Nomor : 16
Dikerjakan oleh :
Ahmad Fauzi 15/378987/TK/42929
Athollah Adkha Falakh Karim 15/378993/TK/42935
Pembimbing :
Dr. Ir. Aswati Mindaryani, M.Sc.
- Kelebihan
1. Biaya investasi lebih rendah
2. Biaya pekerja lebih sedikit
3. Mudah dalam perawatan
- Kekurangan
1. Biaya peralatan lebih mahal
2. Konsumsi listrik lebih tinggi (memerlukan aerasi dan
agitasi)
3. Proses tidak sensitif terhadap gangguan saat proses aerasi,
sehingga lebih mudah dilakukan control pada substrat (Max
et al., 2010).
4. Waktu fermentasi lebih lama
c. Solid state fermentation
Solid state fermentation merupakan teknik fermentasi tanpa air,
karena hanya menggunakan kandungan air dari material yang akan
difermentasi (Kappeli, Muller, & Fiechter, 1978). Biasanya dalam
kondisi optimum metode ini dapat dilakukan dengan waktu 4 hari,
proses ini sangat sederhana, tidak membutuhkan biaya besar, dan tidak
menghasilkan banyak sampah biologis seperti halnya teknik
submerged dan surface (Falony, Armas, Mendoza, & Hernández,
2006).
- Kelebihan
1. Tidak membutuhkan peralatan yang rumit
2. Tidak membutuhkan pretreatment
3. Lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan banyak
sampah (Berovic & Legisa, 2007)
- Kekurangan
1. Karena tidak ada proses agitasi, maka banyak substrat yang
tidak terkonversi
2. Adanya batasan transfer udara dari lingkungan ke system
(Sangsurasak & Mitchell, 1995)
Meskipun surface fermentation jika dilihat dari segi kebutuhan
energy lebih murah, banyak kekurangan yang dimiliki oleh surface
fermentation, seperti memerlukan kebutuhan tempat yang luas untuk
isolasi dan produksi. Salah satu masalah terbesar dalam proses ini yaitu
sterilitas, karena proses ini sangat sensitif terhadap media yang digunakan
untuk fermentasi. Sehingga dalam setiap prosesnya dibutuhkan pencucian
terhadap media fermentasi yang digunakan.
Dilihat dari segi ekonomi, Schierholt. J dalam buku Process
Biochemistry membandingkan surface dan submerged fermentation
dengan Kapasitas 300m3 dan 150m3 pada 9 hari fermentasi, produksi 72
ton dan 12 ton per hari, dia mengambil kesimpulan bahwa biaya investasi
bangunan untuk surface fermentation lebih besar 2.5 kali lipat jika
dibandingkan dengan submerged fermentation. Sebaliknya biaya untuk
peralatan submerged lebih mahal 60% dibandingkan dengan surface
fermentation dikarenakan peralatan kontrol dalam submerged lebih
modern dan memiliki wear rating yang tinggi. Investasi total dari proses
submerged lebih kecil 25% untuk kapasitas besar, dan lebih besar 15%
untuk kapasitas kecil. Biaya untuk listrik submerged lebih besar 30% dari
surface, tetapi perlu diperhatikan bahwa kebutuhan pekerja untuk proses
surface lebih tinggi dari proses submerged. Di negara dengan suhu air
pendingin lebih dari 20oC terdapat biaya tambahan untuk pendinginan
bioreactor pada proses submerged.
Teknologi proses dalam submerged fermentation sudah lebih maju
karena menggunakan proses controller berbeda dengan surface
fermentation dan solid state yang cenderung konvensional, sehingga dari
segi peralatan harga dari alat untuk submerged fermentation lebih mahal
dibandingkan metode lainnya. Tetapi submerged fermentation
menjanjikan yield yang lebih tinggi, kapasitas produksi lebih tinggi, serta
keuntungan yang lebih besar karena tidak memerlukan banyak tenaga
kerja dalam proses fermentasinya.
Analisis pasar dari produksi asam sitrat dapat dilihat dari supply dan
demand dari asam sitrat dari tahun ke tahun di Indonesia maupun di dunia. Sejauh
ini, Indonesia masih belum bisa memenuhi semua kebutuhan asam sitrat di
Indonesia, oleh karenanya Indonesia melakukan impor asam sitrat untuk
keperluan bahan baku di berbagai industri makanan dan minuman, deterjen,
kosmetik maupun industri lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (2016), diperoleh data impor asam
sitrat di Indonesia pada tahun 2007 hingga 2011 seperti berikut:
Tabel 4. Data Impor Asam Sitrat di Indonesia dalam US$/tahun
No. Tahun Impor (US$/tahun)
1 2007 4.735.645
2 2008 7.242.011
3 2009 7.252.963
4 2010 10.190.018
5 2011 10.143.809
Berdasarkan data pada Tabel 4. Dapat dilakukan regeresi linier pada data
kebutuhan impor di tahun 2007 hingga 2011, sehingga diperoleh trend grafik
seperti pada Gambar 4.
12000000
10000000
Impor, US$/tahun
8000000
6000000
y = 1E+06x + 4E+06
4000000 R² = 0.8961
2000000
0
0 1 2 3 4 5 6
Tahun ke-
Bauweleers HMK, Groeseneken DR, V. P. (2014). Genes useful for the industrial
production of citric acid.
Berovic, M., & Legisa, M. (2007). Citric acid production. Biotechnology Annual
Review, 13(07), 303–343. https://doi.org/10.1016/S1387-2656(07)13011-8
Citricacid-BiotechnologyAnnualReview2006. (n.d.).
Drysdale, C. R., & Mckay, A. M. (1995). Citric-Acid Production by Aspergillus-
Niger in Surface Culture on Inulin. Letters in Applied Microbiology, 20(4),
252–254.
Falony, G., Armas, J. C., Mendoza, J. C. D., & Hernández, J. L. M. (2006).
Production of extracellular lipase from Aspergillus niger by solid-state
fermentation. Food Technology and Biotechnology, 44(2), 235–240.
FAO JECFA. (2014). Citric Acid.
ICIS. (2000). Citric Acid.
Jain, R., & Venkatasubramanian, P. (2017). Sugarcane Molasses – A Potential
Dietary Supplement in the Management of Iron Deficiency Anemia
Sugarcane Molasses – A Potential Dietary Supplement in the Management of
Iron Deficiency Anemia Rahi Jain MTech & Padma Venkatasubramanian
PhD. Journal of Dietary Supplements, 14(5), 589–598.
https://doi.org/10.1080/19390211.2016.1269145
Kappeli, O., Muller, M., & Fiechter, A. (1978). Chemical and structural
alterations at the cell surface of Candida tropicalis, induced by hydrocarbon
substrate. Journal of Bacteriology, 133(2), 952–958.
Lab.Com, S. (2013). Material Safety Data Sheet: MSDS. Chemicals &
Laboratory Equiptment, 1–6. Retrieved from
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9922977
Legiša, M. B. and M. (2007). Citric Acid Production. Biotechnology Annual
Review.
Max, B., Salgado, J. M., Rodríguez, N., Cortés, S., Converti, A., & Domínguez, J.
M. (2010). Biotechnological production of citric acid. Brazilian Journal of
Microbiology, 41(4), 862–875. https://doi.org/10.1590/S1517-
83822010000400005
Mulyo, A. (2014). Potensi Air Sungai Kabupaten Lampung Tengah Provinsi
Lampung. Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung, 232–248.
Othmer, K. (2001). Encyclopedia of Chemical Technology vol. 6.
Pemantauan Impor Sub Kelompok Hasil Industri Kimia Organik Lainnya. (2016).
Perekonomian, K. K. B. (2016). Jumlah pengangguran di Kabupaten Lampung
Tengah, Lampung 2007 - 2013.
Perez. (1997). Feeding pigs in the tropics. FAO Animal Production and Health
Paper.
Perkebunan, D. J. (2016). Statistik Perkebunan Tebu Indonesia 2015-2017.
PubChem. (n.d.). Citric Acid.
ROUKAS, T. (1991). Production of Citric Acid from Beet Molasses by
Immobilized Cells of Aspergillus niger. Journal of Food Science, 56(3),
878–880. https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.1991.tb05409.x
Sangsurasak, P., & Mitchell, D. A. (1995). The investigation of transient
multidimensional heat transfer in solid state fermentation. The Chemical
Engineering Journal and The Biochemical Engineering Journal, 60(1–3),
199–204. https://doi.org/10.1016/0923-0467(95)03016-6
Show, P. L., Oladele, K. O., Siew, Q. Y., Aziz Zakry, F. A., Lan, J. C. W., &
Ling, T. C. (2015). Overview of citric acid production from Aspergillus
niger. Frontiers in Life Science, 8(3), 271–283.
https://doi.org/10.1080/21553769.2015.1033653
SNI. (1987). Asam sitrat teknis.
Swain, M. R., Ray, R. C., & Studies, E. (2012). Citric Acid : Microbial Production
and Applications in Food and Pharmaceutical AND A PPLICATIONS IN F
OOD AND, (May 2014).
Tate, B. (2002). PT Gula Putih Mataram Group.
Turan, E., Gules, O., Sevil, F., Erkut, M., Gurkan, O., Said, S., & Tatar, M.
(2017). Annals of Anatomy The mixture of liquid foam soap , ethanol and
citric acid as a new fixative – preservative solution in veterinary anatomy.
Annals of Anatomy, 209, 11–17. https://doi.org/10.1016/j.aanat.2016.09.002
UN Women. (2008). 8 Key Gender Concepts, 44(2), 141–149.
https://doi.org/1330-9862
(“Citricacid-BiotechnologyAnnualReview2006,” n.d.; Othmer, 2001; Show et al.,
2015; UN Women, 2008)