Anda di halaman 1dari 14

Tugas Makalah

Deteriorasi dan Perbaikan Sifat Kayu

DETERIORASI KAYU OLEH JAMUR

OLEH :
KELOMPOK: 4B
AWALUDDIN AZIZ M11114001
MUH. ADE FAISAL L. M11114525
MUHAMMAD IKHSAN M11116060
FIRA YUNIAR M11116067
ASRIANTI M11116069
SRI REJEKI BALIK M11116071
JUSRI M11116075
IKA NANDA SYAMSURIANI M11116305
ALI IFANI RAIS M11116315
NURDJANNAH DJEFRI M11116316
MITALIA NONZA SULU’ M11116322

LABORATORIUM TERPADU
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS KASANUDDIN
MAKASSAR
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jamur Pewarna Kayu (Wood staining fungi)
2.2 Jamur Pelapuk Kayu (Wood decaying fungi)
2.3 Perubahan Sifat Kayu Akibat Pelapukan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jamur merupakan salah satu dari 5 kingdom makhluk hidup, yaitu Monera,
Protista, Fungi, Plantae, dan Animalia. Jamur dicirikan oleh sel eukaryotik
berfilamen yang multiseluler. Karena tidak memiliki klorofil, jamur bersifat
heterotropik dan memanfaatkan senyawa karbon sebagai sumber energi. Badan
jamur (thellus) terdiri atas seri sel kecil berbentuk tabung yang saling berhubngan
yang disebut hifa. Sistem hifa jamur memilki kemampuan adaptasi untuk
berpenetrasi, mencerna secara eksternal, mengabsorpsi , dan metbolisme
berbagaibahan organik (contoh : bahan tumbuhan , kayu). Massa hifa disebut
miselium. Jamur menghasilkan spora yang terbentuk melalui pragmentasi hifa
(Muin, 2006).
Hifa merupakan unit seluler dasar dari struktur jamur. Individu hifa kecil dan
hanya terlihat dengan pembesaran, kecuali pada beberapa jenis jamur hifanya
dapat terlihat dengan mata biasa. Diameter individu hifa berkisar 0,5- 20 µm atau
lebih, kebanyakan berkisar 2-10 µm. Gambaran khas hifa dapat berinti satu atau
berinti banyak, tetapi kebanyakan jamur pelapuk kayu umumnya berinti dua
(binukleat). Bahan kimia dindin sel hifa terdiri dari 80- 90% polisakarida, sisanya
adalah protein dan lipid. Chitin, selulosa dan sedikit citosan membentuk
mikrifibril untuk memberikan kerangka sekeletal dinding sel (Muin, 2006).
Jamur memainkan tiga peran utama dalam ekosistem. Beberapa jamur adalah
patogen yang menyerang tumbuhan atau hewan hidup yang menyebabkan
penyakit. Jamur lain adalah simbion mutualisme dan telah mengembangkan
asosiasi dengan organisme lain ( contoh : mycoriza, lichens). Kebanyakan jamur
adalah saproba dan merupakan agen utama dalam ekosistem yang melapukan
tumbuhan, melepaskan CO2, dan mendukung proses fotosintesis pada tumbuhan
hijau. Pelapukan pada kayu dilakukan oleh jamur saproba (Muin, 2006).
Pewarnaan ( discoloration) dan pelapukan (dcay) pada kayu disebabkan oleh
jamur, dan sedikit oleh bakteri, merupakan sumber utama timbulnya kerugian
produksi kayu gergajian dan penggunaan kayu. Mokroorganisme ini merupakan
organisme unik yang mengembangkan sistem untuk melakukan penetrasi,
menginvasi /menyerang, mencerna secara eksternal, dan mengabsorpsi bahan-
bahan yang mudah larut dari substrat yang kompleks seperti kayu. Peranan utama
jamur dan bakteri dalam ekosistem adalah unruk menguraikan dan melepaskan
CO2 dan unsur penting lainnya untuk fotosintesis tumbuhan dan melanjutkan
kehidupan dalam ekoistem (Muin, 2006).
Jenis-jenis jamur yang dapat merusak kayu yaitu jamur pewarna kayu ( wood
stining fungi) dan jamur pelapuk kayu ( wood decaying fungi). Jamur pewarna
kayu mengakibatkan perubahan dari warna normal kayu yang dihasilkan dari
pertumbuhan jamur pada kayu atau perubahan kimia sel atau inti sel. Jamur
pewarna ini dibedakan atas Mold dan Stain. Jamur pelapuk kayu menyebabkan
pelapukan dan pelunakan pada kayu. Pelapukan menghasilkan sifat fsik dan kimia
kayu terutama oleh aktivitas enzimatik dan mikroorganisme. Jadi hanya terbatas
pada kelompok jamur memiliki kemampuan enzimatik mencerna kayu. Beragam
kelompok jamur menyerang bahan dinding sel kayu dengan cara berbeda dan
mengakibatkan berbagai tipe pelapukan (Muin, 2006).
a. Soft rot, contoh : kretzchmariadusta, ceratocystis, chaetomiom,
lolwordthia, halosphaeria dll.
b. Brown rot, contoh : poria monticola, p.vallianti, coniophora arida,
C.pertema, lensites sepiaria dll
c. White rot, contoh: poliporus versicolor, poria higres cens, poniophora
mollis.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur dan kemampuan bertahan
jamur dalam kayu (Zabel dan Morrel, 1992), yaitu:
 Air, air bebas pada permukaan rongga sel.
 Oksigen, oksigen atmosfir pada level relatif rendah untuk kebanyakan
jamur dan level sangat rendah atau oksigen kimia kimia hanya untuk
beberapa jamur mikroaerobik dan anaerobik fakultatif.
 Kisaran suhu yang sesuai, suhu optimum untuk kebanyakan jamur
penghuni kayu berkisar 15-45 derajat celcius
 Substrat yang dapat dicerna (kayu dll), menyediakan energi dan hasil metabolit
untuk sintesis melalui metabolism.
 Kisaran ph yang sesuai, ph optimum untuk kebanyakan jamur penghuni kayu
berkisar ph 3-6
 Faktor kimia pertumbuhan , senyawa nitrogen, vitamin, dan unsur-unsur penting
(esensial).
Dua faktor terakhir sering kali tercakup dengan substrat. Keberadaan zat
ekstraktif beracun, meskipun tidak dibutuhkan, perlu untuk pertumbuhan
kebanyakan jamur pada kayu. Cahaya tampak dibutuhkan oleh beberapa jamur
untuk perkembangan struktur penghasil spora dan dapat memainkan peranan
dalam fungsi fisiologis lainnya. Sinar UV pada level tinggi menimbulkan
kematian pada kebanyakan jamur (Muin, 2006).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui jenis-jenis jamur perusak kayu.
2. Mengetahui bentuk kerusakan yang disebabkan oleh jamur pada kayu.
3. Mengetahui cara pengendalian kerusakan kayu oleh jamur.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jamur Pewarna Kayu (Wood staining fungi)


Jamur ini terutama menimbulkan pewarnaan, yaitu perubahan dari warna
normal kayu yang dihasilkan dari pertumbuhan jamur pada kayu atau perubahan
kimia sel atau isi sel. Jamur pewama ini dapat dibedakan atas (Muin, 2006):
a. Mold
Jamur yang tumbuh pada permukaan kayu yang sangat basah, memanfaatkan
senyawa karbon sederhana yang ada. Pertumbuhan dan sekresi hifa jamur pada
permukaan kayu menghasilkan warna seperti hitam, abu-abu, hijau, ungu, dan
merah; dan pada dasarnya, sejumlah besar dari spora yang ada berpotensi
menimbulkan alergi. Mold secara normal dapat dikeluarkan melalu penyikatan
atau pengetaman dan dapat menyebabkan kerugian kualitas kayu yang utama.
b. Stain
Jamur pewarna yang menyerang kayu gubal dan kebanyakan kayu komersil
selama penyimpanan log atau pengeringan alami kayu gergajian. Jamur stain
terutama menyerang jaringan parenkim pada kayu gubal, dan pewarnaan
dihasilkan dari massa hifa berpigmen pada sel kayu. Meskipun jamur stain
menyebabkan kerusakan kecil terhadap sel parenkim pada kayu, beberapa sifat
lain yang dipengaruhinya selain pewarnaan adalah sifat keliatan dan
permeabilitas. Stain secara normal tidak dapat dikeluarkan melalui penyikatan
atau pengetaman.

2.2 Jamur Pelapuk Kayu (Wood decaying fungi)


Jamur ini menyebabkan pelapukan dan pelunakan pada kayu. Pelapukan
menghasilkan perubahan sifat fisik dan kimia kayu terutama oleh aktivitas
enzimatik dan mikroorganisme. Jadi hanya terbatas pada kelompok jamur
memiliki kemampuan enzimatik mencerna kayu. Beragam kelompok Jamur
menyerang bahan dinding sel kayu dengan cara berbeda dan mengakibatkan
berbagai tipe pelapukan (Muin, 2006).
a. Soft rot disebabkan oleh mikrofungi yang menyerang secara selektif lapisan
S2 dinding sel. Kadar air yang tinggi dan berhubungan dengan tanah sangat
sesuai untuk perkembangan soft-rot.
b. Brown rot disebabkan oleh kelompok jamur yang terutama menyerang
karbohidrat dinding sel.
c. White rot disebabkan oleh kelompok jamur yang menyerang karbohidarat dan
lignin dinding sel. Jamur white rot dan brown rot termasuk dalam subdivisi
Basidiomycotina. Pada tahap akhir pelapukan, semua jamur pelapuk
menghasilkan perubahan drastis pada kekuatan dan sifat penggunaan lainnya.

2.3 Perubahan Sifat Kayu Akibat Pelapukan

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, jamur pelapuk kayu dapat


menyerang komponen kimia penyusun dinding sel kayu, yaitu selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Akibat serangan pada polimer penyusun dinding sel,
kayu mengalami pelapukan yang berdampak pada sifat-sifat kayu, seperti
perubahan kimia kayu. kekuatan, dan fisik kayu.
1. Perubahan komponen kimia kayu benvariasi oleh setiap jamur. Jamur pewarna
tidak menyebabkan perubahan sifat kimia pada komponen kimia dinding sel.
Sebaliknya jamur pelapuk dapat merubah sifat tersebut dengan derajat yang
berbeda, tergantung tipe jamur pelapuknya.
a. White rot fungi mampu menyerang dan memetabolisme seluruh komponen
utama kayu. Ciri khas jamur ini adalah kemampuannya untuk
mendepolimerisasi dan memetabolisme lignin. Komponen utama dinding sel
dimanfaatkan dengan urutan dan laju yang beragam oleh jamur white rot yang
berbeda, yang dipengaruhi oleh kemampuan enzimatiknya. Gambaran umum
pemanfaatan komponen kayu oleh white rot diringkas sebagai berikut:
 Semua komponen dinding sel dikonsumsi, dengan pengecualian mineral
yang relatif sedikit. Terdapat variasi urutan dan laju pemanfaatan
komponen baikk oleh species maupun strain jamur dalam satu species.
Pada dasarnya, hemiselulosa secara khusus dimanfaatkan pada tahap awal
pelapuk. Kehilangan berat dapat mendekati 95-97% dari bahan awal kayu
bila ekspos berkepanjangan terjadi pada kondisi optimal pelapukan
 Pada semua tahap pelapukan, sisa kayu memiliki kelarutan NaoH 1% yang
rendah (elarutan dalam alkali) menandakan bahwa hasil pemutusan
komponen kimia oleh pelapukan dimanfaatkan oleh jamur secara cepat.
 Selulosa, hemiselulosa dan lignin yang tersisa pada bagian yang tidak
mengalami pelapukan menampakkan tidak terjainya perubahan
penting.yang menandakan bahwa white rot mengkonsentrasikan
serangannya pada permukaan dinding sel yang terpapar. Selanjutnya,
enzim secara perlahan-lahan mengikis jalannya ke dalam dinding sel dari
permukaan rongga sel.
b. Brown rot fungi mendekomposisi karbohidrat dinding sel, meninggalkan
residu lignin yang terdemetoksilasi. Karbohidrat dikeluarkan secara selektif
pada tahap akhir serangan brown rot telah digunakan untuk mempelayari
distrbusi lignin pada dinding sel (Cote el al. 1966). Hemiselulosa dikeluarkan
lebih cepat daripada selulosa pada tahap awal pelapukan. Highley (1977)
memperlihatkan bahwa suplemen karbohidarat seperti manan diperlukan
selama depolimensasi selulosa murni oleh Postia (Poria) placenta. Brown rot
berbeda dengan white rot dalam mendepolimerisasi karbohidrat secara
ekstensif/meluas pada dinding sel sekunder pada tahap awal proses pelapukan
(Kirk and Highley, 1973). Brown rot mengubah kayu dengan cara berikut
selama perkembangan pelapukan berlanjut :
 Semua karbohidrat dikonsumsi, meninggal residu lignin termodifikasi
pada dinding sel
 Peningkatan kelarutan dalam air dan NaoH 1% yang besar terjadi pada
tahap awal pelapukan, akibat depolimerisasi karbohidrat yang cepat pada
tahap awal pelapukan dan meningkatkan kelarutan lignin pada tahap akhir
pelapukan. Brown rot menampakkan depolimerisasi kayu yang lebih cepat
pada tahap awal daripada produk pelapukan yang dapat dimetabolisme.
Produk dekomposisi kayu yang berlebihan dapat membantu menjelaskan
keberadaan scavenger kayu yang lain yang sering ada pada kayu yang
terserang brown rot.
 Proses pelapukan secara cepat terjadi pada lapisan S1 dan S2 dinding sel
tetapi berkembang tidak teratur dan tidak ada zona lysis yang terasosiasi
hifa khas jamur white-rot.
 Terdapat penampakan variasi yang kurang banyak akibat serangan
komponen dinding sel oleh brown rot dibandingkan jamur white rot
c. Soft rot fungi menampakkan variasi serangan terhadap komponen dinding sel
selama perkembangan pelapukan. Beberapa spesies menyerang karbohidrat,
sedangkan serangan lignin terbatas pada demetoksulasi yang relatif sedikit.
Beberapa soft rot, secara selektif mengeluarkan lignin lebih banyak daripada
karbohidrat dari kayu konifer, serupa yang terjadi pada beberapa white rot
(Eslyn et al. 1975). Jamur soft rot tipe 1 dapat mendegradasi kristalin
selulosa, yang digambarkan melalui pembentukan lubang khas (cavities) pada
zone S2 dinding sekunder. Kayu yang dilapukkan oleh soft rot ini
menyerupai kayu yang didegradasi oleh white rot karena memiliki kelarutan
alkali yang rendah, yang menunjukkan bahwa produk degradasi digunakan
pada laju yang sama dengan yang dilepaskan. Pada konifer, zone S3 dinding
sekunder tahan terhadap serangan soft rot, tetapi pada dasarnya delignifikasi
meningkatkan susceptibilitas jamur dari pembentukan lubang cavities (pe
pelapukan dan dapat mengalihkan menjadi erosi/pengikisan dinding sel
(Zabel and Morrel, 1987).
2. Perubahan Kekuatan dan Sifat Fisik Kayu
Banyak perubahan yang terjadi pada kayu akibat serangan mikroorganisme
penghuni kayu terhadap kekutan (sifat mekanik) dan sifat fisik kayu. Beberapa
sifat tersebut adalah sebagai berikut (Muin, 2006) :
a. Kehilangan berat (weight loss = biomass loss)
Beberapa jamur terutama memanfaatkan nutrien yang dapat diperoleh pada
jaringan penyimpanan atau zat ekstraktif, yang menyebabkan kehilangan
berat yang relatif kecil (1-3%) dan kerusakan yang mininimal. Jamur lain
menyerang komponen kimia yang lebih kompleks pada dinding sel kayu
yang pada akhirnya memetabolismenya menjadi CO2 dan H2O. Kehilangan
berat dapat mencapai 70% pada brown rot, 96-97% untuk white rot, dan 3
60% pada soft rot. Kehilangan berat kayu tergantung pada tipe jamur dan
spesies kayu yang diuji.
b. Kehilangan kerapatan (density loss)
Kerapatan dan berat jensi juga digunakan untuk mengukur pengaruh
serangan mikrobial. Serangan jamur white rot menyebabkan kehilangan
berat dengan sedikit perubahan volume pada kayu, sedangkan pada kayu
yang terserang brown rot pengurangan volume kayu cukup besar.
c. Sifat kekuatan (mekanik) - strenght (mechanical) properties
Jamur yang tumbuh pada kayu mengubah struktur kimia dan mengeluarkan
massa kayu, sehingga berakibat pada perubahan sifat mekanik kayu. Kayu
menghasilkan kekuatan sebagai hasil kombinasi orientasi mikrofibril
selulosa dan hemiselulosa. Perubahan salah satu dari karbohidrat ini akan
menyebabkan reduksi kekuatan kayu secara cepat.
d. Higroskopitas (hygroscopity)
Karena enzim mikrobial mendegradasi bahan ligno-karbohidrat, jamur
menyebabkan perubahan kapasitas memegang air dinding sel kayu. Secara
umum, EMC (Equillibrium Motsture Content) kayu yang terserang brown
rot lebih rendah daripada kayu segar, sedangkan EMC kayu yang terserang
white rot lebih tinggi bila menyebabkan kehilangan berat >60% (Cowling.
1961). Peningkatan EMC mulai pada kehilangan berat sekitar 40% pada
white rot, sedangkan brown rot mengalami penurunan EMC yang sangat
tajam pada tahap awal pelapukan. Hal ini disebabkan serangan terutama
pada selulosa amorf. Selulosa amorf menahan level penyerapan air lebih
tinggi daripada daerah kristalin selulosa, dan pengeluaran daerah amorf
secara cepat menurunkan kapasitas memegang air pada kayu secara
keseluruhan. Tidak adanya perubahan EMC pada tahap awal serangan white
rot kemungkinan disebabkan pengeluaran secara seragam semua komponen
kayu, sedangkan peningkatan EMC pada tahap akhir pelapukan dapat
menggambarkan bahwa jamur menyerang secara selektif daerah kristalin
selulosa.
e. Nilai kalor (calor value)
Karena agen mikrobial mengkolonisasi dan memanfaatkan substrat kayu,
jamur mengeluarkan dan merubah bahan kayu menjadi biomassa mikrobial,
CO2, H2O dan produk limbah metabolit. Meskipun biomassa mikrobial
akan memberikan konstribusi sedikit terhadap nilai kalor, kandungan net
energy dari kayu lapuk mengalami penurunan. Nilai kalor ini diperlukan
untuk menghasilkan sejumlah panas.
f. Permeabilitas (permeability)
Meskipun beberapa jamur penghuni kayu berpenetrasi secara langsung ke
dalam dinding sel untuk bergerak dari satu sel ke sel lainnya, kebanyakan
jamur pelapuk pada awalnya bergerak berpenetrasi melalui noktah. Karena
noktah memainkan peranan dalam pengaliran cairan pada serat dan tracheid,
pengeluaran membran noktah membuat kayu lebih mudah menerima
pergerakan cairan. Sebagai akibat perubahan tersebut, kayu lapuk
mengabsorpsi dan mendesorps cairan lebih cepat daripada kayu segar.
g. sifat kelistrikan (electrical properties)
Kayu memiliki konduktivitas listrik yang lebih rendah daripada bahan
konstruksi lain seperti baja, dan karena alasan inilah kayu umumnya
digunakan untuk mendukung sistem distribusi listrik. Pada kayu yang telah
terdegradasi, konduktivitas listriknya meningkat (Richard, 1954). Tahanan
listrik kayu segar lebih tinggi, sedangkan kayu yang telah lapuk atau
terdekolorasi tahanan listriknya 50-75% lebih rendah daripada kayu segar,
yang diukur dengan Shigometer.
h. Sifat akustik (acustic properties)
Kayu memiliki sifat penghantar gelombang suara dan menghasilkan
karakteristik emisi suara bila kayu ditekan secara mekanik. Kemampuannya
akan berubah bila kayu dikolonisasi oleh agen mikrobial (Pellerin et al,
1986; Noguchi et al, 1986). Perubahan sifat akustik ini dapat digunakan
untuk mendeteksi tahapan pelapukan. Karena gelombang suara bergerak
melalui kayu, suara akan melewati lubang akibat pelapukan. Karakteristik
lain dan kayu seperti lingkaran tahun, mata kayu, retak dan lain-lain dapat
mengubah pola gelombang suara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya, pengendalian jamur menyerang kayu sangat terkait dengan
ekologi Jamur atau faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Jamur.
Menurut Zabel and Morrell (1991), pengendalian jamur, terutama jamur pelapuk
kayu dapat dilakukan sebagal berikut :
1. Infusi dengan bahan beracun atau modifikasi kimia.
2. Menjaga kayu tetap kering. yaitu di bawah kadar air titik jenuh serat.
3. Merendam atau menyemprot kayu dalam air.
4. Memusatkan penyimpanan kayu bulat pada musim dingin; pemanasan sampai
steril.
5. Perlakuan pemberian larutan alkali untuk pengendalian stain.
6. Pengawetan kayu; pemanasan kayu untuk meghancurkan vitamin.
7. Menggunakan kayu awet.
DAFTAR PUSTAKA

Muin, Musrizal, Astuti Arif, dan Syahidah. 2006. Deteriorasi dan Perbaikan Sifat
Kayu.Fakultas kehutanan, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Zabel RA, and Morrell JJ.1992. Wood Microbiology : Decay and Its Prevention.
Academic Press, Inc. New York.

Anda mungkin juga menyukai