Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Adanya perubahan-perubahan pada populasi mendorong perubahan pada


komunitas. Perubahan-perubahan yang terjadi menyebabkan ekosistem berubah.
Perubahan ekosistem akan berakhir setelah terjadi keseimbangan ekosistem. Keadaan
ini merupakan klimaks dari ekosistem. Apabila pada kondisi seimbang datang
gangguan dari luar, kesimbangan ini dapat berubah, dan perubahan yang terjadi akan
selalu mendorong terbentuknya keseimbangan baru.

Rangkaian perubahan mulai dari ekosistem tanaman perintis sampai mencapai


ekosistem klimaks disebut suksesi. Terjadinya suksesi dapat kita amati pada daerah
yang baru saja mengalami letusan gunung berapi. Ekosistem adalah suatu sistem
ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Lingkungan hidup meliputi Komponen Biotik dan
Komponen Abiotik. Komponen biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup mulai
yang bersel satu (uni seluler) sampai makhluk hidup bersel banyak (multi seluler)
yang dapat dilihat langsung oleh kita. Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya,
batuan, air, tanah, dan kelembaban. Ini semua disebut faktor fisik. Selain faktor fisik,
ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan
mineral.

Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan
menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Di
dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu
melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup
dengan lingkungnnya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini
menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem.

Makhluk hidup di alam ini menempati tempat-tempat tertentu sesuai dengan


habitatnya. Ada yang hidup di air, di tanah/darat, maupun di udara. Tempat hidup di

1
dunia ini tidak bertambah luas, sementara pertambahan jumlah makhluk hidup relatif
bertambah. Hal ini menyebabkan makin banyaknya makhluk hidup yang menempati
permukaan bumi sehingga ekosistem di muka bumi ini semakin sempit. Makhluk
hidup akan menjalin hubungan saling ketergantungan antar makhluk hidup di dalam
komunitas. Selain itu, makhluk hidup juga akan menjalin hubungan dengan
lingkungannya.

Makhluk hidup sangat bergantung kepada lingkungan. Hubungan antara


makhluk hidup dengan lingkungannya akan membentuk ekosistem. Ekosistem
merupakan tempat berlangsungnya hubungan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Oleh karena itu, sangat perlu memahami konsep tentang ekosistem,
komponennya dan cara untuk menjaga dan melestarikannya agar makhluk hidup dan
lingkungannya dapat tetap melangsungkan hidupnya.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ekosistem darat buatan ini
yaitu:
1. Bagaimana pengertian ekosistem buatan darat?
2. Bagaimana karakteristik ekosistem perkebunan?
3. Bagaimana permasalahan ekosistem perkebunan?
4. Bagaimana penanggulangan permasalahan ekosistem perkebunan?
5. Bagaimana karakteristik ekosistem pertanian?
6. Bagaimana permasalahan ekosistem pertanian?
7. Bagaimana penanggulangan permasalahan ekosistem pertanian?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ekosistem darat buatan ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian ekosistem buatan darat
2. Untuk mengetahui karakteristik ekosistem perkebunan
3. Untuk mengetahui permasalahan ekosistem perkebunan
4. Untuk mengetahui penanggulangan permasalahan ekosistem perkebunan
5. Untuk mengetahui karakteristik ekosistem pertanian

2
6. Untuk mengetahui permasalahan ekosistem pertanian
7. Untuk mengetahui penanggulangan permasalahan ekosistem pertanian

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekosistem Darat Buatan

Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan makhluk
hidup lainnya. Ilmu yang mempelajari tentang ekosistem disebut ekologi. Ekosistem
buatan adalah ekosistem yang dibuat dengan campur tangan manusia untuk menjaga
kelestarian alam dan keseimbangan kehidupan.

2.2 Karakteristik Ekosistem Perkebunan

Menurut Undang-Undang tentang Perkebunan yaitu UU No 18 Tahun 2004,


perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah
dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Pengertian ini
menunjukkan bahwa perkebunan merupakan kegiatan usaha baik dilakukan oleh
rakyat maupun oleh perusahaan atau lembaga berbadan hukum. Dengan demikian,
perusahaan perkebunan (plantation), yang sering disingkat sebagai “perkebunan”
merupakan usaha agroindustri yang dimulai dari mengusahakan tanaman tertentu dan
mengolahnya sehingga menjadi bahan baku industri, bahan setengah jadi, maupun
bahan jadi yang siap dimanfaatkan oleh konsumen. Dengan pengertian ini maka
perkebunan tidak menunjuk atau membatasi pada komoditas tertentu, melainkan
semua komoditas tanaman, yang hasilnya diolah dan diperuntukkan terutama bukan
bagi pasar lokal, melainkan pasar nasional sampai pasar global. Maka dikenal adanya
perkbunan sawit, perkebunan tebu, perkebunan singkong dan sebagainya.

Istilah komoditas perkebunan umumnya merujuk kepada sekelompok


tanaman atau komoditas tertentu. Komoditas perkebunan meliputi komoditas selain
tanaman pangan dan hortikultura. Dengan demikian jenis komoditas perkebunan
demikian luas yang kemungkinan akan terus bertambah dengan ditemukannya

4
manfaat tumbuhan tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri
tersebut. Dari 124 komoditas perkebunan tersebut, komoditas perkebunan yang utama
adalah sawit, kelapa, karet, tebu, tembakau, kina, teh, kopi dan kakao. Ada juga
komoditas perkebunan yang menjadi unggulan suatu daerah seperti kelapa sawit di
provinsi Riau, lada di provinsi Lampung, kayu manis di provinsi Sumatera Barat,
cengkeh di provinsi Sulawesi Utara, dan pala di provinsi Maluku dan Maluku Utara.

Selain itu istilah perkebunan menunjuk kepada bidang-bidang lahan


pertanaman untuk memproduksi komoditas tanaman industri. Perkebunan terdiri dari
banyak kebun-kebun yang berarti penamanan dalam luasan yang besar. Pada
perkebunan rakyat, kebun-kebun tersebut dimiliki petani dengan luasan yang relatif
sempit umumnya 1-2 ha. Pada perkebunan besar, satu unit kebun, atau satu unit blok
kebun (afdeling) dapat mencakup luasan puluhan atau ratusan ha.

Banyak tanaman perkebunan yang termasuk tanaman keras yaitu berupa


tanaman tahunan dan berkayu. Istilah tanaman keras merujuk kepada tanaman yang
berciri-ciri jika diusahakan lama untuk memberikan hasil, siklus hidupnya juga lama,
bersifat mengawetkan tanah, tidak perlu dikelola secara intensif. Ciri-ciri tersebut
juga terlihat pada cara budidayanya sejak dari penyiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, dan panen. Budidaya tanaman keras bersifat jangka
panjang yang jika berhasil akan memberikan keuntungan dalam jangka panjang.

Istilah tanaman industri juga diberikan kepada tanaman perkebunan. Produk


komoditas perkebunan umumnya dikonsumsikan atau digunakan konsumen setelah
melalui pengolahan di pabrik, baik berupa pengolahan yang sederhana sampai
pengolahan rumit dan lintas pabrik berupa pohon industri yang panjang. Sebagai
contoh, kelapa dan kelapa sawit merupakan bahan baku minyak goreng, margarin,
sabun, dan berbagai produk lainnya.

Di perkebunan besar, unit pabrik dibangun untuk mengolah hasil dari unit-
unit kebun. Kadang-kadang perusahaan juga membeli bahan baku pabrik dari
perkebunan rakyat, terutama jika kapasitas pabrik masih belum terpenuhi atau karena

5
perusahaan melakukan kemitraan dengan petani. Sebagai usaha agroindustri,
perkebunan besar lebih merupakan usaha industri daripada usaha tani yang dicirikan
oleh kompleksitas struktur organisasi, pengelolaan aset-aset, produksi, lingkungan,
dan pemasaran. Sebaliknya perkebunan rakyat dikelola sebagai usaha tani dengan
modal dan produksi yang terbatas.

Terkait dengan komoditas perkebunan sebagai komoditas perdagangan yang


berorientasi ekspor maka komoditas perkebunan merupakan komoditas ekspor.
Sampai saat ini berbagai jenis komoditas perkebunan merupakan sumber devisa yang
penting bagi Indonesia hasil dari ekspor CPO kelapa sawit, karet remah, biji kopi,
teh, kakao, lada, tembakau dan lain-lain.

Sebagai komoditas ekspor maka harga komoditas perkebunan mengikuti


pergerakan harga di luar negeri yang umumnya berfluktuasi. Kenaikan harga global
terjadi jika permintaan naik atau karena penurunan produksi di negara produsen
utama, misalnya harga kopi dunia naik karena perkebunan kopi di Brasil rusak akibat
dilanda embun beku. Untuk sampai ke perusahaan eksportir, komoditas dari
perkebunan rakyat melewati rantai pemasaran yang panjang sehingga memperkecil
harga yang diterima petani. Harga diterima petani juga banyak ditentukan oleh
kebijakan pabrik atau eksportir.

Tanaman perkebunan umumnya dibudidayakan di lahan kering sebab di lahan


beririgasi lebih menguntungkan ditanam tanaman pangan atau tanaman hortikultura
semusim, kecuali tanaman tebu dan tembakau yang tetap banyak ditanam di lahan
sawah beririgasi. Sebagian tanaman perkebunan masih dapat ditanam di lahan
marginal terutama tanaman kelapa sawit, karet, dan tebu.

Tanaman kelapa sawit dapat ditanam di lahan gambut dan di lahan kering
dengan produktivitas yang tinggi mencapai 24 ton tandan buah segar per hektar
terutama apabila curah hujan merata sepanjang tahun. Umumnya sebagai tanaman
keras, tanaman perkebunan mempunyai perakaran yang dalam dan luas dan mampu

6
bertahan di kekeringan musim kemarau, sehingga pertumbuhan kembali pulih pada
musim hujan.

2.3 Permasalahan Ekosistem Perkebunan

Pada tahun 1848 pemerintah kolonial Belanda membawa bibit kelapa sawit ke
Indonesia. Awal 1900-an tanaman mulai dibudidayakan. Terjadi peningkatan
produksi kelapa sawit dengan angka pertumbuhan 7-8%. Milyaran dolar setiap tahun
keuntungan yang didapat dari kelapa sawit. Tahun 2013 Indonesia menerima hampir
400 triliun dari produksi minyak kelapa sawit. 20% dari 15 juta hektar lahan kelapa
sawit nusantara ada di Riau. Dari 3 juta hektar lebih dari 10% Riau terlibat konflik
lahan dengan masyarakat, sementara lebih dari setengahnya menjadi sumber
munculnya titik api dari kebakaran hutan yang terjadi selama ini. Rata-rata dalam satu
tahun terjadi 5 kali bentrokan antara masyarakat dan perusahaan terkait klaim lahan.
Dalam kurun waktu 10 tahun sejak tahun 2000-2010 saja indo telah
kehilangan 8,8 juta hektar, yang menyedihkan sudah lebih dari 75 hektar hutan di
negara ini habis berganti menjadi kebun kelapa sawit. Dari sekitar 300 perusahaan
industri kelapa sawit di Indonesia, lebih dari setengahnya merupakan milik asing.
Sebagian besar merupakan afiliasi dari perusahaan milik tiongkok, malaysia dan
singapura.
Pada awalnya sawit menjadi upaya untuk memperkuat perekonomian nasional
dan menyejahterkan rakyat. Namun kenyataannya ekspansi kelapa sawit sering
mendatangkan sering mendatangkan masalah. Desa-desa telah berubah menjadi
kebun, tanah-tanah rakyat tidak lagi menjadi milik masyarakat. Sejak tahun 1980-an
telah muncul kasus-kasus penyerobotan lahan masyarakat sehingga devisa yang
negara dapat tidak sebanding lurus dengan kehidupan yang layak bagi masyarakat.
Tidak ada lagi sungai yang berkelok dengan bentuk alami yang tersisa hanyalah
kanal-kanal buatan.
Dari 3 tempat kelapa sawit desa sungai Buluh Pelelawan, perusahaan PT.
Adei Plantation yang memiliki pengolahan limbah paling besar, baunya sangat
menyengat hingga beberapa tahun belakangan sebagian permukiman warga memilih

7
pindah ke tempat yang lebih jauh. Memang kebun kelapa sawit bagai buah si
malakama karena mereka menyerap tenaga kerja tapi disatu sisi juga membuat limbah
yang ada disekitar permukiman masyarakat. Asap dan bau limbah ini dikeluhkan oleh
masyarakat karena mengganggu pernafasan mereka ditambah lagi jika kebakaran
hutan terjadi masyarakat yang bermukim dekat dengan kebakaran akan terancam
keselamatannya.
Kegiatan yang biasanya dilakukan pada tahap operasi dan produksi adalah
pengadaan bibit/pembibitan, penanaman dan juga pemeliharaan tanaman yang belum
menghasilkan dan tanaman yang sudah menghasilkan serta kegiatan panen,
pengolahan CPO dan juga pemasaran hasil panen sawit. Adapun dampak negatif yang
biasanya ditimbulkan dari kegiatan –kegiatan tersebut diantaranya adalah:
1. Unsur hara dan kebutuhan air tanaman kelapa sawit yang tergolong sangat
tinggi, kebutuhan air yang di gunakan untuk siraman bibit ± 2 liter per polybag
per hari disesuaikan dengan berapa umur bibit. 1000 bibit = 2000 liter/harinya.
Kemudian kebutuhan air pohon kelapa sawit dewasa ± 10 liter /hari. 1000 pohon
= 10.000 liter/hari. Lalu tidak kurang membutuhkan 1.000 liter air/hari bagi 1
hektar tanah.
2. Akibat yang disebabkan oleh hutan monokultur kelapa sawit yang
mengakibatkan hilangnya fungsi hutan alam sebagai pengatur tata air (regulate
water) dan juga penghasil air (produce water).
3. Adanya pertumbuhan sawit pastinya menggunakan berbagai macam zat fertilizer
salah satunya jenis pestisida serta jenis kimia lainnya.
4. Secara terus menerus tanah yang di tanami hanyalah satu jenis saja, hal tersebut
akan menyebabkan menurunya kualitas tanah secara periodik.
5. Tercampurnya limbah pengolahan sawit dengan polusi udara dari kelapa yang
dihancurkan, air serta residu lemak, yang berdampak negatif terhadap ekosistem
akuantik.
6. Penggunaan bahan kimia seperti pestisida, hebisida, dan juga pupuk berbasis
potroleum tanpa adanya aturan menyebabkan tanah menjadi rusak dan
menimbulkan adanya pencemaran di perairan.

8
7. Munculnya hama migran yang baru disebabkan karena keterbatasan lahan dan
juga jenis tanaman yang mengakibatkan masalah di samping penggunaan
pestisida secara masif dan berlebihan.
8. Terjadinya pencemaran yang sangat potensial dari kegiatan industri perkebunan
kelapa sawit dan pengolahan pabrik kelapa sawit : cair (sludge decenter. Air
hydrocyclone, air sterilizer, dan juga air bekas cucian), tanda kosong, sisa
cangkang, kerak dan abu boiler, solid decanter, oli bekas, asap (asap boiler
ataupun incinerator, besi bekas, suara (kebisingan) dari mesin pabrik.
9. Selanjutnya setelah 25 tahun lahan sawit akan di tinggalkan dan menjadi
semaksemak dan lahan kritis baru hal ini diakibatkan merusaknya lahan sawit.
Kemungkinan tanah menjadi tidak subur, terutama tanah yang mengandung
asam. (Rahardjo, 2009)

2.4 Penanggulangan Ekosistem Perkebunan

1. Pengelolaan Limbah Kelapa sawit

Pengolahan TBS (tandan buah segar) di PKS akan menghasilkan produk


utama (CPO dan kernel) serta hasil sampingan (by-products) dalam bentuk limbah
padat berupa janjang kosong (JJK), cangkang, dan sabut serta limbah cair (POME).
Jumlah limbah yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) bergantung pada
kapasitas olah pabrik, rencana jam olah, sistem pengolahan dan keadaan peralatannya
(efisiensi alat). Pabrik kelapa sawit (PKS) yang beroperasi di PT LSI memiliki
kapasitas 60 ton TBS/jam dengan rencana jam olah pabrik 20 jam per hari.

Berdasarkan pengamatan pada bulan April 2011, rata-rata total TBS yang
diolah oleh ASF mencapai 887.523 ton per hari dan menghasilkan produksi berupa
CPO sebesar 200.326 ton/hari atau sekitar 22.6% dari TBS diolah, janjangan kosong
sebesar 182.36 ton/hari atau sekitar 20.57% dari TBS diolah, dan limbah cair
(POME) sebesar 571 m3/hari atau sekitar 64.35% dari TBS diolah.

9
Pengelolaan hasil samping (by product) dilakukan berlandaskan pada
komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan. Cangkang dan serabut (fiber)
dimanfaatkan kembali untuk bahan bakar boiler di PKS, janjangan kosong (JJK) dan
limbah cair (POME) diaplikasikan sebagai pupuk organik ke lapangan dengan
metode aplikasi dan dosis yang tepat sesuai dengan rekomendasi Departemen Riset.

2. Penanganan dan Pengendalian Kebakaran Kelapa Sawit

Cara penanganan atau pengendalian kebakaran di lahan gambut tentu berbeda


dengan pengendalian kebakaran di lahan mineral. Jika pada lahan mineral kebakaran
terjadi di permukaan tanah, maka kebakaran di lahan gambut umumnnya terjadi di
bawah permukaan tanah (gambut). Jika mengalami kekeringan, lapisan gambut di
bawah permukaan memang lebih mudah terbakar karena bahan gambut umumnya
lebih mentah (berbentuk serat atau fibrist) dibanding gambut yang berada di
permukaan yang relatif lebih matang (saprist atau hemist). Dengan demikian maka
proses pemadaman sumber api tidak cukup hanya dengan melakukan penyemprotan
air di permukaan tanah sebagaimana di lakukan di lahan mineral. Penggenangan
lahan dianggap jauh lebih efektif dalam menangani kebakaran di lahan gambut, yaitu
dengan segera menutup seluruh pintu-pintu air di sekitar lokasi lahan yang terbakar
dan memompa air ke dalam lahan yang terbakar.

3. Penanganan Konflik Lahan Sawit

Pemerintah supaya memecahkan masalah sengketa lahan dengan memperkuat


dan memperjelas regulasi, sebagai contoh penuntasan tata ruang wilayah provinsi.
Konsistensi dan sinergi peraturan semestinya dijalankan pula mulai dari pemerintah
pusat sampai daerah.

Untuk perusahaan, program kemitraan inti plasma dijalankan sungguh-


sungguh dan lebih transparan. Program Corporate Social Responsability (CSR)
diprioritaskan kepada masyarakat sekitar perkebunan dan harus menjawab apa yang
menjadi kebutuhan masyarakat. Jadi, perusahaan membangun hubungan kemitraan

10
yang saling menguntungkan dengan masyarakat. Dengan masyarakat yang sejahtera
secara ekonomi maka konflik pun dapat ditekan.

2.5 Karakteristik Ekosistem Pertanian

Ekosistem pertanian (agroekosistem) memiliki keanekaragaman biotik dan


genetik yang rendah cenderungsemakin seragam sehingga tidak stabil dan memicu
terjadinya peningkatan populasi hama. Agroekosistem merupakan salah satu bentuk
ekosistem binaan manusia yang dikelola semaksimal mungkin untuk memperoleh
produksi pertanian dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai kebutuhan manusia
(pedigo,1996:335).

Ekosistem pertanian adalah ekosistem yang sederhana dan monokultur jika dilihat
dari komunitas, pemilihan vegetasi, diversitas spasies, serta resiko terjadi ledakan
hama dan penyakit. Pertanian (agriculture) dari akar kata agros dan culture yang
artinya bertani/ memelihara tanaman/ikan/ternak (farming), memiliki 2 pengertian
yakni arti luas dan arti sempit. Disini ada unsur: lahan, tenaga, modal tunai, material
(tanaman, ternak), teknologi (skill), proses (kegiatan) dan hasil (Van Aartsten, 1953).

Pengertian pertanian dalam arti luas; pertanian adalah kegiatan manusia, untuk
memperoleh hasil dari memelihara tumbuhan (tanaman) atau hewan (ternak).
Pertanian adalah kegiatan bisnis dengan meningkatkan peran tanaman dan hewan
(tentunya dengan diikuti peningkatan unsure lainnya), sehigga diperoleh output
(luaran yang meningkat dari material) dan sumber daya( input = masukan) yang ada
(Mosher,1966). Pertanian adalah kegiatan yang berupaya memperoleh hasil dari
pertanaman dan peternakan (farm) yang menguntungkan dan meningkatkan nilai
ekonomisnya (Spedding,1974).

Pengertian pertanian dalam arti sempit: pertanian adalah usaha pertanaman


untuk memperoleh hasil yang menguntungkan dan mampu memenuhi kebutuhan
keluarga. Kebutuhan keluarga dapat dikategorikan sebagai berikut: Kebutuhan fisik
minimal (kfm) adalah kebutuhan untuk makan sehari-hari, kebutuhan membeli
pakaian keseharian secukupnya dan fasilitas tempat tinggal (rumah tinggal) dan

11
kebutuhan hidup minimum adalah ; kebutuhan fisik minimal + kebutuhan lainnya
seperti kesehatan + pendidikan, kelumrahan sosial ( alat komunikasi, TV berwarna,
alat transportasi, cadangan modal berupa tabungan, juga rekreasi dan lainnya sesuai
perubahan zaman) yang justru memerlukan biaya lebih besar dari kebutuhan rutin
kebutuhan fisik minimal.

Kegiatan pertanian dibedakan menjadi 2 kategori: on farm adalah kegiatan yang


berhubungan langsung dengan lahan yakni: proses produksi tanaman yang meliputi
penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemumutan hasil
panen. Off farm adalah kegiatan yang tidak berhuungan langsung dengan lahan
pertanian yakni: pembentukan nilai tambah dari hasil / produk tanaman, misalnya
pembuatan tahu/tempe/tokwa dari hasil kedelai yang umumnya adalah berupa industri
rumah tangga oleh petani kecil atau pembuatan kecap dengan skala indistri menengah
sampai besar.

Pertanian memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


1. Semua jenis pertanian tanaman memerlukan input fisik yang hampir serupa
Semua jenis tanaman memerlukan input yang dapat dikatakan sama,
walaupun jenis tanaman memerlukan input tersebut berbeda, dimanapun pertanian
itu diusahakan, tanaman memerlukan input-input fisik lahan yang luas, air dan unsur
hara yang umumnya dalam bentuk unsur N, P dan K.
2. Pertanian harus tetap terpencar
Karena energi untuk pertumbuhan berasal dari sinar matahari maka pertanian
tidak dapat dipusatkan dalam pabrik di kota-kota dengan meyediakan energi berupa
bahan bakar atau tenaga listrik. Pertanian akan selalu memerlukan bidang permukaan
bumi yang luas dan terbuka terhadap sorotan sinar matahari.
3. Aspek sumber daya alam
Pembahasan pertanian tidak akan lepas dari pembicaraan mengenai aspek
sumber daya alam yang meliputi matahari, lahan, air dan udara. Kondisi sumber daya
alam ini akan mengakibatkan sitem partanian yang spesifik, yang seringkali disebut
dengan dengan istilah pertanian itu spesifik menurut lokasi (spesifik location).

12
Perbedaan iklim dan tanah ini mengakibatkan timbulnya tanama-tanaman yang
berbeda, yang telah meyesuaikan dari pada perbedaan-perbedan keadaan lingkungan
setempat.
4. Faktor waktu untuk melancarkan suatu operasi usaha tani harus diselaraskan
dengan keadaan cuaca dengan serangan hama peyakit.
Produksi pertanian sangat tergantung pada cuaca dan faktor-faktor lainya,
seperti bencana serangan hama, serta peyakit yang berbeda dari waktu kewaktu dan
dari tempat ketempat. Beberapa pekerjaan seperti menjebak tanah hanya dapat
dilakukan ketika keadaan cuaca dan tanahnya cocok.
5. Faktor waktu pada pertumbuhan tanaman dan hewan mendorong adanya
keanekaragaman dalam pertanian
Proses biologis dasar dan pertanian memiliki ukuran waktu dan persyratan
waktu tersendiri, padi, jagung, gandum, juga tanaman lainya memiliki pola
pertumbuhan masing-masing sejak benih disebarkan sampai pemungutan hasil.
Dalam siklus pertanian tersebut tenaga manusia hanya dibutuhkan paada saat-saat
tertentu saja. Apabila pada suatu usaha tani terdapat kombinasi tanaman yang baik
maka para pekerja tidak usah menganggur selama periode menunggu tersebut
6. Interaksi yang amat kuat antara berbagai faktor fisik dan non fisik
Faktor fisik dalam pertanian adalah faktor produksi (input) berbentuk barang
yang meliputi lahan, pupuk, benih, pengairan, dan lain-lain. Factor non fisik adalah
pengolahan atau pengaturan pemakaian faktor-faktor fisik tersebut. Hubungan
timbale balik antara factor tersebut sedemikian kuatnya sehingga pengaruh suatu
paket factor dapat sangat bernilai ketika faktor-faktor tersebut diterapkan sendiri-
sendiri.
7. Kebayakan usahawan dan buruh tani harus memiliki keterampilan yang lebih
luas dari pada pekerja pabrik
Pada pabrik-pabrik idustri, musim tidak memegang peranan apa pun dan
tahap-terhap proses produksi yang berbeda dapat dilaksanakan masing-masing pada
saat yang bersamaan oleh kelompok kerja yang berlainan.

13
8. Usaha tani dalam ukuran kecil yang lemah secara ekonomi dan pengusahaan
secara tradisional.
Petani ini memerlukan peransang dalam bentuk jaminan kepastian hasil,
selain peransang ekonomi lainnya, seperti kredit, subsidi, harga dasar, dll.
9. Komunikasi dua arah yang efektif antara aspirasi petani dan informasi birokrasi
Aspirasi para petani dapat tersalurkan keatas malalui hirarki birokkrasi secara
efesien. Sebaiknya informasi dari dan untuk sesama petani serta informasi dari
lembaga penelitian, pengaturan dan peyuluhan ,dll
10. Musim panen dan luar musim panen meyebapkan perlunya teknologi
peyimpanan
Keadaan demikian juga meyebapkan sangat diperlukan teknologi peyimpanan
agar waktu hasil panen dapat disimpan untuk beberapa waktu sampai musim panen
berikutnya.
11. Unit produksi dan unit komsumsi tidak dapat dipisahkan
Dalam usaha tani serta unit produksi dan unit komsomsi tidak dapat
dipisahkan, hal tersebut seringkali membawa kesulitan dalam analisa usaha tani. Pada
keyataannya dalam usaha tani rakyat bayak sistem bertaniyang tujuan utamanya
adalah untuk memenuhi keperluan hidup petani beserta keluarganya atau yang sering
disebut “pertanian subsistem”petani subsistem hanya akan menanami lahannya
dengan tanaman yang dibutuhkan untuk kebutuhan komsumsi pangan rumah
tangganya.
12. Pertanian yang progresif selalu berubah

Dengan mengganti pola pertanian primitif dengan yang lebih maju, tidak
berarti bahwa masalah pertanian sudah di teratasi. Pemulian tanaman (plant breeding)
secara ilmiah memungkinkan untuk perbaikan tanaman pertanian menjadi sangat
besar.
Ciri-ciri pertanian di indonesia:
1. Pertanian tropika

14
Sebagian besar daerah di Indonesia berada di dekat katulistiwa yang berarti
merupakan daerah tropika dengan demikian jenis tanaman, hewan, perikanan,dan
hutan sangat dipengaruhi oleh iklim tropis (pertanian tropika). Di samping itu ada
pengaruh lain yang menentukan corak pertanian kita yaitu bentuk negara
berkepulauan dan topografinya yang bergunung-gunung.
Letaknya yang di antara Benua Asia dan Australia serta antara Lautan Hindia
dan Pasifik, memberikan pengaruh pada suhu udara, arah angin yang berakibat
adanya perbedaan iklim di Indonesia, sehingga menimbulkan ciri pertanian Indonesia
merupakan kelengkapan ciri-ciri pertanian yang lain.
2. Pertanian dataran tinggi dan rendah
Indonesia merupakan daerah volkano (memiliki banyak gunung), sehingga
memungkinkan mempunyai daerah yang mempunyai ketinggian dan dataran rendah.
Dataran tinggi mempunyai iklim dingin, sehingga bisa ditanami tanaman beriklim
subtropis.
3. Pertanian iklim basah (Indonesia barat) dan pertanian iklim kering (Indonesia
timur)
Indonesia bagian barat yang (Sumatra, Kalimantan, Jawa, sebagian
Sulawesi)mempunyai iklim basah : banyak hujan, sedangkan bagian Indonesia lain
terutama Indonesia bagian timur (NTB, NTT, Maluku) iklimnya kering.
4. Adanya hutan tropika dan padang rumput
Karena iklimnya basah dan berada di daerah tropika maka banyak hujan
terbentuk hutan tropika, sedangkan di daerah kering tumbuh padang rumput.
5. Perikanan darat dan laut
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau, sehingga
daerahnya terdiri dari darat dan perairan. Keadaan ini memungkinkan terdapatnya
perikanan darat dan laut.
6. Pertanian di Jawa dan Luar Jawa
Daerah Jawa dan luar Jawa mempunyai spesifikasi yang berbeda, Jawa
umumnya : tanah subur, penduduk padat luar Jawa umumnya : tanah kurang subur,
penduduk jarang mempengaruhi corak pertanian: pertanian di jawa umumnya

15
merupakan tanaman bahan pangan, berskala kecil, sedangkan pertanian di luar jawa
umumnya perupakan perkebunan, kehutanan, berskala lebih luas
7. Pertanian rawa, pertanian darat/kering, pertanian beririgasi/basah
8. Pertanian / tanah sawah beririgasi, tadah hujan, sawah lebak, sawah pasang
surut.
Penggolongan ini adalah penggolongan lahan yang ditanami padi. Sawah
yang beririgasi bersumberkan bendung sungai, dam/waduk, mata air, dll. Berdasarkan
fasilitas teknisnya dibagi menjadi irigasi teknis, setengah teknis, dan sederhana.
Lahan/sawah tadah hujan sebenarnya juga mempunyai saluran irigasi tetapi sumber
airnya berasal dari air hujan. Sawah lebak mendapat air terus menerus sepanjang
masa. Sawah pasang surut mendapat air dari air sungai yang pasang karena air laut
yang sedang pasang, sering juga terdapat saluran irigasi.
Jenis-jenis Pertanian berdasarkan pengelolaanya, pertanian dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Pertanian rakyat adalah pertanian yang diusahakan oleh rakyat. Pertanian ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik konsumsi sendiri maupun
konsumsi lokal. Ciri-ciri: modal kecil, lahan sempit, dikelola sederhana, tenaga kerja
sederhana, tenaga kerja keluarga sendiri, peralatan sendiri.
2. Pertanian besar adalah pertanian yang diusahakan oleh perusahaan, baik swasta
maupun BUMN. Pertanian ini bertujuan untuk keperluan ekspor atau bahan baku
industri. Ciri-ciri: modal usaha besar, lahan luas, dikelola secara modern.
Berdasarkan jenis tanamannya pertanian dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pertanian tanaman pangan
Adalah usaha pertanian yang berupa bahan pangan. Tanaman pangan
dibedakan menjadi tiga yaitu, jenis padi-padian, jenis palawija (ketela pohon, ketela
rambat, umbi-umbian, kacang tanah dll) dan jenis holtikultura (buah dan sayuran)
b. Pertanian tanaman perkebunan
Adalah usaha pertanian yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan
perdagangan besar. Tanaman perkebunan dapat dibedakan menjadi tanaman

16
perkebunan musiman (tebu, tembakau, dll) dan tanaman perkebunan tahunan (kopi,
karet, coklat,dll)

Lahan basah: Dari aspek budidaya tanaman adalah lahan dengan ketersediaan air
cukup bahkan berlebihan. Sering dilakukan penggenangan dan pengolahan lahan
dilakukan secara basah (digenangi). Lahan basah adalah lahan sawah tadah hujan,
lahan sawah beririgasi, lahan sawah rawa lebak, lahan sawah rawa pasang surut.

Lahan Sawah Beririgasi: Umumnya lahan ini ditanami padi sawah sepanjang
tahun (3 musim tanam) atau padi-padi -polowijo. Banyak lahan sawah beririgasi
melakukan kegiatan ganda, yang disebut budidaya minapadi yakni kegiatan tanam
padi bersamaan dengan pelihara ikan pada lahan yang sama. Potensi hasil padi sawah
beririgasi cukup tinggi yakni sekitar 9 ton gabah kering panen/ha sehingga potensi
hasil dalam kurun waktu setahun dengan panen 3 kali sekitar 20 ton/ha/tahun. Sawah
beririgasi mendapatkan air dari hujan dan saluran irigasi, berarti mendapatkan suplai
tambahan unsur hara dari air hujan, dan air irigasi. Pada umumnya, sawah beririgasi
ini subur sampai sangat subur, utamanya yang mendapat air pengairan dari
pemukiman/kota dan aliran air dapat dikendalikan.

Lahan Sawah Tadah Hujan: Ciri-ciri lahan ini adalah hanya mendapatkan air
dari curah hujan, selama musim penghujan. Lahan ini hanya mampu tergenang
selama musim penghujan, selebihnya menjadi seperti lahan kering. Oleh sebab itu,
pertanaman di lahan ini umumnya adalah padi-polowijo-polowijo. Apabila curah
hujan(musim penghujan lebih panjang > 6 bulan) pertanaman menjadi padi-padi
gadu-polowijo. Tanaman polowijoberupa tanaman sesudah padi yakni ubi kayu
(umur pendek) sekitar 4-5 bulan, cabe, bawang merah, semangka, melon, dan lainnya.
Kebutuhan air selama musim kemarau diperoleh dari sumur bor atau sumur gali
dengan kedalaman permukaan air (jeluk) 2-6 meter.

Lahan Basah Rawa :Ada dua jenis lahan rawa sesuai terbentuknya yakni:

17
1. Rawa Lebak adalah lahan dari cekungan yang sangat luas, tergenang sampai
dalam pada saat musim penghujan dan surut pada musim kemarau.
Pertanaman yang umumnya yang diusahakan adalah padi pada musim
penghujan dan polowijo pada musim kemarau. Potensi hasil padi rendah
sekitar (2-3 ton/ha) umumnya menanam varietas lokal.
2. Lahan Rawa Pasang Surut adalah lahan basah dimana air diperoleh dari air
hujan dan air luapan sungai akibat terjadinya pasang di laut. Air luapan
berupa air tawar pada musim penghujan, namun dapat berupa air payau pada
musim kemarau karena air masuk ke sungai. Tanaman utamanya adalah padi
pasang surut dan tanaman polowijo pada guludan (disebut tabukan) yang
sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga tidak ikut terendam pada saat air
pasang . Di beberapa wilayah, lahan pasang surut memiliki gambut yang
tipis sampai tebal. Gambut adalah sisa tumbuhan yang terkumpul
membentuk lapisan tanah gambut. Tanah gambut ini berpotensi menjadi
pupuk organik bilamana telah mengalami perombakan sempurna. Bahaya
lahan gambut adalah terjadinya kebakaran gambut di musim kemarau.
Potensi hasil padi sekitar 2-3 ton/ha (varietas lokal) dan 3/5 ton/ha (dari
varietas unggul pasang surut).
2.6 Permasalahan Ekosistem Pertanian

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)


Interaksi antara OPT dan tanaman terjadi sepanjang hidup tanaman, mulai
sejak benih, tanaman muda, tanaman dewasa, panen sampai dengan buah dan biji.
Kerugian yang terjadi sangat bervariasi tergantung pada seberapa penting tanaman
tersebut bagi kehidupan manusia. Makin penting nilai suatu tanaman, akan makin
besar nilai kerugian yang disebabkan oleh OPT.
Jenis-jenis OPT adalah sebagai berikut:
1. Hama tanaman
2. Patogen (penyebab penyakit)
3. Gulma (tumbuhan pengganggu)

18
Indonesia adalah negara yang mempunyai iklim tropika, yang hanya
mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau
biasanya dimulai pada bulan April dan musim hujan dimulai pada bulan Oktober.
Dengan keadaan iklim yang demikian di Indonesia tanaman selalu ada sepanjang
tahun. Terdapatnya tanaman sepanjang tahun menyebabkan selalu tersedia inang bagi
OPT. Di daerah beriklim tropika OPT yang paling penting adalah hama yang
disebabkan oleh serangga. Sepanjang tahun serangga selalu mendapatkan inang yang
cocok untuk hidup dan berkembang biak.
Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh OPT:
1. Gagal Panen
Akibat serangan hama yang paling ditakuti oleh para petani adalah
terjadinya gagal panen. Kegagalan ini dikarenakan hama yang menyerang
tanaman menjadikan tanaman sebagai bahan makanan, dan tempat tinggal bagi
mereka.
2. Menurunnya Jumlah Produksi Tanaman
Dengan serangan yang dilakukan oleh hama pada tanaman maka tanaman
tidak akan mampumenghasilkan produksi secara maksimal karena terjadinya
pembatasan pertumbuhan akibat hama yangberada pada tanaman budidaya. Hal
ini disebabkan karena proses fisiologi tanaman yang terganggu. Dengan daun dan
batang serta tunas-tunas muda yang habis dimakan oleh hama secara tidak
langsung tanaman tidak dapat melaukan proses fotosintesis untuk menghasilkan
produksi dengan baik bahkan tidak dapat melakukan fotosentesis
3. Pertumbuhan Tanaman yang Terganggu
Serangan hama dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat dan bahkan tidak jarang mengalami stagnan pertumbuhan atau kerdil.
Seperti serangan hama wereng pada tanaman padi yang dapat mengakibatkan
tanaman padi menjadi kerdi dan tidak dapat berproduksi.
4. Menurunkan Nilai Ekonomis Hasil Produksi
Hama yang menyerang pada buah atau bagian tanaman yang memiliki nilai
ekonomis akan menjadi menurun. Hal ini disebabkan, hama merusak bagian-

19
bagian buah maupun daun tanaman. Dimana penurunan ini karena adanya bagian
yang diserangan oleh hama mengalami cacat dan busuk serta mengandung ulat
atau larva-larva hama. Sehingga produksi tidak dapat dikonsumsi.
5. Kerugian bagi para Petani
Dampak ini timbul karena tidak adanya produksi yang dihasilkan oleh
tanaman atau gagalpanen serta turunnya nilai ekonomis hasil produksi. Kerugian
ini disebabkan tidak adanya pendapatanpetani sedangkan biaya budidaya tanaman
telah mereka keluarkan dalam jumlah yang sangat besar baikdari segi pengolahan
lahan, benih, penanaman serta perawatan. Sedangkan hasilnya tidak
merakadapatkan. Hal ini semakain memperpuruk kondisi dan iklim pertanian di
Indonesia.
6. Terjadinya Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan dilakukan oleh para petani dikarenakan pendapatan yang
mereka dapatkantidak sesuai dengan pengeluaran yang dilakakan dalam usaha
pertanian. Sehingga muncul pemikiranuntuk mengalih fungsikan lahan pertanian
yagn subur ke bidang usaha lain yang lebih menjanjikankeuntungan bagi mereka.
Kondisi seperti ini semakin memperpuruk iklim pertanian di indonesia serta
ketahanan bahan pangan dalam negri.
7. Degradasi Agroekosistem
Degradasi ekosistem terjadi karena adanya usaha yang dilakukan oleh para
petani dalam penaggulangan serangan hama yang tidak memikirikan dampak
negatif terhadap lingkungan serta komponen-komponen penyusun agroekosistem.
Pencemaran lingkungan tersebut karena adanya zat-zatyang berbahaya akibat
digunakannya pestisida. Dengan adanya penanggulangan serangan hama yang
tidak sesuai ini menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem alami.

8. Munculnya resistensi dan returgensi hama


Dengan penanggulangan serangan hama yang tidak sesuai akan
menyebabkan resistensiatau kekebalan hama terhadap pestisida dan returgensi

20
atau ledakan jumlah populasi hama yang berakibat pada dampak kerugian yang
lebih komplek dalam usaha budidaya tanaman itu sendiri.
2.7 Penanggulangan Masalah Ekosistem Pertanian

1. Sistem Pemantauan Agroekosistem

Sistem pemantauan adalah salah satu bagian dari kegiatan


monitoringdimanasangat erat kaitannya dengan ambang ekonomi. Hal ini karena nilai
ambang ekonomi yang sudah ditetapkan tidak ada gunanya apabila tidak diikuti
dengan kegiatan pemantauan yang teratur dan dapat di percaya. Sebaliknya
pemantauan untuk tujuan pengendalian tidak akan dirasakan manfaatnya apabila tidak
dikaitkan dengan aras penentuan keputusan pengendalian berdasarkan penilaian
ambang ekonomi.

2. Model- Model Pengendaalian OPT (Organisme Penganggu Tanaman)

Sekarang ini dikenal dua istilah bahasa inggris yang sering digunakan secara
bergantian untuk Pengendalian Hama Terpadu yaitu IntegratedPestControl (IPC) dan
IntegratedPestManagement(IPM) yang diartikan Pengelolaan Hama Terpadu. Kedua
istilah ini digunakan untuk menjelaskan hal yang sama. Jika dilihat dari sejarah
perkembangan konsepsi Pengendalian Hama Terpadu, maka (IPM)merupakan
perkembangan lebih lanjut dari konsepsi (IPC). Istilah IPC saat ini di dunia pergaulan
ilmiah internasional sudah ditinggalkan dan yang digunakan kini adalah istilah
Pengelolaan Hama Terpadu (Untung, 2003:7;Wigenasantana, 2001:201).

Konsep PHT muncul sebagai akibat kesadaran umat manusia akan bahaya pestisida
sebagai bahan yang beracun bagi kelangsungan hidup ekosistem dan kehidupan
manusia secara global. Melihat hal ini, muncul pemikiran para ahli untuk mencari
metode baru dalam mengendalikan OPT yang dipandang aman. Beberapa metode
pengendalian hama dalam rangka PHT adalah:

1. Pengelolaan dengan cara peraturan


Dalam kehidupannya manusia sering membawa tanaman dari satu tempat
ke tempat yang lain. Seringkali dalam tanaman yang dibawa terikut juga
OPT secara tidak disadari. OPT yang terbawa seringkali belum ada di
tempat yang baru. OPT ini akan menyerang tanaman yang belum pernah
beradaptasi dengan OPT yang baru. Akibat yang terjadi adalah kerusakan

21
tanaman yang besar karena tanaman rentan. Untuk menghindari penularan
dan penyebaran OPT dari tempat lain atau negara lain diadakan peraturan.
Peraturan tersebut dalam bentuk Undang-Undang No.16 tentang
karantina, Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Untung,2007). OPT karantina
adalah semua OPT yang telah ditetapkan Pemerintah untuk dicegah
masuknya ke dalam dan tersebarnya di wilayah negara RI.
2. Pengelolaan dengan cara fisik
Perlakuan dengan air panas (hotwater treatment) dapat mengurangi
populasi mikroba yang ada pada permukaan produk pertanian. Uap air
panas juga dapat digunakan untuk mendapatkan benih jagung sehat.
Perlakuan uap air panas pada suhu 50C dengan sistem pemanasan terbuka
dapat digunakan untuk pengelolaan penyakit pascapanen pada jagung
yaitu jamur-jamur aspergillus flavus, A. niger, Fusarium sp.,dan
Penicillium sp. dengan tidak menurunkan viabilitas jagung (Kurniawan et
al.,2008).
3. Pengelolaan dengan sistem budidaya tanaman
1. Sanitasi kebun. Kebun atau lahan pertanian perlu dikelola dalam
hal sinitasi. Kebun atau lahan dengan sinitasi buruk mejadi sumber
OPT terutama penyakit tanaman. Pemangkasan bagian tanaman
yang bergejala penyakit akan mengurangi sumber inokulum.
2. Multiple Cropping (tumpangsari).
3. Menanam banyak jenis tanaman pada ruang yang sama.
4. Menurunkan masalah hama dibandingkan dengan monokultur
setiap tanaman.
5. Mempunyai ketahanan yang berbeda-beda terhadpat OPT.
4. Pengelolaan dengan cara hayati
Pengelolaan OPT secara hayati dapat dilakukan terhadap hama, penyakit,
dan gulma. Pengelolaan hama secara hayati adalah memanfaatkan musuh
alami. Musuh alami hama selalu hidup bersama-sama dengan hama dalam
suatu pertanaman. Populasi musuh alami yang cukup akan mengurangi

22
populasi hama sehingga pada aras yang tidak merugikan. Sebagai contoh
musuh alami hama wereng cokelat (nilaparvata lugens) antara lain adalah
serangga predato lycosa pseudoannulat.
5. Pengelolaan dengan pestisida nabati
Pestisida nabati adalah pestisida yang dibuat dari bahan tumbuhan. Bahan-
bahan tersebut mudah didapat dan murah. Daun mimba telah diteliti untuk
pengelolaan hama Plutella xylostella pada kobis (priyadi et al., 2001).
Menurut Rao (1997) Pestisida nabati atau botani mempunyai beberapa
kelebihan antara lain:
1. Secara umum mempunyai toksisitas terhadap mamalia rendah,
sehingga bahaya terhadap kesehatan dan polusi terhadap
lingkungan juga rendah
2. Tidak ada risiko ketahanan teradap pestisida nabati.
3. Bahaya terhadap organisme nontarget kecil, kecuali piretrin
sintetik.
4. Tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, viabilitas biji,
dan kualitas biji yang dimasak.
5. Lebih murah dan mudah untuk digunakan karena terdapat di alam.

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

24
DAFTAR PUSTAKA

Evizal, Rusdi. 2013. Dasar-dasar Produksi Perkebunan. Bandar Lampung: Graha


Ilmu.
Yuwono, Triwibowo. 2013. Pengantar Ilmu Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
https://journal.ipb.ac.id/index.php/bulagron/article/viewFile/16483/12095 (Diakses
pada tanggal 16 Februari 2019 pukul 09.23)
https://sawitindonesia.com/rubrikasi-majalah/tata-kelola/pencegahan-dan-
penanganan-kebakaran-di-perkebunan-kelapa-sawit/ (Diakses pada tanggal 16
Februari 2019 pukul 09.41)

25

Anda mungkin juga menyukai