Anda di halaman 1dari 5

Pandagan Islam Tentang Etika Pelayanan

Medis Pada Kegawat Daruratan


4/06/2012 02:05:00 PM | Label: Kebijakan, Kesehatan dalam Islam

Etika Dokter Muslim terhadap Khalik adalah Seorang Dokter Muslim haruslah benar-benar
menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah semata. Dan betapa tidak berarti dirinya
beserta ilmunya tanpa izin Allah Swt. Sedangkan Etika Dokter Muslim terhadap pasien
Hubungan antara dokter dengan pasien adalah hubungan antar manusia dan manusia
Sanksi yg dapat jika melanggar sumpah dokter:

a)Dari Allah SWT= Al-Maidah ayat 89

“ Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja,
maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu
dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada
mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat
sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu.
Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur
(kepada-Nya).”

b) Negara RI

Sifat-sifat Tenaga Medis dan Paramedis


1. Beriman
2. Tulus ikhlas karena Allah

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” (al-bayinnah : 5)

3. Penyantun
4. Peramah
5. Sabar
6. Tenang
7. Teliti
8. Tegas.

Etika kedokteran islam terkumpul dalam Kode Etik Kedokteran Islam yang bernama Thibbun
Nabawi, yang mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter dengan rekannya.

1. Etika Dokter Muslim terhadap Khalik:


Seorang Dokter Muslim haruslah benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah
semata. Dan betapa tidak berarti dirinya beserta ilmunya tanpa ijin Allah SAW. Mengenai
etika terhadap Khalik disebutkan bahwa:
• Dokter muslim harus meyakini dirinya sebagai khalifah fungsionaris Allah dalam bidang
kesehatan dan kedokteran.
• Melaksanakan profesinya karena Allah dan buah Allah.
• Hanya melakukan pengobatan, penyembuhan adalah Allah.
• Melaksanakan profesinya dengan iman supaya jangan merugi.

2. Etika Dokter Muslim terhadap pasien:


Hubungan antara dokter dengan pasien adalah hubungan antar manusia dan manusia. Dalam
hubungan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien, karena masing-masing
mempunyai nilai yang berbeda. Masalah semacam ini akan dihadapi oleh Dokter yang
bekerja di lingkungan dengan suatu sistem yang berbeda dengan kebudayaan profesinya.
Untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak jarang dokter harus berjuang lebih dulu
melawan tradisi yang telah tertanam dengan kuat. Dalam hal ini, seorang Dokter Muslim
tidak mungkin memaksakan kebudayaan profesi yang selama ini dianutnya. Sifat-sifat
penting lain yang harus dimiliki oleh seorang Dokter Muslim dalam hal penanganan pasien
gawat darurat ialah :
• Adanya belas kasihan dan cinta kasih terhadap sesama manusia, perasaan sosial yang
ditunjukkan kepada masyarakat.
• Seorang dokter muslim dilarang membeda-bedakan antara pasien kaya dan pasien miskin.
• Sebagian besar waktunya harus dicurahkan kepada pasien,
• Seorang dokter muslim harus lebih banyak mendengar dan lebih sedikit bicara,
• Seorang dokter muslim tidak boleh berkecil hati dan harus merasa bangga akan profesinya
karena semua agama menghormati profesi dokter.
• Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu untuk memberikannya

Kemudian dalam islam, kedokteran juga memiliki prinsip kode etik. Adapun Prinsip kode
etik kedokteran Islam tersebut adalah:
1. Taqwa
2. Iman
3. Otonomi
4. Tidak ada yang dirugikan (non-malfeasance)
5. Kebajikan
6. Keadilan dalam penggunaan sumber daya yang ada
7. Melakukan tindakan berdasarkan rasionalitas dan keinginan diri sendiri

Islam mewajibkan untuk menolong pasien dalam keadaan darurat tanpa melihat kondisi
keuangan dan kemampuan membayar biaya tindakan medis. Seperti dalam ayat al-qur’an
yang menegaskan:
‫بر َعلَى‬ ْ ْ‫َوالتَّ ْق َو َواتَّقُوا‬
ِّ ‫ىال‬
“hendaklah kamu tolong-menolong dalam kebajikan” (almaidah : 2)

ُ ‫ّللاَ إ َّن َو ْالبَ ْغي ْالفَحْ شَاء َعن َو ْال ُمنكَر َويَ ْن َهى ْالقُ ْربَى تَذَ َّك ُرونَ لَعَلَّ ُك ْم يَع‬ ْ
‫ظ ُك ْم‬ ِّ ‫ي‬َ ‫سان ب ْالعَدْل أ ُم ُر‬
َ ْ‫ذي َوإيت َاء َواإلح‬
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (An-nahl : 90)

‫ظل ُمونَ َو َي ْبغُونَ في ْاْل َ ْرض بغَيْر ْال َح ِّق أ ُ ْولَئكَ لَ ُهم َعذَاب أَليم‬
ْ ‫اس إ َّن َما السَّبي ُل َع َلى َّالذينَ َي‬
َ ‫ال َّن‬
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui
batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih” (As-syuura : 42)
َ ‫َما لَ ُك ْم ََل تَنَا‬
َ‫ص ُرون‬
"Kenapa kamu tidak tolong menolong?" (Ash Shaaffaat : 25)

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” Al-Fath : 29

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-
orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka
mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” an-nur : 22

Jelaslah bahwa etika dokter, Tenaga Medis dan Paramedis pada saat menemui pasien kritis
dan butuh pertolongan harus mendahulukan kepentingan pasien sesuai dengan Sifat-sifat
Tenaga Medis dan Paramedis yang telah disebutkan diatas yaitu Beriman dan Tulus ikhlas
karena Allah dan juga dalam prinsip kode etik kedoketran dalam islam yaitu Tidak ada yang
dirugikan (non-malfeasance) dan Kebajikan.
Pada pelayanan gawat darurat, rumah sakit adalah harus Ketersediaan tenaga kesehatan
dalam jumlah memadai sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh IGD. Selain dokter jaga yang
siap di IGD, rumah sakit juga harus menyiapkan spesialis lain (bedah, penyakit dalam, anak,
dll) untuk memberikan dukungan tindakan medis spesialistis bagi pasien yang
memerlukannya. Dokter spesialis yang bertugas harus siap dan bersedia menerima rujukan
dari IGD. Jika dokter spesialis gagal memenuhi kewajibannya maka tanggungjawab terletak
pada dokter itu dan juga rumah sakit karena tidak mampu mendisiplinkan dokternya.
Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam
pasal 51 UU No.29/ 2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib
melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam
UU No.23/1992tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun
secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenarnya merupakan hak setiap
orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4). Selanjutnya pasal 7
mengatur bahwa “Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat” termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu.6
Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta). Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban
untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu
persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk
meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.
Dalam pelayanan kesehatan prestasi yang diberikan tenaga kesehatan sewajarnyalah
diberikan kontra-prestasi, paling tidak segala biaya yang diperlukan untuk menolong
seseorang. Hal itu diatur dalam hukum perdata. Kondisi tersebut umumnya berlaku pada fase
pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Pembiayaan pada fase ini diatasi pasien tetapi dapat
juga diatasi perusahaan asuransi kerugian, baik pemerintah maupun swasta. Di sini nampak
bahwa jasa pelayanan kesehatan tersebut merupakan private goods sehingga masyarakat
(pihak swasta) dapat diharapkan ikut membiayainya. Kondisi tersebut berbeda dengan
pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit yang juga berupa jasa, namun lebih merupakan
public goods. Jasa itu dapat disejajarkan dengan prasarana umum (misalnya jalan raya) yang
harus diselenggarakan dan dibiayai oleh pemerintah. Pihak swasta sulit diharapkan untuk
membiayai sesuatu yang bersifat prasarana umum. Dengan demikian pelayanan gawat darurat
pada fase pra-rumah sakit sewajarnyalah dibiayai dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat.
Realisasi pembiayaan melalui pengaturan secara hukum yang mewajibkan anggaran untuk
pelayanan yang bersifat public goods tersebut. Bentuk peraturan perundang-undangan
tersebut dapat berupa peraturan pemerintah yang merupakan jabaran dari UU No.23/
1992 dan atau peraturan daerah tingkat I (Perda Tk.I).
Dipandang dari segi hukum, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat
darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat
darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan
hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat.

Ada beberapa upaya penyelesaian masalah pelayanan gawat darurat, yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kegiatan pendidikan kesmas, sehingga satu pihak pemahaman masyarakat
terhadap pelayanan gawat darurat dapat ditingkatkan, dan dipihak lain keterampilan
masyarakat menanggulangi (self medication) masalah-masalah kesehatan sederhana dapat
ditingkatkan
2. Menambah jumlah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat jalan,
termasuk pertolongan pertama.
3. Menggalakkkan program asuransi kesehatan, terutama yang menganut sistem pembayarab
pra-upaya.

Sudah jelaslah bahwa tidak ada perihal yang menghalangi seoran dokter ataupun tim medis
untuk tidak memberikan pertolongan dan pelayanan medis kepada pasien gawat darurat.
Selain melanggar hukum dan UU yang telah ditetapkan, hal tersebut juga melanggar dari
ketentuan Allah yang memerintahkan bahkan mewajibkan untuk tolong-menolong.

Akan tetapi perlu juga manajemen rumah sakit yang betul-betul memperhatikan kedisiplinan
para dokternya dan memberlakukan hukuman ataupun sanksi tegas apabila melalaikan hak
pasien serta ketegasan dari UU tentang hak pasien gawat darurat dan kejelasan pembiayaan
karena tanpa didukung hukum yang kuat peraturan hanya tinggal kata-kata yang
sesungguhnya tidaklah mempunyai arti.

Referensi :
Azrul, azwar “pengantar administrasi kesehatan”, Jakarta, 1996, cet. Ke-3
Uddin, julis. “ Ilmu kedokteran dan kesehatan I”. Jakarta, 2002
KabarIndonesia
Herkutanto”Aspek MedikolegalPelayanan Gawat Daruratpdf”
“Konsep dasar keperawatan gawat darurat”,
http://robbybee.wordpress.com/2009/02/25/konsep-dasar-keperawatan-gawat-darurat/,
diakses pada 25 oktober 2011, 21:00
kebijakankemenkes dalam sistem penanggulangan gawat darurat terpadu spgdt dan bencana”
http://buk.depkes.go.id/index.php:kebijakan-kemenkes-dalam-sistem-penanggulangan-gawat-
darurat-terpadu-spgdt-dan-bencana, diakses pada 25 oktober 2011, 21:00





penulis asli by:::: Zata Ismah


Reaksi:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

0 komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Laman
 Beranda
 Galery Campusz
 pengabdian masyarakat
 Pengmas at MAN 2

zataismah. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari

Copyright 2011 BLog [[Zata's]] BLog.All rights reserved. Powered by Blogger


Luggage-guides.com, Technical Support, Presented by Ezwpthemes.com.

Anda mungkin juga menyukai