflamasi akut ini berupa respon vaskular dan respon seluler.

d.Mekanisme timbulnya gingivitis dan periodontitis


Gingivitis dan periodontitis, merupakan bagian terbesar dari penyakit yang melibatkan
periodonsium, merupakan infeksi bakterial kronis. Bentuk dan perluasannya dipengaruhi oleh
interaksi pejamu bakteri. Bakteri patogen periodontal dapat menimbulkan penyakit secara
langsung maupun secara tidak langsung. Patogenesis penyakit periodontal berupa inflamasi kronis
(gingivitis dan periodontitis) terjadi dalam empat tahapan yaitu lesi inisial (initial lesion), lesi awal
(early lesion), lesi mantap (esthabilished lesion) dan lesi lanjut (advancedlesion), Ketiga lesi
pertama adalah tahapan gingivitis, sedangkan lesi lanjut yang disebut juga sebagai fase distribusi
periodontal (phase of periodontal break down) adalah tahapan periodontitis.

Ciri Klinis Gingivitis


Ciri-ciri gingivitis mencakup pendarahan, perubahan warna, perubahankonsistensi, perubahan
tekstur permukaan, pembentukan konftu/bentuk,perubahan saku gusi, resesi gingiva, halitosis dan
rasa sakit.

a.Perdarahan
Perdarahan gingiva bisa terjadi secara spontan atau karena trauma mekanis, misalnya sewaktu
menyikat gigi. Terjadinya pendarahan gingivapada waktu probing merupakan tanda klinis
gingivitis yang penting.Pendarahan ini mudah terjadi karena inflamasi kronis menyebabkan
penipisan dan ulserasi epitel sulkus, dan pembuluh darah yang penuh berisi darah menjadi rapuh
dan terdesak oleh cairan dan sel radang sehingga berada lebih dekat ke permukaan epitel sulkus.

b.Perubahan warna
Perubahan warna gingiva biasanya bermula pada papila interdental dan gingiva bebas. Bila
inflamasi bertambah parah terjadi perubahan warna pada gingiva cekat Akibat inflamasi kronis
warna gingiva yang normalnya merah jambu akan berubah menjadi sedikit merah sampai merah
tua karena terjadinya proliferasi vaskular dan berkurangnya keratinisasi akibat terhimpitnya epitel
oleh jaringan yang terinflamasi.Terjadinya stasis venous menyebabkan warna gingiva menjadi
merah kebiru-biruan sampai biru, apabila vaskularisasi bericurang (berkaitan dengan terjadinya
fibrosis atau proses reparatif) warna gingiva terlihat pucat atau hampir menyerupai warna normal

c.Perubahan Konsistensi
Pada tahap awal konsistensi gingiva belum mengalami perubahan. Konsistensi gingiva kemudian
dapat berubah menjadi lunak dan menggembung, serta berlekuk apabila ditekan. Hal ini adalah
akibat jaringan ikat gingiva diinfiltrasi oleh cairan dan sel-sel eksudat inflamasi.Dalam tahap lanjut
konsistensinya menjadi sangat lunak dan rapuh yang mudah koyak apabila diprobing, Konsistensi
yang demikian disebabkan karena degenerasi jaringan ikat dan epitel gingiva. Bila inflamasi kronis
berlangsung lama terjadi fibrosis dan proliferasi epitel sehingga konsistensi gingiva menjadi kaku
seperti kulit.

d.Perubahan tekstur permukaan


Perubahan tekstur permukaan yang sering terlihat adalah hilangnya tekstur seperti kulit jeruk, dan
berubah menjadi licin dan berkilat karena perubahan histopatologis yang terjadi didominasi oleh
eksudasi. Tekstur yang demikian terjadi pada gingiva yang berkonsistensi lunak. Perubahan
histopatologisnya didominasi oleh fibrosis, tekstur permukaannya adalah bernodul-nodul.

e.Perubahan kontur/bentuk
Perubahan kontur gingiva pada gingivitis umumnya berkaitan dengan terjadinya pembesaran
gingiva (gingival enlargement), meskipun pembesaran gingiva ini juga bisa disebabkan oleh
sebab-sebab lain sebagaimana biasanya akibat pembesaran gingiva ini tepi giginya membulat dan
papila interdental menjadi tumpul.

f.Perubahan saku gusi


Pada gingivitis terjadi pembentukan saku gusi (gingival pseudopocket) yaitu sulkus gingiva yang
dinding jaringan lunaknya terinflamasi tanpa adanya migrasi epitel saku ke apikal. Perbedaan saku
gusi dengansulkus gingiva adalah pada saku gusi terdapat tanda-tanda inflamasi gingiva.
Kedalamannya bisa tetap, tetapi bisa juga bertambah apabila terjadi pembesaran gingiva atau
naiknya tepi gingiva ke koronal.

g. Resesi
Resesi adalah tersingkapnya permukaan akar gigi akibat bergesernya posisi gingiva ke apikal, bisa
terjadi pada gingiva yang terinflamasi apabila gingivanya tipis terutama bila gingiva cekatnya
inadequate

h.Halitosis
Halitosis atau nafas yang terasa bau sering dikeluhkan penderita gingivitis, dan keluhan inilah yang
sering menjadi alasan bagi pasien untuk meminta perawatan. Penyebabnya adalah sisa makanan
yang tertinggal, dan eksudat radang. Halitosis yang disebabkan oleh gingivitis harus dibedakan
dengan yang disebabkan oleh sebab-sebab lain seperti kelainan pada saluran pernafasan dan
pencernaan dan penyakit-penyaki tmetabolisme seperti diabetes melitus dan uremia

i.Nyeri Sakit
Nyeri sakit jarang menyertai gingivitis pada tahap awal, kalaii terjadi eksaserbasi akut, gingiva
terasa nyeri waktu menyikat gigi karena penderita menyikat giginya hanya dengan tekanan yang
lebih ringan dan lebih jarang menyikat gigi, sehingga plak lebih banyak menumpuk dan kondisi
penyakit bertambah parah.

Secara Histopatologi terjadinya gingivitis sampai periodontitis sudah pernah dijabarkan oleh
Page dan Schroeder (1976) dalam beberapa tahapan: lesi awal timbul 2-4 hari diikuti gingivitis
tahap awal, dalam 2-3 minggu akan menjadi gingivitis yang cukup parah.

Patogenesis penyakit periodontal dibagi menjadi 4 tahap:

1. Lesi Awal
Bakteri adalah penyebab utama dari penyakit periodontal, namun pada tahap ini hanya
menyerang jaringan dalam batas normal dan hanya berpenetrasi superfisial. Bakteri plak
memproduksi beberapa faktor yang dapat meyerang jaringan baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan cara merangsang reaksi imun dan inflamasi. Plak yang terakumulasi secara terus
menerus khususnya diregio interdental yang terlindung mengakibat inflamasi yang cenderung
dimulai pada daerah papila interdental dan meneyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi.
Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil, disebelah apikal
dari epitelium jungtion. Pembuluh ini mulai bocor dan kolagen perivaskular mulai menghilang,
digantikan dengan beberapa sel inflamasi, sel plasma dan limfosit-terutama limfosit T-cairan
jaringan dan protein serum. Disini terlihat peningkatan migrasi leukosit melalui epitelium
fungsional dan eksudat dari cairan jaringan leher gingiva. Selain meningkatnya aliran eksudat
cairan dan PMN, tidak terlihat adanya tanda-tanda klinis dari perubahan jaringan pada tahap
penyakit ini.
2. Gingivitis Dini (Tahap Awal)
Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai
dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi PMN. Perubahan yang terjadi baik pada
epithekium jungtion maupun pada epithelium krevikular merupakan tanda dari pemisahan sel dan
beberapa proleferasi dari sel basal. Fibroblas mulai berdegenerasi dan bundel kolagen dari
kelompok serabut dentogingiva pecah sehingga seal dari cuff marginal gingiva menjadi lemah.
Pada keadaan ini terlihat peningkatan jumlah sel-sel inflmasi, 75 % diantaranya terdiri dari
limfosit. Juga terlihat beberapa sel plasa dan magrofag. Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari
inflamasi makin jelas terlihat. Papila interdental menjadi lebih merah dan bangkak serta mudah
berdarah pada saat penyondean.

3. Gingivitis tahap lanjut


Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah lagi. Perubahan
mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasa terlighat mendominasi. Limfosit
masih tetap ada dan jumlah makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast juga ditemukan.
Imunoglobulin, terutama IgG ditemukan di daerah epithelium dan jaringan Ikat. Gingiva sekarang
berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah. Dengan bertambah parahnya kerusakan kolagen
dan pembengkakan inflmasi, tepi gingiva dapat dengan mudah dilepas dari permukaan gigi,
memperbesar kemungkinan ternetuknya poket gingiva atau poket Palsu (‘false pocket’). Bila
oedem inflamasi dan pembengkakan gingiva cukup besar, maka poket gingiva biasanya juga cukup
dalam. Pada tahap ini sudah terjadi degenerasi sel-sel epitelium jungtion dan beberapa
berproliferasi dari lapisan basal ke jaringan ikat di bawahnya, namun pada tahapan ini belum
terlihat adanya mugrasi sel-sel epithelial dalam jumlah besar ke permukaan akar.

Bila inflamasi sudah menyebar disepanjang serabut transeptal, maka akan terlihat adanya resorbsi
puncak tulang alveolar. Resorbsi ini bersifat reversibel terutama dalam hubungannya dengan
pemulihan inflamasi. Salah satu tanda penting dri penyakit ini adalah tidak ditemukannya bakteri
pada epithelium maupun pada jaringan ikat. Karena jaringan fibrosa rusak pada adrah inflamsi
aktif, pada beberapa daerah agak jauh terlihat adanya proliferasi jaringan fibrosa dan pembentukan
pembuluih darah baru. Aktivitas pemulihan yang produktif ibni merupakan karekteristrik yang
sangat penting dari lesi kronis dan pada keadaan iritasi serta inflamasi jangka panjang, elemen
jaringan fibrosa akan menjadi komponen utama dari perubahan jaringan. Jadi, kerusakan dan
perbaikan berlangsung bergantian dan proporsi dari tiap-tiap proses ini akan mempengaruhi warna
dan bentuk gingiva. Bila inflamsi dominan, jaringan akan berwarna merah, lunak dan mudah
berdarah;bila produksi jaringan fibrosa yang dominan, gingiva akan menjadi keras dan berwarna
merah muda walaupun bengkak perdarahan kurng , bahkan tidak ada.

Periodontitis:
Bila iritasi plak dan inflamsi terus berlanjut, integritas dari epithelium jungtion akan semakin
rusak. Sel-sel epithelial akan berdegenarasi dan terpisah, perlekatannya pada permukaan gigi akan
terlepas sama sekali. Pada saat bersamaan, epithelium jungtion akan berproliferasi ke jaringan ikat
dan ke bawah pada permukaan akar bila serabut dentogingiva dan serabut puncak tulang alveolar
rusak. Migrasi ke apikal dari epithelium jungtion akan terus berlangsung dan epithelium ini akan
terlepas dari permukaan gigi, membentuk poket periodontal atau poket asli. Keadaan ini
tampaknya merupakan perubahan Irreversibel. Bila poket periodontal sudah terbentuk plak
berkontak dengan sementum. Jaringan ikat akan menjadi oedem; pembuluh darah terdilatasi dan
trombosis dinding pembuluh pecah disertai dengan timbulnya perdarahan ke jaringan sekitarnya.
Disini terlihat infiltrat inflamasi yang besar dari sel-sel plasam, limfosit dan magrofag. IgG
merupakan imunoglobulin yang dominan tetapi beberapa IgM dan IgA juga dapat di temukan
disini. Epitelium dinding poket mungkin tetap utuh atau terulserasi. Disini tidak terlihat adanya
perbedaan karena produk-produk plak berdifusi melalui epitelium. Aliran cairan jaringan dan
imigrasi dari PMN akan berlanjut dan agaknya aliran cairan jaringan ini ikut membantu
meningkatkan deposisi kalkulus subgingiva. Penyebaran inflamasi ke puncak tulang alveolar.
Ditandai dengan adanya infiltrasi sel-sel ke ruang-ruang trabekula, daerah-daerah resorbsi tulang
dan bertambah besarnya ruang trabekula. Ada kecenderungan resorbsi tulang di imbangi oleh
deposisi yang semakin menjauhi daerah inflamasi. Sehingga tulang akan diremodelling, namun
tetap mengalami kerusakan. Resorbsi tulang dimulai dari daerah interproksimal menjadi lebar
misalnya atara gigi-gigi molar, suatu krater interdental akan terbentuk dan kemudian bila proses
resorbsi makin berlanjut, resorbsi akan meluas ke lateral, sehingga semua daerah puncak tulang
alveolar akan teresorbsi.

Anda mungkin juga menyukai