100 293 1 PB PDF
100 293 1 PB PDF
Abstrak
This research is a former research to analyze the possibility of converting teak leaves into
briquettes. The variables that been used in this research are the carbonization temperatures 300oC, 350oC,
400oC and the quantity of the binder substituent that have been used 5%, 8%, 10%, 12%, 15%. The teak
leaves is dried, carbonized, briquetted, and have been analyzed with proximate analysis.
The result of the analysis show that the more quantity of binding material been used the higher
percentage of ash, water and volatile matter. And the lower percentage of fixed carbon and heating value.
The result also show that the higher carbonization temperature the lower percentage of converted carbon,
ash, volatile matter and the higher percentage of fixed carbon.
2.4 Analisa Proksimat Briket Abu yang terkandung dalam bahan bakar
Analisa in selain bertujuan untuk padat adalah mineral yang tak dapat terbakar yang
menentukan kandungan moisture (M), ash (A), tertinggal setelah proses pembakaran dan
volatile matter (VM), fixed carbon (FC) juga perubahan-perubahan atau reaksi-reaksi yang
kadang-kadang ditambahkan untuk menentukan menyertainya selesai. Abu berperan menurunkan
kandungan sulfur dan nilai panas dari briket. mutu bahan bakar karena menurunkan nilai kalor.
Semua briket mempunyai kandungan zat
anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya
1. Moisture/kandungan air sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar
Moisture yang dianalisa merupakan secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu.
kandungan free moisture dari briket. Free Abu briket berasal dari clay, pasir dan bermacam-
moisture dapat hilang dengan penguapan misalnya macam zat mineral lainnya. Briket dengan
dengan air drying. Pengurangan berat briket kandungan abu yang tinggi sangat tidak
setelah dipanaskan merupakan free moisture dari menguntungkan karena akan membentuk kerak.
briket tersebut. Di dalam dapur atau dalam generator gas, abu
Air yang terkandung dalam bahan bakar padat dapat meleleh pada suhu tinggi, menghasilkan
terdiri dari: massa yang disebut “slag”. Sifat kandungan abu
• kandungan air internal atau air kristal, yaitu air dapat ditandai oleh perubahan-perubahan yang
yang terikat secara kimiawi. terjadi bila suhunya naik. Kalau suhu diberi
• kandungan air eksternal atau air mekanikal, lambang t, maka:
yaitu air yang menempel pada permukaan t 1 = suhu pada saat abu mulai deformasi,
bahan dan terikat secara fisis atau mekanis. t 2 = suhu pada saat abu mulai lunak,
Air yang terkandung dalam bahan bakar t 3 = suhu pada saat abu mulai mencair.
menyebabkan penurunan mutu bahan bakar Kalau abu meleleh pada suhu t 3 < 1300oC, maka
karena: abu bertitik leleh rendah.
• menurunkan nilai kalor dan memerlukan Kalau abu meleleh pada suhu 1300oC<t 3 <1425oC;
sejumlah kalor untuk penguapan, abu bertitik leleh sedang.
• menurunkan titik nyala, Kalau abu meleleh pada suhu t 3 > 1425o C; abu
• memperlambat proses pembakaran, dan bertitik leleh tinggi.
menambah volume gas buang. Slag dapat menutup aliran udara yang masuk
Keadaan tersebut mengakibatkan: di antara batang-batang rooster (kisikisi) dalam
• pengurangan efisiensi ketel uap ataupun ruang pembakaran, menutupi timbunan bahan
efisiensi motor bakar, bakar dan merusak dapur, serta abu yang terbawa
oleh gas asap mengikis bidang pemanasan ketel.
• penambahan biaya perawatan ketel,
3. Volatile matter
• menambah biaya transportasi, merusak saluran
Volatile matter ditentukan dengan
bahan bakar cair (“fuel line”)
kehilangan berat yang terjadi bila briket
• dan ruang bakar. dipanaskan tanpa kontak dengan udara pada suhu
2. Kandungan abu lebih kurang 950oC dengan laju pemanasan
tertentu. Kehilangan berat ini merupakan
Pembakaran dalam furnace divariasikan adalah analisa kadar abu, kadar air, volatile matter
pada suhu 300, 350 dan 400oC. penambahan dan nilai kalor.
substitusi sagu divariasikan pada 5%, 8%, 10%,
12% dan 15%. Analisa proksimat yang dilakukan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses Karbonisasi
Dari grafik ditunjukkan bahwa kadar air Kadar air berpengaruh pada proses
pada tiap-tiap suhu karbonisasi yang paling tinggi pembakaran karbon dan nilai karbon itu sendiri.
adalah kadar air pada substitusi sagu 12%. Hal ini Kandungan air dalam sampel telah memenuhi
diakibatkan oleh jumlah air yang digunakan untuk standar sni untuk briket arang kayu yaitu
membuat larutan sagu. Perbandingan sagu dan air maksimal 8%.
yang digunakan untuk pembuatan larutan sagu
adalah 1:10 maka semakin besar substitusi sagu,
air yang digunakan pada pembuatan campuran 4.4 Analisa Kadar Abu
lebih banyak walaupun dengan massa total yang Abu adalah mineral yang tak dapat terbakar
sama untuk setiap sampel. Secara teori, nilai kadar yang tertinggal setelah proses pembakaran dan
air untuk sampel dengan suhu karbonasi yang perubahan-perubahan atau reaksi-reaksi yang
lebih tinggi seharusnya lebih rendah dari nilai menyertainya selesai. Abu ini dapat menurunkan
kadar air untuk karbon dengan suhu karbonisasi nilai kalor dan menyebabkan kerak pada peralatan
lebih rendah. Namun, dalam penelitian ini sehingga persentase abu yang diijinkan tidak
didapatkan hasil sebaliknya. Variasi kadar air ini boleh terlalu besar. Hasil analisa kadar abu tersaji
terjadi akibat perbedaan suhu dan waktu saat dalam grafik dibawah ini.
sampel dikeringkan. Kadar air sampel menjadi
tidak seragam karena proses pengeringan yang
berbeda-beda.
Hasil analisa volatile matter tidak berbeda maksimal kadar volatile matter yang diijinkan
jauh dengan hasil analisa kadar abu. Volatile 15%. Hal inilah yang membedakan briket arang
matter akan berkurang seiring dengan kenaikan kayu dengan briket arang daun.
suhu karbonisasi karena karbon itu sendiri telah 4.6 Analisa Fixed Carbon
mengalami devolatilisasi pada proses karbonasi. Fixed carbon atau dapat juga disebut
Substitusi sagu tetap berpengaruh karena sagu karbon tertambat merupakan kadar karbon yang
juga memiliki kadar volatile matter sendiri sebenarnya dikandung briket. Kadar karbon ini
sehingga penambahan jumlah sagu meningkatkan akan mempengaruhi nilai kalor dan residence
kadar volatile matter dalam briket. Kadar volatile time/waktu pembakaran briket. Data hasil analisa
matter dari briket arang daun sangat tinggi jauh tersaji dalam grafik berikut.
melebihi standar kualitas briket arang kayu yaitu
Sebagai respon dari kenaikan kadar abu ASTM merupakan singkatan dari American
dan kadar volatile matter seiring dengan kenaikan Society for Testing and Material, dibentuk
substitusi sagu, kadar fixed karbon menurun pertama kali pada tahun 1898 oleh sekelompok
seiring dengan kenaikan substitusi sagu. Untuk insinyur dan ilmuwan untuk mengatasi bahan
tiap kenaikan suhu karbonisasi, kadar fixed baku besi pada rel kereta api yang selalu
karbon juga bertambah dikarenakan pengurangan bermasalah. Sekarang ini, ASTM mempunyai
kadar abu dan kadar volatile matter yang terjadi lebih dari 12.000 buah standar. Standar ASTM
pada proses karbonisasi. banyak digunakan pada negara-negara maju
maupun berkembang dalam penelitian akademisi
4.7 Analisa Nilai Kalor Standar ASTM maupun industri. ASTM D.5865-07a merupakan
D.5865-07a metoda untuk menentukan nilai gross heating
Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value batubara dan kokas menggunakan bomb
value. Gross heating value didapatkan dengan calorimeter isoperibol (kalorimater dimana jaket
membakar sempurna suatu sampel briket dalam dipertahankan pada suhu konstan) atau adiabatic
bomb calorimeter menghasilkan gas CO 2 , SO 2 , air (suhu bervariasi).
dan nitrogen. Untuk analisa ini, dilakukan Nilai kalor ini merupakan sifat yang sangat
pengujian terhadap nilai gross heating value untuk penting karena menentukan kelayakan briket
briket dengan standar ASTM D.5865-07a. untuk dijadikan bahan bakar. Data hasil analisa
nilai kalor disajikan dalam grafik dibawah ini.