Laporan Pendahuluan Batu Ureter
Laporan Pendahuluan Batu Ureter
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 DEFINISI
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter (Sue Hinchliff,
2005 Hal 451). Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang
turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih
dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke
kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung yang
besar. Batu juga tetap bisa tinggal di ureter sambil menyumbat dan
menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin
asimtomatik. Tidak jarang hematuria yang didahului oleh serangan kolik (R.
Sjamsuhidajat, 2005)
1.3 ETIOLOGI
Berikut ini beberapa teori pembentukan batu ginjal:
a. Teori Pembentukan Inti Teori ini mengatakan bahwa pemebentukan batu
berasal dari kristal atau benda asing yang berada dalam urin yang pekat.
Teori ini ditentang oleh beberapa argumen, dimana dikatakan bahwa batu
tidak selalu terbentuk pada pasien dengan hipereksresi atau mereka
dengan resiko dehidrasi. Teori inti matrik dimana pembentukan batu
saluran kemih membutuhkan adanya substansi organik terutama muko
protein A mukopolisakarida yang akan mempermudah kristalisasi dan
agregasi substansi pembentuk batu.
b. Teori Supersaturasi Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan
batu dalam urin seperti sistin, xastin, asam urat, kalsium oksalat
mempermudah terbentuknya batu. Kejenuhan ini juga sangat dipengaruhi
oelh pH dan kekuatan ion.
c. Teori Presipitasi-kristalisasi Perubahan pH urin akan mempengaruhi
solubilitas susbstansi dalam urin. Di dalam urin yang asam akan
mengendap sistin, zastin, asam urat, sedangkan didalam urin yang basa
akan mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat Tidak adanya atau berkurangnya
substansi penghambat pembentukan batu seperti fosfopeptida, pirofosfat,
polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urin akan mempermudah
pembentukan batu urin. Akan tetapi teori ini tidaklah benar secara
absolut, karena banyak orang yang kekurangan zat penghambat tak
pernah menderita batu, dan sebaliknya mereka yang memiliki faktor
penghambat malah membentuk batu.
e. Teori Lain Berkurangnya volume urin. Dimana kekurangan cairan akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi zat terlarut (misal kalsium,
natrium, oksalat dan protein) yang mana ini dapat menimbulkan
pembentukan kristal urin.
Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
ureter, yaitu:
a. Genetik Anggota keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan
menderita penyakit yang sama dibanding dengan keluarga bukan
penderita batu urin. Lebih kurang 30% sampai 40% penderita batu kalsium
oksalat mempunyai riwayat famili yang positif menderita batu.
b. Jenis Kelamin Pria lebih banyak menderita batu saluran kemih dibanding
wanita (3-4:1). Disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki
lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih
laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibanding perempuan. Dan pada air
kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki
hormon testosteron yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di
hati, serta adanya hormon estrogen pada perempuan mampu mencegah
agregasi garam kalsium.
c. Pekerjaan Kejadian batu kemih lebih banyak terjadi pada orang-orang
yang banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya.
d. Air Banyak minum air meningkatkan diuresis sehingga mencegah
pembentukan batu. Kurang minum dapat mengurangi diuresis, kadar
substansi dalam urin meningkat, mempermudah pembentukan batu.
e. Diet Konsumsi makanan tinggi protein yang akan meningkatkan resiko
terjadinya batu. Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan
garam atau antasida yang mengandung kalsium, produk susu, makananan
yang mengandung oksalat (misalnya teh, kopi instan, coklat, kacang-
kacang, bayam), vitamin C, atau vitamin D akan meningkatkan
pembentukan batu kalsium. Pemakaian vitamin D akan meningkatkan
absobsi kalsium diusus dan tubulus ginjal sehingga dapat menyebabkan
hiperkalsemia dan penumpukan kalsium di ginjal dan untuk konsumsi
vitamin D ini harus digunakan dengan perawatan. Makan makanan dan
minuman yang mengandung purin yang berlebihan (kerangkerangan,
anggur) akan menyebabkan pembentukan batu asam urat Makanan
makanan yang banyak mengandung serat dan protein nabati mengurangi
resiko batu urin, sebaliknya makanan yang mengandung lemak dan protein
hewani akan meningkatkan resiko batu urin.
f. Infeksi Hampir terbentuknya batu jenis struvit didahului oleh infeksi
saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri pemecah urea, namun jenis
batu lain tidak jelas apakah batu sebagai penyebab infeksi atau infeksi
sebagai penyebab batu.
g. Obat-obatan Penggunaan obat anti hipertensi (Dyazide) berhubungan
dengan peningkatan frekuensi batu urin, begitu juga penggunaan antasida
yang mengandung silica berhubungan dengan perkembangan batu silica.
1.5 KLASIFIKASI
Berikut ini beberapa klasifikasi batu saluran kemih:
a. Batu Kalsium Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak
menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu
ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam
bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium
fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu
tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam
urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua
tipe yang berbeda, yaitu:
1) Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/
hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
2) Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu
batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite
b. Batu Asam Urat Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi
asam urat. Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk
hanya oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi
protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena
keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air
kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari
ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk
rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan
obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab
infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana
basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk
pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-
20% pada penderita BSK. Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya
konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume
air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan
menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d. Batu Sistin Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena
gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan
frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin
dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan
faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang
sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang
memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena
imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin
menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah
dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam
air kemih.
1.6 PATOFISIOLOGI
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat,
asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium
kebanyakan merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan
fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali
atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang
disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium
magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang
menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum.
Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada
anak terbentuk karena pH urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang
jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi,
stasis, dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga
terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau
mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi
nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu
(R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027). Pathway terampir
1.7 PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena
batu diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar.
b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi) Alat ESWL adalah
pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun
1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau
batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu
dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan
gelombang kejut sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Terdapat 3 teknik yang digunakan untuk membangkitkan gelombang
kejut, yaitu elektrohidrolik, pizoelektrik dan energi elektromagnetik.
2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada ukuran,
lokasi, dan etiologi kalkulus (Doenges, 1999 Hal 672). a.
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas sehubungan
kondisi sebelumnya.
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit
hangat dan kemerahan, pucat.
c. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi
vesica urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih
d. Makanan / cairan
Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium
oksalat / fosfat, ketidakcukupan intake cairan
Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus , muntah
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri
dapat digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan
posisi atau tindakan lain
Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen
f. Keamanan
Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil
g. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK,
paratiroidisme, hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium
bikarbonat, allopurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan
vitamin h.
h. Pemeriksaan diagnostik Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey
biokimia, foto Rontgen, IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG
2.3 INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri Akut Tujuan: Setelah 1. Catat lokasi,
dilakukan tindakan karakteristik, durasi,
keperawatan selama frekuensi, kualitas,
1x24 jam skala nyeri skala nyeri (0-10),
pasien menurun penyebaran dan
Kriteria Hasil:
faktor presipitasi.
Nadi 60-100x/menit,
Perhatikan tanda non
RR 16-20 x/menit
skala nyeri 1-3 verbal, contoh
pasien tampak rileks peninggian TD dan
keluhan pasien
nadi, gelisah,
tentang nyeri
merintih
menurun 2. Jelaskan penyebab
nyeri dan pentingnya
melaporkan ke staf
terhadap perubahan
karakteristik nyeri
3. Bantu atau dorong
penggunaan napas
berfokus, bimbingan
imajinasi, dan
aktivitas terapeutik
4. Tingkatkan istirahat
5. Kolaborasi: -berikan
obat sesuai indikasi:
Narkotik, contoh
meperidin
(Demerol), morfin
Antispasmodik,
contoh flavoksat
(Uripas); oksibutin
(Ditropan)
Kortikosteroid
2 Gangguan Eliminasi Tujuan: Setelah 1. Awasi pemasukan
Urin dilakukan tindakan dan pengeluaran
keperawatan selama serta karakteristik
1x24 jam skala nyeri urin
2. Dorong
pasien menurun
Criteria hasil: meningkatkan
Tidak mengalami
pemasukan cairan
tanda obstruksi 3. Periksa semua urin.
Jumlah dan Catat adanya
konsistensi urin keluaran batu dan
normal kirim ke
Tidak ada
laboratorium untuk
peningkatan kalsium
dianalisa
pada urin 4. Selidiki kandung
kemih penuh:
palpasi untuk
distensi suprapubik.
Perhatikan
penurunan keluaran
urin, adanya edema
periorbital/tergantu
ng
5. Observasi
perubahan status
mental, perilaku
atau tingkat
kesadaran
6. Kolaborasi:
-Awasi pemeriksaan
laboratorium,
contoh elektrolit,
BUN, kretinin
-Ambil urine untuk
kultur dan
sensitivitas
-Pielolitotomi
terbuka atau
perkutaneus,
nefrolitotomi,
ureterolitotomi
-ESWL
3 Defisit Pengetahuan Tujuan: Setelah 1. Berikan penilaian
dilakukan tindakan tentang tingkat
keperawatan selama pengetahuan pasien
1x24 jam gangguan tentang proses
eliminasi pasien dapat penyakit yang
teratasi spesifik
Criteria hasil: 2. Jelaskan
Pasien mampu
patofisiologi dari
mengenali tanda dan penyakit dan
gejala penyakit dan bagaiman hal ini
faktor penyebabnya, berhubungan
Pasien mampu
dengan anatomi dan
mengetahui faktor
fisiologi
resiko dan yang 3. Gambarkan tanda
memperberat dan gejala yang
penyakitnya biasa muncul pada
Pasien mampu
penyakit
mengetahui tindakan 4. Identifikasi
pencegahan terhadap kemungkinan
kondisi buruk penyebab dengan
penyakitnya cara yang tepat
5. Diskusikan pilihan
terapi
6. Diskusikan
perubahan gaya
hidup (tidak
konsumsi vit D
terlalu sering dan
tidak minum air
terlalu sedikit)
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan
penyakit
4 Ansietas Tujuan: setelah 1. Kaji tingkat
dilakukan tindakan kecemasan pasien
keperawatan selama 3x baik ringan sampai
24jam cemas pasien akan berat
2. Berikan kenyaman
menurun, pasien
dan ketentraman
mempunyai koping yang
hati
adaptif dalam
3. Kaji intervensi yang
menghadapi kecemasan
dapat menurunkan
Kriteria hasil:
ansietas.
Pasien mampu 4. Berikan aktivitas
mengidentifikasi dan yang dapat
mengungkapkan mengurangi
gejala cemas kecemasan/
Pasien mampu ketegangan.
5. Dorong percakapan
mengidentifikasi dan
untuk mengetahui
menunjukkan tekhnik
perasaan dan tingkat
untuk mengontrol
kecemasan pasien
cemas terhadap kondisinya
6. Dorong pasien
Ekspresi wajah
untuk mengakui
pasienmenunjukkan
masalah dan
berkurangnya
mengekspresikan
kecemasan.
perasaan.
Vital sign dalam batas
7. Identifikasi sumber /
normal:
orang yang dekat
TD: 120/80 mmHg
dengan klien.
RR: 20 x/mnt
Nadi:86 x/mnt
Suhu : 36, 50 C
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Susanne, C Smelzer. 2002.
Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2, Jakarta, EGC,
Pramod PR, Barrieras DJ, Bagli DJ, et al. 2005.