Anda di halaman 1dari 46

Polres Wonogiri — MoU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman tentang

pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan dana desa, Selasa (5/12) diteken
oleh Bupati Wonogiri Joko Sutopo bersama Kapolres AKBP Mohammad Tora, SH, SIK.

Acara penandatanganan MoU ini, digelar di pendapa Kabupaten Wonogiri, bersamaan


dengan acara sosialisasi kenaikan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Kabupaten Wonogiri.

Ikut hadir dalam kegiatan tersebut, Dandim 0728 Wonogiri Letkol (Inf) Basuki Sepriadi,
Ketua Pengadilan Negeri, Mohammad Istiadi, Kepala Kejaksaan Negeri, Dodi Budi Kelana,
Sekda Kabupaten Wonogiri, Suharno, Kepala DPPKAD Kabupaten Wonogiri, Haryono, para
camat dan para Kepala Desa (Kades), serta pimpinan dinas dan instansi terkait.

Kapolres Wonogiri AKBP Mohammad Tora, SH, SIK menyatakan, Mou adalah sebuah
dokumen legal yang menjelaskan persetujuan antara dua belah pihak. Ini merupakan tindak
lanjut MoU yang lebih dulu dilakukan di tingkat pusat, oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahjo
Kumolo, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Eko Putro Sandjojo, dan
Kapolri Jenderal, Tito Karnavian, pada Bulan Oktober 2017 lalu.

Peran Polri dalam pendampingan dana desa, adalah untuk melaksanakan perintah Presiden
Republik Indonesia (RI), yakni mengawal dana desa, agar penggunaannya dapat tepat sasaran
dan tepat manfaat, serta terjauhkan dari kemungkinan terjadinya tindak penyelewengan.
Sehingga, dana desa dapat benar-benar digunakan untuk tujuan mempercepat pelaksanaan
pembangunan di tingkat pedesaan, agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bupati Wonogiri Joko Sutopo, menyatakan, saat sekarang sudah menjadi tahapan Polri
sebagai pengawas dana desa. Tata kelola yang ada di Wonogiri, harus ada pendampingan dari
kepolisian. ”Sehingga tidak menimbulkan persoalan dan berpotensi memunculkan tindak
penyimpangan,” tegas Bupati Joko Sutopo.

Dikatakan Bupati, Wonogiri memiliki 251 desa yang tersebar di 25 kecamatan. Memahami
adanya kesepahaman kerja sama dengan jajaran kepolisian, kiranya perlu dibangun
mekanisme sinkronisasi tentang dana desa secara transparan. ”Sehingga nantinya, satu sen
pun dana desa, harus dapat dipertanggungjawabkan,” tandas Bupati.

Kepada para Kades, Bupati minta, mulai sekarang harus dapat merubah mindset atau
kebiasaan pola pikir, terhadap tata kelola pemerintahan di tingkat desa, supaya dapat berjalan
sebagaimana yang diharapkan. Jadikanlah momentum ini, sebagai kesempatan untuk
memulai pelaksanaan tata kelola dana desa dan pemerintahan desa dengan baik, sehingga
Kabupaten Wonogiri nantinya akan menjadi lebih baik.

Bupati mengajak, agar semua pihak terbangun kesadarannya, untuk berkomitmen


melaksanakan pembangunan yang lebih baik, khususnya pembangunan di pedesaan yang ada
di Kabupaten Wonogiri. Demi tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Terkait dengan PBB-P2, Sekda Kabupaten Wonogiri, Suharno, melaporkan, perlu adanya
langkah penyesuaian terhadap NJOP, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Bupati
(Perbup) Nomor: 56 Tahun 2017, tentang perubahan Perbup mengenai pajak tanah dan
bangunan. Mengingat NJOP di Wonogiri saat ini, nilainya masih rendah dibandingkan
dengan nilai riil jual tanah.
(Humas Polres Wonogiri Polda Jateng)

https://humas.polri.go.id/2017/12/bupati-dan-kapolres-tanda-tangani-mou-pengawasan-dana-
desa/

Pada Jum'at 20/10/2017 telah dicapai kesepakatan antara Kapolri Jendral Tito Karnavian,
Kementrian Desa Eko Sandjojo, Kementrian Dalam Negeri Tjahjo Kumulo, berlangsung di
gedung Rupatama Mabes Polri, Jalan Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Dalam Nota kesepahaman itu, disebutkan Kapolsek dan bahbinkamtibmas diberikan tugas
tunggal untuk pengawasan dana.

Demikian berita yang seakan memberikan angin sejuk pada para pelaku di desa, khususnya
mereka yang terlibat dalam penggunaan dana desa.

Namun, benarkah demikian? Apa bukan sebaliknya. Justru keterlibatan Kapolsek dan
Bahbinkamtibmas menjadi kontra produktif bagi penggunaan dana desa itu sendiri. Untuk
menganalisa masalah itulah, tulisan ini dimaksudkan.

Untuk Jadi Pendekar, Belajarlah Silat.

Ada pepatah di tanah Melayu, mengatakan untuk menjadi pendekar belajarlah silat. artinya,
kemampuan diri sendiri, sangat dibutuhkan untuk menunaikan kewajiban yang diemban.
Ketika ada tantangan dan gangguan, maka kemampuan diri sendiri menjadi tolak ukur,
apakah kita mampu mengatasinya. Jangan, belum apa-apa kita sudah minta bantuan pada
sanak saudara. Baru mendapat lawan lebih besar, sudah minta bantuan pada saudara lebih tua
untuk mengeroyok sang pengganggu. Lalu, kapan mau besar? Kapan mau jadi pendekar?

Kondisi yang digambarkan diatas itulah yang kini terjadi di kemendesa, khususnya yang
berhubungan dengan penanganan dana desa.

Kemendesa belum berbuat banyak, terutama dalam regulasi dan aturan yang mereka buat,
tiba-tiba ketika ada kebocoran dana desa atau dibeberapa daerah baru sampai pada tahap
prediksi, kemendesa sudah meminta bantuan pada saudara tuanya, Kemendagri dan
Kepolisian.

Kondisi yang saya sebut sebagai kondisi cengeng itu, makin diperlihatkan oleh kemendesa
ketika masalah dana desa ini, masuk dalam pembahasan terbatas di Istana Presiden Bogor,
dengan hasilnya sbb:

Rapat Terbatas optimali Dana Desa, Istana Presiden Bogor , Rabu (18/10)

 Harus dipastikan 20 % dari Dana Desa benar-benar dipakai kegunaannya untuk


rakyat dan dilakukan dengan swa kelola
 Tidak boleh menggunakan kontraktor, harus dikerjakan oleh masyarakat.
 Untuk mengawasi dana Desa telah dibentuk satgas baru, bekerja sama dengan
Kementrian Dalam Negri, Kepolisian, Kejaksaan, yang akan melakukan Random
audit Dana Desa.
 Model Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), juga melibatkan
Kementrian terkait, dunia usaha, Perbankan, dan Bupati untuk duduk bersama-sama
melakukan produk Unggulannya.
 Jika ada penyelewengan, lapor satgas dana desa ke 1500040. Dalam waktu 3 x 24 jam
akan dikirim pengawas.

Apa yang seharusnya dilakukan.

Lalu, jika tidak boleh melibatkan kepolisian sebagai agen tunggal dalam penanganan dana
desa, apa yang harus dilakukan oleh Kemendesa?

Prinsipnya, kebocoran dana desa, secara garis besarnya, disebabkan oleh kebijakan yang
tidak tepat dalam pembuatannya dan aplikasinya serta perbuatan menyimpang yang
dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam penggunaan dana desa.

Nah, pada sebab pertama itulah domain kemendesa berperan besar terjadinya penyalah-
gunaan dana desa. Antara lain, sebab-sebab itu;

Satu. Target Schedule yang ngawur.

Masih ingat tentang schedule terbentuknya BUMDES dan EMBUNG? Mentri Eko dalam
banyak kunjungannya selalu menyatakan bahwa pada tahun 2016 seluruh desa di Indonesia
telah memiliki Bumdes dan Embung. Sebuah pernyataan yang sangat ngawur. Mengapa
ngawur? Karena untuk membentuk Bumdes banyak syarat-syarat yang mesti dipenuhi, ada
filosofi tentang Bumdes yang harus di sosialisasikan, ada masa peralihan cara berpikir
masyarakat yang murni agraris atau nelayan menjadi masyarakat yang memiliki jiwa
enterpreuner, ada kemampuan membaca pada aparatur desa mana lahan yang dapat dijadikan
bidang garapan Bumdes dan bidang garapan yang dapat dikerjakan oleh masyarakat, dan
pada akhirnya seluruh syarat-syarat tadi harus di sosialisasikan pada masyarakat desa,
khususnya pada aparatur desa.

Tetapi, bagaimana akan di sosialisasikan, jika mereka-mereka yang menjadi TA (Tenaga


Ahli) dalam hal Bumdes tidak memiliki kemampuan dan kapabilitas tentang seluruh syarat-
syarat yang ditentukan diatas. Maka, akhirnya, ketika dilakukan sosialisasi, isinya hanya
berkutat pada administrasi, pada soal bagaimana cara membuat laporan keuangan, bagaimana
cara mengisi format dan hal-hal yang sangat bersifat tekhnis. Maka, jangan aneh jika Bumdes
yang terbentuk tidak sesuai dengan yang diidealkan, melainkan hanya untuk memenuhi syarat
waktu yang ditentukan, sehingga ketika Bumdes beroperasi hanya menunggu saat
kematiannya plus kerugian yang mengiringinya.

Hal yang sama terjadi pada Embung. Tidak tuntasnya pengertian tentang Embung, bagaimana
memanage embung hingga menjadi lahan yang tidak hanya menampung air, melainkan juga
produktif menghasilkan nominal uang selain fungsinya sebagai penampung air di waktu
hujan dan sumber air pertanian ketika kemarau.

Dua, Perencanaan yang Premature.


Dalam sebuah perencanaan yang benar, hendaknya dilakukan kajian-kajian secara
komprehensif, apa saja perangkat yang dibutuhkan agar perencanaan layak dikerjakan dengan
kualitas yang diinginkan serta waktu yang ditentukan. Dalam banyak hal perencanaan yang
dilakukan kemendes bersifat premature. Dalam hal konsep baik. Namun, karena tidak
dibarengi dengan perangkat penunjang untuk tercapai perencanaan. Maka, dalam banyak hal
gagal dalam pelaksanaan.

Sebagai contoh, dalam pembentukan Bumdes, tenaga sosialisasi yang paham tentang Bumdes
sangat minim, dalam hal Embung, tenaga sosialisasi yang mengerti tentang Embung sangat
minim, tenaga tekhnis yang mengerti tentang syarat tekhnis embung serta hubungannya
dengan ekonomi dan ekologi, hampir dapat dikatakan tidak ada. Dalam pengerjaan
Infrastrukture desa tenaga Pendamping Desa Tekhnik Infrastrukture (PDTI) sangat minim.
Bahkan, di salah satu Provinsi di Pulau Jawa dengan jumlah Kecamatan 110 kecamatan,
tenaga PDTI hanya 15 orang. Dengan kondisi demikian, jika terjadi penyalah gunaan dana
desa, siapa yang patut pertama disalahkan? Tentunya pihak Kemendesa.

Tiga, Tidak adanya integritasi dalam laporan antara Kemendesa dan Kemendagri.

Dalam pembuatan laporan, pihak aparatur desa yang tadinya sangat awan tentang laporan,
kini dipaksa untuk membuat laporan. Mereka dididik dalam waktu singkat untuk mampu
melakukan itu. Jika saja mampu, sungguh prestasi luar biasa. Kondisinya semakin berat,
ketika untuk pelaporan kegiatan yang sama, bentuk format yang dimiliki Kemendesa berbeda
dengan format yang dimiliki Kemendagri. Sebuah dilemma yang dialami oleh para aparatur
desa.

Masalahnya, semakin krusial, ketika ada pemeriksaan oleh Inspektorat. Pihak inspektorat tak
dapat menentukan versi mana yang benar. Akibatnya, untuk kegiatan yang sama, laporan
yang dikerjakan dibuat dalam dua versi. Maka, terbuka peluang seakan terjadi
penyelewengan dana. Padahal, kejadian sesungguhnya, berada pada kesalahan pembuatan
laporan kegiatan.

Empat, keterlibatan Polisi hanya membebani dana Desa.

Masih kurang cukupkah pemborosan-pemborosan yang dilakukan Kemendesa dalam setiap


pelatihan yang dilakukannya? Dari mulai pemborosan dalam pelatihan pra jabatan
Pendamping Lokal Desa, Pendamping Desa Pemberdayaan, Pendamping Desa Tekhnik Infra
struktur, Tenaga Akhli dan Team Leader.

Tentang modus pemborosan ini, saya tulis secara detail ditulisan yang lain. Kini, untuk
melibatkan pihak kepolisian, tentunya diperlukan latihan-latihan yang serupa, yang
akibatnya, semakin membebani dana Desa. Belum lagi, jika diingat, prestasi Polisi dalam
mengungkapkan tindakan korupsi dalam skala besar, tidak begitu membesarkan hati.

Akhirnya, sebuah filosofi pemikiran yang umum berlaku di dalam dunia konstruksi, untuk
sukses sebuah pekerjaan konstruksi, bukan bergantung pada berapa banyaknya tenaga
mandor, melainkan berapa banyak tenaga kerja yang terlibat dan berkontribusi dalam
pekerjaan itu, serta bagaimana kejelasan tentang pekerjaan yang dilakukan, seperti aturan
mainnya, kapan diselesaikan serta bagaimana system pelaporan. Sedangkan untuk tenaga
mandor atau pengawas cukup satu orang.
https://www.kompasiana.com/isz.singa/59ecd891f133442c7d0a8df2/pengawasan-dan-
penanganan-dana-desa-oleh-polri-kebijakan-yang-kebablasan

Ratusan orang memadati pendopo aula Kantor Gubernur Yogyakarta pada Rabu (12/8) siang. Mereka
ada yang berprofesi sebagai bupati, kepala desa, pegiat lembaga swadaya masyarakat, dan juga
wartawan. Semuanya itu ingin menyaksikan Dialog Interaktif “Mengawal Dana Hingga Ke Desa” yang
digelar KPK bersama Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kementerian Dalam
Negeri.

Turut hadir dalam pembicara yakni Wakil Ketua Sementara Johan Budi SP, Sekjen Kementerian Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KDPDTT) Anwar Sanusi dan Direktur Jenderal
Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata Irawan.
Johan mengatakan pentingnya pengawalan dana desa sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa. Pemerintah menggelontorkan dana desa lebih dari Rp 20 triliun. Darisana,
KPK khawatir banyak pihak yang mencoba menyalahgunakan dana tersebut mulai dari kewenangan
hingga dana itu sampai ke masyarakat.

“KPK pun melakukan kajian Sistem Pengelolaan Keuangan Desa agar implementasi UU Desa tersebut
dapat berjalan dengan baik dan lancar. Kajian ini untuk menghindari munculnya pihak-pihak yang
mencoba untuk menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan sendiri atau golongan,” ujar Johan.

Sementara itu, Sekjen Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(KDPDTT) Anwar Sanusi mengaku telah memberikan fasilitas terkait beberapa hal yang akan menjadi
persoalan dalam proses pencairannya itu.

“Contohnya membuat RPJMDes kemudian APBDes. Kami ketika melakukan beberapa rapat
koordinasi, ternyata problematika ada disitu, banyk sekali daerah-daerah yang mungkin tadi kapasitas
SDMnya belum terlalu terpenuhi,” ujar Anwar.

Anwar mengatakan dari 74.093 desa itu ada 5 kepala desa yang memiliki Ijasah S3. Tingkat pendidikan
kepala desa yang rendah menjadi persoalan untuk kebutuhan menyusun APBDes ini. Dari Kemendes,
kata Anwar, juga akan membuka pelatihan Grand Master untuk para kepala desa.

“Jadi nanti kami akan melatih para trainer-trainer ketika tenaga pendamping desa itu sudah kita angkat
dan Agustus sudah bisa mengangkat. Maka Desember itu lah mereka melakukan tugas dan fungsinya,”
ujar Anwar.

Adapun fasilitas pendampingan bagi tiap kepala desa, Anwar mengaku tidak bisa memaksakan 1 orang
didampingi 1 pendamping. Sebab, permasalahannya adalah anggaran negara tidak cukup untuk
membiayai para pendamping tersebut.

“Keinginan kami satu desa satu pendamping, tapi berdasarkan kekuatan anggaran sampai saat ini akan
sangat berat, sehingga sementara, 2 sampai 3 desa baru akan 1 pendamping,” ujar Anwar.

Pihak Kemendagri, yang diwakilkan Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata
Irawan, mengatakan siap berkoordinasi dengan Kemendes terkait pencairan dana desa. Sebelumnya,
kata Nata, koordinasi dengan Kemendes sudah dilakukan terkait kewenangan yang sempat tarik
menarik dengan kementeriannya.
“Dalam Perpres yang berbeda, mana yang menjadi aturan Kementerian Desa dan mana yang
Kemendagri. Sehingga teman-teman di kabupaten / kota maupun di desa tidak ada lagi bingung
pertanyaan-pertanyaan seperti itu,” ujarnya.

Kemendagri memastikan dalam penyusunan regulasi itu tentu koordinasi dengan Kemendes. “Pasal
demi pasal, ayat demi ayat ketika kami susun kami kordinasikan juga dengan Kemendes. Kalau itu
menyangkut keuangan tentu dengan Kemenkeu, sampai seterusnya harmonisasi dengan Kementerian
Hukum dan HAM. Jadi memang apa namanya PP 47 yang baru lahir tidak serta merta dalam waktu 1
bulan kita bisa melahirkan begitu saja,” ujar Nata.

Hasil kajian KPK sejumlah potensi persoalan pengelolaan dana desa selama penyaluran tahap
pertama di 63 kabupaten. Setidaknya ada 14 potensi persoalan. Salah satunya, persoalan regulasi.
Ada perubahan aturan dari PP No 60/2014 menjadi PP No 22/2015 yang mengakibatkan formula
pembagian dana desa berubah.

Di dalam Pasal 11 PP No 60/2014, formulasi penentuan besaran dana desa per kabupaten cukup
transparan yakni dengan mencantumkan bobot pada setiap variabel. Namun, pada PP yang baru, yakni
Pasal 11 PP No 22/2015, formula pembagian dihitung berdasar jumlah desa, dengan bobot sebesar
90 persen. Sisanya, 10 persen dihitung menggunakan formula jumlah penduduk, angka kemiskinan,
luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.

Dari contoh diatas, Johan mengimbau agar patut diwaspadai dari hasil temuan KPK tersebut. Meski
kebijakan tidak bisa dikriminalisasi, namun ketika pejabat negara tersebut mengambil kebijakan dengan
sengaja menguntungkan orang lain atau melawan hukum, maka bisa disebut korupsi.

“Jadi kebijakan tidak bisa dikriminalisasi, tidak bisa kebijakannya (diusut) tetapi yang harus diusut
hukum adalah yang membuat kebijakan itu. Itu ada unsur-unsur yang memenuhi ga, (mens rea,
kerugian negara dan melawan hukum). Kalau ada, maka itu masuk wilayah Tindak Pidana Korupsi
sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3,” ujarnya.

https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/2878-kpk-libatkan-masyarakat-kawal-dana-
desa

Penggunaan Dana Desa (DD) menjadi sorotan banyak pihak. Besarnya dana bersumber APBN ini
memang rawan dikorupsi, sehingga perlu banyak pihak melakukan pengawasan. Menurut saya,
pengawasan penggunaan DD pun saat ini sudah dilakukan berjenjang dari desa hingga tingkat pusat.
Dan saat ini akan ditambah masuknya Polri untuk terlibat dalam pengawasan dan pengawalan DD.

Keterlibatan Polri (dalam hal ini ditindaklanjuti oleh Babinkamtibmas di tingkat desa) merupakan
hasil penandatangan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi, Menteri Dalam Negeri, dan Kapolri di Jakarta pada 20 Oktober lalu.
Secepatnya MoU tersebut harus ditindaklanjuti. Lalu apa poin pengawalan dan pengawasan Polri
dalam MoU itu?

Adapun inti dari nota kesepahaman tersebut meliputi :


1. Pembinaan dan penguatan kapasitas pemda, desa, dan masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa
2. Pemantapan dan sosialisasi regulasi terkait pengelolaan Dana Desa
3. Penguatan pengawasan Pengelolaan Dana Desa
4. Fasilitasi bantuan pengamanan dalam pengelolaan Dana Desa
5. Fasilitasi penanganan masalah dan penegakan hukum terhadap pengelolaan Dana Desa
6. Pertukaran data dan atau informasi Dana Desa.

Setelah ditandatangani oleh ketiga pihak, isi dari MoU itu akan ditindaklanjuti secepatnya dan
selambatnya 3 bulan dari penandatangan MoU. Adapun waktu perjanjian MoU ini dalam tahap I
selama dua tahun, dan selebihnya bisa dievaluasi untuk diperpanjang kembali.

Di Kabupaten Banyumas, isi MoU sudah dipersiapkan langkah-langkah oleh Polres Banyumas untuk
menindaklanjuti hal tersebut. Rencananya pada hari Rabu, 25 Oktober 2017 dilakukan
penandatangan MoU antara Polres Banyumas dengan Pemkab Banyumas

http://juguranwarga.blogspot.co.id/2017/10/apa-peran-polri-dalam-pengawasan-dana.html

JAKARTA, KOMPAS.com - Polri bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian


Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Kementerian Dalam Negeri
menandatangani nota kesepahaman (MoU) mengenai dana desa.

Dalam nota kesepahaman tersebut, diatur kerja sama terkait pencegahan, pengawasan, dan
penanganan permasalahan dana desa.

Acara penandatanganan MoU itu dihadiri oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian,
Mendagri Tjahjo Kumolo, dan Mendes Eko Putro Sandjojo, beserta jajaran di masing-masing
lembaga.

"Intinya bagaimana memperkuat pengawasan dana desa. Kita ketahui Polri punya unit sampe
ke desa untuk ikut mengawasi," ujar Eko di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat
(20/10/2017).

Adapun, ruang lingkup nota kesepahaman tersebut yaitu pemantapan dan sosialisasi regulasi
terkait pengelolaan dana desa, penguatan pengawasan pengelolaan dana desa, fasilitasi
bantuan pengamanan dalam pengelolaan dana desa, dan fasilitasi penanganan masalah dan
penegakan hukum terhadap pengelolaan dana desa.

Selain itu, MoU juga mencakup pertukaran data dan informasi dana desa serta pembinaan dan
penguatan kapasitas aparatur pemda, desa, dan masyarakat dalam pengelolaan dana desa.

Nota kesepahaman tersebut berlaku untuk jangka waktu dua tahun setelah ditandatangani.

Sementara itu, Tito Karnavian menyebut bahwa pihaknya mengutamakan tindakan


pencegahan.

Polri mengerahkan Babinkamtibmas, Polsek, dan Polres untuk mengawasi program


pembangunan dana desa di wilayah masing-masing.

Penegakan hukum, kata dia, menjadi upaya terakhir yang dilakukan jika ada penyimpangan
yang terjadi.

"Nanti kita bisa lihat kasuistis. Kalau ada laporan atau temuan sendiri dari polisi bahwa
uangnya dipakai tidak tepat sasaran, kita tindak," kata Tito.

http://nasional.kompas.com/read/2017/10/20/10285321/polri-kemendes-dan-kemendagri-kerja-
sama-awasi-dana-desa

JAKARTA, KOMPAS.com - Polri akan mengerahkan Bhayangkara Pembina Keamanan


dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) sebagai pengawas penggunaan dana desa di
daerahnya masing-masing.

Bhabinkamtibmas juga akan berkoordinasi dengan Polsek dan Polres setempat untuk
mengajak masyarakat terlibat aktif dalam penggunaan dana tersebut.

"Ini akan dikoordinir oleh Kepala Korps Binmas dan wakilnya Kepala Divisi Profesi dan
Pengamana Polri. Di tingkat Polda oleh Dirbinmas dengan Kabid Propam, di Polres juga,"
ujar Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (20/10/2017).

Kinerja Bhabinkamtibmas dan unit kepolisian di masing-masing wilayah akan dievaluasi


secara berkala.

Tito mengatakan, tugas kepolisian lebih mengedepankan fungsi pengawasan kepada


masyarakat dan kepala desa selaku pengguna anggaran.
Mereka memastikan program yang direncanakan terealisasikan sesuai rencana dan tidak ada
penyelewengan.

Baca: Sejak 2012, Polisi Tangani 214 Kasus Dana Desa Senilai Rp 46 Miliar

Meski demikian, tidak serta merta semua pelanggaran yang terjadi akan dipidana.

Menurut Tito, tidak semua kepala desa melakukan pelanggaran karena niatnya untuk
menyelewengkan.

"Ada juga ketidaktahuannya, tidak tahu administrasi negara, tidak berpengalaman. Mungkin
kuitansi hilang. Disitu peran kepolisian agar mereka dapat pendidikan dasar laporan
perencanaan dan laporan keuangan," kata Tito.

"Kepolisian, khususnya Bhabinkamtibmas, juga ditugaskan untuk berembuk dengan


masyarakat mengenai bentuk program apa yang betul-betul bisa mengubah wajah desa
termasuk membangkitkan ekonominya," lanjut Tito.

Tito juga mengingatkan jajaran kepolisian di bawah agar tidak main-main dalam
mendampingi penggunaan dana desa.

Ia memastikan ada hukuman berat yang akan dikenakan terhadap anggota yang ikut
menyelewengkan dana desa, bahkan memeras kepala desa.

"Itu kami pidanakan. Karirnya pasti akan berhenti," kata Tito.

Sementara itu, bagi anggota yang berprestasi dan mampu membangun desanya lebih maju,
maka akan diberi penghargaan.

Untuk Bahbinkamtibmas akan diberikan ticket holder untuk melanjutkan ke sekolah perwira.

"Ini kesempatan mereka untuk berprestasi, saya mau mereka berlomba," lanjut dia.

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertunggal, dan Transmigrasi Eko Putro
Sandjojo, mengatakan, peran kepolisian dapat memperkuat pengawasan dana desa.

Hingga saat ini, masih banyak desa yang tidak melibatkan masyarakat dalam menyusun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa beserta program-programnya.

"Kalau tidak melibatkan masyarakat, polisi bisa ikut menegakkan agar masyarakat
dilibatkan," kata Eko.

http://nasional.kompas.com/read/2017/10/20/11301301/bhabinkamtibmas-dikerahkan-untuk-
kawal-dana-desa
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, mengatakan pihak kepolisian akan melakukan kerja
sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk
mengawasi pengelolaan dana desa.

"Rencana akan ada MoU antara Kementerian Desa dengan Polri dalam rangka di desa itu kan ada
dana desa, Supaya dana desa tepat sasaran, tepat guna, maka perlu ada pendampingan, perlu
pengawasan," kata Setyo di kompleks Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (7/8).

Pihak kepolisian yang dilibatkan dalam pengawasan dana desa tersebut ialah Bhabinkamtibmas
(Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) untuk melakukan pendampingan,
sehingga diharapkan penggunaan dana desa itu tepat guna dan tepat sasaran.

"Ini adalah upaya preventif, bukan upaya represif. Upaya respresif yang the last action lah, paling
akhir kalau memang terjadi penyimpangan. Tetapi dari awal sebenarnya sudah diingatkan, sudah
diawasi supaya tidak terjadi penyelewengan dari dana desa itu," terangnya.

Baca Juga :

 Mendes: Ada Penyelewengan Dana Desa, Silakan Hubungi 1500040


 Wapres JK Akui Tak Mudah Awasi Pengelolaan Dana Desa
 Mendes: Jangan Main-main dengan Pengelolaan Dana Desa

Menurut Setyo, dalam pengawasan pengelolaan dana desa itu tidak langsung bisa diterapkan.
Karena harus ada proses kerja sama, harus ada kelompok kerja (pokja), dan kemudian membentuk
perjanjian kerja sama, serta setelah itu akan ada operasionalnya.
"Diharapkan minggu depan akan ada MoU, kemudian nanti akan ada video conference kapolri yang
akan disampaikan ke seluruh jajaran," terangnya.

Setyo mengatakan fungsi Bhabinkamtibmas hanya melakukan pengawasan fisik serta melakukan
pengawasan penggunaan anggaran. Bukan untuk mengaudit, karena bukan merupakan wewenang
kepolisian.

"Ya kita awasi aja, kita lihat prosesnya seperti apa sesuai dengan aturan atau tidak," terangnya.

"Kita melakukan fisik, secara fisik dilihat programnya desa punya program apa, terus dicairkan untuk
proyek siapa yang melakukan," lanjut dia.

Nantinya dalam setiap desa akan ada satu orang Bhabinkamtibmas yang mengawasi dan akan
dilibatkan dalam setiap rapat. Meskipun begitu, jumlah Bhabinkamtibmas yang berada di desa dinilai
Setyo masih kurang. Sehingga nanti akan dikirim dari polsek setempat.

"Satu desa, satu Bhabinkamtibmas, itu pun kita masih kurang. Target kita tahun depan baru 70 ribu
(Bhabinkamtibmas), sementara desa seluruh Indonesia itu 74 ribu sekian," jelasnya.

Setyo juga mengelak jika rencana kerja sama antara Polri dan Kemendes lantaran ada kasus operasi
tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK beberapa waktu lalu.

"Saya kira tidak terkait dengan itu, kalaupun mungkin dikait-kaitkan ya bisa juga. Tetapi yang jelas
bahwa dana desa itu adalah anggaran dari negara yang harus diselamatkan," katanya.
Oleh sebab itu pihak kepolisian berhak ikut bertanggung jawab bersama-sama kepala desa
mengawasi penggunaan dana desa secara tepat guna dan tepat sasaran.

Read more at https://kumparan.com/@kumparannews/polri-dan-kemendes-akan-awasi-


pengelolaan-dana-desa#IKZkOxDLFYyh3BDZ.99

https://kumparan.com/@kumparannews/polri-dan-kemendes-akan-awasi-pengelolaan-dana-desa

Sekitar 6.000 desa di wilayah Provinsi Jawa Tengah mendapat pelatihan pengelolaan
keuangan dana desa. Pelatihan akuntan desa itu diberikan secara langsung oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI).

Kepala Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) Jawa Tengah Hery Subowo mengatakan,
pendampinan dan pelatihan keuangan dana desa diperlukan untuk membuat laporan dana
desa menjadi transparan dan akuntabel.

Pihak akuntan BPK kemudian masuk desa dan memberi pelatihan pengelolaan keuangan
kepada para perangkat desa.

“Di kami, ada gerakan akuntan masuk desa, tugasnya beri pendampingan ke desa-desa. Di
sini ada tiga desa binaan akuntan dari Demak yang telah kami bina selama dua bulan,” ujar
Hery, di sela konferensi pers peringatan IAI di Semarang, Kamis (14/12/2017).

Baca juga : Tahun Depan, Dana Desa 100 Persen Dikelola Masyarakat Desa

Menurut dia, para perangkat desa dalam periode itu dilatih mengelola keuangan desa dan
membuat laporan. Jika program itu berhasil, desa lain akan mengikuti.

Ketua Dewan Pengurus Ikatan Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Mardiasmo
mengatakan, dalam program akuntan masuk desa pihkanya setidaknya telah melatih sekitar
30.000 aparat desa di seluruh Indonesia.

Jumlah aparat yang dilatih dimungkinkan terus bertambah seiring keinginan lembaga itu
memberikan literasi akuntansi di stake holder terkait. IAI berkomitmen membuat program
yang dapat dipahami secara mudah oleh masyarakat pedesaan.

“Kami ingin efektif, tepat sasaran melalui penyiapan SDM maupun melalui penerbitan
standar dan pedoman akuntansi,” ujar wakil menteri keuangan ini.

Selain program akuntan masuk desa, IAI dalam hari jadinya juga menggalakkan program
gerakan akuntan sahabat UMKM dan gerakan akuntan mengajar di SMA dan SMK.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/12/15/090000026/6.000-desa-di-jateng-dapat-pelatihan-
akuntansi-dana-desa
enteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah akan menambah alokasi dana desa
lebih besar kepada desa tertinggal yang memiliki jumlah penduduk banyak.

Kebijakan yang akan diterapkan tahun 2018 ini bertujuan untuk menekan angka kemiskinan
masyarakat desa.

"Desa yang tertinggal dengan jumlah masyarakat lebih banyak, akan mendapatkan anggaran
lebih banyak dibanding desa yang lebih maju," jelas Sri,di sela-sela kegiatan Diseminasi
Dana Desa di GOR Gemilang Komplek Kantor Setda Kabupaten Magelang, Sabtu
(16/12/2017).

Menurut Menkeu, Presiden Joko Widodo telah menargetkan angka kemiskinan turun sampai
9 persen pada tahun 2019. Sementara saat ini angka kemiskinan di Indonesia mencapai 10,6
persen.

"Penambahan alokasi dana desa selama empat tahun terakhir bertujuan agar masyarakat
miskin bisa lebih sejahtera. Diharapkan tahun 2019 ada perubahan, penurunan angka
kemiskinan seperti yang ditargetkan," katanya.

Menurut dia, dengan adanya kebijakan ini maka setiap desa akan memiliki uang yang
dikelola oleh desa sendiri. Pemerintah desa di bawah kepala desa bertugas mengelola dan
menyusun program penggunaan anggaran sesuai aturan yang ada.

"Dana yang diterima tidak sedikit, mulai Rp 800 juta sampai Rp 3,5 miliar per desa, sesuai
kondisi dan jumlah masyarakat. Jika desa masih kesulitan, belajarlah dari desa yang sudah
berhasil dalam mengelola dana ini, karena cara ini yang paling mudah," jelas dia.

Sri menyebutkan, saat ini masih kurang dari 30 persen dari jumlah keseluruhan desa di
Indonesia yang dianggap maju.

"Berarti masih ada kesempatan untuk desa-desa lainnya menjadi maju. Di Jawa Tengah dan
Jogjakarta saya melihat banyak contoh desa yang sudah maju, tolong dipelajari. Di
Kabupaten Magelang ada Desa Ngawen yang sudah membuat laporan dengan jelas dan
terbuka," tutur Sri.

Dia juga meminta agar dana yang dikucurkan pemerintah dimanfaatkan untuk
memperkerjakan masyarakat setempat terutama yang belum memiliki pekerjaan. Sehingga
mulai tahun 2018 mendatang, setiap pembangunan yang dilaksanakan tidak boleh
menggunakan kontraktor dari luar.

"Hal itu bertujuan agar masyarakat di desa mendapatkan pekerjaan untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Setiap proyek dilaksanakan secara transparan, masyarakat diberi tahu
berapa nilai proyek yang sedang di kerjakan, misal membuat saluran air, embung ataupun
fasilitas bersama lainnya," ungkapnya.
Lebih lanjut, Menkeu berharap pendampingan tetap harus ada dalam pengelolaan dana desa
ini. Sebab, pendamping lah yang bisa mengidentifikasi dan melatih pengelolaan tersebut. Saat
ini, pihaknya bersama dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, sedang
mengajak perusahaan perusahaan besar untuk ikut serta dalam pembangunan desa-desa
tertinggal.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/12/16/205121226/mulai-2018-pemanfaatan-dana-desa-
tak-boleh-gunakan-kontraktor-luar

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo
memastikan program dana desa tahun 2018 akan diterapkan sepenuhnya dengan pengelolaan
dana 100 persen dari masyarakat desa. Sebelumnya, pemanfaatan dana desa dengan proyek
pembangunan masih melibatkan pihak kontraktor yang bukan berasal dari desa penerima
program.

"Ada aturan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) yang


mensyaratkan proyek di atas Rp 200 juta dan yang kompleks, tidak boleh dilakukan secara
swakelola. Peraturan diubah, tahun depan 100 persen dana desa dilakukan secara swakelola,"
kata Eko saat hadir dalam diskusi Sarasehan kedua 100 Ekonom Indonesia di Grand Sahid
Jaya, Selasa (12/12/2017).

Eko juga menyebutkan, ke depan program dana desa diharapkan bisa dikembangkan dengan
memberi dampak langsung terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi secara nasional. Salah
satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan strategi pemberian uang harian (cash forward).

" Dana desa itu harapannya semua dana yang digelontorkan itu dikerjakan oleh masyarakat
desa dan menggunakan material semaksimal mungkin dari desa, sehingga uangnya bisa
beredar di desa," tutur Eko.

Baca juga : Menteri Eko: Teori Pak Presiden Ini Benar...

Untuk tahun depan, pihaknya juga mewajibkan 30 persen dari total dana desa digunakan
untuk membayar upah. Adapun total dana desa yang akan dikucurkan pemerintah untuk
tahun 2018 sebesar Rp 60 triliun, sehingga 30 persen dari total dana, yaitu Rp 18 triliun, akan
digunakan untuk mengupah pekerja dalam program tersebut.

"(Upah) harus dibayar harian, maksimal mingguan, sehingga bisa meningkatkan daya beli
masyarakat di desa," ujar Eko.

Selain menyerahkan penggunaan dana desa sepenuhnya kepada masyarakat desa, Eko juga
mengandalkan program produk unggulan kawasan pedesaan (prukades). Salah satu yang
sudah diterapkan dan berhasil adalah prukades di Kabupaten Pandeglang, di mana pemerintah
kabupaten setempat dibantu pemangku kepentingan bisa mengangkat komoditas jagung yang
kini menjadi keunggulan dari tempat tersebut.
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/12/12/221100026/tahun-depan-dana-desa-100-persen-
dikelola-masyarakat-desa

Munculnya sejumlah dugaan kasus korupsi terkait dana desa yang melibatkan pejabat daerah
membuat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Eko
Putro Sandjojo geram. Ia memastikan, perangkat desa yang terbukti terlibat penyelewengan
akan langsung dipecat.

"Bulan madu sudah selesai. Kalau kemarin (lalu masih) diingatkan terus, tidak lagi sekarang.
Kalau masih macam-macam lagi dan main-main, (segera) kami tangkap,” ujar Eko setelah
koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com,
Kamis (10/8/2017).

Dalam kesempatan itu, Eko menjelaskan bahwa pada 2016, pihaknya telah mendapat laporan
pengaduan masyarakat terkait korupsi dana desa sebanyak 932 pengaduan.

Dari jumlah itu, 200 laporan di antaranya diserahkan pada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), dan 167 diserahkan kepada kepolisian. Sisanya, merupakan laporan terkait
permasalahan administrasi.

Untuk tahun ini, lanjutnya, laporan pengaduan yang diterima sebanyak 300 pengaduan. Saat
ini Satgas Dana Desa masih terus memantau.

Latar belakang pendidikan

Meskipun jumlah angka saat dikalkulasi terlihat banyak, Eko menuturkan bahwa jumlah
tersebut sebenarnya tak terlalu besar mengingat jumlah penerima dana yang mencapai 74.910
desa.

Namun, ia tetap melakukan koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, untuk
menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi dalam pengelolaan dana
desa.

"Tentu kami tidak bisa menerima satu kesalahan pun. Persoalan itu (penyelewengan dana
desa) adalah persoalan penanganan korupsi. (Solusinya) Ya (harus) kami tangani,"
tambahnya.

Eko mengakui bahwa 40 persen kepala desa di Indonesia saat ini hanya berlatarbelakang
pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Aan tetapi, kata dia,
seharusnya hal itu tidak jadi alasan untuk meragukan kemampuan desa dalam mengelola
dana.

"Kenyataannya, mereka (kepala desa) bisa belajar. Kalau kita lihat dana desa pada 2015
sebanyak Rp 20,8 triliun hanya terserap 82 persen. Pada 2016, nilainya dinaikkan oleh
Presiden sebesar Rp 46,98 triliun. Angka penyerapan (otomatis) naik dari 82 persen menjadi
97 persen. Mereka belajar dan selalu kami kasih pendampingan," paparnya.
Senada dengan hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, ia telah
sepakat untuk melakukan penguatan aparatur desa. Menurutnya, peningkatan kualitas aparat
desa jauh lebih penting dibandingkan harus mempermasalahkan ijazah pendidikan.

"Soal ijazah tidak menjadi alasan. Sebab, Kepala Desa dipilih langsung oleh masyarakat,"
lanjutnya.

Hal yang lebih penting, kata Tjahjo, dia mampu untuk melakukan, menggerakkan, dan
mengorganisir masyarakat desanya. Selain itu, mampu menyusun perencanaan dengan baik,
dan mempertanggungjawabkan keuangan desa.

“Itu saja intinya,” kata dia.

Tjahjo mengaku, saat ini tengah berbagi tugas dengan Kementerian Desa PDTT dalam
menangani desa. Pihaknya akan fokus pada penguatan aparatur desa, sedangkan Kementerian
Desa PDTT fokus pada perencanaan, pembangunan, dan evaluasi pembangunan.

"Urusan desa ini (sebenarnya) bukan tanggung jawab Kementerian dalam negeri dan
Kementerian Desa PDTT, melainkan Bupati," katanya.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/10/201934126/menteri-eko--masih-main-main-dengan-
dana-desa-segera-kami-tangkap-

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo
menyebutkan, program dana desa yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 2015 telah
menunjukkan kemajuan yang positif.

Meski pada tahap awal program tersebut dianggap masih banyak yang perlu dibenahi, Eko
mengaku masyarakat desa semakin terbantu dengan program tersebut yang membuat sebuah
desa menjadi lebih produktif dan mandiri.

"Pada saat dana desa pertama diluncurkan 2015, kepala desa tidak siap, karena 60 persen
kepala desa tamatan SD dan SMP yang di luar Jawa. Tapi, kalau kami tidak mulai, mereka
tidak akan siap," kata Eko saat hadir dalam diskusi Sarasehan kedua 100 Ekonom Indonesia
di Grand Sahid Jaya, Selasa (12/12/2017).

Eko menjelaskan, dari total dana desa yang dikucurkan tahun 2015 sebesar Rp 20,68 triliun,
penyerapannya baru sekitar 82 persen. Menyikapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo saat itu
justru memilih untuk menambah dana desa dua kali lipat, menjadi Rp 46,98 triliun.

Baca juga: Hadapi Tahun Politik, Jokowi Minta Pengusaha Tak Hanya Wait and See

"Teori Pak Presiden ini benar, walaupun masyarakat desa tamatan SD dan SMP mereka juga
bisa belajar. Penyerapan dana desa naik dari 82 persen menjadi 97 persen lebih," tutur Eko.

Sebagian dari sejumlah pencapaian yang didapat berkat program dana desa hingga saat ini, di
antaranya lebih dari 120.000 kilometer jalan desa terbangun, lalu 9.000 kilometer jembatan,
puluhan ribu PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), posyandu, 600.000 unit drainase, serta
infrastruktur dasar lain seperti turap di tempat rawan tanah longsor.

"120.000 kilometer jalan desa yang terbangun itu belum pernah ada dalam sejarah
Indonesia," tutur Eko.

Sampai saat ini, program dana desa disebut Eko ada yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi dan ada yang tidak secara langsung memberikan dampak pertumbuhan ekonomi.
Sesuai dengan pesan Presiden Jokowi, tahun 2018, program dana desa akan lebih
digencarkan lagi sehingga bisa berdampak pada tumbuhnya tingkat pertumbuhan ekonomi
secara nasional.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/12/12/212905426/menteri-eko-teori-pak-presiden-ini-
benar

Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan menilai, Indonesia tidak belajar dari
pengalaman kasus korupsi yang pernah terjadi sejak era kolonial.

Hal tersebut disampaikan Adnan dalam acara diskusi bertema "Membaca Sejarah, Merayakan
Antikorupsi: Diskusi Buku Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia" di Cemara 6 Galeri,
Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat (8/12/2017).

Dalam diskusi ini, Adnan menyinggung kisah sejarah korupsi yang ditulis Peter Carey, pada
buku berjudul Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia, dari Daendles (1808-1811) sampai
Era Reformasi itu.

Pada buku tersebut ditulis Pangeran Diponegoro pernah menampar Danurejo IV, Patih Yogya
(1813-1847) yang munafik serta korup, dengan selop karena suatu pertengkaran tentang
penyewaan tanah kerajaan kepada orang Eropa, sebelum perang Jawa.

Pengalaman sejarah itu dinilainya tidak menjadi pelajaran bagi Indonesia sehingga kasus
korupsi masih berulang hingga saat ini.

Perang terhadap korupsi juga, lanjut dia, pendekatannya juga tidak berubah sejak era
Kemerdekaan hingga Reformasi.

Pada era Soekarno, Adnan mengatakan, kebijakan pelaporan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negera (LHKPN) sebenarnya sudah ada. Tujuannya yakni untuk mengawasi
korupsi di sektor pejabat publik.

Kemudian, pembentukan tim saber pungli oleh Presiden Joko Widodo, kata dia, praktiknya
sudah ada seperti yang dilakukan Presiden Soeharto pada era Orde Baru, yakni dengan
memberantas pemerasan dan korupsi-korupsi kecil.

Namun, hingga kini korupsi juga masih terjadi, bahkan malah merajalela.
Catatan ICW, lanjut Adnan, korupsi makin meluas hingga ke pemerintah di desa sejak
kebijakan dana desa pada era Jokowi.

"Kita kok belum melangkah lebih maju. Ini catatan kritis kita, kenapa kita selalu mengulang
hal yang sama (korupsi), bahkan sejak Pangeran Diponerogo hidup. Ini pengalaman untuk
merefleksikan apa yang terjadi pada bangsa ini. Alih-alih diberantas (korupsinya), justru
semakin merajalela," kata Adnan, di tempat diskusi, Jumat petang.

Dalam diskusi ini, dihadiri oleh Peter Carey, kemudian mantan Wakil Ketua KPK Chandra
Hamzah, dan penulis dan mantan jurnalis Suhardiyoto Haryadi.

"Buku ini memberikan pelajaran bagi kita untuk mengatakan secara sarkastik kita ini bebal,
enggak belajar dari pengalaman yang terjadi," tambah Adnan.

Masih merujuk dari buku tersebut, Adnan menyatakan Indonesia tidak belajar dari
pengalaman Inggris yang juga pernah menjalani reformasi setelah terpuruk. Namun,
Indonesia dinilainya belum bebas dari korupsi pascareformasi.

"Reformasi kita, kita dilematis kekuatan lama yang selama bercokol, tidak semuanya runtuh.
Struktur lama menyulitkan kita untuk melakukan apa yang Inggris telah lakukan," ujar
Adnan.

http://nasional.kompas.com/read/2017/12/08/20231341/indonesia-dianggap-tidak-belajar-dari-
pengalaman-korupsi-masa-lalu

Selain pencapaian pembangunan daerah, ada peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat yang harus dicapai seiring dengan meningkatnya anggaran Transfer ke Daerah
dan Dana Desa (TKDD). Ini merupakan pesan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Rabu
(6/12/2017) di kompleks Kantor Kementerian Keuangan di Jakarta.

Dalam kesempatan itu, Menteri Sri Mulyani menyerahkan Penganugerahan Dana Rakca
kepada Bupati Tabanan, Provinsi Bali, Ni Putu Eka Wiryastuti. "Saya sangat berterima kasih
atas penganugerahan ini," katanya.

Pada laman presidenri.go.id diperoleh informasi bahwa pada tahun anggaran 2017,
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan memanfaatkan Dana Desa untuk pembangunan
infrastruktur. Pemasangan paving jalan di Desa Delod Peken dengan nilai proyek Rp 174 juta
lebih, pembangunan jalan subak di Desa Bongan dengan nilai Rp 52 juta lebih, dan
pembangunan jalan desa di Desa Sudimara sebesar lebih dari Rp 251 juta adalah contoh-
contohnya.

Bupati Ni Putu Eka Wiryastuti mengatakan bahwa pada saat awal dirinya menemui kesulitan
membangun desa kecil. "Dana yang kami miliki juga tidak besar," tutur perempuan kelahiran
Tabanan pada 21 Desember 1975 itu.
Di Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti juga melakukan realisasi program pemberdayaan
perempuan. "Kami ajak ibu-ibu mengolah pangan sampai kerajinan tangan," kata tokoh yang
sudah memasuki dua kali masa jabatan bupati itu.

Tabanan yang berada di Barat ibu kota Provinsi Bali, Denpasar, mengunggulkan pesona alam
untuk desa wisata. Desa Jatiluwih di Kecamatan Penebel, misalnya, masuk dalam warisan
budaya dunia yang ditetapkan United Nations of Educational, Scientific, and Cultural
Organization (UNESCO) pada 2012. (Baca: Ini Warisan Bupati Tabanan untuk Generasi
Penerus)

Lantaran kekayaan itulah, perempuan di Tabanan diberdayakan. Salah satu tujuannya, kata
bupati yang karib dipanggil "Bu Eka" itu, mengikis angka pengangguran.

Pemkab Tabanan melalui Dana Desa juga mengembangkan pertanian. "Saya berharap
semoga penghargaan ini bisa menjadi acuan dalam meningkatkan perekonomian desa dan
tentunya bukan yang terakhir untuk Tabanan,” pungkas Eka dalam keterangan tertulisnya.

Pada 2018, seturut informasi yang termaktub di Kompas.com, pemerintah pusat akan
menggelontorkan Dana Desa sebesar total Rp 60 triliun. Pada 2017, pos Dana Desa juga
sebesar angka tersebut.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/12/07/164000626/terkait-dana-desa-tiga-pencapaian-ini-
harus-terpenuhi

enteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo optimis
penyerapan dana desa tahun ini mencapai 100 persen.

Berdasarkan data Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dari
total alokasi dana desa pada tahun 2017 sebesar Rp 60 triliun telah terserap 98 persen.

Hal ini diungkapkan Mendes PDTT saat acara Rembug Desa Nasional 2017 di Kampung
Mataraman, Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

"Tahun 2015 dana desa yang jumlahnya Rp 20 triliun terserap hanya 82 persen. Karena masih
banyak desa yang belum begitu kuat. Tapi karena komitmen presiden begitu kuat,
ketidakcapaian tersebut bukan membuat dana desa dihentikan tapi justru dinaikkan dua kali
lipat menjadi Rp 46,9 Triliun," ujar Eko melalui keterangan resmi, Senin (27/11/2017).

Baca juga : Keroyokan Mengawal Penyerapan Dana Desa...

Bupati Bantul Suharsono mengajak seluruh kepala desa yang hadir untuk memanfaatkan
rembug desa nasional untuk bersama-sama merefleksi kekurangan pelaksanaan Undang-
Undang desa. Sebab menurutnya, pembangunan desa adalah cikal bakal pembangunan
negara.
"Bila desa kuat maka negara pun akan kuat. Kuatnya negara tergantung pada keberhasilan
membangun desa. Ujung tombak maju dan tidaknya negara adalah dari desa," ujarnya.

Menurutnya setiap desa memiliki masalah berbeda, sehingga cara menanganinya pun
berbeda. Ia juga mengingatkan kepala desa agar tidak takut menggunakan dana desa.

" Dana desa harus digunakan, jangan sampai utuh, jangan takit-takut. Dikasih dana desa
harus habis, tapi juga harus digunakan sesuai perundang-undangan," ujarnya.

Baca juga : Transfer Daerah dan Dana Desa Disepakati Rp 766,16 Triliun

Untuk diketahui, Rembug Desa Nasional 2017 digelar sejak tanggal 26-28 November 2017,
yang dihadiri oleh perwakilan bupati dan walikota se-Indonesia, dan lebih dari 4.000 kepala
desa, serta pimpinan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan pendamping desa.

Dalam kegiatan yang diinisiasi oleh Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa, Taufik Madjid tersebut juga diluncurkan BUMDes Mall, sarana e-commerce oleh BNI
sebagai sarana promosi produk unggulan desa. BUMDes Mall dapat diakses di http://bumdes-
mall.com.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/28/053000226/menteri-eko-optimistis-dana-desa-
terserap-100-persen.

nteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah akan menambah alokasi dana desa lebih
besar kepada desa tertinggal yang memiliki jumlah penduduk banyak.

Kebijakan yang akan diterapkan tahun 2018 ini bertujuan untuk menekan angka kemiskinan
masyarakat desa.

"Desa yang tertinggal dengan jumlah masyarakat lebih banyak, akan mendapatkan anggaran
lebih banyak dibanding desa yang lebih maju," jelas Sri,di sela-sela kegiatan Diseminasi
Dana Desa di GOR Gemilang Komplek Kantor Setda Kabupaten Magelang, Sabtu
(16/12/2017).

Menurut Menkeu, Presiden Joko Widodo telah menargetkan angka kemiskinan turun sampai
9 persen pada tahun 2019. Sementara saat ini angka kemiskinan di Indonesia mencapai 10,6
persen.

"Penambahan alokasi dana desa selama empat tahun terakhir bertujuan agar masyarakat
miskin bisa lebih sejahtera. Diharapkan tahun 2019 ada perubahan, penurunan angka
kemiskinan seperti yang ditargetkan," katanya.

Menurut dia, dengan adanya kebijakan ini maka setiap desa akan memiliki uang yang
dikelola oleh desa sendiri. Pemerintah desa di bawah kepala desa bertugas mengelola dan
menyusun program penggunaan anggaran sesuai aturan yang ada.
"Dana yang diterima tidak sedikit, mulai Rp 800 juta sampai Rp 3,5 miliar per desa, sesuai
kondisi dan jumlah masyarakat. Jika desa masih kesulitan, belajarlah dari desa yang sudah
berhasil dalam mengelola dana ini, karena cara ini yang paling mudah," jelas dia.

Sri menyebutkan, saat ini masih kurang dari 30 persen dari jumlah keseluruhan desa di
Indonesia yang dianggap maju.

"Berarti masih ada kesempatan untuk desa-desa lainnya menjadi maju. Di Jawa Tengah dan
Jogjakarta saya melihat banyak contoh desa yang sudah maju, tolong dipelajari. Di
Kabupaten Magelang ada Desa Ngawen yang sudah membuat laporan dengan jelas dan
terbuka," tutur Sri.

Dia juga meminta agar dana yang dikucurkan pemerintah dimanfaatkan untuk
memperkerjakan masyarakat setempat terutama yang belum memiliki pekerjaan. Sehingga
mulai tahun 2018 mendatang, setiap pembangunan yang dilaksanakan tidak boleh
menggunakan kontraktor dari luar.

"Hal itu bertujuan agar masyarakat di desa mendapatkan pekerjaan untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Setiap proyek dilaksanakan secara transparan, masyarakat diberi tahu
berapa nilai proyek yang sedang di kerjakan, misal membuat saluran air, embung ataupun
fasilitas bersama lainnya," ungkapnya.

Lebih lanjut, Menkeu berharap pendampingan tetap harus ada dalam pengelolaan dana desa
ini. Sebab, pendamping lah yang bisa mengidentifikasi dan melatih pengelolaan tersebut. Saat
ini, pihaknya bersama dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, sedang
mengajak perusahaan perusahaan besar untuk ikut serta dalam pembangunan desa-desa
tertinggal.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/12/16/205121226/mulai-2018-pemanfaatan-dana-desa-
tak-boleh-gunakan-kontraktor-luar

Pemerintah akan memperketat pengawasan penggunaan dana desa pada tahun depan.
Pengawasan lebih ketat dilakukan lantaran hingga sampai kini masih banyak ditemukan
adanya penyelewengan dalam penggunaan dana desa.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjoyo
mengatakan, dalam empat bulan terakhir Kementerian Desa telah menerima 11.000 aduan
terkait penggunaan dana desa.

Selain itu kementerian juga menerima masukan agar penyerapan dana desa lebih optimal.

"Masukan itu kami bawa ke Istana guna memecahkan persoalan," kata Eko, Selasa
(21/11/2017).

(Baca juga: Jokowi Tetapkan Dana Desa untuk Padat Karya Dimulai Januari 2018)
Menurut Eko, dari 11.000 aduan dugaan penyelewengan dana desa yang masuk di
kementerian, sebanyak 300 kasus telah dibawa ke ranah hukum.

Namun, Eko menyatakan, ke depannya pemerintah akan lebih mengandalkan pencegahan


dibandingkan penindakan.

Untuk itu Kementerian Desa bersama aparat kepolisian akan melakukan pengawasan dan
langkah preventif di wilayah potensial penyelewengan.

"Kami melakukan random audit, sehingga tidak menunggu kejadian baru bertindak dan
melakukannya bersama kepolisian secara lebih masif," kata dia.

(Baca juga: Sejak Dibentuk, Satgas Terima 10.000 Laporan Penyalahgunaan Dana Desa)

Keterlibatan kepolisian dalam mengawasi dana desa ini berdasar nota kesepahaman atau
memorandum of understanding (MoU) antara Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Menteri
Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Menteri Desa Eko Putro Sandjojo di komplek Mabes Polri
pada 20 Oktober silam.

Dengan MoU ini diharapkan pengelolaan dana desa lebih efektif, efisien dan akuntabel. Agar
lebih efektif, pemerintah juga akan mengkaji perencanaan hingga pelaksanaan dana desa. Eko
mengancam akan memecat atau memidanakan orang yang menyelewengkan dana desa.

Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal juga mengakui


banyaknya penyelewengan dana desa. Temuan CORE, banyak desa di luar Pulau Jawa yang
membagikan dana desa ke sejumlah kerabat aparat desa.

"Wajar jika kemiskinan tidak bisa ditekan secara signifikan," ujar Faisal.

Untuk itu pemerintah mesti segera membuat sistem pengawasan dan pemantauan yang lebih
baik. Pertanggungjawaban pengawasan, menurut Faisal juga harus jelas dilimpahkan pada
kementerian terkait.

"Sebaiknya Kementerian Desa yang melakukan hal tersebut," kata dia.

(Ramadhani Prihatini/Kontan.co.id)

http://nasional.kompas.com/read/2017/11/22/11371481/mendes-pastikan-dana-desa-akan-
diawasi-lebih-ketat

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencurigai dana langsung yang diberikan untuk
masyarakat tidak tersalurkan. Hal ini dilihat dari angka kemiskinan Indonesia yang tidak
turun cepat.
Dia menyebutkan, angka kemiskinan Indonesia per Maret 2017 mencapai 27,77 juta orang
atau 10,64 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

"Kalau kita tidak melihat kemiskinan turun cepat, kita harus waspada. Jangan-jangan banyak
dana yang turun ke bawah tidak betul-betul dirasakan masyarakat," ujar Sri Mulyani di
Gedung Bank Indonesia, Jumat (17/11/2017).

Menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, pemerintah telah menganggarkan
banyak dana untuk kesejahteraan masyarakat kepada daerah.

Baca juga: Jokowi Anggarkan Rp 292 Trilliun untuk Tanggulangi Kemiskinan

Sri Mulyani mengungkapkan, pada tahun 2017 pemerintah telah menganggarkan Dana Desa
sebesar Rp 60 triliun.

Selain itu, lanjut dia, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dianggarkan
sebesar Rp 70 triliun.

"Ditambah Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 6 juta warga senilai Rp 11,4 triliun
langsung ke kantong masyarakat. Ada lagi Rastra senilai Rp 17 triliun. Jadi dana APBN yang
langsung ke masyarakat itu cukup besar," jelas dia.

Sehingga, sebut Sri Mulyani, dengan alokasi dana ke masyarakat yang begitu besar,
seharusnya angka kemiskinan Indonesia itu bisa turun dari dua digit menjadi satu digit.

"Jadi dari 10 persen bisa 9 persen. Kami berharap kemiskinan bisa turun menjadi 9,5 persen.
Gini ratio juga bisa turun lagi 0,39 menjadi 0,38. Dengan demikian instrumen apbn
digunakan sebesar kemampuan rakyat," ujar dia.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/17/144842426/kemiskinan-masih-tinggi-menkeu-
curiga-dana-untuk-warga-tak-sampai

Presiden Joko Widodo meminta dukungan Dewan Perwakilan Daerah ( DPD) dalam
mewujudkan program dana desa yang tengah digenjot pemerintah.

Hal ini disampaikan Jokowi saat menghadiri sarasehan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di
Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (17/11/2017).

Jokowi mengatakan, pemerintah terus meningkatkan anggaran yang digelontorkan untuk desa
setiap tahunnya.

Pada tahun 2015, dana desa yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp 20 triliun.

Pada tahun kedua, angkanya naik menjadi Rp 47 triliun. Sementara, pada tahun ini, ada Rp
60 triliun dana desa yang digelontorkan pemerintah. Totalnya, sudah mencapai Rp 127
triliun.
Baca: Jokowi Tetapkan Dana Desa untuk Padat Karya Dimulai Januari 2018

Menurut Jokowi, dana desa bisa digunakan untuk membangun infrastruktur kecil yang ada di
pedesaan, seperti jalan, irigasi, dan embung.

Dengan cara ini, produk-produk pertanian yang ada di desa bisa diproduksi dalam jumlah
lebih banyak dan lebih berkualitas.

Produk-produk pertanian itu juga bisa diangkut dan dipasarkan dengan cepat sehingga bisa
menopang ekonomi di desa.

"Dengan dana desa, perputaran uang di bawah bisa lebih baik," ujar mantan Wali Kota Solo
ini.

Selain soal dana desa, Jokowi juga meminta DPD untuk mendukung pembangunan
infrastruktur di berbagai daerah. Hal ini untuk mewujudkan pemerataan pembangunan di
Indonesia.

"Kalau fundamental ini kita lakukan, kita berani masuk ke step berikutnya, pembangunan
SDM sehingga persiapan mengantisipasi perubahan-perubahan tidak perlu kita takutkan,"
kata Jokowi.

http://nasional.kompas.com/read/2017/11/17/12263861/jokowi-dpd-mestinya-ikut-dukung-dana-
desa

BADAN Usaha Milik Desa kaprahnya disebut BUMDes mulai beroperasi di berbagai
wilayah Tanah Air. BUMDes lahir dari amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa dengan dukungan kuat berupa dana desa. Tujuannya seperti Nawa Cita Ketiga
Jokowi, "Membangun Indonesia dari pinggiran".

Selepas kebijakan politik (policy) diketok, kemudian birokrasi bekerja untuk


mewujudkannya. Dalam praktiknya, tak sedikit pemerintah desa (pemdes) yang gagap
mengoperasionalkan BUMDes.

Salah satu sebabnya adalah kebiasaan mereka bekerja di koridor birokrasi pemerintahan,
sekarang dituntut bekerja laiknya wirausahawan. Di situ tentu butuh waktu penyesuaian yang
tidak sebentar.

Di sisi lain, keberadaan BUMDes dilihat sebagai ancaman potensial oleh gerakan koperasi
Tanah Air. Hulunya, negara dianggap meninggalkan koperasi yang dulu sempat favorit,
paling tidak di zaman Orde Baru. Hilirnya, sebagian koperasi beroperasi di wilayah pedesaan.
Kegelisahan itu mengemuka saat Kongres Koperasi di Makassar, Juli 2017.

Padahal, model keduanya menjejak di ruang yang sama: ekonomi sosial. Ini merupakan
sebuah mazhab ekonomi yang bertujuan mencapai kesejahteraan sosial.
BUMDes dan koperasi bisa saja kita sebut sebagai saudara laiknya kakak dan adik. Koperasi
sebagai kakak dan BUMDes, yang lahir belakangan sebagai adik.

Tak elok bila kakak-adik bertengkar saat tujuannya sama, yakni membangun dan
mengupayakan kesejahteraan desa sebagai rumah bersama.

Perlu upaya kreatif-sintetik untuk mencari ruang dan titik temu keduanya. Syarat pertamanya,
perbesar daftar persamaan dibanding perbedaan.

Sutoro versa Suroto

Ada dua ikon yang selalu muncul dalam perdebatan hubungan BUMDes dan koperasi. Sutoro
merupakan aktivis desa, melihat keterbatasan daya dukung koperasi karena berorientasi pada
anggotanya semata.

Tentu saja pandangan terbatas itu bisa kita pahami karena yang bersangkutan berada di ruang
lain. Boleh jadi Sutoro tidak mengetahui adanya model social co-operative, misalnya.

Di sisi lain adalah Suroto, aktivis koperasi, melihat BUMDes bisa terjebak pada korporatisasi
di level desa. Penyebabnya Peraturan Menteri Desa Nomor 4 Tahun 2015 mengatur badan
hukum usaha BUMDes hanya boleh perseroan terbatas (PT) dan nafikan koperasi.

Pandangan itu juga bisa dipahami karena yang bersangkutan berada di ruang lain. Yang tidak
melihat adanya peluang skema private-public partnership, misalnya.

Tegangan kreatif dua tokoh itu sering mengemuka di berbagai diskusi, offline dan online.

Sebenarnya antara keduanya memiliki titik temu. Sutoro, misalnya, sudah mulai
mengelaborasi ruang irisan antara BUMDes dan koperasi. Katanya, BUMDes dapat lakukan
penyertaan modal pada koperasi.

Suroto tidak berbeda jauh. Ia mengusulkan agar pemdes dirikan apa yang disebutnya sebagai
"koperasi publik", yaitu koperasi yang permodalannya sebagian disokong dari pemdes.

Titik temu pandangan dua tokoh itu telah mengerucut dan sudah dapat dioperasionalkan.
Kolaborasi antara BUMDes dan koperasi adalah mungkin, bahkan niscaya. Lantas,
bagaimana pola atau skemanya?

Ideal ekonomi sosial

BUMDes dan koperasi sama mazhabnya, yakni ekonomi sosial (social economy). Bila kita
gunakan istilah lain yakni demokrasi ekonomi, yakni sebuah model tata milik, kelola, serta
distribusi yang diselenggarakan oleh, dari, dan untuk komunitas. Medan gravitasinya adalah
demokrasi dengan komunitas sebagai pusat gravitasinya.

Ideal type itu harus menjadi pijakan kakak dan adik sebagai common ground. Praktik-praktik
yang tidak mencerminkan tipe ideal merupakan penyimpangan.

Misalnya saja, Sutoro melihat banyak koperasi yang dimanfaatkan segelintir elite organisasi
(elite capture) untuk memperkaya diri.
Di sisi lain, Suroto melihat kemungkinan terjadinya pencaplokan sumber daya saat BUMDes
terintegrasi dengan perseroan holding nasionalnya. Ia mencontohkan pengalaman Bank
Umum Koperasi Indonesia (Bukopin) yang mengalami demutualisasi menjadi bank swasta.

Dengan memijak pada ideal type mazhab ekonomi sosial itu, baik BUMDes dan koperasi
dapat saling benchmark satu sama lain.

Di sisi lain, keduanya dapat saling koreksi bahwa tujuan adanya (raison d’etre) adalah bagi
kesejahteraan sosial. Dalam kesamaan tujuan itu, waktu yang akan membuktikan model mana
yang lebih tangkas dan produktif.

Atau, boleh jadi perkawinan silang keduanya menghasilkan ketangkasan (agility) dengan
tingkat produktivitas lebih tinggi.

Penyertaan modal (bergulir)

Ambillah contoh di Banyumas, untuk meningkatkan kesejahteraan, para perajin gula merah
(penderes) dapat mendirikan koperasi produksi.

Setelah berbadan hukum, seperti maklumat Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 dan
Peraturan Menteri Koperasi Nomor 11/Per/M.KUKM/IX/2015, BUMDes dapat melakukan
penyertaan modal kepadanya. Akselerasi modal terjadi sehingga kapasitas pembelian gula
penderes oleh koperasi naik. Hasilnya, penderes dapat lepaskan diri dari skema
pertengkulakan.

Contoh lain, misalnya, BUMDes melakukan penyertaan modal pada Koperasi Unit Desa
(KUD) yang memiliki usaha ritel. BUMDes tak perlu bersusah payah membangun dan
memulainya dari awal. Cukup meminta KUD membuka cabang layanan di desa tersebut.

Dengan pengelolaan yang terintegrasi, keberlanjutan usaha lebih mungkin tercipta. Berbagai
klausul, seperti harga dan layanan lain, dapat mereka rembuk bersama.

Cara yang lain, pemdes dapat memfasilitasi masyarakat untuk mendirikan koperasi. Model
bisnisnya dapat disesuaikan sedari awal agar sesuai kebutuhan masyarakat.

Setelah berbadan hukum, BUMDes melakukan penyertaan modal. Seluruh masyarakat juga
memiliki kesempatan menjadi anggota dan tentu saja partisipasi modal. Idealnya tak perlu
melakukan mobilisasi, cukup promosi aktif koperasi kepada masyarakat.

Skema penyertaan itu bisa seperti tawaran Sutoro, 60 persen dari BUMDes dan sisanya
adalah masyarakat atau anggota koperasi.

Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Koperasi mengatur bahwa pemodal, sebutan
bagi pihak yang menyertakan modal di koperasi, tidak punya hak suara di rapat anggota.
Namun, pemodal bisa terlibat dalam mengelola, bila mampu.

Yang pasti, pemodal terlibat dalam pengawasan operasional usaha. Koperasi juga wajib
untuk melaporkan perkembangan usaha kepada pemodal.
engan keterbukaan koperasi, anggota bisa bertambah saban waktu. Mereka memiliki
kesempatan yang sama memodali koperasi lewat instrumen simpanan saham atau lainnya.
Makin banyak anggota, makin besar partisipasi modal dari masyarakat.

Dalam kondisi seperti itu, di tahun ketiga atau kelima, BUMDes bisa menarik sebagian
penyertaan modalnya, menjadi tersisa hanya 20 persen, misalnya.

Dana segar itu dapat BUMDes investasikan kembali pada jenis koperasi lainnya. Polanya
sama, bila modal masyarakat sudah cukup kuat, BUMDes menarik sebagian penyertaannya
dan sisakan sebagian sebagai fungsi kontrol.

Pola itu bisa dilakukan berulang kali pada jenis koperasi berbeda seperti skema revolving
fund.

Pada titik itu, BUMDes menjadi semacam fund management yang melakukan investasi di
banyak perusahan berlainan sektor. Keunggulannya adalah menyebar resiko atas kerugian
usaha, memperluas manfaat bagi banyak sektor dan orang, serta balas jasa yang
berkelanjutan. Dalam skema investasi itu berlaku diktum, 1 kali 7 lebih bagus daripada 7x1.

Daya ungkit kolaboratif

Pola kolaborasi di atas akan menghasilkan daya ungkit bagi semua pihak. Pertama, BUMDes
yang lahir belakangan tak perlu melakukan kesalahan berulang-kali seperti yang dialami oleh
perusahaan koperasi.

Bagaimanapun, koperasi memiliki pengalaman panjang dengan serial jatuh-bangun berulang.


Dan karenanya, koperasi memiliki kapasitas kewirausahaan dan manajemen yang baik hasil
praktik puluhan tahun.

Kedua, terjadi akselerasi modal pada koperasi untuk pengembangan usaha, apalagi bila balas
jasanya lebih rendah dari bank.

Di sisi lain, penyertaan modal pada koperasi menjadi instrumen bagi peningkatan tata kelola
yang baik (good cooperative governance). Koperasi dituntut lebih profesional, transparan dan
akuntabel.

Ketiga, masyarakat dilindungi oleh BUMDes dari praktik sesat koperasi yang banyak
berkembang di masyarakat. Adalah rahasia umum bahwa citra koperasi terpuruk karena
praktik rentenir berkedok koperasi.

Sebagai wali amanah, BUMDes melindungi hak masyarakat. Gilirannya hal itu dapat
mendukung kerja dinas koperasi di daerah-daerah yang biasanya kekurangan SDM
pengawasan.

Keempat, peluang terjadinya kompetisi antara BUMDes dan koperasi menjadi berkurang atau
hilang sama sekali.

Bagaimanapun keduanya memiliki pasar yang sama, desa. Alih-alih berkompetisi, lebih baik
bekerja sama. Jangan dilupakan, keduanya hadapi kompetitor yang sama: konglomerasi
swasta kapitalis, kartel di berbagai sektor, dan sejenisnya.
Kelima, jaringan kerja BUMDes akan meluas dan transnasional. Hal itu karena gerakan
koperasi memiliki wadah gerakan koperasi internasional, International Cooperative Alliance
atau ICA, yang efektif di tiap regional.

Holding BUMDes sebagai perusahaan sosial dapat ajukan keanggotaan khusus, misalnya di
ICA Asia Pacific. Tentu akan sangat mendukung bagi kerja sama antar kawasan.

Bandul politik

Secara jangka panjang, kolaborasi itu lebih berkelanjutan bagi masyarakat desa.
Bagaimanapun, kita tak bisa memastikan apakah dana desa masih bergulir sampai
10 tahun mendatang. Hal itu karena belanja negara pasti akan membengkak.

Penyebab lain, praktis hal itu sangat bergantung pada kemauan politik rezim berkuasa. Dan
terakhir, tujuan pembangunan adalah tercapainya kemandirian masyarakat. Masyarakat harus
berdikari, meski tanpa dana desa.

Sekarang merupakan momen tepat melakukan investasi jangka panjang: memobilisasi,


membangun, dan mengolaborasi sumber daya di desa.

Bila ternyata bandul politik berubah, masyarakat sudah cukup memiliki sumber daya untuk
dikelola bersama melalui koperasi yang terhubung lewat BUMDes.

Di sana BUMDes menjadi private-public platform yang pertemukan aneka jenis koperasi di
masyarakat. Mari berkolaborasi!

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/13/085503026/daya-ungkit-kolaborasi-bumdes-dan-
koperasi?page=2

Mulai Januari 2018, pemerintah menetapkan pola baru dalam pemanfaatan dana desa se-
Indonesia.

Alokasi dana desa bakal difokuskan ke sektor padat karya.

Demikian keputusan yang diambil oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Kantor
Presiden, Jakarta, Jumat (3/11/2017).

"Insya Allah dimulai Januari 2018 semua (dana desa) difokuskan kepada padat karya atau
yang benar-benar bermanfaat bagi rakyat di desa," ujar Menteri Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, usai rapat.

Salah satu contoh padat karya adalah proyek infrastruktur. Proyek itu akan dikerjakan secara
swakelola. Pekerja proyek diserap dari warga setempat.

Dengan demikian, dana desa tidak hanya digunakan untuk membeli bahan material
infrastruktur saja, melainkan juga untuk membayar honor pekerja.
"(Pola) ini akan difokuskan kepada (desa yang ada di) 100 kabupaten dan dilakukan bersama-
sama dengan (program) kementerian/lembaga," ujar Puan.

Baca juga : Pimpin Rapat Dana Desa, Ini Instruksi Jokowi

Selain infrastruktur, sektor padat karya lain yang disasar pola baru dana desa yakni,
pemberian makanan tambahan dan pelayanan bagi masyarakat.

"Jadi, padat karya ini bukan hanya melingkupi infrastruktur/sarana prasarana saja. Tapi juga
masuk ke pelayanan masyarakat," ujar Puan.

Diberitakan, Presiden Jokowi meminta pemanfaatan dana desa diubah orientasinya menjadi
ke arah padat karya. Hal itu diungkapkan ketika memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden,
Jakarta, Jumat siang.

"Saya meminta program pemanfaatan dana desa dan program kementerian yang dikucurkan
ke desa dilakukan dengan modal padat karya. Model cash for work," ujar Jokowi.

Selain itu, Jokowi juga meminta supaya dana desa dikelola dengan cara swakelola. Hal
tersebut semata-mata demi pembukaan lapangan kerja, sekaligus meningkan kesejahteraan
serta daya beli masyarakat.

http://nasional.kompas.com/read/2017/11/03/19450781/jokowi-tetapkan-dana-desa-untuk-padat-
karya-dimulai-januari-2018

Presiden Joko Widodo, Jumat (3/11/2017), memimpin rapat terbatas membahas pemanfaatan
dana desa di Kantor Presiden, Jakarta.

Dalam pidato pengantarnya, Presiden mengulang kembali instruksinya beberapa waktu yang
lalu bahwa dana desa harus dialokasikan di sektor padat karya.

"Saya meminta program pemanfaatan dana desa dan program kementerian yang
dikucurkan ke desa dilakukan dengan modal padat karya. Model cash for work," ujar
Jokowi.

Selain itu, Jokowi juga meminta supaya dana desa dikelola dengan cara swakelola.

(Baca juga : Jokowi Minta Dana Desa Dipakai untuk Buka Lapangan Pekerjaan)

Hal itu semata-mata demi pembukaan lapangan kerja, sekaligus meningkan kesejahteraan
serta daya beli masyarakat.

"Untuk itu, saya minta kementerian dan lembaga yang punya program di desa
dikonsolidasikan lagi, baik sisi perencanaan/anggaran pembiayaan sehingga outcome-nya
berdampak pada upaya untuk menekan kemiskinan dan pembukaan lapangan kerja," ujar
Jokowi.

Jokowi menambahkan, jumlah dana desa tahun 2017 lebih besar dibandingkan tahun
sebelumnya.

(Baca juga : Jokowi Akan Ubah Desain Dana Desa pada Tahun 2018)

Semestinya jumlah itu bisa membuka lapangan pekerjaan dan mengentaskan kemiskinan.

Diperlukan pula pelatihan dan pendampingan bagi para kuasa anggaran di desa agar bisa
menggali dan mengembangkan potensi yang ada di desa masing-masing.

Dengan demikian, hasil dana desa untuk kesejahteraan masyarakat diharap lebih optimal.

Hadir dalam rapat terbatas itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution, Menteri Desa
Transmigrasi dan Pembangunan Daerah Tertinggal Eko Putro Sandjoyo dan Menteri Dalam
Negeri Tjahjo Kumolo.

http://nasional.kompas.com/read/2017/11/03/16464771/pimpin-rapat-dana-desa-ini-instruksi-
jokowi

Pertumbuhan ekonomi masyarakat di perdesaan perlu terus dipacu dengan dukungan dari
berbagai pihak.

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya sangat mengapresiasi upaya yang diinisiasi dan


difasilitasi oleh Bank Rakyat Indonesia [BRI] dengan membentuk Badan Usaha Milik Desa
(Bumdes) bersama CISUKA.

Bumdes tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya PT


Mitra Bumdes Nusantara, PT Bank Rakyat Indonesia [Persero] Tbk, Kementerian Desa
Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi RI, serta Kementerian Pertanian RI.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana
[DPMDPAKB] Kabupaten Tasikmalaya Wawan R. Efendy mengatakan, Kabupaten
Tasikmalaya telah memiliki Bumdes di setiap desa yang dibiayai oleh anggaran dana desa
(ADD). Namun, Bumdes tersebut belum berjalan dan beroperasi seperti yang diharapkan.

Wawan mewakili Bupati Tasikmalaya pada acara penandatanganan pendirian PT Mitra


Bumdes Bersama Kecamatan Cisayong, Sukahening, dan Sukaratu (Cisuka) yang
berlangsung di Gedung Putih Pendopo Lama Kabupaten Tasikmalaya, Jumat [6/10/17].
Hadirnya Bumdes bersama itu diharapkan dapat memicu Bumdes yang lain untuk segera
beroperasi dengan baik. Dengan demikian, potensi yang ada di tiap desa yang berada di
Kabupaten Tasikmalaya dapat diolah secara optimal.

"Sehingga perekonomian masyarakat di perdesaan dapat sejahtera,” ujarnya.

Keberadaan PT. Mitra Bumdes Bersama dinilai relevan dengan program Gerakan
Membangun Desa (Gerbang Desa) yang telah dijalankan Pemerintah Kabupaten
Tasikmalaya.

Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum bercita-cita menyejahterakan masyarakat


perdesaan melalui pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan evaluasi, Wawan melanjutkan, ternyata program Gerbang Desa sangat dirasakan
manfaatnya bagi masyarakat dan sangat menyentuh lapisan paling bawah.

"Kami akan melanjutkan program pembangunan di Kabupaten Tasikmalaya dengan sasaran


dan strategi baru sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya,"
katanya.

Sementara, Direktur Operasional PT Bumdes Nusantara Abdulah Jawas optimistis terhadap


prospek PT Bumdes Bersama Cisuka sebagai pilot project di Kabupaten Tasikmalaya.

Bukan tanpa alasan keyakinan itu, sebab PT.Bumdes Bersama Cisuka akan didukung penuh
oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dan mendukung industri pertanian.

Dukungan yang diberikan Kementerian Pertanian dan Kementerian Desa bakal


mempermudah usaha masyarakat desa.

” Segala kebutuhan petani nantinya akan dipasok langsung oleh PT Mitra Bumdes Bersama
Cisuka, tanpa mengganggu tata kelola dan sistem pasar yang telah berjalan, “ ujarnya.

Abdulah Jawas menekankan, PT Mitra Bumdes Bersama Cisuka mesti berperan sebagai
lembaga aggregator yang membangun jaringan pemasaran bagi petani, serta terpenuhinya
permodalan yang dijalankan oleh perbankan milik pemerintah.

Sedangkan, Kepala Cabang BRI Tasikmalaya Agrogung Murba Putranta


menerangkan, pembentukan PT Mitra Bumdes Bersama Cisuka bertujuan untuk membuat
korporasi tani mampu memiliki badan usaha yang dapat menampung.

Bumdes itu diharapkan mampu memberi manfaat bagi petani, dari hulu sampai hilir proses
produksi pertanian. Selain itu, Bumdes juga diproyeksikan mampu memberikan penguatan
bagi para petani.

"Dan pada akhirnya Bumdes yang telah ada bisa bersinergi," katanya.

Dalam korporasi tani yang dibentuk, PT Mitra Bumdes Bersama Cisuka dan Koperasi
Gapoktan akan bersinergi dalam menggali potensi dan peluang bisnis yang ada di masing-
masing kecamatan.
Untuk mendukung berjalannya proses transaksi perdagangan, BRI telah menyiapkan Kartu
Tani yang akan mempermudah proses pemasaran hasil produksi pertanian

http://biz.kompas.com/read/2017/11/01/212855528/bumdes-bersama-di-tasikmalaya-bakal-
dongkrak-kesejahteraan-petani

Satuan Tugas Dana Desa mendapatkan ribuan laporan mengenai dugaan penyalahgunaan
dana desa dari seluruh Indonesia sejak terbentuk pada Juli 2017.

"Hingga September kemarin, ada 10.000. Itu dihitung sebagai informasi yang masuk," ujar
Kepala Satgas Dana Desa Bibit Samad Riyanto, di Kompleks Istana Presiden, Senin
(20/11/2017).

Laporan tersebut sebagian besar langsung disampaikan masyarakat desa.

Selain dengan kementerian terkait dan aparat kepolisian, Satgas juga berkoordinasi dengan
Kantor Staf Presiden. KSP, lanjut Samad, juga ingin mengetahui laporan itu dengan cepat.

Baca: Jokowi Tetapkan Dana Desa untuk Padat Karya Dimulai Januari 2018

"Kalau ada masalah-masalah krusial di lapangan, ada keresahan, itu Kepala KSP tahu terlebih
dahulu," ujar Samad.

Samad mengatakan, di sisi lain, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi terus mengupayakan pembinaan bagi perangkat desa agar tidak tersandung
persoalan hukum.

"Pelanggaran itu ada yang dia tahu dan ada yang enggak tahu. Sekarang masalahnya supaya
yang enggak tahu itu terjebak dan kita teralibesikan, kita kasih tahu. Istilahnya pembinaan,"
ujar Samad.

"Malah sampai ada yang ngomong, pemerintah ini ikhlas apa enggak sih kasih dana desa, kita
harus buat ini buat itu. Wah, berarti itu belum ngerti. Kita kasih tahu lagi," lanjut Samad.

http://nasional.kompas.com/read/2017/11/20/20095721/sejak-dibentuk-satgas-terima-10000-
laporan-penyalahgunaan-dana-desa

aksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Sekretaris Jenderal Kementerian Desa
dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Anwar Sanusi, soal pertemuan
Inspektur Jenderal Kemendes Sugito dan Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Ali Sadli.

Hal tersebut terjadi saat Anwar menjadi salah satu saksi untuk terdakwa Ali Sadli pada sidang
di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/10/2017).
Mulanya, jaksa KPK menanyakan apa yang Anwar ketahui soal upaya yang dilakukan Sugito
terkait adanya temuan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) oleh tim BPK di
Kemendes.

Temuan PDTT itu terkait pertanggungjawaban pembayaran honorarium dan bantuan


operasional kepada tenaga pendamping profesional dana desa tahun 2016 sebesar Rp
550.467.601.225, yang tidak dapat diyakini kebenarannya.

Anwar mengakui, dia mengetahui pertemuan Sugito dan Ali Sadli.

"Di mana yang saudara ketahui," tanya jaksa KPK, di ruang sidang Pengadilan Tipikor,
Jakarta.

(Baca juga: Jaksa Cecar Sekjen Kemendes Soal Maksud "Apresiasi" untuk BPK)

Anwar mengatakan, pertemuan keduanya terjadi di sebuah restoran di kawasan Pondok


Indah. Namun, ia tak mengetahui detail pertemuan Sugito dan Ali Sadli.

Jaksa kemudian mencecar Anwar apakah dirinya menerima laporan dari Sugito terkait hasil
pertemuan tersebut. Anwar mengaku tidak mendapat laporan detail dari Sugito.

"Laporan dari Pak Gito, beliau melaporkan ke saya makro saja, saya enggak tahu detailnya,"
ujar Anwar.

(Baca juga: Terbukti Suap Auditor BPK, Irjen Kemendes Divonis 1,5 Tahun Penjara)

Hakim kemudian menyela, seperti apa laporan makro dari Sugito kepada Anwar soal
pertemuan dengan auditor BPK tersebut. Menurut Anwar, intinya terkait temuan PDTT itu
kemungkinan sudah dicarikan solusinya.

Namun, Anwar tidak menjelaskan solusi seperti apa untuk temuan PDTT tersebut.

"Artinya sudah ketemu, Yang Mulia, dengan Pak Ali persoalan yang terkait dengan PDTT itu
mungkin sudah dicarikan solusinya," ujar Anwar.

Jaksa kemudian menyambung pertanyaan soal percakapan Anwar dengan Sugito tentang
istilah "semoga lampu hijau".

"Lampu hijau itu begini artinya pihak BPK juga memahami apa yang kami lakukan.
Istilahnya, kami juga dengan dasar yang tadi, surat dari Kementerian Keuangan," ujar Anwar.

http://nasional.kompas.com/read/2017/10/30/20084561/sekjen-kemendes-dicecar-soal-
pertemuan-irjen-kemendes-auditor-bpk
DPR RI mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN) 2018. Dengan
demikian, disahkan belanja negara tahun 2018 sebesar Rp 2.220,6 triliun, yang terdiri dari
belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.454 triliun dan transfer daerah dan dana desa sebesar
Rp 766,16 triliun. Rinciannya, transfer ke daerah sebesar Rp 706,1 triliun dan dana desa
sebesar Rp 60 triliun.

" Transfer daerah dan dana desa ini akan diarahkan untuk meningkatkan kualitas layanan
publik di daerah, menciptakan kesempatan kerja, mengentaskan kemiskinan, dan mengurangi
ketimpangan antar daerah," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, saat sidang paripurna di
Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/10/2017).

Dia menjelaskan, ada beberapa kebijakan utama yang akan ditempuh pada 2018. Pertama,
pagu Dana Alokasi Umum atau DAU, lanjut dia, tetap bersifat dinamis. Kemudian,
memperluas penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH) cukai hasil tembakau, DBH dana reboisasi
selain untuk rehabilitasi hutan dan lahan, penanganan kebakaran hutan, penataan batas
kawasan, dan pembenihan. Sebanyak 25 persen dana transfer umum diarahkan untuk belanja
infrastruktur.

"DAK (dana alokasi khusus) fisik diarahkan untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur
layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, sanitasi, air minum, irigasi dan pertanian,
perumahan, dan jalan serta transmigrasi," kata Sri Mulyani.

(Baca: Sri Mulyani Ubah Ketentuan Penyaluran Dana Transfer Daerah )

Sedangkan DAK nonfisik menyasar kepada bantuan operasional sekolah (BOS) untuk 47,4
juta siswa, tunjangan penghasilan guru (TPG) untuk 1,2 juta guru, dan bantuan operasional
kesehatan untuk 9.767 Puskesmas. Pemberian dana insentif daerah, lanjut dia, untuk memicu
perbaikan kinerja pengelolaan keuangan dan pelayanan pemerintahan umum.

"Sedangkan dana desa diarahkan untuk pengentasan kemiskinan melalui penurunan porsi
alokasi yang dibagi merata dan peningkatan alokasi formula. Kemudian pemberian bobot
yang lebih besar kepada jumlah penduduk miskin, dan afirmasi kepada desa tertinggal dan
sangat tertinggal dengan jumlah penduduk miskin tinggi," kata Sri Mulyani.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/10/25/215021726/transfer-daerah-dan-dana-desa-
disepakati-rp-76616-triliun

Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) digandeng Kementerian Desa, Pembanguan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) untuk mengawal pelaksanaan program Dana Desa di
wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis mengatakan, dirinya sudah memfasilitasi
kerjasama antara pihak Kementerian PDTT dan GMIT.

"Kemarin, Jumat (20/10/2017) sudah dilakukan Penandatangan MoU oleh Ketua Sinode
GMIT Pendeta Mery Loise Kolimon dan Sekjen Kementerian Desa PDTT Anwar Sanusi di
VIP Room gedung kementrian tersebut, Kalibata, Jakarta,"kata Fary kepada Kompas.com,
Sabtu (21/10/2017).

Hadir dalam acara itu lanjut Fary yakni dirinya dan juga Menteri Desa PDTT Eko Putro
Sanjoyo.

Baca juga: Baca juga : Bhabinkamtibmas Dikerahkan untuk Kawal Dana Desa

Menurut Fary, GMIT ikut memberikan dorongan dan membantu mengawal program Dana
Desa, dengan harapan gereja ikut terlibat dalam perencanaan awal sampai pada proses
pelaksanaan dan pemanfaatannya.

"Sebagai catatan bahwa Kementerian Desa PDTT sebagai mitra Komisi V tentu terus kita
didorong agar meningkatkan partisipasi masyarakat dalam hal ini gereja untuk terus
mengawal penggunaan dana desa," katanya.

Fary berharap, dengan melibatkan pihak gereja tentu pemanfaatan dana desa bisa tepat
sasaran dan bermanfaat buat kepentingan masyarakat.

Sementara itu Pendeta Merry Kolimon, mengaku, setelah penadatanganan MoU ini, pihaknya
segera melaksanakan lokakarya Dana Desa dengan melibatkan seluruh pendeta GMIT dan
para kepala desa agar bisa bekerja sama.

"Kita berharap GMIT dapat berkontribusi mewujudkan demokratisasi ekonomi di desa,


termasuk mendorong partisipasi warga desa merencanakan pembangunan di desa secara
baik," ucapnya.

http://regional.kompas.com/read/2017/10/21/09424581/gereja-digandeng-untuk-kawal-dana-desa-
di-ntt

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta kepala daerah tidak ikut campur dalam
pengawasan penggunaan dana desa di wilayahnya masing-masing.

Unit kepolisian di tingkat bawah, seperti Polsek hingga Bhabinkamtibmas diberi mandat
untuk mengawasi sekaligus menggerakkan masyarakat agar terlibat dalam penggunaan dana
desa.

"Bupati, Wali Kota yang minggu depan akan kami kumpulkan semua, camat sudah kami
kumpulkan semua. Ini dalam upaya tidak boleh intervensi peran Kapolsek, Bhabinkamtibmas
sampai Kapolres dalam teknis nanti," ujar Tjahjo, di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat
(20/10/2017).

Tjahjo meminta pemerintah daerah memberi pelatihan kepada aparatur desa terkait
pertanggungjawaban penggunaan dana desa.
Baca: Sejak 2012, Polisi Tangani 214 Kasus Dana Desa Senilai Rp 46 Miliar

Perangkat desa harus bisa menyusun perencanaan program hingga pertanggungjawaban


keuangan dengan baik.

Dengan demikian, akan terlihat apakah ada penyelewengan dalam penggunaannya.

"Bagaimana manajemen desanya, termasuk upaya-upaya untuk menggerakkan masyarakat


ikut terlibat mengetahui bahwa ada dana desa, ada program desa yang terencana selama lima
tahun ini," kata Tjahjo.

Tjahjo menekankan, jangan sampai terulang lagi kasus kepala daerah bersama penegak
hukum bekerja sama untuk menutupi penyelewengan dana desa.

Baca: Jokowi Akan Ubah Desain Dana Desa pada Tahun 2018

Ia mencontohkan, dugaan suap untuk menghentikan penanganan kasus korupsi


penyelewengan dana desa di Pamekasan.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan sejumlah tersangka mulai dari Bupati, kepala kejaksaan
negeri, hingga kepala desanya.

"Kasus di Madura itu harus jadi kasus yang terakhir dana desa untuk masyarakat desa
mennadi bancakkan penehak hukum, bupati, inspektorat daerah. Ketika kekuatan bersama
menekan, kepala desa takut," kata Tjahjo.

http://nasional.kompas.com/read/2017/10/20/12012831/kemendagri-minta-kepala-daerah-tak-
intervensi-polisi-dalam-pengawasan-dana

Polri akan mengerahkan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat


(Bhabinkamtibmas) sebagai pengawas penggunaan dana desa di daerahnya masing-masing.

Bhabinkamtibmas juga akan berkoordinasi dengan Polsek dan Polres setempat untuk
mengajak masyarakat terlibat aktif dalam penggunaan dana tersebut.

"Ini akan dikoordinir oleh Kepala Korps Binmas dan wakilnya Kepala Divisi Profesi dan
Pengamana Polri. Di tingkat Polda oleh Dirbinmas dengan Kabid Propam, di Polres juga,"
ujar Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (20/10/2017).

Kinerja Bhabinkamtibmas dan unit kepolisian di masing-masing wilayah akan dievaluasi


secara berkala.
Tito mengatakan, tugas kepolisian lebih mengedepankan fungsi pengawasan kepada
masyarakat dan kepala desa selaku pengguna anggaran.

Mereka memastikan program yang direncanakan terealisasikan sesuai rencana dan tidak ada
penyelewengan.

Baca: Sejak 2012, Polisi Tangani 214 Kasus Dana Desa Senilai Rp 46 Miliar

Meski demikian, tidak serta merta semua pelanggaran yang terjadi akan dipidana.

Menurut Tito, tidak semua kepala desa melakukan pelanggaran karena niatnya untuk
menyelewengkan.

"Ada juga ketidaktahuannya, tidak tahu administrasi negara, tidak berpengalaman. Mungkin
kuitansi hilang. Disitu peran kepolisian agar mereka dapat pendidikan dasar laporan
perencanaan dan laporan keuangan," kata Tito.

"Kepolisian, khususnya Bhabinkamtibmas, juga ditugaskan untuk berembuk dengan


masyarakat mengenai bentuk program apa yang betul-betul bisa mengubah wajah desa
termasuk membangkitkan ekonominya," lanjut Tito.

Tito juga mengingatkan jajaran kepolisian di bawah agar tidak main-main dalam
mendampingi penggunaan dana desa.

Ia memastikan ada hukuman berat yang akan dikenakan terhadap anggota yang ikut
menyelewengkan dana desa, bahkan memeras kepala desa.

"Itu kami pidanakan. Karirnya pasti akan berhenti," kata Tito.

Sementara itu, bagi anggota yang berprestasi dan mampu membangun desanya lebih maju,
maka akan diberi penghargaan.

Untuk Bahbinkamtibmas akan diberikan ticket holder untuk melanjutkan ke sekolah perwira.

"Ini kesempatan mereka untuk berprestasi, saya mau mereka berlomba," lanjut dia.

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertunggal, dan Transmigrasi Eko Putro
Sandjojo, mengatakan, peran kepolisian dapat memperkuat pengawasan dana desa.

Hingga saat ini, masih banyak desa yang tidak melibatkan masyarakat dalam menyusun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa beserta program-programnya.

"Kalau tidak melibatkan masyarakat, polisi bisa ikut menegakkan agar masyarakat
dilibatkan," kata Eko.

http://nasional.kompas.com/read/2017/10/20/11301301/bhabinkamtibmas-dikerahkan-untuk-
kawal-dana-desa
Direktur Jendral Bina Pemerintah Desa Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri), Nata
Irawan mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan banyak regulasi untuk mengantisipasi
penyelewengan dana desa.

Regulasi-regulasi itu yakni dua peraturan pemerintah (PP), 17 peraturan menteri (permen),
dan satu keputusan bersama.

Nata mengatakan, langkah penerbitan regulasi tersebut merupakan tindak lanjut dari
implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Kami di Kemendagri ini menaungi tata kelola pemerintahan desa. Hampir semua aturan
main terkait pemerintahan desa ada diatur, seperti pengangkatan/pemberhentian kepala desa
dan lainnya," kata Nata dalam konferensi pers "Capaian 3 Tahun Kinerja Jokowi-JK dari
Perspektif Bina Pemerintahan Desa dan Bina Administrasi Kewilayahan", di Kemendagri,
Jakarta, Senin (9/10/2017).

(Baca juga: Tekan Penyelewengan Dana Desa, Satgas Lakukan Audit Acak ke Tiap Desa)

Nata mengatakan, pencegahan penyelewenangan dana desa perlu dilakukan guna mengejar
target Nawacita butir ketiga, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka kesatuan nasional.

Namun, untuk mewujudkan itu perlu juga diatur tata kelola pemerintahan dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan atau aset, serta peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan desa.

Oleh karena itu, kata Nata, secara bertahap Dirjen Bina Pemdes juga telah melakukan
pendidikan dan pelatihan, mulai dari tingkat kecamatan, sampai lembaga-lembaga
kemasyarakatan di desa.

"Pelatihan pengembangan kapasitas aparatur desa di 33 provinsi dengan jumlah aparatur yang
dilatih sebanyak 147.325 aparatur, di antaranya kepala desa, sekretaris, bendahara sampai
aparaturnya," kata Nata.

http://nasional.kompas.com/read/2017/10/09/20164401/cegah-penyelewengan-dana-desa-
kemendagri-klaim-optimalkan-regulasi

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo
mengakui dana desa masih bermasalah. Karena itulah ia membentuk Satgas Dana Desa.

Satgas Dana Desa, sambung Eko, tidak bertindak reaktif dalam artian menunggu adanya
pelaporan kasus. Namun ia sudah menginstruksikan Satgas Dana Desa harus bertindak
proaktif.
"Kami tidak menunggu laporan lagi. Tapi masif melakukan random audit sehingga
kesempatan melakukan penyelewengan bisa diperkecil," ujarnya dalam rilis yang diterima
Kompas.com, Senin (9/10/2017).

Eko menjelaskan, dalam menjalankan audit random, satgas bekerjasama dengan polisi dan
kejaksaan. Secara acak, tim gabungan ini akan mengaudit setiap desa di Indonesia.

"Ini untuk mencegah hal-hal buruk terjadi. Kalau bukan pidana, kami akan melakukan
pembinaan," ucapnya.

(Baca juga: Keroyokan Mengawal Penyerapan Dana Desa...)

Hal ini penting dilakukan mengingat dana desa yang dikucurkan terbilang besar. Di tahun
2015, dana yang dikucurkan pemerintah senilai Rp 20 triliun. Kemudian, pada 2016
meningkat menjadi Rp 47 triliun, dan tahun 2017 Rp 60 triliun.

Pemerintah, sambung dia, akan terus meningkatkan dana desa. Dalam tiga tahun terakhir,
penyaluran dana desa dari APBN terus menunjukkan indikasi positif untuk mendongkrak
kesejahteraan masyarakat desa.

Eko menjelaskan, pertama dana desa dikucurkan pada 2015, masyarakat desa umumnya
belum siap. Dari Rp 20,8 triliun dana desa yang diberikan, hanya 82 persennya saja yang
terserap.

"Tapi Pak Presiden terus memberikan semangat dan terus membantu dana desa, malah
ditingkatkan dua kali lipat menjadi Rp 46,98 trilun. Itu komitmen Bapak Presiden, dan 2016
dana desa yang terserap naik menjadi 97 persen lebih," ungkap Eko.

Dalam acara Kartu Tani ini Eko mengatakan, Jokowi merupakan presiden yang benar-benar
memperhatikan desa dan daerah. Hal ini terbukti, pertama dalam sejarah, APBN lebih besar
diberikan ke daerah daripada ke pusat, bahkan akan terus ditingkatkan bagiannya yang lebih
besar ke daerah.

"Presiden Joikowi juga presiden pertama yang menggelontorkan dana desa langsung ke desa.
Dalam tiga tahun ini Presiden sudah mengalokasikan dana desa sebesar lebih dari Rp 120
triliun, dan terus akan digelontorkan dan ditingkatkan," katanya.

http://regional.kompas.com/read/2017/10/09/18045951/tekan-penyelewengan-dana-desa-satgas-
lakukan-audit-acak-ke-tiap-desa

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) mengakui,


dalam rangka pemanfaatan dana desa di Indonesia, saat ini personel pendamping desa masih
alami kekurangan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
Anwar Sanusi mengatakan, penambahan personel pendamping desa terhambat oleh
terbatasnya anggaran.

"Problematika kami akan menambah pendamping desa ini adalah problematika anggaran,
tetapi ada satu solusi yang nanti kita sedang pikirkan, yakni bagaimana kita menumbuhkan
namanya kader pemberdayaan masyarakat desa," ujar Anwar di Hotel Harris Malang, Selasa
(28/11/2017).

Berdasarkan data Kemendes PDTT saat ini tercatat pendamping desa mencapai 34.000 orang,
sedangkan jumlah desa di Indonesia mencapai 74.910 desa.

Baca juga: Dua Desa di Bromo Tengger Jadi Percontohan Penggunaan Dana Desa

"Masih kurang. Kalau idealnya itu, misalnya satu desa satu pendamping desa, membutuhkan
74.910. Masih cukup banyak kekurangannya, tapi kita memang sadar dari apa yang namanya
kapasitas anggaran anggaran untuk gajinya," ujar Anwar.

Menurut Anwar peran pendamping dana desa dalam pemanfaatan dana desa sangat
diperlukan, sebab pendamping desa diharapkan dapat memberikan pendampingan dari mulai
perencanaan penggunaan anggaran, pelaksanaan, hingga evaluasi akhir.

Hal itu dilakukan agara dana desa yang digelontorkan pemerintah bisa digunakan dengn baik
dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa.

"Optimalisasi pendamping desa ini bukan hanya tentang mencatat soal data, tapi kita ingin
mereka itu menjadi pendamping masyarakat desa menggunakan dana desa mulai dari
perencanaan, pelaksanaan kegiatan, bahkan juga evaluasi dari kegiatan itu sendiri," kata
Anwar.

Sementara itu, terkait dengan solusi dalam mengatasi kekurangan pendamping desa, Anwar
mengatakan, pihaknya tengah mencoba dengan menempuh program kader pemberdayaan
masyarakat desa.

"Kader-kader ini yang secara inisiatif ditumbuhkan oleh masyarakat desa, bisa saja ke depan
salah satunya bisa diambil (gaji) dari insentif dana desa tetapi ini masih sedang kita godok,"
sebut dia.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/28/163700026/kemendes-pdtt-akui-masih-kekurangan-
pendamping-desa-

Dua desa di kawasan Bromo Tengger, yakni Desa Ngadas dan Desa Jetak, Kecamatan
Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, akan menjadi desa percontohan
pemanfaatan, pengelolaan dana desa.
Sekretaris Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
Anwar Sanusi mengatakan, pemanfaatkan dana desa tersebut telah mempu membangkitkan
semangat maupun inisiatif gotong royong dalam menyelesaikan persoalan desa.

"Kami belajar dari Ngadas, kami mencoba mempelajari bagaimana Desa Ngadas
mempertahankan nilai gotong royong menjadi semangat untuk menyelesaikan persoalan
publik," ujar Anwar di Hotel Harris Malang, Selasa (28/11/2017).

Menurut Anwar, apa yang dilakukan kedua desa tersebut dapat menjadi percontohan
penggunaan dana desa dengan baik dan perlu menjadi contoh-contoh bagi desa lainnya.

Baca juga : Manfaatkan Dana Desa, 500 Keluarga di Bromo Tengger Dapat Air Bersih

Adapun pemanfaatan dana desa pada Desa Ngadas telah memberikan manfaat bagi
masyarakat desa, dengan tersedianya jaringan air bersih kepada rumah-rumah warga.

"Mereka berinisiatif untuk menyelesaikan problematika keadaan yang dihadapi. Misalnya,


Desa Ngadas dengan suplai air, mereka berinisiatif bergotong royong untuk bagaimana
mencari sumber air," kata Anwar.

Sedangkan Desa Jetak menggunalan dana desa untuk pembangunan infrastruktir berupa
jalan-jalan desa yang digunakan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari.

"Kemudian di Jetak, bagaimana mereka bersama-sama untuk bisa berinisiatif memperbaiki


infrastruktur (jalan desa) di desanya," ujar Anwar.

Baca juga : Menteri Eko Optimis Dana Desa Terserap 100 Persen

Menurutnya, bukan hanya pemanfaatan dana desa dengan baik, namun kedua desa tersebut
terus mempertahankan semangat kebersamaan dalam membangun desa.

Hal ini sejalan dengan arahan pemerintah agar seluruh proyek di desa bisa dikerjakan secara
swakelola oleh masyarakat agar segala manfaat dari pembangunan tersebut dari desa, oleh
desa, dan untuk desa.

"Mereka meskipun ada dana tetap nilai kebersamaan dan gotong royong dijaga dan pelihara.
Ini harus terus dipelihara, ditumbuhkan jangan sampai tergerus materialisme," paparnya.

Berdasarkan data Pemeritah Kabupaten Probolinggo, tahun 2017, anggaran Dana Desa (DD)
bagi 325 desa di Kabupaten Probolinggo dialokasikan sebesar Rp 271.486.142.000.

Baca juga : Mendes Pastikan Dana Desa Akan Diawasi Lebih Ketat

Untuk tahap I, telah dicairkan DD sebesar Rp 162.891.685.200 atau 60 persen. Sisanya


sebesar 40 persen dicairkan untuk tahap II sebesar Rp 108.594.456.800.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/11/28/130000626/dua-desa-di-bromo-tengger-jadi-
percontohan-penggunaan-dana-desa
Tiga aparatur sipil negara (ASN) di Dinas Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan (BPMPK) menjadi tersangka atas kasus dugaan korupsi dana desa di
Kabupaten Pegunungan Bintang.

Berkas mereka kini sudah diserahkan ke pihak Kejaksaan Negeri Jayawijaya melalui Jaksa
Penuntut Umum (JPU), Jumat (23/11/2017). Berkas tindak pidana penyalahgunaan dana desa
dijadikan dua berkas dengan tersangka berjumlah tiga orang.

Adapun tahap dua dilakukan berdasarkan surat Kejaksaan Negeri Jayawijaya Nomor : B -
730/T.1.16/Fd.1/11/2017. Dan Nomor : B - 731/T.1.16/Fd.1/11/2017, yakni P21 atau berkas
dinyatakan lengkap.

“Kemarin, ketiga tersangka sudah kami serahkan tahap dua ke kejaksaan karena berkasnya
sudah lengkap (P21). Berkas P21nya beberapa waktu lalu memang sudah kami terima,”
ungkap Kapolres Pegunungan Bintang, AKBP Juliarman E.P Pasaribu, Jumat siang.

Ketiga tersangka itu, lanjut Pasaribu, adalah ASN di Dinas BPMPK Pemda Pegunungan
Bintang yaitu, AE, DH dan KK.

“Salah satu dari ketiganya adalah mantan Kepala Dinas BPMPK yakni DH,” ungkapnya.

(Baca juga: Mendes Pastikan Dana Desa Akan Diawasi Lebih Ketat)

Dia mengatakan, tersangka melakukan tindak pidana dana desa yang merugikan uang negara
senilai Rp 4.155.000.000 dari anggaran Dana Desa Tahun 2016. Mereka memotong anggaran
dana desa senilai Rp 15 juta dari 277 desa yang ada di daerah itu.

“Jadi ketiga tersangka melakukan pemotongan anggaran senilai Rp 15 juta dari 277 desa.
Alasan mereka, uang itu akan dibayarkan untuk pembayaran pajak. Tentu hal ini tak
dibenarkan, apalagi, akhirnya uang itu diketahui digunakan oleh mereka untuk kebutuhan
pribadi,” tuturnya.

Adapun pasal yang disanksikan kepada ketiga tersangka yaitu, pasal 2 ayat (1) subsidair pasal
3 dan pasal 8 jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 tahun 2001
tentang perubahan atas UUU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke - 1 KUHP.

“Kini ketiga tersangka sudah menjadi kewenangan kejaksaan. Namun, sepanjang kasus ini
bergulir hingga ke pengadilan, tentunya akan kami pantau. Apalagi, penanganan dugaan
kasus korupsi dana desa di Papua baru pertama kali terungkap. Tentu, kita tak boleh kalah
dari koruptor,” tegasnya.

http://regional.kompas.com/read/2017/11/25/15494701/sunat-dana-desa-rp-15-juta-dengan-
alasan-bayar-pajak-3-pns-jadi-tersangka
irjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Taufik Madjid menjelaskan ada empat program
prioritas yang perlu dijalankan terkait penggunaan dana desa.

"Yang pertama adalah program unggulan kawasan pedesaan. Jadi, desa tumbuh dan
berkembang atas potensi yang dimilikinya," kata Taufik, dalam sebuah diskusi di kawasan
Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (19/8/2017).

Dengan demikian ada clusterisasi ekonomi atau pengelompokan desa sesuai potensi yang
dimilikinya. Misalnya ada desa wisata, desa pertanian, dan lain-lain. Menurut dia, dana desa
harus dapat dikelola untuk menunjang hal tersebut, agar dapat langsung dirasakan oleh
masyarakat.

Kedua adalah penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Jika pendapatan BUMDes
dalam 1 tahun sebesar Rp 1 miliar, maka BUMDes di 74.000 desa dapat menghasilkan Rp 75
triliun tiap tahunnya.

"Ketiga, dana desa juga dipergunakan untuk membangun embung di desa. Sebab, 80 persen
desa di Indonesia adalah desa pertanian," kata Taufik.

Kekurangan air, lanjut dia, dapat menghambat produktivitas pertanian. Maka dana desa dapat
dikelola untuk membangun embung di desa-desa yang kekurangan air.

Keempat, adalah penyelenggaraan event olahraga desa, seperti liga desa. Menurut dia, event
tersebut tidak hanya meningkatkan prestasi atlet di desa, tapi juga meningkatkan
perekonomian desa.

"Harapannya, empat program prioritas ini bisa menggerakkan ekonomi dan meningkatkan
perekonomian desa. Dana desa dipersembahkan untuk itu, tinggal bagaimana kami mengawal
agar bisa diimplementasikan," kata Taufik.

Di sisi lain, Taufik menyebut pemerintah juga melakukan penguatan pengawasan. Saat ini,
lanjut dia, sudah terbentuk Satgas Dana Desa, Jaga Desa, dan lain-lain. Selain itu, berbagai
channel aduan juga sudah dibentuk oleh Komisi Pengawasan Korupsi (KPK) dan lembaga
lainnya.

"Kemudian kami perkuat fungsi inspektorat, camat, dan perangkat yang dekat dengan dana
desa. Suatu kerangka yang masif akan menjaga dana desa agar bisa dikelola dengan baik,"
kata Taufik.

Jumlah dana desa yang disalurkan pemerintah pada APBN 2017 sebesar Rp 60 triliun.
Jumlah yang sama juga diusulkan pada RAPBN 2018.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/19/155124526/empat-fokus-pengelolaan-dana-desa-
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Ahmad
Syafii, Bupati Pamekasan, pada awal Agustus lalu. Ahmad Syafii diduga menyalahgunakan
pengelolaan dana desa.

Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera dalam diskusi POLEMIK di kawasan Cikini,
Jakarta Pusat, Sabtu (19/8/2017) mengatakan, berkaca dari kasus Bupati Pamekasan,
pengelolaan dana desa masih rentan penyelewengan.

Agar dana desa tidak disalahgunakan, menurut dia, ada beberapa hal yang harus dicermati
dan dilaksanakan pemerintah. Salah satunya terkait dengan kelembagaan. Dia meminta
Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (PDTT) berkoordinasi menyelesaikan urusan kelembagaan.

Selain itu, harus ada perubahan pola pikir pengelolaan dana desa. "Jangan dianggap desa di
Jawa dan Sulawesi sama. Yang diperlukan adalah peningkatan kualitas SDM-nya," kata
Mardani.

Selain itu, dia menyarankan pemerintah membentuk satuan tugas adhoc untuk mencegah
korupsi dana desa.

Sementara itu Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa
dan PDTT Taufik Madjid berharap kasus penyalahgunaan dana desa oleh Ahmad Syafii tak
terulang kembali oleh perangkat daerah lainnya.

Ia juga meminta masyarakat tak menyalahkan program dana desa. "Ini masalah korupsi,
masalah oknum, program dana desa tidak salah, ini program yang baik dan besar," kata
Taufik.

Menurut dia, aparat desa di tingkat paling bawah harus diubah pola pikirnya untuk tidak
mengutip dana dari masyarakat. Kemudian tidak memangkas anggaran untuk kebutuhan
pribadi dan lain-lain.

"Kuncinya transparansi dan akuntabilitas. Kami harap dengan pengawasan baik, dana desa
bisa dikelola dengan baik," kata Taufik.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/19/164202726/agar-korupsi-dana-desa-tak-terulang--
Pemerintah segera menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri terkait pengelolaan
dana desa.

Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah


Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Taufik Madjid mengatakan terbitnya SKB 4
Menteri ini untuk menghindari tumpang tindih wewenang pengelolaan dana desa.

"Kami nanti terbitkan SKB 4 Menteri. Juga ada tim monitoring evaluasi dana desa yang
diinisiasi oleh Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK)," kata Taufik di
Jakarta akhir pekan ini.

Rencananya SKB 4 Menteri akan disepakati oleh Mendes, Menteri Dalam Negeri
(Mendagri), Menteri Keuangan (Menkeu), dan Kepala Bappenas atau Menteri PPN.

Taufik menjelaskan, sebelumnya Permendagri kerap bertabrakan dengan Permendesa. Oleh


karena itu, tiap kementerian dan lembaga harus sering duduk bersama membahas hal tersebut.
Pertemuan rutin akan dilakukan tiap dua kali dalam satu bulan.

"Kami kumpul sama-sama bicarakan mana yang jadi lintas kewenangan itu, agar tidak
tumpang tindih," kata Taufik.

Selain mengatur wewenang pengelolaan dana desa, penerbitan SKB 4 Menteri bertujuan
untuk menyeimbangkan antara perencanaan pembangunan desa dengan dana desa.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/20/103000326/skb-empat-menteri-soal-dana-desa-
segera-diterbitkan

Untuk menghindari munculnya kasus-kasus korupsi di desa, Menteri Desa, Pembangunan


Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo menyiapkan
langkah untuk mengawal dana desa.

Ia mengungkapkan, dirinya telah bertemu dengan Kapolri Tito Karnavian untuk kerja sama
membantu hal itu.

“Satgas Dana Desa juga sudah bertemu Kapolri. Kapolri akan dedikasikan Bintara
Pembinaan dan Keamanan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) untuk berikan
penyuluhan dan pengawasan.” Ujarnya seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu
(6/9/2016).

Dalam penjelasan tersebut, katanya ada sekitar 60.000 Babinkamtibnas yang siap bantu
kawal dana desa.

Selain itu, Eko juga terus berkomunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
untuk membantu menyelidiki laporan-laporan indikasi penyalahgunaan dana desa yang
masuk.
Ia setuju untuk diberikan tindakan bagi setiap kasus penyelewengan. Salah satunya adalah
kasus di Pamekasan.

“Walaupun gaduh karena semakin banyak yang mengawasi, peluang adanya penyelewengan
dana desa semakin kecil. Efek pencegahan perlu terus dilakukan, begitu juga efek jera.
Pembinaan jadi yang utama,” lanjutnya.

Dengan langkah tersebut, Eko optimistis tata kelola dana desa akan menjadi pembelajaran
yang baik bagi masyarakat desa.

Meskipun masih banyak persoalan dan persyaratan administrasi pelaporan yang diperketat,
terbukti angka penyerapan terus meningkat.

“Pada 2015, penyerapan dana desa mencapai 82 persen. Kemudian naik pada 2016 menjadi
97 persen. Tahun ini saya targetkan 100 persen,” kata dia.

Eko yakin dengan berjalannya waktu, masyarakat desa terus belajar. Adapun Program Sistem
Keuangan Desa (Siskeudes) akhirnya dapat membantu aparat desa.

Di sisi lain, Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Teten Masduki pun meminta agar pengawasan
dana desa bias ‘dikeroyok’. Artinya, siapapun harus terlibat dalam pengawasan itu.

Kata dia, seluruh potensi yang dimiliki negara perlu diberdayakan. Meskipun demikian,
dirinya juga tidak ingin pengawasan yang dilakukan justru menimbulkan ketakutan.

“Jangan sampai karena ketakutan, malah tidak dipakai. Uang yang digelontorkan harus
berputar di desa dan meningkatkan daya beli. Apa yang dibangun haruslah untuk sektor
produktif,” ujar Teten.

Sementara itu, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Ardan
Adiperdana mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah
membuat aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes).

Aplikasi sederhana tersebut, lanjutnya, dibuat untuk memudahkan aparat desa dalam
pengelolaan dan mempertanggungjawabkan keuangan desa.

“Presiden menargetkan tahun ini penerapan Siskeudes 100 persen. Sampai sekarang sudah
47,11 persen desa yang sudah gunakan Siskeudes. Kemendagri sudah surati Gubernur,
Bupati, dan Wali Kota untuk segera menggunakan aplikasi ini,” ujar Ardan.

Ardan melanjutkan, Siskeudes diyakini akan meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan


desa.

Selain itu, BPKP bersama Kemendagri juga menggerakkan Inspektorat Daerah untuk terus
mengevaluasi proses penyaluran hingga penggunaan dana desa.

Evaluasi umum pada semester I tahun 2017 ini, 90 persen dana desa sudah digunakan untuk
empat program prioritas penggunaan dana desa, yakni Produk Unggulan Kawasan Perdesaan
(Prukades), embung desa, pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan
pembuatan sarana olahraga desa (Raga Desa).
Rakor tersebut membahas dua catatan Presiden Joko Widodo terkait dana desa.

Selain aspek transparansi dan akuntabilitas, penggunaan dana desa untuk sektor produktif
juga menjadi bahasan utama. Turut hadir dalam pertemuan ini Menteri Dalam Negeri, Tjahjo
Kumolo, dan Kabareskrim Polri, Ari Dono Sukmanto.

http://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/07/091724926/keroyokan-mengawal-penyerapan-
dana-desa

Anda mungkin juga menyukai