Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN TAHAP KE 2 TUGAS PPK

Preliminary Feasibility Study


(31 Oktober-22 November 2018)

Prarancangan Pabrik Asam Sitrat dengan Mikroorganisme Aspergillus niger

Nomor : 16
Dikerjakan oleh :
Ahmad Fauzi 15/378987/TK/42929
Athollah Adkha Falakh Karim 15/378993/TK/42935

Pembimbing :
Dr. Ir. Aswati Mindaryani, M.Sc.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Struktur Kimia Asam Sitrat


Rumus kimia Asam Sitrat adalah C6H8O7 atau CH2(COOH)-COH(COOH)-
CH2(COOH), struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam 2-
hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat. Keasaman Asam Sitrat didapatkan dari tiga
gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini
terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Asam sitrat dapat ditemukan pada
buah-buahan seperti jeruk dan lemon (PubChem, n.d.).

Gambar 1. Struktur Asam Sitrat


B. Standar Mutu Asam Sitrat
Standar Asam Sitrat teknis berdasarkan SNI 06-0079-1987 adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Standar Asam Sitrat SNI
No. Uraian Persyaratan
1. Kadar Asam Sitrat, % Min, 99,5
2. Sisa pemijaran, % Maks, 0,05
3. Logam berat, sebagai Pb, ppm Maks, 10
4. Zat yang mudah mengarang Memenuhi syarat uji
5. Kalsium Memenuhi syarat uji
6. Asam iso sitrat Memenuhi syarat uji
7. Oksalat Memenuhi syarat uji
8. Sulfat Memenuhi syarat uji
9. Hidrokarbon aromatik polisiklik Memenuhi syarat uji
(SNI, 1987)
Sedangkan standar mutu asam sitrat menurut Food and Agriculture of the
United Nations (FAO) adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Standar Asam Sitrat FAO
No. Uraian Persyaratan
1. Kadar Asam Sitrat, % Min, 99,5
2. Kadar Air, % Maks, 0,05
3. Sulfated Ash, % Maks, 0,05
4. Oksalat, mg/kg Maks, 100
5. Sulfat, mg/kg Maks, 150
6. Zat yang mudah mengarang Memenuhi syarat uji
7. Logam berat, sebagai Pb, mg/kg Maks, 0,5
(FAO JECFA, 2014)
C. Spesifikasi Bahan dan Produk Pembuatan Asam Sitrat
Spesifikasi produk, bahan baku, bahan penunjang dan produk intermediet,
dan produk samping diperoleh dari Material Safety Data Sheet (MSDS)
(Lab.Com, 2013) adalah sebagai berikut:
1. Produk
Asam Sitrat
Rumus kimia : C3H4OH(COOH)3
Berat molekul : 192,13 g/mol
Fase : Padat
Densitas : 1,665 g/mL pada 18oC
Titik lebur : 153oC
Sifat :
a. Health (2), iritan jika terkena kulit
b. Fire(1), tidak flameable
c. Reactivity(0)
Solubility : 133 g/100 g air (20oC)
2. Bahan Baku
a. Molases
Fase : Cair
Densitas : 1,3-1,5 g/mL
Titik didih : >105oC
Sifat :
a. Health (0)
b. Fire(0)
c. Reactivity(0)
Solubility : larut dalam air
Komposisi dari molases adalah sebagai berikut
Tabel 3. Komposisi Beet and Cane Molasses
Komposisi Beet Molasses, % Cane Molasses, %
Air 16.5 20
Gula 53 62
Non Gula 19 10
Ash 11.5 8
(Jain & Venkatasubramanian, 2017)
b. Kalsium Hidroksida
Rumus kimia : Ca(OH)2
Berat molekul : 74,1 g/mol
Fase : Padat
Densitas : 2,24 g/mL
Titik lebur : 580oC
Sifat :
a. Health (2), iritan jika terkena kulit
b. Fire(0)
c. Reactivity(0)
Solubility : 0,173 g/100 g air (20oC)
c. Asam Sulfat
Rumus kimia : H2SO4
Berat molekul : 98,08 g/mol
Fase : Cair
Densitas : 1,84 g/mL
Titik didih : 270oC
Titik lebur : -35oC
Sifat :
a. Health (3), iritan, korosif, dan permeator
jika terkena kulit
b. Fire(0)
c. Reactivity(2), korosif
Solubility : larut dalam air dingin maupun panas
3. Produk Intermediet
a. Asam Oksalat
Rumus kimia : (COOH)2
Berat molekul : 90,04 g/mol
Fase : Padat
Densitas : 1,9 g/mL
Titik lebur : 189,5oC
Sifat :
a. Health (3), iritan, korosif dan permeator jika
terkena kulit
b. Fire(1), tidak flameable
c. Reactivity(0)
Solubility : 14,28 g/100 g air (20oC)
b. Kalsium Sitrat Tetrahidrat
Rumus kimia : Ca3(C3H4OH(COO)3)2.4H2O
Berat molekul : 570,5 g/mol
Fase : Padat
Densitas : 2 g/mL
Sifat :
a. Health (2), iritan jika terkena kulit
b. Fire(1), tidak flameable
c. Reactivity(0)
Solubility : 87,86 g/100 g air (20oC)
4. Produk Samping
a. Kalsium Oksalat
Rumus kimia : Ca(COO)2.H2O
Berat molekul : 146,16 g/mol
Fase : Padat
Densitas : 2,12 g/mL
Titik lebur : 200oC
Sifat :
a. Health (1), iritan jika terkena kulit
b. Fire(0)
c. Reactivity(0)
Solubility : tidak larut dalam air
b. Gipsum
Rumus kimia : CaSO4.2H2O
Berat molekul : 172 g/mol
Fase : Padat
Densitas : 2,32 g/mL
Titik lebur : Decomposes
Sifat :
a. Health (1), iritan jika terkena kulit
b. Fire(0)
c. Reactivity(0)
Solubility : 0,24 g/100 mL air (20oC)
B. Kegunaan
Asam sitrat dapat digunakan pada berbagai aspek kehidupan diantaranya
adalah:
1. Sebagai campuran makanan dan minuman
Sebagian besar penggunaan asam sitrat adalah di Industri makanan hal
itu disebabkan karena sifat asam sitrat yang memiliki rasa yang pas untuk
campuran makanan atau minuman, kelarutan yang tinggi dalam air, serta
mempunyai sifat chelating dan buffering. Asam sitrat biasa digunakan pada
minuman bersoda, es krim, selai maupun jelly.
Penggunaan asam sitrat dalam minuman bersoda memberikan rasa
pelengkap rasa buah dan mampu meningkatkan efektivitas pengawetan
(antimikroba). Pada selai dan jelly, asam sitrat digunakan untuk penambah
rasa dan mengontrol pH makanan. Sifat chelating pada asam sitrat juga mampu
mengawetkan frozen food menjadi lebih lama. Sedangkan pada es krim,
penambahan asam sitrat berfungsi sebagai agen pengemulsi. Asam sitrat juga
dapat digunakan sebagai pengawet makanan atau minuman (Swain, Ray, &
Studies, 2012).
2. Sebagai pembersih
Sifat asam sitrat sebagai larutan penyangga digunakan sebagai
pengendali pH dalam larutan pembersih dalam rumah tangga. Kemampuan
Asam Sitrat untuk mengikat ion-ion logam menjadikannya berguna sebagai
bahan sabun dan deterjen. Dengan mengikat ion-ion logam pada air sadah,
Asam Sitrat akan memungkinkan sabun dan deterjen membentuk busa dan
berfungsi dengan baik tanpa penambahan zat penghilang kesadahan. Asam
Sitrat juga digunakan untuk memulihkan bahan penukar ion yang digunakan
pada alat penghilang kesadahan dengan menghilangkan ion-ion logam yang
terakumulasi pada bahan penukar ion tersebut sebagai kompleks sitrat (Turan
et al., 2017).
3. Industri kosmetik dan farmasi
Asam sitrat dapat digunakan sebagai bahan standar dalam formulasi
kosmetik untuk mengatur pH dan sebagai zat antioksidan. Sedangkan pada
industri farmasi, asam sitrat digunakan sebagai eksipien karena memiliki sifat
antioksidan. Asam sitrat mampu menjaga stabilitas bahan aktif dan dapat
digunakan sebagai pengawet. Asam sitrat juga digunakan sebagai acidulant
untuk mengontrol pH dan bertindak sebagai antikoagulan dengan chelating
kalsium dalam darah (Swain et al., 2012).
BAB II
PEMILIHAN PROSES

A. Macam Proses Fermentasi


1. Proses ekstraksi sederhana
Pembuatan asam sitrat dapat dilakukan dengan cara ekstraksi
sederhana atau cara tradisional dari buah lemon, jeruk atau nanas. Namun
proses ini sudah tidak digunakan lagi seiring dengan pengembangan
metode fermentasi. (Kirk Ohmer,“Encyclopedia of Chemical
Engineering”, Vol. 6, 4th ed, page 182)
2. Proses fermentasi
Pembuatan asam sitrat untuk skala industri dimulai pada tahun
1923 dengan menggunakan A.niger. Sekitar 99% dari produksi asam sitrat
didunia saat ini menggunakan proses fermentasi, yang berupa surface,
solid state, ataupun submerged fermentation. Dari sekian banyak
mikroorganisme yang ada, hanya beberapa dari golongan Aspergilus dan
Candida yang dapat digunakan untuk skala industri. Berikut adalah
beberapa golongan Aspergillus dan Candida yang telah diteliti. A.niger,
A.wentii, A.awamori, A.foetidus, A.fenicis, A.fonsecalus, C.lipolytica,
C.tropicalis, C.fibriae, C.guilliermondii, C.intermedia, C.parapsilosis.
dari sekian banyak mikroorganisme, A.niger, A.wentii, dan C.lipolytica
lebih banyak digunakan dalam skala industry. Aspergillus merupakan
fungus sedangkan Candida merupakan mikroorganiseme jenis yeast (salah
satu dari kingdom fungi) yang berkembang biak dengan cara vegetatif
(pertunasan). Perkembang biakan yeast lebih cepat daripada kapang yang
tumbuh melalui pembentukan filamen. (Mattey M., Biochemistry of citric
acid production by yeasts, In:Citric acid biotechnology Eds.
B.Kristiansen, M.Mattey, J.Linden, 11-32, Taylor & Francis Press,
London, 1999). Aspergillus niger dipilih karena mudah untuk
dikendalikan, dan memiliki yield yang tinggi jika dibandingkan dengan
fungi, bakteri, atau yeast jenis lain.
Proses produksi asam sitrat biasanya menggunakan proses
fermentasi dengan yeast Aspergillus Niger. Aspergillus Niger sendiri
memiliki sifat-sifat berikut:
a. Metabolisme
Metabolisme primer adalah produk metabolisme yang diproduksi
selama pertumbuhan dari organisme untuk mendukung keseluruhan
pertumbuhan sel, metabolism primer terjadi pada fase pertumbuhan,
dari hasil metabolism primer diperoleh produk dalam jumlah besar dan
recovery mudah, sedangkan metabolisme sekunder merupakan produk
akhir dari metabolisme primer dan disintesis setelah fase pertumbuhan
berakhir dan berfungsi untuk mendukung aktivitas sel, metabolism
sekumder diproduksi selama fase stasionari, dari hasil merabolisme ini
diperoleh produk dalam jumlah sedikit dan recovery sulit. Asam sitrat
merupakan hasil dari metabolism sekunder dari Aspergillus niger,
metabolisme sekunder adalah metabolism yang tidak esensial bagi
pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik dan
berbeda-beda antara satu spesies dengan spesies yang lainnya.
Diperkirakan lebih dari 100 jenis hasil metabolisme sekunder dari
A.niger yang telah diidentifikasi.
b. Sumber energi
Autotrof merupakan organisme yang dapat membuat makana
sendiri dari proses fotosintesis, sedangkan heterotroph adalah
organisme yang tidak bias membuat makanannya sendiri. Organisme
heterotroph biasanya menggunakan sumber energy dari lemak,
karbohidrat, dan protein dengan cara memecahnya menjadi senyawa
yang lebih sederhana. Aspergillus niger merupakan organisme jenis
heterotroph yaitu memecah gula menjadi senyawa-senyawa lain seperti
asam oksalat dan asam sitrat.
c. Pernafasan
Ada 2 jenis pernafasan dalam organisme yaitu aerobik dan
anaerobik. Aerobik merupakan pernafasan yang terjadi dalam
mitokondria dan membutuhkan oksigen dan glukosa untuk
menghasilkan karbon dioksida, air dan energi. Sedangkan pernafasan
anaerobik merupakan pernafasan yang tidak membutuhkan oksigen,
pernafasan ini menghasilkan lebih sedikit energi, dan terjadi di
sitoplasma. Dalam produksi asam sitrat dengan menggunakan
Aspergillus niger pernafasannya adalah jenis aerobik, yaitu
membutuhkan oksigen selama proses produksi.

Berikut ini adalah berbagai proses fermentasi yang dapat digunakan


untuk produsi asam sitrat dengan Aspergillus niger:
a. Surface fermentation
Surface fermentation merupakan proses yang ditemukan pertama
kali untuk prodiksi asam sitrat skala industry. Teknik ini cocok untuk
produksi asam sitrat dengan kapasitas kecil sampai dengan menengah.
Metode ini terdiri dari 2 fase, fase pertama yaitu terbentuk lapisan
miselium (merupakan lapisan serat tipis yang terbentuk adanya
aktivitas mikroorganisme, biasanya berwarna putih) pada lapisan
medium, kemudian fase kedua yaitu mikroorganisme tadi merubah
karbohidrat menjadi asam sitrat. Karena fermentor membutuhkan
udara segar untuk proses aerobic mikroorganisme maka udara segar
dialirkan ke fermentor secara terus menerus, dalam fermentasi dengan
cara ini media yang digunakan yaitu berupa plat aluminium ataupun
polimer (Bauweleers HMK, Groeseneken DR, 2014) sebagai hifa
A.niger untuk tumbuh dan diletakan pada fermentation chamber.
Berikut adalah kondisi operasi fermentasi cane molasses dengan
mengunakan Aspergillus niger:
Fermentation chamber:
Temperature : 30oC
pH : 2.0
Pressure : 1 atm
Konsentrasi sukrosa : 15%-20%
- Kelebihan
1. Biaya instalasi dan energy lebih rendah (tidak memerlukan
energy untuk aerasi dan agitasi) (Drysdale & Mckay, 1995)
2. Tidak terbentuk busa (foam free)
3. Waktu fermentasi lebih cepat
- Kekurangan
1. Memerlukan banyak tenaga kerja
b. Submerged fermentation
Submerged fermentation merupakan teknik fermentasi yang paling
banyak digunakan dalam skala industry (ROUKAS, 1991), yang
diperkirakan mencapai 80%. Submerged fermentation membutuhkan
peralatan modern, energy, dan kontrol yang cukup rumit, tetapi
menghasilkan yield yang lebih tinggi. Submerged fermentation dapat
menggunakan reaktor batch maupun kontinyu. Reaktor dari submerded
fermentation sendiri terdiri dari sparger untuk aerasi (mengalirkan
udara secara terus menerus untuk proses aerobik) dan stirrer untuk
agitasi. Berikut adalah kondisi operasi fermentasi cane molasses
dengan mengunakan Aspergillus niger:
Reaktor:
Temperature : 32oC
pH : 3.0-5.5
Pressure : 1 atm
Konsentrasi sukrosa : 15%-27%
Konsentrasi Fe : 1.5mg/L
Konsentrasi Mn : 1µg/L
Volume : 40% working volume

- Kelebihan
1. Biaya investasi lebih rendah
2. Biaya pekerja lebih sedikit
3. Mudah dalam perawatan
- Kekurangan
1. Biaya peralatan lebih mahal
2. Konsumsi listrik lebih tinggi (memerlukan aerasi dan
agitasi)
3. Proses tidak sensitif terhadap gangguan saat proses aerasi,
sehingga lebih mudah dilakukan control pada substrat (Max
et al., 2010).
4. Waktu fermentasi lebih lama
c. Solid state fermentation
Solid state fermentation merupakan teknik fermentasi tanpa air,
karena hanya menggunakan kandungan air dari material yang akan
difermentasi (Kappeli, Muller, & Fiechter, 1978). Biasanya dalam
kondisi optimum metode ini dapat dilakukan dengan waktu 4 hari,
proses ini sangat sederhana, tidak membutuhkan biaya besar, dan tidak
menghasilkan banyak sampah biologis seperti halnya teknik
submerged dan surface (Falony, Armas, Mendoza, & Hernández,
2006).
- Kelebihan
1. Tidak membutuhkan peralatan yang rumit
2. Tidak membutuhkan pretreatment
3. Lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan banyak
sampah (Berovic & Legisa, 2007)
- Kekurangan
1. Karena tidak ada proses agitasi, maka banyak substrat yang
tidak terkonversi
2. Adanya batasan transfer udara dari lingkungan ke system
(Sangsurasak & Mitchell, 1995)
Meskipun surface fermentation jika dilihat dari segi kebutuhan
energy lebih murah, banyak kekurangan yang dimiliki oleh surface
fermentation, seperti memerlukan kebutuhan tempat yang luas untuk
isolasi dan produksi. Salah satu masalah terbesar dalam proses ini yaitu
sterilitas, karena proses ini sangat sensitif terhadap media yang digunakan
untuk fermentasi. Sehingga dalam setiap prosesnya dibutuhkan pencucian
terhadap media fermentasi yang digunakan.
Dilihat dari segi ekonomi, Schierholt. J dalam buku Process
Biochemistry membandingkan surface dan submerged fermentation
dengan Kapasitas 300m3 dan 150m3 pada 9 hari fermentasi, produksi 72
ton dan 12 ton per hari, dia mengambil kesimpulan bahwa biaya investasi
bangunan untuk surface fermentation lebih besar 2.5 kali lipat jika
dibandingkan dengan submerged fermentation. Sebaliknya biaya untuk
peralatan submerged lebih mahal 60% dibandingkan dengan surface
fermentation dikarenakan peralatan kontrol dalam submerged lebih
modern dan memiliki wear rating yang tinggi. Investasi total dari proses
submerged lebih kecil 25% untuk kapasitas besar, dan lebih besar 15%
untuk kapasitas kecil. Biaya untuk listrik submerged lebih besar 30% dari
surface, tetapi perlu diperhatikan bahwa kebutuhan pekerja untuk proses
surface lebih tinggi dari proses submerged. Di negara dengan suhu air
pendingin lebih dari 20oC terdapat biaya tambahan untuk pendinginan
bioreactor pada proses submerged.
Teknologi proses dalam submerged fermentation sudah lebih maju
karena menggunakan proses controller berbeda dengan surface
fermentation dan solid state yang cenderung konvensional, sehingga dari
segi peralatan harga dari alat untuk submerged fermentation lebih mahal
dibandingkan metode lainnya. Tetapi submerged fermentation
menjanjikan yield yang lebih tinggi, kapasitas produksi lebih tinggi, serta
keuntungan yang lebih besar karena tidak memerlukan banyak tenaga
kerja dalam proses fermentasinya.

B. Macam Proses Recovery


1. Lime Sulfuric Recovery
Merupakan cara recovery asam sitrat dengan mereaksikannya
dengan asam kalsium hidroksida sehingga membentuk garam kalsium
sitrat, dan kemudian di reaksikan dengan asam sulfat sehingga membentuk
kalsium sulfat dan asam sitrat, asam sitrat yang terbentuk kemudian di
recovery.
Gambar 2. Proses Lime-Surfuric Recovery

2. Recovery dengan Ekstraksi Cair-Cair


Recovery ini menggunakan trilaurylamine, dan n-octanol sebagai
solven, dan diikuti dengan re-ekstraksi asam sitrat dengan menggunakan
air. Ekstraksi cair-cair ini menggunakan multistage countercurrent system.

Gambar 3. Proses Recovery dengan Ekstraksi Cair-Cair


BAB III
ANALISIS PASAR

Analisis pasar dari produksi asam sitrat dapat dilihat dari supply dan
demand dari asam sitrat dari tahun ke tahun di Indonesia maupun di dunia. Sejauh
ini, Indonesia masih belum bisa memenuhi semua kebutuhan asam sitrat di
Indonesia, oleh karenanya Indonesia melakukan impor asam sitrat untuk
keperluan bahan baku di berbagai industri makanan dan minuman, deterjen,
kosmetik maupun industri lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (2016), diperoleh data impor asam
sitrat di Indonesia pada tahun 2007 hingga 2011 seperti berikut:
Tabel 4. Data Impor Asam Sitrat di Indonesia dalam US$/tahun
No. Tahun Impor (US$/tahun)
1 2007 4.735.645
2 2008 7.242.011
3 2009 7.252.963
4 2010 10.190.018
5 2011 10.143.809

Berdasarkan data pada Tabel 4. Dapat dilakukan regeresi linier pada data
kebutuhan impor di tahun 2007 hingga 2011, sehingga diperoleh trend grafik
seperti pada Gambar 4.
12000000

10000000
Impor, US$/tahun

8000000

6000000
y = 1E+06x + 4E+06
4000000 R² = 0.8961

2000000

0
0 1 2 3 4 5 6
Tahun ke-

Gambar 4. Trend Impor Asam Sitrat


Direncanakan pabrik didirikan pada tahun 2022 (tahun ke 16), dan
dilakukan ekstrapolasi data, sehingga diperoleh kebutuhan impor pada tahun 2022
di Indonesia sebesar US$ 20.000.000. Jika digunakan asumsi harga asam sitrat
sebesar US$1,17/kg (ICIS, 2000), maka perkiraan kebutuhan asam sitrat di
Indonesia pada tahun 2022 sekitar 17.000 ton/tahun. Untuk menentukan kapasitas
produk diperlukan data kapasitas pabriik asam sitrat yang sudah ada di dunia
sekarang. Berikut adalah beberapa kapasitas pabrik asam sitrat di dunia:
Tabel 5. Kapasitas Produksi Pabrik Asam Sitrat di Dunia
Perusahaan Negara Kapasitas (ton/tahun)
Pfizers USA 105.000
Miles USA 66.000
Citrioque Belge Belgium 55.000
Jungbunzlauer Austria 40.000
Pfizer Ireland 36.000
Biochemic Ladenburg Germ.Fed.Rep 30.000
Biacor Italy 25.000
Quimica Mexama Mexico 19.000
State Authority Soviet Union 18.000
John & E. Sturge Great Britian 14.000
Cadot Petroch Israel 8.000
(Legiša, 2007)
Bahan baku pembuatan asam sitrat pabrik ini adalah cane molasses.
Dimana, konversi cane molasses menjadi asam sitrat sekitar 113,6 kg/m3. Karena,
densitas molases adalah 1,4 g/cm3, maka konversi asam sitrat diperkirakan 0,0811
kg asam sitrat/kg molases. Molases yang dihasilkan dari pabrik gula sekitar 5%
dari total tebu yang digiling (Perez, 1997). Dimana, berdasarkan data yang
diperoleh dari Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia (2016), diperoleh jumlah
tebu yang dihasilkan di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 2.497.997 ton/tahun.
Dimana, Provinsi Jawa Timur, Lampung, dan Jawa tengah merupakan
penyumbang produksi tebu terbesar di Indonesia, dengan kapasitas produksi
secara berturut-turut adalah 1.207.333 ton/tahun, 743.883 ton/tahun, 231.662
ton/tahun. Jika sekitar 60% molases yang dihasilkan di tiga provinsi tersebut
digunakan untuk produksi asam sitrat, maka diperoleh jumlah molases sebagai
bahan baku sekitar 65.000 ton/tahun. Sehingga, dengan jumlah molases tersebut
diperkirakan mampu menghasilkan pabrik asam sitrat dengan kapasitas 5.000
ton/tahun.
Pabrik Asam Sitrat dengan kapasitas 5.000 ton/tahun layak untuk didirikan
jika ditinjau analisis demand and supply dari Pabrik Asam Sitrat. Setelah analisis
demand and supply dilakukan, perlu dilakukan analisis awal berupa perbandingan
harga bahan baku dengan harga produk. Molases, sebagai hasil samping
penggilingan tebu biasanya dijual sekitar Rp 1000,00/kg, sedangkan asam sitrat
dijual dengan harga Rp 18.000,00/kg. Maka untuk analisis awal dapat dikatakan
bahwa pabrik ini menguntungkan, dengan catatan diperlukannya analisis lanjutan
yang lebih mendetail untuk mengevaluasi proses, dan analisis kelayakan ekonomi
dari pabrik ini.
BAB IV
PEMILIHAN LOKASI PABRIK

Pemilihan lokasi pabrik didasarkan atas berbagai pertimbangan yang secara


keseluruhan akan menguntungkan pabrik, baik dari segi teknis maupun ekonomis.
Beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi
pabrik adalah :
1. Ketersediaan Bahan Baku
Lokasi pabrik sebaiknya dekat dengan sumber bahan baku dan target
pemasaran produk untuk menghemat biaya transportasi. Pabrik juga sebaiknya
dekat dengan pelabuhan jika ada bahan baku atau produk yang dikirim dari
atau ke luar negeri.
2. Pemasaran
Asam sitrat merupakan senyawa yang dibutuhkan oleh berbagai industri
makanan dan minuman, deterjen, maupun kosmetik. Oleh karena itu, lokasi
pendirian pabrik akan lebih menguntungkan jika didirikan di suatu kawasan
industri atau dekat dengan konsumen.
3. Ketersediaan energi dan air
Operasi pabrik membutuhkan air untuk berbagai keperluan, baik untuk
proses, pendingin atau kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, lokasi pabrik
hendaknya berdekatan dengan sumber air seperti sungai, danau, atau laut
sehingga ketersedian air terjamin. Selain air, pabrik juga membutuhkan
berbagai energi seperti listrik dan bahan bakar sehingga sumber energi tersebut
hendaknya terjangkau dari lokasi pabrik.
4. Ketersediaan tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan pelaku dari proses produksi. Ketersediaan
tenaga kerja yang terampil dan terdidik akan memperlancar jalannya proses
produksi.
5. Kondisi geografis dan sosial
Kondisi geografis sangat berpengaruh terhadap kelangsungan produksi
suatu pabrik. Lokasi pabrik sebaiknya terletak di daerah yang relatif aman dari
gangguan bencana alam seperti banjir, gempa bumi, dan lain-lain. Lokasi
pendirian pabrik hendaknya juga memperhatikan kondisi sosial masyarakat
sekitar. Dukungan dari masyarakat sekitar akan sangat membantu dalam
perkembangan suatu pabrik. Kebijakan pemerintah setempat juga turut
mempengaruhi lokasi pabrik yang akan dipilih.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka Pabrik Asam Sitrat
ini dalam perencanaannya akan didirikan Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi
Lampung. Pemilihan Kabupaten Lampung Tengah sebagai lokasi pabrik Asam
Sitrat dikarenakan bahan baku molases yang ada di Lampung Tengah lebih
terkonsentrasi, karena di Lampung hanya beroperasi 3 perusahaan pabrik gula
yang yaitu PT. Gunung Madu Plantations, PT. Pemuka Sakti Manis Indah, PT.
Sugar Group Companies. Dengan memilih lampung, sebagai supplier molases
akan lebih mudah karena molases yang dihasilkan lebih terkonsentrasi.
Setidaknya 416.000 ton tebu /tahun digiling oleh 3 anak perusahaan PT. Sugar
Group (PT. Gula Putih Mataram, PT. Sweet Indolampung, PT. Indolampung
Perkasa) di Lampung (Booker Tate, 2002).

Gambar 5. Peta Wilayah Lampung Tengah


Pertimbangan-pertimbangan pemilihan Lampung Tengah sebagai lokasi
pabrik asam sitrat diantaranya adalah:
1. Lokasi pabrik berdekatan dengan sumber bahan baku,yaitu PT. Sugar Group
yang ada di Provinsi Lampung yang menyediakan molases, PT. Indonesian
Acid Industry yang ada di kawasan Jakarta Timur yang menyediakan Asam
Sulfat. Sedangkan, untuk kalsium hidroksida diimpor dari luar negeri karena
Indonesia belum memproduksinya dalam skala industri.
2. Letak yang berada dekat pelabuhan (sekitar 1,5 jam perjalana) menggunakan
jalur darat, menyebabkan Kabupaten Lampung Tengah cukup strategis, untuk
didirikannya suatu pabrik. Karena Provinsi Lampung, hanya dibatasi oleh Selat
Jawa dengan daerah Jabodetabek, maka daerah ini cukup strategis untuk
pemasaran ke konsumen. Konsumen asam sitrat sebagian besar adalah industri
makanan dan minuman yang banyak ditemui di daerah Jabodetabek.
3. Lampung tengah dilewati oleh empat sungai yakni Sungai Way Seputih, Sungai
Way Wayah, Sungai Way Lunik dan Sungai Way Raman. Keempat sungai
tersebut dapat digunakan sebagai sumber air baik untuk utilitas, steam, atau
kebutuhan air lainnya di Pabrik Asam Sitrat yang akan didirikan. Keempat
sungai tersebut memiliki total luas DAS 2.021,96 km2, dengan debit minimum
rata-rata tahunan 14,08 m3 /detik, dan total volume air tahunan 444,027 juta
m3. Sungai Way Raman luas DAS 212,28 km2, debit rata-rata minimal tahunan
6,8 m3 /detik dan volum air tahunannya 214,445 juta m3. Sungai Way Seputih
luas DAS 1.296,29 km2, debit rata-rata minimal tahunan 3,78 m3/detik dan
volume air tahunannya 119,206 juta m3 . Sungai Way Lunik luas DAS 284,12
km2, debit minimum rata-rata tahunan 0,12 m3/detik dan volume air tahunan
3,784 juta m3 . Sungai Way Wayah luas DAS 229,27 km2 , debit minimum
rata-rata tahunan 3,38 m3/detik dan volume air tahunan 106,592 juta m3
(Mulyo, 2014).
4. Kabupaten Lampung Tengah berbatasan langsung dengan Kota Metro (kota
hasil pemekaran wilayah Lampung Tengah), dimana wilayah ini adalah
wilayah yang terkenal paling aman, dan memiliki biaya hidup yang murah di
Provinsi Lampung.
5. Sumber listrik Pabrik Asam Sitrat yang dapat digunakan antara lain adalah
PLTA Besai (90 MW), PLTA Batutegi (28 MW), PLTU Tarahan (200 MW),
dan PLTU Tarahan Baru (200 MW).
6. Lampung tengah terletak sekitar 57 km dari Bandar Lampung (Pelabuhan
Panjang), sehingga lampung tengah cukup aman terhadap potensi gempa bumi
maupun tsunami.
7. Sebanyak 20,2 ribu jiwa di Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2013
mengalami pengangguran, hal itu mengalami kenaikan dibandingkan pada
tahun 2012 yang hanya mencapai 16,2 ribu jiwa (Kementrian Koordinator
Bidang Perekonomian, 2016), sehingga kedepannya diperlukan suatu usaha
yang mampu menyerap tenaga kerja. Harapannya, dengan didirikannnya Pabrik
Asam Sitrat di Lampung Tengah mampu mengurangi angka pengangguran di
wilayah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Bauweleers HMK, Groeseneken DR, V. P. (2014). Genes useful for the industrial
production of citric acid.
Berovic, M., & Legisa, M. (2007). Citric acid production. Biotechnology Annual
Review, 13(07), 303–343. https://doi.org/10.1016/S1387-2656(07)13011-8
Citricacid-BiotechnologyAnnualReview2006. (n.d.).
Drysdale, C. R., & Mckay, A. M. (1995). Citric-Acid Production by Aspergillus-
Niger in Surface Culture on Inulin. Letters in Applied Microbiology, 20(4),
252–254.
Falony, G., Armas, J. C., Mendoza, J. C. D., & Hernández, J. L. M. (2006).
Production of extracellular lipase from Aspergillus niger by solid-state
fermentation. Food Technology and Biotechnology, 44(2), 235–240.
FAO JECFA. (2014). Citric Acid.
ICIS. (2000). Citric Acid.
Jain, R., & Venkatasubramanian, P. (2017). Sugarcane Molasses – A Potential
Dietary Supplement in the Management of Iron Deficiency Anemia
Sugarcane Molasses – A Potential Dietary Supplement in the Management of
Iron Deficiency Anemia Rahi Jain MTech & Padma Venkatasubramanian
PhD. Journal of Dietary Supplements, 14(5), 589–598.
https://doi.org/10.1080/19390211.2016.1269145
Kappeli, O., Muller, M., & Fiechter, A. (1978). Chemical and structural
alterations at the cell surface of Candida tropicalis, induced by hydrocarbon
substrate. Journal of Bacteriology, 133(2), 952–958.
Lab.Com, S. (2013). Material Safety Data Sheet: MSDS. Chemicals &
Laboratory Equiptment, 1–6. Retrieved from
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9922977
Legiša, M. B. and M. (2007). Citric Acid Production. Biotechnology Annual
Review.
Max, B., Salgado, J. M., Rodríguez, N., Cortés, S., Converti, A., & Domínguez, J.
M. (2010). Biotechnological production of citric acid. Brazilian Journal of
Microbiology, 41(4), 862–875. https://doi.org/10.1590/S1517-
83822010000400005
Mulyo, A. (2014). Potensi Air Sungai Kabupaten Lampung Tengah Provinsi
Lampung. Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung, 232–248.
Othmer, K. (2001). Encyclopedia of Chemical Technology vol. 6.
Pemantauan Impor Sub Kelompok Hasil Industri Kimia Organik Lainnya. (2016).
Perekonomian, K. K. B. (2016). Jumlah pengangguran di Kabupaten Lampung
Tengah, Lampung 2007 - 2013.
Perez. (1997). Feeding pigs in the tropics. FAO Animal Production and Health
Paper.
Perkebunan, D. J. (2016). Statistik Perkebunan Tebu Indonesia 2015-2017.
PubChem. (n.d.). Citric Acid.
ROUKAS, T. (1991). Production of Citric Acid from Beet Molasses by
Immobilized Cells of Aspergillus niger. Journal of Food Science, 56(3),
878–880. https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.1991.tb05409.x
Sangsurasak, P., & Mitchell, D. A. (1995). The investigation of transient
multidimensional heat transfer in solid state fermentation. The Chemical
Engineering Journal and The Biochemical Engineering Journal, 60(1–3),
199–204. https://doi.org/10.1016/0923-0467(95)03016-6
Show, P. L., Oladele, K. O., Siew, Q. Y., Aziz Zakry, F. A., Lan, J. C. W., &
Ling, T. C. (2015). Overview of citric acid production from Aspergillus
niger. Frontiers in Life Science, 8(3), 271–283.
https://doi.org/10.1080/21553769.2015.1033653
SNI. (1987). Asam sitrat teknis.
Swain, M. R., Ray, R. C., & Studies, E. (2012). Citric Acid : Microbial Production
and Applications in Food and Pharmaceutical AND A PPLICATIONS IN F
OOD AND, (May 2014).
Tate, B. (2002). PT Gula Putih Mataram Group.
Turan, E., Gules, O., Sevil, F., Erkut, M., Gurkan, O., Said, S., & Tatar, M.
(2017). Annals of Anatomy The mixture of liquid foam soap , ethanol and
citric acid as a new fixative – preservative solution in veterinary anatomy.
Annals of Anatomy, 209, 11–17. https://doi.org/10.1016/j.aanat.2016.09.002
UN Women. (2008). 8 Key Gender Concepts, 44(2), 141–149.
https://doi.org/1330-9862
(“Citricacid-BiotechnologyAnnualReview2006,” n.d.; Othmer, 2001; Show et al.,
2015; UN Women, 2008)

Anda mungkin juga menyukai