Makalah Musyrik
Makalah Musyrik
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk hasil karya maha dahsyat dari Allah SWT. Penciptaan
yang begitu sempurna telah ditunjukkan oleh-Nya dan telah terbukti secara ilmiah.
Tak seorang-pun manusia di muka bumi ini mampu menyamai, apalagi menandingi
ilmu dan kekuasaan yang Allah miliki. Allah juga telah memberikan fasilitas yang
begitu lengkap kepada manusia. Manusia diberi amanat yang begitu besar, yakni
untuk merawat salah satu ciptaan-Nya, yang tak lain manfaatnya juga akan kembali
pada manusia. Allah hanya meminta manusia agar mereka tidak melupakan dari siapa
semua kenikmatan hidup itu. Allah menciptakan semua makhluk di dunia ini untuk
selalu patuh dan mengabdi kepada-Nya. Hal ini terlihat jelas dalam salah satu firman
Allah :
وما خلقت الجن والنإس إل ليعبدون
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.”
Namun pada kenyataannya, manusia kadang lupa terhadap Allah, bahkan mereka
tidak mempercayai-Nya. Fenomena seperti ini telah terjadi sejak masa kenabian.
Banyak manusia yang tidak mempercayai bahwa Allah-lah satu-satunya Dzat yang
patut disembah. Ada manusia yang menyembah berhala, api, matahari, dan lain
sebagainya.Dalam makalah ini, penulis akan menghadirkan beberapa penafsiran dari
mufassir tentang perilaku syirik, yang dilihat dari segi makna syirik itu sendiri.
1.3 Tujuan
1.3.2. Untuk mengetahui apa saja kah tinjauan musyrik dalam al-quran
1.3.3. Untuk mengetahui apa saja kah yang termasuk musyrik dalam islam
1.3.4. Untuk mengetahui yang termasuk golongan orang-orang musyrik dalam islam
1.4 Manfaat
Untuk memberikan mahasiswa pengetahuan baru tentang pengertian dan makna dari
musyrik, tinjauan musyrik dalam al-quran, yang termasuk musyrik dalam islam, dan
golongan orang-orang musyrik dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
Ada beberapa makna musyrik yang dapat ditemukan dalam al-Qur’an. Kata musyrik
setidaknya disebutkan lebih dari 160 kali dengan sighat yang berbeda. Musyrik adalah
orang yang mempersekutukan Allah, mengakui akan adanya Tuhan lain.Dengan
demikian orang musyrik disamping menyembah Allah, mengabdikan diri kepada
Allah, juga mengabdikan dirinya kepada yang selain Allah. Jadi orang musyrik itu
ialah mereka yang mempersekutukan Allah baik dalam bentuk I’tikad (kepercayaan),
ucapan maupun dalam bentuk amal perbuatan. Mereka (orang musyrik) menjadikan
mahkluk yang diciptakan Allah ini, baik yang berupa benda maupun manusia sebagai
Tuhan dan menjadikan sebagai Andad , Alihah , Thoughut dan Arbab. Ini merupakan
pengertian musyrik secara umum. Berikut ini, penulis akan menghadirkan beberapa
ayat yang menyangkut perbuatan syirik.
Dari pengertian ini, syirik bukan berarti menyekutukan Allah terhadap sesuatu
yang lain, melainkan lebih mengerucut pada suatu agama yang menyembah
berhala. Lebih lajut agama ini merupakan agama yang berasal dari setan.
Penafsiran seperti ini juga dikemukakan oleh Fatkhul Qodir. Berbeda dengan
penafsiran Ibnu Katsir. Beliau berpendapat bahwa musyrik itu adalah:
والذين أشركوا فعبدوا غير ا معه.
Orang syirik itu adalah orang-orang yang menyembah selain Allah. Dari definisi
ini, ibnu Katsir mendefinisikan perbuatan syirik lebih umum dari pada definisi
yang diberikan oleh At-Thobari. Orang yang menyembah selain Allah berarti
sudah melakukan dosa syirik yang akan mendapat balasan berupa neraka.
“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah,
padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong
(dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan
perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan. Maha Suci Allah dan Maha
Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan.”
Ini merupakan perkataan nabi Ibrahim kepada ayahnya agar tigak menyembah
setan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pada zaman nabi Ibrahim,
menyembah berhala merupakan kepercayaan masyarakat saat itu. Namun, nabi
Ibrahim mengatakan jangan menyembah setan.
Dari pernyataan ini, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud musyrik
dalam ayat di atas adalah orang yang menyembah berhala atas bisikan dan
godaan jin. Lebih lanjut, kaum musyrik menuduh bahwa Allah beranak laki-laki
dan wanita, yang tak lain persepsi tersebut juga berasal dari bisikan jin.
Penafsiran berbeda diperlihatkan oleh Ar-Rozi, bahwa ada tiga kelompok yang
berbeda dalam memaknai arti syirik pada ayat di atas. Kelompok pertama
berpendapat bahwa syirik adalah penyembahan berhala. Mereka menyekutukan
Allah dengan menyembah berhala. Namun mereka megetahui bahwa berhala ini
tidak kuasa atas penciptaan dan pembuatan. Kelompok kedua menyatakan
bahwa maksud dari syirik disini adalah orang musyrik yang mengatakan
pengatur alam ini adalah bintang-bintang. Kelompok ketiga mengatakan bahwa
termasuk orang-orang musyrik ialah mereka yang mengatakan bahwa di seluruh
alam ini ada dua Tuhan, yaitu Tuhan yang melakukan kebaikan dan Tuhan yang
melakukan kejelekan.
Dalam kitab karya Fatkhul Qodir, orang-orang musyrik disifati sebagai orang
najis karena mereka itu tidak bersuci, tidak mandi, dan tidak menjauhi najis. Ini
merupakan perkataan dari Qatadah dan Mu‘ammar. Sedangkan dalam
ensiklopedi islam, diterangkan bahwa surat at-Taubah ini menjelaskan bahwa
orang musyrik itu tergolong orang-orang najis dan Allah melarang mereka
mendekati masjidil haram.
Keluar dari penafsiran ayat ini, diterangkan pula bahwa pengertian musyrik
tidak hanya terbatas pada perbuatan menyembah berhala, menyembah manusia,
ataupun meyakini berbilangnya Tuhan. Syirik juga meliputi fikir, sikap, dan
tindakan yang muncul dari dalam diri manusia.
Hal itulah yang disebut musyrik dalam Islam. Musyrik dalam Islam berarti
mempersekutukan Allah swt dan bergantung kepada dzat selain-Nya. Dalam surat Al-
Ikhlas, secara gamblang, Allah mengajarkan kepada kita bahwa dzat-Nya hanyalah
satu dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.
Pada ayat pertama, dijelaskan bahwa Allah, Tuhan Semesta Alam, hanyalah satu dzat.
Ayat berikutnya menjelaskan bahwa hanya kepada-Nyalah tempat manusia
menggantungkan hidup. Allah juga tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Pada
akhirnya, tidak ada sesuatu pun yang dapat menyerupai-Nya.
Musyrik dalam Islam merupakan orang yang mempersekutukan Allah, mengaku akan
adanya tuhan selain Allah Swt atau menyamakan sesuatu dengan Allah Swt. Perbuatan
itu disebut musyrik. Firman Allah Swt:
2.3.1 Alihah
Alilah adalah suatu kepercayaan terhadap benda dan binatang yang menurut
keyakinannya dapat memberikan manfaat serta dapat menolak bahaya. Misalnya
kita memakai cincin merah delima, dan kita yakin bahawa dengan memakainya
dapat menghindarkan bahaya. Adapun kepercayaan memelihara burung
Terkukur dapat memberikan kemajuan dalam bidang perniagaannya. Dan itulah
dinamakan Alihah, yakni menyekutukan Allah Swt dengan binatang dan benda.
2.3.2 Andad
Andad adalah sesuatu perkara yang dicintai dan dihormati melebihi daripada
cintanya kepada Allah Swt, sehingga dapat memalingkan seseorang dari
melaksanakan ketaatan terhadap Allah Swt dan Rasul-Nya. Misalnya saja
seorang yang senang mencintai kepada benda, keluarga, rumah dan sebagainya,
dimana cintanya melebihi cintai terhadap Allah Swt dan Rasul-Nya. Sehingga
mereka lalai dalam melaksanakan kewajiban agama, karena terlalu cintanya
terhadap benda tersebut.
2.3.3 Thoghut
Thoghut adalah orang yang ditakuti dan ditaati seperti takut kepada Allah Swt,
bahkan melebihi rasa takut dan taatnya kepada Allah Swt, walaupun keinginan
dan perintahnya itu harus berbuat derhaka kepada-Nya.
2.3.4 Arbab
Arbab adalah para pemuka agama atau ulama, ustad yang suka memberikan
fatwa, nasihat yang menyalahi ketentuan, perintah dan larangan Allah Swt dan
Rasul-Nya, kemudian ditaati oleh para pengikutnya tanpa diteliti dulu seperti
mentaati terhadap Allah Swt dan Rasul-Nya. Para pemuka agama itu telah
menjadikan dirinya dan dijadikan para pengikutnya Arbab atau tuhan selain
Allah Swt.
Dosa Besar
Dalam kaitannya dengan musyrik, Islam memandang amalan musyrik sebagai suatu
dosa besar. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan agar dosa besar tersebut diampuni
adalah kembali ke jalan-Nya, bertaubat dengan sebenar-benar taubat (taubatan
nasuha).
Amalan yang berakibat musyrik dapat secara sengaja kita lakukan atau kita sendiri
tidak terlalu menyadari perbuatan yang memicu amalan musyrik tersebut. Bayangkan
Anda memenangkan sebuah tender. Anda akan berpikir bahwa tender tersebut diraih
karena usaha keras yang telah Anda lakukan. Sebenarnya, keberhasilan tersebut
merupakan anugerah yang Allah berikan kepada Anda. Keberhasilan itu merupakan
sebuah nikmat sekaligus cobaan. Sebuah nikmat karena Anda bisa mendapatkan
“upah” dari jerih payah yang telah dilakukan selama ini.
Sebuah cobaan karena dengan kenikmatan tersebut boleh jadi Allah sedang menguji
apakah kita menjadi hamba yang bersyukur atau kufur akan segala nikmat-Nya.
Tidak Bersyukur
Penolakan atau keyakinan bahwa suatu nikmat bukanlah berasal dari kasih sayang dan
anugerah Allah Swt, merupakan contoh kecil musyrik yang tidak terlalu terang-
terangan kita lakukan. Penolakan tersebut digolongkan sebagai perbuatan musyrik
karena kita meniadakan peran Allah Swt sebagai pemberi nikmat.
Hal itu mendorong kita melakukan perbuatan yang tergolong sebagai dosa besar.
Selain itu, perilaku musyrik dapat dilakukan secara terang-terangan. Misalnya, Anda
menaruh sebuah patung dengan harapan patung tersebut dapat memberikan
pemasukan yang lebih terhadap usaha Anda.
Anda juga mengharapkan bantuan patung tersebut untuk menarik pelanggan
sebanyak-sebanyaknya. Anda lupa dan tidak sadar bahwa patung tersebut sebenarnya
tidak memberikan kuasa apapun terhadap usaha Anda. Jadi, berhati-hatilah terhadap
setiap tindakan yang Anda lakukan.
2.4 Golongan Orang-Orang Musyrik dalam Islam
Siapakah yang disebut orang musyrik itu? Kapan seseorang dikatakan musyrik?
Apakah ada kaitan antara penamaan musyrik dengan tegaknya hujjah? Apakah pelaku
syirik akbar yang jahil bisa dikatakan musyrik? Mari kita mengkajinya dengan
berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunnah serta ijma’ dan pernyataan para ulama dakwah
tauhid.
Syirik adalah lawan tauhid, maka tidak ada tauhid bila syirik terdapat pada diri
seseorang. Orang yang berbuat syirik akbar dengan sengaja tanpa ada unsur paksaan
maka dia itu musyrik, baik laki-laki atau perempuan, baik mengaku Islam atau tidak,
berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
“Dan bila ada satu orang dari kalangan orang-orang musyrik meminta
perlindungan kepadamu, maka berilah dia perlindungan sampai dia mendengar
firman Allah.” (QS. At Taubah: 6). Dalam ayat ini Allah Swt menamakan pelaku
syirik sebagai orang musyrik, meskipun dia belum mendengar firman Allah Swt,
maka apa gerangan dengan pelaku syirik yang telah mendengar firman Allah
Swt, dia membaca Al-Qur’an dan terjemahannya. Bahkan mungkin juga
menghafalnya
“Tidak selayaknya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampunan bagi kaum musyrikin, meskipun mereka itu kerabat dekat.” (QS. At
Taubah: 113).
Ayat ini berkenaan dengan Rasulullah Saw saat meminta izin kepada Allah Swt
untuk memintakan ampunan bagi ibunya yang meninggal sebelum Rasulullah
diutus, dan meninggal di atas ajaran kaumnya yang syirik. Allah Swt
menggolongkan ibunda beliau dalam jajaran kaum musyrikin, padahal saat itu
dalam kebodohan, belum ada dakwah dan hujjah risaliyyah karena saat itu
terjadi kekosongan dakwah.
“Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan jangan menyekutukan sesuatupun
dengan-Nya.” (QS. An Nisaa’: 36).
“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah seraya
memurnikan seluruh dien (ketundukan) hanya kepada-Nya, lagi mereka itu
hanif” (QS. Al Bayyinah: 5).
“Hak hukum (putusan) hanyalah milik Allah. Dia memerintahkan agar kalian
tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Itulah dien yang lurus….” (QS. Yusuf :
40).
“Dia (Yusuf) tidak mungkin membawa saudaranya pada dien (UU/Hukum) raja
itu” (QS. Yusuf : 76).
Orang yang di samping beribadah kepada Allah Swt juga beribadah kepada
yang lainnya, sesungguhnya dia itu tidak dianggap beribadah kepada Allah Swt.
Dahulu ada seorang laki-laki datang bertanya kepada Rasulullah Saw tentang
ayahnya yang meninggal pada zaman fatrah, yaitu zaman ketika tidak ada
dakwah di atas ajaran syirik. maka Rasulullah Saw menjawab, “Ayahmu di
neraka”, mendengar jawaban itu si laki-laki mukanya merah, dan ketika dia
berpaling, Rasulullah Saw memanggilnya dan mengatakan kepadanya,“Ayahku
dan ayahmu di neraka” (HR. Muslim).
Ayah Rasulullah Saw, Abdullah meninggal pada zaman jahiliyah, saat tidak ada
dakwah dan tidak ada hujjah risaliyyah, meninggal di atas ajaran syirik
kaumnya. Rasulullah Saw bukan hanya menetapkan status nama di dunia, tapi
juga langsung hukum pasti bagi ayahnya di akhirat kelak, berupa api neraka.
Dari hadis ini Imam Nawawiy menyatakan bahwa orang yang berbuat syirik
akbar, baik zaman fatrah atau bukan, baik ada dakwah atau tidak, dia itu adalah
calon penghuni neraka.
Para ulama ijma bahwa orang yang berbuat syirik akbar itu dinamakan musyrik.
Hal yang menjadi perbedaan di antara mereka hanyalah masalah ‘adzab di
akhirat bagi yang belum tegak hujjah risaliyyah atasnya. Adapun masalah nama
di dunia mereka sepakat bahwa ia adalah musyrik. Sehingga mereka sepakat
bahwa status anak orang musyrik dalam Islam di dunia adalah musyrik. Namun
perbedaan di antara mereka hanya dalam masalah status akhirat, dia ke surga
atau ke neraka. Di dunia tentang nama sepakat, sehingga anak-anak orang
musyrik dijadikan budak, sedangkan orang muslim itu tidak bisa dijadikan
budak di awalnya. Itulah beberapa catatan penting tentang musyrik dalam Islam
yang patut kita cermati. Dengan demikian setidaknya bisa menjadi sebuah
pegangan buat kita untuk tidak terjebak dalam bahaya syirik.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Banyaknya penafsiran lafadz musyrik membuat kita harus lebih jeli dalam
menentukan makna suatu kata dalam al-Qur’an. Bertitik tolak pada penafsiran-
penafsiran di atas, penulis menyimpulkan bahwa arti dari lafadz musyrik dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu:
3.1.1 Musyrik yang berarti sebuah agama yang selain menyembah Allah, juga
menyembah berhala.
3.1.2 Musyrik berarti sebuah perilaku yang menyekutukan atau menyamakan Allah
dengan sesuatu yang lain, seperti berhala, matahari, atau batu.
3.1.3 Musyrik dapat berarti sebuah pemikiran ataupun sikap yang mempercayai
adanya penolong selain-Nya.
3.2 PENUTUP
Demikian makalah ini disusun. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi
bagi saya khususnya dan kepada bapak dosen pengampu serta pembaca sekalian pada
umumnya. Penulis sadar bahwa tiada gading yang tak retak, tiada makalah tanpa suatu
kekurangan. Bimbingan dari bapak dosen pengampu, semoga dapat memperbaiki isi
ataupun kandungan makalah ini.