Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/298698070

Analisis Usaha Sagu Rumahtangga dan Pemasarannya

Article · December 2006

CITATIONS READS

3 6,801

1 author:

Natelda Timisela
Faculty of Agriculture, Pattimura University
11 PUBLICATIONS   6 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Natelda Timisela on 17 March 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS USAHA SAGU RUMAHTANGGA DAN PEMASARANNYA

Natelda R. Timisela
Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon

ABSTRAK

Pengembangan diversifikasi usaha pertanian melalui industri rumahtangga yaitu


sebagai salah satu kegiatan yang dilakukan oleh petani di daerah pedesaan dalam
usaha peningkatan pendapatan keluarga. Industri kecil dan rumahtangga sangatlah
penting sebab dapat menyerap kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian dan memacu
pertumbuhan ekonomi pedesaan. Sagu sebagai bahan baku Industri rumahtangga
pangan dapat dipergunakan untuk menambah penghasilan rumahtangga. Tepung
sagu merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung karbohidrat cukup tinggi,
digunakan oleh sebagian besar penduduk Maluku yang berada di pedesaan, bahkan di
perkotaan sebagai makanan pokok selain beras. Tepung sagu ini oleh sebagian pen-
duduk Maluku dapat diolah menjadi bermacam-macam bahan makanan di antaranya
papeda, sagu lempeng, bagia, sagu tumbu, serut, kue Sagu, sagu mutiara dan lain
sebagainya. Melihat peranan sagu dalam pembuatan pangan non beras, maka pengem-
bangannya harus dibudidayakan secara berkesinambungan. Pemasaran produk sagu
hanya terjadi di Maluku saja belum sampai ke pasaran nasional karena produk-produk
yang dihasilkan masih bersifat kedaerahan, kualitasnya masih rendah dan keahlian
sumberdaya manusia untuk melakukan proses pengolahan juga masih rendah.

Kata kunci: diversifikasi, sagu, pemasaran

Pendahuluan potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal.


Dalam kurun waktu yang lama, sagu (Me- Berdasarkan dapat Perhimpunan Pendayagunaan
troxylon sp.) hanya dipandang sebagai tanaman Sagu Indonesia (PPSI), produksi sagu nasional
pangan tradisional. Pada masa kini dalan kurun saat ini mencapai 200.000 ton per hektar atau
waktu 27 tahun terakhir, perhatian terhadap sagu baru mencapai sekitar lima persen dari potensi
menurun sangat pesat, padahal sagu memiliki sagu nasional (BPPT, 2004).
beberapa keunggulan dibandingkan dengan Indonesia adalah pemilik areal sagu
tanaman pangan lainnya, pohon sagu berpotensi terbesar, dengan luas areal sekitar 1.128 juta Ha
dan menghasilkan produksi yang sangat tinggi. atau 51,3% dari 2.201 juta Ha areal sagu dunia,
Pada keadaan lingkungan yang baik, mampu disusul oleh Papua New Guinea (43,3%). Namun
berproduksi 15-25 ton/hektar tepung sagu ker- dari segi pemanfaatannya, Indonesia masih jauh
ing, terbaik bila dibandingkan dengan tanaman tertinggal dibadingkan dengan Malaysia dan
penghasil pangan yang lain (Stanton, 1986). Thailand yang masing-masing hanya memiliki
Selain efisien dalam memproduksi karbohidrat, areal seluas 1,5 dan 0,2%. Daerah potensial peng-
kunggulan lain dari tanaman sagu adalah: 1) hasil sagu di Indonesia antara lain Riau, Sulawesi
secara ekonomi dan budaya diterima; 2) ramah Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
lingkungan, mampu berproduksi memadai pada Maluku dan Papua (Abner dan Miftahorrahman,
lahan gambut dangkal maupun tanah mineral ba- 2002).
sah tanpa input produksi yang berbasis kimiawi; Upaya pengembangan diversifikasi
dan 3) membentuk agroforestry yang stabil. usaha pertanian maka industri rumahtangga
Sagu merupakan komoditas potensial adalah sebagai salah satu kegiatan yang banyak
sebagai bahan substitusi dan bahan baku untuk dilakukan oleh petani di daerah pedesaan untuk
industri. Sebagai salah satu sumber karbohidrat, peningkatan pendapatan keluarga. Industri ke-
58 Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 3 Desember 2006
cil dan rumahtangga sangatlah penting sebab bangkan dan mempunyai potensi yang cukup be-
dapat menyerap kelebihan tenaga kerja di sektor sar ada sagu. Sagu merupakan komoditi pangan
pertanian dan memacu pertumbuhan ekonomi non beras yang mengandung sumber karbohidrat.
pedesaan. Itulah sebabnya pemerintah tetap Selain itu sagu juga mempunyai peranan penting
mempertahankan program-program pembinaan dalam industri pangan.
bagi industri kecil dan industri rumahtangga di
Karakteristik Sagu
pedesaan. (Suratiyah dkk., 1994). Industri kecil
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut 1) menggu- Populasi dan Produksi Sagu
nakan teknologi sederhana atau madia; 2) padat Pada umumnya tanaman sagu tumbuh
karya; 3) relatif menyerap banyak tenaga kerja; secara liar, namun ada juga yang sengaja ditanam
4) pada umumnya tumbuh secara berkelompok oleh petani meskipun jarak tanam dan tata ruang-
menurut jenisnya atau membentuk sentra dan nya belum memenuhi syarat agronomis. Populasi
5) berakar dari bakat keterampilan atau bakat sangat tergantung pada jenis, daerah produksi dan
seni. perlakuan yang diberikan selama masa pertum-
Usaha kecil dan rumahtangga yang ter- buhan. Pertumbuhan sagu yang diusahakan atau
dapat di semua sektor ekonomi merupakan usaha dibudidayakan populasinya lebih padat daripada
yang banyak menjaring tenaga kerja tanpa harus yang tumbuh secara liar. Demikian juga jumlah
mempunyai jenjang pendidikan maupun keahl- pohon yang dapat dipanen dalam satu hektar pun
ian khusus. Industri kecil dan rumahtangga ini, setiap tahunnya berbeda-beda.
mempunyai empat manfaat penting: 1) mencip- Potensi produksi tepung sagu ditentukan
takan peluang kerja dengan pembiayaan yang berdasarkan jumlah pohon masak tebang dan
relatif murah; 2) berperan dalam meningkatkan produksi tepung per pohon. Di Maluku, rata-
mobilitas tabungan domestik; 3) mempunyai rata jumlah pohon masak tebang tercatat 82,12
kedudukan komplementer terhadap industri besar pohon/ha dengan produksi tepung basah rata-rata
dan sedang karena dapat menghasilkan barang antara 100-500 kg/pohon atau 292 kg/pohon
yang murah dan sederhana, yang biasanya tidak tergantung jenisnya (Alfons et al, 2004). Ber-
dihasilkan oleh industri besar dan sedang; dan 4) dasarkan potensi lahan dan jumlah pohon masak
dapat menyediakan barang-barang yang menca- tebang, maka potensi produksi sagu di Maluku
pai para konsumen dengan harga murah karena dapat mencapai 71.532 ton tepung basah atau
letak industri kecil dan rumahtangga menyebar 46,4958 ton tepung kering. Dengan demikian
dan dekat dengan konsumen (Saleh, 1991 dalam prospek dan peluang pengembangan sagu baik
de Quelyoe dkk., 1994). sebagai bahan pangan maupun industri cukup
Pembangunan di bidang industri dituju- menjanjikan.
kan untuk mewujudkan struktur ekonomi yang Menurut perkiraan jumlah pohon sagu
seimbang antara sektor industri dan sektor perta- yang siap dipanen di daerah Maluku berkisar
nian. Demikian pula pembangunan sektor indus- antara 15 - 60 batang per hektar, tergantung
tri diperlukan untuk menciptakan keserasian di jenisnya (Tim Sagu Maluku,1980). Pendapat
antara subsektor industri besar dengan subsektor peneliti lain melaporkan bahwa jumlah tana-
industri kecil. Industri kecil terutama industri man sagu yang dapat ditebang setiap tahunnya
rumahtangga yang proses produksi berlangsung rata-rata 20 batang per hektar, sedangkan di
di dalam rumah, teknologi yang digunakan seder- Riau populasi sagu per hektar cukup padat, yaitu
hana, tidak membutuhkan keterampilan khusus, mencapai 125 batang/ha, dan per hektarnya per
serta modal yang digunakan relatif kecil. Oleh tahun mencapai 60 batang yang siap dipanen
karena itu industri rumahtangga sebagian besar per tahun. Sedangkan di Irian Jaya, populasi dan
berlokasi di rumah. produktivitas sagu per hektar per tahun lebih
Dalam melaksanakan kebijakan pangan rendah dari Riau, yaitu sekitar 30 batang per
khususnya diversifikasi pangan, pemerintah hektar (Dipertan Riau, 1980).
berupaya terus. Salah satu yang perlu dikem-

Analisis Usaha Sagu Rumahtangga Dan Pemasarannya


Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 3 Desember 2006 59

Pengolahan Hasil Pemanfaatan sagu di Propinsi Maluku


Komponen yang paling dominan dalam yang dilakukan saat ini umumnya masih bersifat
aci sagu adalah pati. Pati merupakan karbohidrat tradisional dan mayoritas dilakukan oleh ma-
yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan syarakat desa, sehingga kualitas maupun kuan-
bahan makanan. Pati merupakan butiran atau titasnya terutama rendemennya masih relatif ren-
granula yang berwarna putih mengkilat, tidak dah. Dengan demikian walaupun ada kelebihan
berbau dan tidak mempunyai rasa (Brautlecht, produksi, belum dapat dipasarkan dengan baik,
1953). Bentuk granula pati sagu adalah oval, sehingga hanya terjadi perdagangan antar desa,
elips dan kadang-kadang bulat, komponen yang dan ada yang dipasarkan ke ibukota propinsi,
besar sering membentuk kerucut dengan ujung sedangkan untuk diekspor ke luar negeri belum
yang datar dan mempunyai ukuran diameter 15- dapat dilakukan karena kualitas dan kuantitasnya
65 mm. Pati sagu akan terlihat seperti terpotong belum memenuhi syarat yang ditentukan.
pada bagian ujung, apabila berasal dari pohon Pemanfaatan dan pendayagunaan sagu
sagu yang sudah masuk fase generatif, hal ini oleh masyarakat pedesaan masih rendah disebab-
menunjukkan penggunaan pati untuk keperluan kan oleh berbagai kendala. Budidaya sagu yang
fase tersebut (Phillips dan Williams, 2000). telah diterapkan petani masih berlatar belakang
Petani harus mengetahui bentuk, struktur, subsisten, hal ini berkaitan dengan kebutuhan
ukuran, granula, komposisi kimia dan sifat- pangan pokok dan belum mengarah pada sistem
sifat lain dari pati sagu, supaya mengetahui komersial. Selain itu banyak aspek teknik belum
pula perubahan-perubahan yang terjadi selama ditangani secara sistematis dan tuntas serta peng-
proses pengolahan, misalnya dalam perlakuan gunaan teknologi yang masih sangat sederhana.
pemanasan. Dengan pengetahuan dan pengena- Teknologi yang digunakan umumnya secara
lan sifat-sifat pati sagu, maka pengolahan atau manual tradisional dan sebagian kecil secara
penggunaan lebih lanjut dapat diarahkan sesuai semi mekanis. Hal demikian menyebabkan ma-
dengan kebutuhan dan sifat-sifat tersebut. sih banyak tepung sagu yang terbuang karena
proses ekstraksi yang kurang efisien, sehingga
Pemanfaatan sagu secara tradisional su-
produktivitas rendah serta mutu tepung sagu
dah lama dikenal oleh penduduk di daerah-daerah
yang dihasilkan rendah (Haryanto dan Pangloli,
penghasil sagu. Produk-produk tradisional sagu
1998). Selain kendala-kendala yang disebut, ma-
di daerah Maluku antara lain papeda, sagu lem-
sih terdapat kendala sosial ekonomi yaitu dalam
peng, buburne, sinoli, bagea, serut, sagu tumbuh,
hal ketersediaan tenaga kerja yang terampil yang
kue sagu dan lain sebagainya. Selain sebagai
dilibatkan dalam pemeliharaan, pemanenan,
bahan pangan, sagu dapat digunakan sebagai
proses produksi, pengepakkan, pemasaran dan
bahan baku berbagai macam industri, industri
lain-lain. Padahal diketahui bahwa di daerah
pangan, industri perekat, industri kosmetika
tempat sagu, kepadatan penduduk relatif jarang.
dan berbagai macam industri kimia. Dengan
Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
demikian pemanfaatan dan pendayagunaan
merupakan faktor yang penting dalam sistem
sagu dapat menunjang berbagai macam industri,
produksi. Akan tetapi dalam kenyataannya
baik industri kecil, menengah maupun industri
bahwa hutan sagu berada pada lokasi yang sangat
teknologi tinggi.
terbatas sarana dan prasarananya.
Proses pengolahan sagu mulai dari mene-
Dengan memperhatikan kendala-kendala
bang pohon sagu, membelah pohon sagu, meno-
yang ada, maka hal ini merupakan tantangan
kok sagu, mengangkut ela sagu (hasil parutan
berat bagi petani produsen untuk meningkatkan
empelur sagu) ke tempat pengolahan, perolehan
produktivitas sagu. Apabila kendala-kendala ini
hasil olahan berupa pati sagu yang dimasukkan
dapat diatasi, maka sagu dapat dikembangkan
ke dalam wadah atau tempat penampungan
sebagai komoditi ekspor atau jalan pasaran
tepung sagu (goti). Dari tepung sagu ini akan
internasional.
diolah menjadi bermacam-macam makanan yang
dapat diproduksi dalam skala industri kecil dan
rumahtangga.
Natelda R. Timisela
60 Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 3 Desember 2006
Nilai Sosial - Ekonomi Sagu Diversifikasi Produk Sagu dan
Ditinjau dari aspek sosial perubahan pola Jumlah Produksi
konsumsi masyarakat Maluku dari sagu ke beras Bahan baku untuk pembuatan berbagai
mulai tahun 1980-an menunjukkan perubahan jenis produk sagu adalah sagu mentah. Sagu
yang cukup drastis tertama penduduk yang hidup mentah ini dapat diperoleh dari berbagai tempat
di daerah perkotaan. Peralihan ini ada kaitannya yaitu pulau Seram, Saparua, dan Pulau Ambon.
dengan persediaan bahan pangan sagu, nilai jual Hampir seluruh desa di kecamatan Saparua
beras relatif rendah dan tingkat pendapatan pen- sebagai penghasil produk sagu lempeng dan
duduk di daerah perkotaan, selera serta pilihan desa Piru di Kecamatan Seram Bagian Barat.
penduduk sebagai konsumen. Sedangkan daerah penghasil produk serut kenari,
Secara tradisonal sagu masih rendah nilai serut kelapa, bagea kenari bulat, bagea kenari
ekonomisnya. Jumlahnya yang melimpah dan panjang (Ternate), bagea kelapa besar, bagea ke-
kualitas pengolahan yang rendah menyebabkan lapa kecil, sagu tumbuk dan sagu lempeng adalah
nilai ekonominya rendah pula. Dalam peng­ Desa Ihamahu. Desa Ihamahu sangat terkenal
olahannya dihasilkan sagu basah dengan kualitas dengan produk-produk diversifikasi ini karena
rendah. Pendapatan petani yang berasal dari merupakan usaha turun temurun dari orang tua.
penjualan sagu basah Rp. 300.000-400.000,- per Daerah lain belum bisa menghasilkan produk-
bulan. Dari pendapatan yang diterima ternyata produk ini karena keterbatasan pengetahuan
masih sangat rendah. Dengan demikian dalam untuk pengolahan dan peralatan yang dimiliki.
pengembangan teknologi menjadikan sagu Kegiatan produksi berlangsung selama
sebagai bahan baku industri mempunyai potensi bahan baku dan bahan pembantu tersedia. Sagu
ekonomi yang penting. Sebagai bahan baku dapat diolah menjadi tujuh macam produk antara
industri pangan, sagu merupakan salah satu lain serut kenari, serut kelapa, bagea kenari
komponen dalam pembuatan berbagai macam bulat, bagea kenari panjang (Ternate), bagea ke-
jenis produk yang mempunyai nilai tambah dan lapa besar, bagea kelapa kecil, sagu tumbuk dan
dapat memperbaiki pendapatan yang diterima. sagu lempeng. Jumlah produksi yang dihasilkan
Daerah pedesaan, industri yang kemungkinan tergantung bahan yang tersedia, dan kemampuan
dapat dikembangkan adalah industri tepung peralatan untuk mendukung proses produksi
sagu basah dan industri berbagai jenis makanan relatif tetap. Peningkatan produksi merupakan
dengan teknologi sederhana, modal yang terbatas tambahan hasil yang diperoleh produsen sagu.
sedangkan untuk proses pengolahan menjadikan Produk yang dihasilkan mempunyai kualitas
tepung sagu kering dengan mutu yang lebih yang baik dan menarik bagi pihak konsumen
baik harus dilaksanakan oleh industri menengah maupun langganan (pedagang). Jenis produk
dimana mereka sebagai penampung tepung sagu dan jumlah produksi sagu dapat dilihat pada
basah yang dihasilkan oleh produsen. Tabel 1.
Peranan industri pengolahan sagu dalam Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
diversifikasi pangan adalah untuk mengurangi produk yang paling banyak dihasilkan adalah
ketergantungan akan tepung-tepungan atau sagu lempeng. Produk yang lebih mudah diker-
mensubtitusi beras, tepung terigu dan tepung jakan dan tidak membutuhkan pengetahuan ban-
tapioka. Tepung sagu dapat diolah menjadi yak adalah sagu lempeng, karena semua daerah
berbagai macam produk sehingga memperkaya di Maluku dapat menghasilkan produk ini. Cara
keanekaragaman makanan tradisional Indonesia. pembuatannya lebih mudah dan tidak dicampur
Peranan industri dalam pengolahan sagu meliputi dengan bahan pembantu lainnya. Biaya untuk
pemasaran produk, teknologi, penciptaan iklim pembuatan sagu lempeng sangat rendah bahkan
dan organisasi. sama sekali tidak ada karena hanya membutuh-
kan bahan baku utama yaitu sagu mentah untuk
proses pengolahannya. Masyarakat penghasil
sagu lempeng lebih mudah dan cepat untuk men-
gadopsi cara pembuatan produk ini. Sedangkan
Analisis Usaha Sagu Rumahtangga Dan Pemasarannya
Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 3 Desember 2006 61
Tabel 1. Jenis Produk dan Jumlah Produksi Sagu komersialisasi produsen dan keadaan harga yang
menguntungkan (Soekartawi, 2003).
Diversifikasi produk sagu sangat mem-
bantu masyarakat pedesaan untuk meningkatkan
pendapatan rumahtangga. Hal ini dapat dilihat
bahwa produsen sagu dapat memproduksi berb-
agai jenis produk sagu yang kemudian dipasarkan
ke beberapa tempat. Produk sagu dipasarkan
dengan rantai pemasaran yang bervariasi dan
Sumber : Analisis Data Produsen, 2004 tingkat harga rata-rata sama untuk semua produ-
produk lain membutuhkan keahlian khusus untuk sen sagu. Jika terjadi kenaikan harga bahan baku
proses pembuatannya, hanya satu daerah saja dan bahan lainnya maka produsen akan secara
yang menghasilkan produk-produk ini sehingga otomatis menaikkan harga jual untuk menutupi
produksinya lebih sedikit. biaya produksi yang dikeluarkan dan tetap mem-
Produk-produk sagu yang dihasilkan peroleh keuntungan. Sifat produk adalah tidak
kemudian dijual. Produsen menjual produk- mudah rusak dan dapat bertahan dalam waktu
produk ini dengan harga yang ditentukan sendiri yang cukup lama yaitu Bagea kelapa, bagea
oleh produsen. Harga ini ditentukan berdasarkan kenari, bagea kenari ternate, serut kelapa, serut
perhitungan semua biaya yang dikeluarkan untuk kenari dan sagu lempeng. Sedangkan produk
berproduksi. Konsumen yang membeli produk yang mudah rusak dan tidak tahan lama adalah
sagu yaitu rumahtangga dan para pedagang. sagu tumbuk, dan biasanya dibuat berdasarkan
Pedagang-pedagang ini kemudian akan menjual pesanan langganan. Umumnya produsen sendiri
kembali ke konsumen akhir di Kota Ambon bah- yang menawarkan produknya ke pasar-pasar
kan di luar Ambon. Tabel 2 ditampilkan harga terdekat.
jual produk-produk sagu. Hampir semua pasar di Kota Ambon
Tabel 2. Harga Jual Produk - Produk Sagu di Tem- dapat dijumpai pedagang-pedagang yang
pat Pengolahan menjual produk-produk olahan sagu. Pasar-
pasar tersebut antara lain pasar Batu Meja, pasar
Mardika, pasar Benteng, pasar Tagalaya dan
pasar Passo. Biasanya pedagang pada kelima
pasar ini langsung membeli produk sagu di
tempat produksi atau ada juga produsen yang
mengantarkan produk sagu langsung ke pasar.
Produsen yang mengantar langsung ke pedagang
di pasar karena ada kesepakatan bersama yaitu
Sumber : Analisis Data Produsen, 2004 pedagang dan produsen sama-sama menanggung
Pemasaran biaya transportasi. Dari hasil penjualan, produsen
sagu merasa bahwa mereka tetap memperoleh
Pemasaran adalah sistem pertukaran, keuntungan karena, jika pedagang langsung
artinya memperoleh barang dan jasa dengan jalan membeli produk sagu di tempat produksi berarti
membayar dengan alat tukar (uang, cek, dan seb- tidak ada biaya transportasi, tetapi apabila ada
againya). Sistem pertukaran barang dan jasa dapat produsen yang mengantar langsung produknya
berhasil dengan baik kalau di dukung oleh faktor ke pedagang berarti biaya transportasi ditang-
pendukungnya seperti transportasi, perbankan, gung secara bersama.
asuransi, peraturan-peraturan pemerintah,
kelembagaan (pedagang, tengkulak, pengecer, Pembayaran dalam transaksi pemasaran
eksportir, importir) dan sebagainya (Soekartawi, produk dapat dilakukan dengan beberapa cara
2002). Pemasaran terjadi karena diperlukan un- yaitu dibayar tunai, sebagian dibayar tunai,
tuk memenuhi kebutuhan rumahtangga, tingkat sebagian dibayar di kemudian hari, seluruhnya
dibayar kemudian jika produk laku terjual atau
Natelda R. Timisela
62 Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 3 Desember 2006
seluruhnya dibayar secara kredit. Resiko berupa yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan
produk jadi yang tidak laku terjual jarang terjadi, dalam suatu proses produksi. Produsen pada
karena produk –produk sagu yang dihasilkan umumnya mengharapkan penerimaan dari hasil
bisa disimpan dan bertahan dalam waktu lama. usahanya akan selalu lebih besar dari biaya
Rantai pemasaran produk jadi dapat dijabarkan tunai yang dikeluarkan selama berlangsungnya
pada gambar berikut : proses produksi. Pendapatan yang sebesar-be-
Gambar 1 : Rantai Pemasaran Produk Sagu. sarnya merupakan sasaran akhir dari produsen.
Rantai pemasaran produk sagu ini sangat Selanjutnya Todaro (1993) mengatakan bahwa
pendek. Ini terjadi karena produk sagu hanya di pendapatan adalah suatu konsep arus, yang dalam
jual di Kota Ambon, belum dipasarkan ke luar prakteknya diukur dengan jelas mencatat dan
daerah Maluku. Salah satu produk sagu yang menjumlahkan transaksi-transaksi pen­dapatan
dijual di luar Ambon yaitu sagu lempeng. Sagu individu yang terjadi selama satu periode waktu
lempeng ini biasanya dibeli pedagang pengum- tertentu.
pul dari desa-desa penghasil kemudian dijual Pendapatan yang diterima produsen
diluar Ambon yaitu Maluku Tenggara, Maluku sagu sangat tinggi yaitu Rp. 35.468.655/tahun.
Tenggara Barat, sedangkan di luar Maluku yaitu Tabel 3 menunjukkan pendapatan yang diterima
produsen sagu.
Tabel 3 menunjukkan bahwa usaha di-
versifikasi produk olahan sagu layak diusahakan
oleh produsen penghasil karena rasio R/C > 1.
Produsen sagu akan terus mengembangkan usa-
Sorong (Papua). Orang Sorong sering membeli hanya karena sangat menguntungkan. Produsen
sagu lempeng dari Maluku karena rasanya lebih merasakan bahwa usaha diversifikasi produk
enak, bentuknya lebih menarik dan kualitasnya sagu ini sangat bermanfaat karena pohon sagu
lebih baik. ditanam kemudian diolah menghasilkan bahan
Pendapatan baku dan bahan baku ini digunakan untuk meng-
hasilkan produk-produk sagu yang mempunyai
Mosher (1991) mengemukakan bahwa nilai tambah yang lebih tinggi. Jika sagu mentah
pendapatan adalah selisih antara penerimaan
Tabel 3. Pendapatan Produsen Dari Hasil Penjualan Produk Sagu

Sumber : Analisis Data Produsen, 2004

Analisis Usaha Sagu Rumahtangga Dan Pemasarannya


Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 3 Desember 2006 63

yang dihasilkan langsung dijual, keuntungan saja. Ternyata lambat laun hingga sekarang
yang diperoleh tidaklah tinggi jika dibandingkan daerah-daerah yang tadiya mengkonsumsi
dengan keuntungan yang diperoleh dari penjua- sagu beralih untuk konsumsi beras aki-
lan produk-produk olahan sagu. Ini disebabkan batnya intervensi beras dilakukan secara
karena produk sagu yang dihasilkan sangat besar-besaran.
bervariasi dan nilai jualnya berbeda-beda untuk 2. Sagu sebagai pangan pokok kurang
masing-masing produk. menggembirakan dan bila sagu telah dijasi-
Kesimpulan kan pangan olahan maka hanya dijadikan
pangan selingan. Oleh karena itu perlu ada
1. Sagu mempunyai potensi yang cukup
cara untuk mengatasinya sehingga sagu
besar. Dalam pengolahan tanaman sagu
dapat dimanfaatkan sebagai pangan non be-
baik prosessing maupun pemasaran serta
ras yang akan digunakan sebaagi substitusi
konsumsi sagu ternyata mengalami ham-
beras.
batan-hambatan. Hambatan pengo­lahan
sagu baik prosessing maupun pemasaran 3. Pemasaran produk sagu di Maluku hanya
masih menggunakan cara tradisional. Untuk terjadi antar daerah di Maluku dan sebagian
itu pemerintah harus memberikan perhatian kecil hanya dipasarkan ke luar Maluku. Per-
agar cara tradisional dapat dirubah menjadi lu adanya pengembangan produk-produk
lebih modern sehingga produk sagu mem- olahan sagu yang lebih berkualitas sehingga
punyai kualitas yang lebih baik. Hambatan sagu sebagai produk pangan nasional dapat
lain adalah konsumsi sagu sebagai bahan bersaing di pasaran dengan produk-produk
pokok hanya terbatas di beberapa daerah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abner, L., dan Miftahorrahman, 2002. Keragaman Industri Sagu di Indonesia. Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri 8(1). http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/warta%20
vol%208%20no%201%20juni%202002.htm
Alfons, J.B., R. Senewe, M. Pesireron, dan J. Tolla, 2004. Identifikasi Potensi, Kendala, dan Peluang
Pengembangan Sagu di Maluku. Laporan Akhir Kajian Sistem Usahatani Sagu (Metroxylon
spp.) di Maluku, T.A. 2003.
BPPT, 2004. Sagu Sumber Karbohidrat. BPPT
http://www.bppt.go.id/berita/news2.php?id=361
Brautlecht, C. A., 1953. Starch its Sources, Production and Uses, Reinhold Publ. Co. New York.
de Quelyoe, I.M. Asnawi, M. Molo. 1994. Wanita dan Industri Rumah Tangga Pangan di Irian Jaya.
Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Dinas Pertanian Rakyat Propinsi Riau, 1980. Manfaat tanaman Sagu dan Usaha Pengembangannya
di Daerah Riau.
Haryanto, B., dan P. Pangloli, 1998. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Louhenapessy, J.E. 1992. Sistem Pengusahaan Hutan Sagu Secara Lestari. Departemen Kehutanan
Dirjen Pengusahaan Hutan.
Mosher, A.T., 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta.

Natelda R. Timisela
64 Jurnal Agroforestri Volume I Nomor 3 Desember 2006
Phillips, G.O., and P.A. Williams, 2000. Handbook of Hydrocolloids. Boca Raton, Woodhead
Publishing Limited and CRC Press LLC.
Saleh, A.I., 1991. Industri Kecil : Sebuah Tinjauan dan Perbandingan. LP3ES. Jakarta.
Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar. Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. Teori dan
Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soekartawi, 2003. Agribisnis. Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Stanton, W.R., 1986. Some Lesser Known Sago Areas in Malaysia : Coastal Kelantan and the Kimanis
Basin in Sabah. dalam Yamada N. and K. Kainuma. Sago-85 : Proceedings of The Third
International Sago Symposium, Tokyo, 1985.
Suratiyah Ken, S. Haerani, dan Nurleni. 1994. Marginalisasi Pekerja Wanita di Pedesaan. Studi
Kasus Pekerja Wanita pada Industri Rumah Tangga Pangan di Daerah Sulawesi Selatan.
Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Tim Sagu Maluku, 1980. Pengembangan dan Pendayagunaan Sagu di Maluku. (tidak
dipublikasikan)
Todaro, M.P., 1993. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Jilid 1. Penerbit Bina Aksara. Jakarta.

Analisis Usaha Sagu Rumahtangga Dan Pemasarannya

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai