Rita
Rita
ORAL SURGERY
Oleh:
Rita Pantiana
1102014229
Pembimbing:
Pertimbangan operasi
2. RESTORASI DENTAL
Pertimbangan operasi
Position supine
Incision Intraoral
Special instrument Dental armamentarium
Unique considerations Nasal intubation, throat pack
Antibiotics Penicillin x 5 d po
Surgical time 0.5-3 h
EBL Minimal
Postop care PACU-> Home
Mortality Minimal
Morbidity Pain
Aspiration of dental debris
swelling
Pain score 1-3
Pasien dengan rencana bedah mulut biasanya hanya membutuhkan anestesi lokal
yang disediakan oleh dr. Gigi (atau Sp BM). General Anestesi dapat dilakukan
untuk beberapa kelompok pasien, yaitu :
Airway
Respiratory
Operasi harus ditunda (2 minggu) pada pasien dengan gejala infeksi saluran nafas
akut (demam, batuk, sputum purulen, dll). Gejala dari penyakit respirasi kronis
harus ditangani terlebih dahulu sebelum operasi.
Cardiovascular
Neurological
Pasien dengan kelainan kejang harus dalam keadaan pengobatan yang optimal
sebelum operasi. Diskusikan faktor pencetus dan gejala awal kejang dengan
pasien. Tes : Dosis terapetik antikonvulsan (contoh: phenytoin : 10-20 µg/ml,
carbamazepine : 3-12 µg/ml : phenobarbital : 10-40 µg/ml)
Muskuloskeletal
Laboratory
as indicated from H & P (history & physical / riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik )
b. Premedikasi
Premedikasi standar biasanya sudah tepat, walaupun pada pasien dengan jalan
nafas yang terbatas, sedasi kurang tepat. Jika ada rencana FOL, pengobatan
dengan antisialagogue (contohnya : glycopyrrolate 4 µg/kg) dibutuhkan.
c. INTRA OPERASI
Induksi : pasien dengan jalan nafas normal, standar induksi sudah tepat/sesuai.
Diikuti dengan hilangnya kesadaran, diberikan kokain topikal intranasal (4% pada
pledgets, maksimal 4ml) untuk mengecilkan mukosa hidung dan vasokontriksi.
ETT yang sudah dilubrikasi dimasukkan melalui hidung ke trakea, dapat
dilakukan dengan mata telanjang/ dengan bantuan forcep McGill’s dan
laringoskop direct. ETT biasanya difiksasi ke septum nasal.
Maintenance (pemeliharaan)
standar
Emergence / proses bangunnya pasien, dari tidak sadar menjadi sadar
tidak ada perhatian khusus, kecuali throat pack harus diambil sebelum ekstubasi
Monitoring
standar
Positioning
d. Post Operasi
4. GETA
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT/nasotrachea tube
masuk lewat hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan
laringoskopi. Lubang hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung
yang pasien bernafas lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 – 0,25%)
menyebabkan pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa.
Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok saraf dapat digunakan.
NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam air, dimasukkan ke
dasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari
turbin. Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal
dari NTT harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsur-angsur dimasukan
hingga ujungnya terlihat di orofaring. Umumnya ujung distal dari NTT dapat
dimasukan pada trachea tanpa kesulitan. Jika ditemukan kesulitan dapat
diguankan forcep Magil. Penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati agar
tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT melalaui hidung berbahaya pada
pasien dengan trauma wajah yang berat disebabkan adanya resiko masuk ke
intrakranial.
1. Beberapa keadaan trauma jalan napas atas atau obstruksi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukannya intubasi.
2. Trauma servikal yang memerlukan immobilisasi sehingga sangat sulit
untuk dilakukan intubasi agar tidak memperberat cedera atau luka.
Teknik Intubasi
Prosedur Intubasi
Gambar 3. Intubasi
Komplikasi Intubasi
KESIMPULAN
Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian terpenting dalam suatu
tindakan. Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan
penggunaan kap atau dilakukannya tindakan intubasi endotrakeal. Penguasaan
jalan napas dengan kap (face mask/ sungkup) dan bag adalah hal yang penting
untuk melakukan tindakan anestesi yang aman dan merupakan tindakan dasar
yang digunakan untuk melakukan ventilasi pada pasien yang bernapas spontan
ataupun pada pasien yang telah diberikan pelumpuh otot. Penggunaan kap yang
sesuai dinilai aman, efektif, lebih murah, dan tidak memiliki banyak komplikasi.
Penggunaan kap juga dinilai membantu meningkatkan kemampuan manajemen
jalan napas.
Perlindungan jalan napas juga dapat dilakukan dengan memasukkan pipa
endotrakea (Endotracheal tube/ ET) ke dalam trakea melalui hidung atau mulut.
ET dapat digunakan sebagai penghantar gas anestesi ke dalam trakea dan
memudahkan kontrol ventilasi dan oksigenasi.
DAFTAR PUSTAKA