Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ORAL SURGERY

Oleh:

Rita Pantiana

1102014229

Pembimbing:

dr. Aflah Eddin, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI

PERIODE 8 April 2019-7 Mei 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI - RSUD PASAR REBO


1. BEDAH MULUT

Pertimbangan operasi

Deskripsi : Operasi rongga mulut biasanya dilakukan dalam keadaan anestesi


umum (General Anestesi), yang termasuk pencabutan gigi yang impaksi, ekstraksi
gigi multiple, operasi preprosthetic (contoh : vestibuloplasti atau operasi untuk
modifikasi membran mukosa gingiva) dan pemasangan implan osteointegrasi.

Tabel I. Rangkuman prosedur

Operasi Operasi Implan gigi


pencabutan gigi preprosthetic
Potition Supine = =
Incition Intra oral = =
Special None = Specific dental
instrument implant insertion
kit and implants
Unique Nasotracheal = =
considerations intubation, throat
pack used
Antibiotics Penicillin x 5 d po = =
Surgical time 0.5-1 h 1-2 h 0.5-2 h
EBL/Estimate Minimal = =
Blood Loss
Postop care PACU/post = =
anesthesia care
unit -> Home
Mortality Minimal = =
Morbidity Pain = =
Aspiration of - -
dental debris
Swelling - -
infection - Loss of implant
Pain score 3 3 2

Tabel II. karakteristik populasi pasien

Operasi Operasi Implan gigi


pencabutan gigi preprosthetic
Age range 15-20 yr >40 yr =
Male : female 1:1 = =
incidence Unknown = =
etiology Congenital, = =
idiopatic
Associated Loose teeth =
conditions

2. RESTORASI DENTAL

Pertimbangan operasi

Deskripsi : prosedur restorasi dental multiple dilakukan dalam keadaan general


anestesi, saat terdapat caries yang banyak dan saat harus melakukan prosedur pada
area yang luas dalam satu waktu. Indikasi kedua yang paling sering adalah untuk
pasien dengan retardasi mental yang tidak terkualifikasi untuk lokal anestesi,
jumlah restorasi dental sangat bervariasi, tergantung kasus individu, sehingga
waktu operasi pun bervariasi, kehilangan darah biasanya tidak menjadi masalah.

Tabel I. Rangkuman prosedur

Position supine
Incision Intraoral
Special instrument Dental armamentarium
Unique considerations Nasal intubation, throat pack
Antibiotics Penicillin x 5 d po
Surgical time 0.5-3 h
EBL Minimal
Postop care PACU-> Home
Mortality Minimal
Morbidity Pain
Aspiration of dental debris
swelling
Pain score 1-3

Tabel II. karakteristik populasi pasien

Age range 2 yr- adult


Male : female 1:1
Incidence Unknown
Etiology Idiopatic or congenital anomalies
Associated conditions Mental retardation (majority), Down
syndrome, seizures

3. Pertimbangan Anestesi untuk Bedah Mulut


a. Pre-Operasi

Pasien dengan rencana bedah mulut biasanya hanya membutuhkan anestesi lokal
yang disediakan oleh dr. Gigi (atau Sp BM). General Anestesi dapat dilakukan
untuk beberapa kelompok pasien, yaitu :

1. Anak-anak (dengan penyakit sistemik seperti CHD/ congenital heart


disease, Hemophilia)
2. Retardasi mental
3. Kejang yang tidak terkontrol
4. Rencana prosedur TMJ (temporomandubular joint)
5. Mengalami septik oral
Jika pasien tidak termasuk dalam kategori diatas, maka alasan untuk
General Anestesi harus dipastikan.

Airway

Pasien dengan TMJ (temporomandubular joint) memiliki kesulitan untuk


membuka mulut ( 2º nyeri, trismus, dan arthritis) yang menyebabkan kesulitan
pada pemeriksaan jalan nafas. GA dan relaksasi otot belum tentu mempermudah
pembukaan mulut. Intubasi nasotrakeal dengan FOL/Fibre-Optic Laringosopy
(dilakukan dalam keadaan terjaga pada pasien dengan jalan nafas yang sulit) dapat
direncanakan. Periksa nares untuk patency (apakah hidung terbuka) dan periksa
apakah ada gigi yang goyang.

Respiratory

Operasi harus ditunda (2 minggu) pada pasien dengan gejala infeksi saluran nafas
akut (demam, batuk, sputum purulen, dll). Gejala dari penyakit respirasi kronis
harus ditangani terlebih dahulu sebelum operasi.

Cardiovascular

Pasien dengan disaritmia berpotensi sensitif terhadap ephineprin yang digunakan


pada cairan anestesi lokal dalam intra operasi. Sama seperti operasi elektif
lainnya, kelainan cardiovaskular harus ditangani sebelum dilakukan anestesi.
Antibiotik profilaksis untuk endocarditis kemungkinan dibutuhkan pada beberapa
pasien. Tes : as indicated from H & P (history & physical / riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik )

Neurological

Pasien dengan kelainan kejang harus dalam keadaan pengobatan yang optimal
sebelum operasi. Diskusikan faktor pencetus dan gejala awal kejang dengan
pasien. Tes : Dosis terapetik antikonvulsan (contoh: phenytoin : 10-20 µg/ml,
carbamazepine : 3-12 µg/ml : phenobarbital : 10-40 µg/ml)
Muskuloskeletal

Salah satu permasalahan dalam TMJ, rheumatoid arthritis berhubungan dengan


imobilitas sendi cricoaritenoid dan imobilitas/ tidak stabilnya tulang cervix yang
dapat mempersulit intubasi.

Laboratory

as indicated from H & P (history & physical / riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik )

b. Premedikasi

Premedikasi standar biasanya sudah tepat, walaupun pada pasien dengan jalan
nafas yang terbatas, sedasi kurang tepat. Jika ada rencana FOL, pengobatan
dengan antisialagogue (contohnya : glycopyrrolate 4 µg/kg) dibutuhkan.

c. INTRA OPERASI

Teknik anestesi : GETA (General Endotracheal anesthesia) , biasanya intubasi


nasotrakeal diperlukan, dengan ET tube 0.5-1 mm lebih kecil dari yang dipakai
pada selang intubasi oral. Pasien dengan jalan nafas yang sulit merupakan indikasi
untuk dilakukan FOL nasal terjaga.

Induksi : pasien dengan jalan nafas normal, standar induksi sudah tepat/sesuai.
Diikuti dengan hilangnya kesadaran, diberikan kokain topikal intranasal (4% pada
pledgets, maksimal 4ml) untuk mengecilkan mukosa hidung dan vasokontriksi.
ETT yang sudah dilubrikasi dimasukkan melalui hidung ke trakea, dapat
dilakukan dengan mata telanjang/ dengan bantuan forcep McGill’s dan
laringoskop direct. ETT biasanya difiksasi ke septum nasal.

Maintenance (pemeliharaan)

standar
Emergence / proses bangunnya pasien, dari tidak sadar menjadi sadar

tidak ada perhatian khusus, kecuali throat pack harus diambil sebelum ekstubasi

Blood and fluid requirement

IV : 18 ga x 1, NS/LR @ 4-6 ml/kg/h

Monitoring

standar

Positioning

and pad pressure points, eyes

d. Post Operasi

Complications : obstruksi jalan nafas 2ºretensi throat pack

Complications, cont : N&V (Nausea & Vomiting), pasien mungkin menelan


darah, terapi metoclopramide 10 mg IV

Pain management oral analgesic

4. GETA

GETA atau General Endotracheal Anesthesia merupakan suatu teknik anestesi


umum dengan melibatkan perlindungan pada jalan napas. Perlindungan jalan
napas tersebut dilakukan dengan memasukkan pipa endotrakea (Endotracheal
tube/ ET) ke dalam trakea melalui hidung atau mulut yang biasa disebut intubasi.
ET dapat digunakan sebagai penghantar gas anestesi ke dalam trakea dan
memudahkan kontrol ventilasi dan oksigenasi.
Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi
nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke
dalam trakea melalui rima glottidis dengan mengembangkan cuff, sehingga
ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan
bifurkasio trakea. Intubasi nasotrakeal yaitu tindakan memasukan pipa nasal
melalui nasal dan nasopharing ke dalam oropharing sebelum laryngoscopy.

Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT/nasotrachea tube
masuk lewat hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan
laringoskopi. Lubang hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung
yang pasien bernafas lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 – 0,25%)
menyebabkan pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa.
Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok saraf dapat digunakan.
NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam air, dimasukkan ke
dasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari
turbin. Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal
dari NTT harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsur-angsur dimasukan
hingga ujungnya terlihat di orofaring. Umumnya ujung distal dari NTT dapat
dimasukan pada trachea tanpa kesulitan. Jika ditemukan kesulitan dapat
diguankan forcep Magil. Penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati agar
tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT melalaui hidung berbahaya pada
pasien dengan trauma wajah yang berat disebabkan adanya resiko masuk ke
intrakranial.

Indikasi dilakukannya tindakan pemasukkan (intubasi) ET pada pasien antara lain


:

1. Untuk patensi jalan napas, menjamin ventilasi, oksigenasi yang adekuat,


dan menjamin keutuhan jalan napas.
2. Perlindungan terhadap paru dengan penutupan cuff dari ET pada pasien
yang baru saja makan atau pasien dengan obstruksi usus.
3. Operasi yang membutuhkan ventilasi tekanan positif paru, misalnya
torakotomi, penggunaan pelumpuh otot, atau ventilasi kontrol yang lama.
4. Operasi yang membutuhkan posisi selain terlentang.
5. Operasi daerah kepala, leher, atau jalan napas.
6. Diperlukan untuk kontrol dan pengeluaran sekret paru (bronchialpulmoner
toilet)
7. Diperlukan proteksi jalan napas pada pasien yang tidak sadar atau dengan
depresi refleks muntah.
8. Adanya penyakit atau kelainan jalan napas atas.

Kontraindikasi dilakukannya intubasi antara lain :

1. Beberapa keadaan trauma jalan napas atas atau obstruksi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukannya intubasi.
2. Trauma servikal yang memerlukan immobilisasi sehingga sangat sulit
untuk dilakukan intubasi agar tidak memperberat cedera atau luka.

Teknik Intubasi

Dalam hal ini dilakukan persiapan terlebih dahulu sebelum dilakukan


tindakan intubasi ET ataupun nasotracheal tube.

Persiapan pasien dan keluarga

Persiapan ini mencakup pemberitahuan kepada pasien dan keluarga


mengenai tindakan yang akan dilakukan dan meminta persetujuan (informed
consent), pasien dipasang IV line, kemudian diperkirakan adanya kesulitan
intubasi dengan standard Cormack dan Lehane atau Mallampati.

Derajat kesulitan berdasarkan Cormack dan Lehane :

 Derajat I : Semua glotis terlihat, tidak ada kesulitan


 Derajat II : Hanya glotis bagian posterior yang terlihat
 Derajat III : Tidak ada bagian glotis yang terlihat tetapi epiglotis terlihat
 Derajat IV : Epiglotis tidak terlihat
Gambar 1. Derajat kesulitan Cormack & Lehane

Derajat kesulitan berdasarkan Mallampati :

 Kelas I : Tonsil, uvula, dan soft palatine terlihat


 Kelas II : Soft palatine serta bagian atas tonsil dan uvula terlihat
 Kelas III : Soft palatine dan basis uvula terlihat
 Kelas IV : Hanya hard palatine yang terlihat

Gambar 2. Derajat kesulitan Mallampati

Persiapan obat dan alat intubasi

Obat-obat emergency serta obat-obat anestesi sebagai premedikasi, induksi,


serta obat pelumpuh otot yang akan digunakan sebelum dilakukan intubasi
dipersiapkan. Alat-alat yang akan digunakan antara lain :
 Face mask, untuk dilakukan ventilasi sebelum intubasi. Pilih ukuran yang
sesuai yaitu yang dapat menutupi mulut dan hidung dan tidak terlalu lebar
menutupi pipi.
 Laringoskop, pilih jenis dan ukuran laringoskop yang sesuai, periksa
lampu laringoskop, pastikan alat sudah terpasang dan mudah dijangkau
tangan.
 Stetoskop, untuk auskultasi setelah intubasi.
 Pipa Endotrakeal, ukuran ET dinyatakan dalam mm berdasarkan diameter
internal yang tertera dan ada pula yang dinyatakan dalam French unit.
Ukuran rata-rata untuk wanita adalah 7,0-7,5 mm, dan untuk pria adalah
7,5-8,0 mm. Pada anak dapat digunakan rumus 4 + BB/4 untuk
menentukan ukuran ET. Cara lain untuk menentukan ukuran ET adalah
dengan menggunakan patokan besar jari kelingking pasien. Untuk
menentukan kedalaman insersinya adalah besar diameter internal (ukuran
ET) dikalikan tiga. Periksa cuff ET dengan cara menginflasi cuff
kemudian dapat dicelupkan ke dalam air untuk menilai adanya kebocoran.
Setelah itu berikan pelicin atau lidokain jeli.
 Guedel (OPA) atau NPA.
 Plester, akan digunakan untuk fiksasi ET setelah tindakan intubasi.
 Stilet atau forsep intubasi
 Suction

Prosedur Intubasi

1. Pasien terlentang dengan posisi sniffing untuk meluruskan aksis. Oksiput


ditinggikan dan kepala diekstensikan pada sendi atlantooksipital.
2. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan
oksigenasi 3-5 menit. Face mask dipegang dengan tangan kiri dan tangan
kanan memompa bag. Dada harus mengembang setiap pernapasan atau
tidak ada kebocoran udara saat dilakukan oksigenasi.
3. Buka mulut pasien dengan cross finger tangan kanan, blade laringoskop
dimasukkan dari sudut kanan mulut pasien. Dorong dan geser lidah
sehingga lapang pandang tidak terhalang oleh lidah. Akan terlihat uvula,
faring, serta epiglotis, angkat epiglotis dan akan tampak pita suara yang
berbentuk huruf V.

Gambar 3. Intubasi

4. ET yang sesuai ukurannya dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut


kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara kemudian
laringoskop ditarik. Cuff dikembangkan atau diinflasi dengan udara dari
spuit sesuai dengan kebutuhan.
5. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi juga dilakukan
auskultasi paru kanan dan kiri dibandingkan suaranya. Jika suara paru
kanan lebih besar dari kiri berarti ET masuk ke dalam bronkus kanan dan
ET segera ditarik pelan-pelan sampai terdengar suara yang sama antara
kanan dan kiri. Auskultasi juga dilakukan di daerah epigastrium untuk
menyingkirkan kemungkina intubasi esofagus.
6. Fiksasi ET dengan plester melingkar yang ditempatkan di bawah dan di
atas bibir yang diperpanjang sampai ke pipi.
Pada intubasi nasotrakea, pipa nasotrakea dimasukkan melalui hidung yang
lebih paten sejajar dengan palatum. Pipa di dorong sampai terasa hilangnya
tahanan pada sudut nasofaring. Bila mulut dapat dibuka, intubasi dapat
dipermudah dengan visualisasi laring dengan menggunakan laringoskop yang
dipegang dengan tangan kiri sementara tangan kanan mengarahkan pipa dengan
menggunakan forsep magill. Langkah selanjutnya sama dengan intubasi oral yang
telah dipaparkan sebelumnya.

Komplikasi Intubasi

Tindakan intubasi ET memiliki beberapa komplikasi antara lain :

1. Malposisi berupa intubasi esophagus, intubasi endobronkial, serta


malposisi laryngeal cuff.
2. Trauma jalan napas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah, atau
mukosa mulut, cedera tenggorok, ekskoriasi hidung, dislokasi mandibula.
3. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardia, spasme laring.
4. Malfungsi tuba.

KESIMPULAN

Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian terpenting dalam suatu
tindakan. Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan
penggunaan kap atau dilakukannya tindakan intubasi endotrakeal. Penguasaan
jalan napas dengan kap (face mask/ sungkup) dan bag adalah hal yang penting
untuk melakukan tindakan anestesi yang aman dan merupakan tindakan dasar
yang digunakan untuk melakukan ventilasi pada pasien yang bernapas spontan
ataupun pada pasien yang telah diberikan pelumpuh otot. Penggunaan kap yang
sesuai dinilai aman, efektif, lebih murah, dan tidak memiliki banyak komplikasi.
Penggunaan kap juga dinilai membantu meningkatkan kemampuan manajemen
jalan napas.
Perlindungan jalan napas juga dapat dilakukan dengan memasukkan pipa
endotrakea (Endotracheal tube/ ET) ke dalam trakea melalui hidung atau mulut.
ET dapat digunakan sebagai penghantar gas anestesi ke dalam trakea dan
memudahkan kontrol ventilasi dan oksigenasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Semarang: IDSAI: 2010; 185-207.


2. Coplans MP, Green RA : anesthesia and sedation in dentistry. Elsevier
Science Pub Co, New York : 1983
3. Dolwick MF, Kretzschmar DP : Morbidity associated with the preauricular
and perimeatal approaches to the temporal mandibular joint. J oral
Maxillofac Surg 1982 : 40(11) : 699-700
4. Gotta AW, Sullivan CA, Rocanelli L: Oral surgery and
temporomandibular joint arthroscc. In Ambulatory Anesthesial ogy : A
problem-oriented approach. McGoldrick KE, ed. Williams & Wilkins,
New York : 1995. 572-79
5. Zide BM : The temporomandibular joint. In plastic surgery. Vol 2
McCarthy JG, ed. WB Saunders Co, Philadelphia : 1990 : 1475-1513

Anda mungkin juga menyukai