Anda di halaman 1dari 4

AKHLAK TERHADAP PASIEN

Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang sangat


dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Tidak heran jika
mempelajarinya termasuk fardhu kifayah bagi kaum muslimin. Oleh
karena mulianya profesi ini, Islam pun menganjurkan bagi para
pelayan kesehatan ini untuk menghiasi bidangnya dengan akhlak
dan adab-adab Islami.
Di antara adab-adab tersebut ada yang sifatnya khusus dan
umum. Adab-adab yang bersifat khusus di antaranya:
1. Berusaha menjaga kesehatan pasien sebagai konsekwensi
amanah dan tanggung jawabnya dan berusaha menjaga
rahasia pasien kecuali dalam kondisi darurat atau untuk
tindakan preventif bagi yang lainnya.
Rasulullah Saw bersabda:
Barangsiapa yang menutup (aib) seorang muslim maka Allah akan
menutup (aibnya) pada hari ki-amat.
(HR. al-Bukhari 2442 dan Muslim 7028)
2. Senantiasa menyejukkan hati pasien, nenghiburnya dan
mendoakannya.
Salah satunya ialah dengan mengucapkan, Tidak mengapa, insya
Allah ini adalah penghapus dosa, atau meletakkan tangan kanan di
tempat yang sakit seraya berdoa:

Wahai Robb manusia, hilangkanlah penyakit tersebut,


sembuhkanlah, Engkau adalah Penyembuh, tidak ada kesembuhan
kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak ditimpa
penyakit lagi.
(HR. Muslim 2191 dan yang lainnya)
3. Hendaknya memberitahukan kepada pasien bahwa yang
menyembuhkan hanyalah Allah Taala sehingga hatinya
bergantung kepada Allah, bukan kepada dokter.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada Abu Rimtsah
(seorang dokter ahli):
Allah adalah dokter, sedangkan kamu adalah orang yang menemani
yang sakit. Dokternya adalah Allah yang menciptakannya.
(HR. Abu Dawud 4209, ash-Shahiihah 1537)

4. Seorang dokter tidak boleh membohongi pasiennya.


Misalnya tatkala stok obat habis ia memberikan obat yang tidak
sesuai dengan penyakitnya atau memberikan obat yang di dalamnya
terkandung bahan-bahan yang diharamkan.
5. Hendaknya profesi dalam bidang kedokteran bertujuan
untuk memuliakan manusia.
Oleh karena itu, tidak diperkenankan bagi seorang dokter atau
petugas kesehatan lainnya untuk membakar potongan tubuh pasien,
namun hendaknya diberikan kepada sang pasien atau keluarganya
untuk dikubur. Selain itu tidak diperbolehkan memperjualbelikan
darah pasien, mengadakan operasi-operasi plastik untuk mengubah
wajah, telinga, alis, hidung, dan yang lainnya, karena hal itu termasuk
mengubah ciptaan Allah yang diharamkan dalam Islam. Allah Taala
berfirman:





(Setan berkata): Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan
Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. (QS. an-Nisa [4]:
119)
Di samping itu, tidak diperbolehkan taawun dalam kejelekan,
seperti menjual obat-obat penggugur kehamilan sehingga melariskan
perzinaan.
6. Seorang dokter, perawat, mantri, bidan, apoteker dan
petugas
kesehatan
lainnya
hendaknya
betul-betul
meningkatkan keahliannya dan menekuni pekerjaannya.
Rasulullah Saw bersabda:
Barangsiapa yang menerjuni kedokteran sedangkan tidak
diketahui orang itu ahli kedokteran, maka ia menanggung
(kerugian pasien).
(HR. Abu Dawud 4586, ash- Shahiihah 635)
7. Profesi dalam bidang pengobatan termasuk pekerjaan yang
mulia sehingga diharapkan bagi para dokter untuk
menggapai ridha Allah dalam setiap aktivitasnya. Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia yang lain. (Dikeluarkan oleh ad-Daruquthni, ashShahiihah 426)

8. Memberikan keringanan biaya kepada pasien yang kurang


mampu. Rasulullah Saw bersabda:
Barangsiapa yang melapangkan kesusahan dunia seorang mukmin,
maka Allah akan melapangkan kesusahannya di akhirat. (HR. Muslim
2699)
Adapun adab dan akhlak yang bersifat umum yang harus dimiliki
seorang dokter adalah:
a) Tidak boleh berduaan dengan pasien wanita dalam suatu ruangan
tanpa ditemani mahram sang perempuan. Minimal pintu ruangan
harus terbuka sehingga bisa terlihat oleh keluarganya.
b) Seorang dokter tidak boleh menyalami perempuan yang
bukan
mahramnya
atau memperbanyak pembicaraan
dengannya kecuali untuk kepentingan pengobatan.
c) Hendaknya tetap menjaga shalatnya, kecuali dalam kondisi
genting maka tidak mengapa ia menjamak dua shalat.
d) Hendaknya menjauhi syiar-syiar dan gaya orang kafir, seperti
mencukur jenggot, memanjangkan kumis, isbal, bebas bercakapcakap dengan dokter atau perawat wanita.
Di samping adab-adab tersebut di atas, ada beberapa hal yang
perlu diketahui oleh para petugas kesehatan tentang rumah sakit,
klinik, apotek maupun tempat prakteknya, yaitu:
1. Hendaknya mengkhususkan satu ruangan untuk shalat, baik bagi
laki-laki maupun perempuan, mengingat
pentingnya
masalah
shalat.
2. Menjadi kewajiban dan PR kita bersama untuk menjadikan rumah
sakit terhindar darj ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram).
3. Tidak diperkenankan menggantung gambar makhluk bernyawa di
tembok atau dinding.
4. Hendaknya tidak menyediakan asbak bagi para pengunjung rumah
sakit karena itu adalah bentuk taawun dalam kejelekan.
5. Hendaknya memisahkan antara ruangan pasien yang berpenyakit
menular dengan yang tidak menular, demikian pula agar para
pengunjung tidak kontak langsung dengan si pasien tersebut
sehingga penyakitnya tidak menular dengan izin Allah- kepada
yang lainnya. Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Jangan sekali-kali mencampur yang sakit dengan yangsehat.
(HR. al-Bukhari 5328)
Hal itu dikuatkan juga dengan sabda beliau tentang wabah penyakit
menular:

Jika kalian mendengar (ada wabah) di suatu negeri, maka


janganlah kalian memasukinya. (HR. al-Bukhari 5287 dan Muslim
5775)
6. Hendaknya kamar mandi maupun WC tidak menghadap ke arah
kiblat atau membelakanginya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu
alaihi wa sallam:
Jangan menghadap kiblat tatkala buang air besardan kencing,
danjangan pula membelakangi.
(HR. al-Bukhari 144, Muslim 264, at-Tirmidzi 8, Abu Dawud 9)
7. Dianjurkan untuk mengubah kantornya ke arah kiblat dan duduk
menghadap kiblat, berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu
anhubahwa Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya segala sesuatu memiliki tuan, dan tuannya majelis
adalah arah kiblat. (HR. ath-Thabrani dalam al-Ausath 2354, dan
dihasankan oleh al-Haitsami 8/114, as-Sakhawi (102) dan Syaikh alAlbani dalam ash-Shahiihah (2645) dan Shahiih at-Targhib (3085))

Anda mungkin juga menyukai