5 lines
HIDRODINAMIKA (OS-2201)
oleh:
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hidrodinamika merupakan sains yang berhubungan dengan gerak liquid dalam skala
makroskopis. Hidrodinamika merupakan bidang yang penting dalam penerapan matematika
untuk pergerakan liquid. Mempelajari hidrodinamika bertujuan agar bisa menganalisa dan
menjelaskan mengapa suatu fenomena bisa terbentuk. Untuk bisa mencapai tahap ini
dibutuhkan dasar-dasar yang sangat kuat. Hidrodinamika memberikan kemampuan atau
pemahaman lebih untuk menganalisa fenomena yang kompleks dari fluida. Didasarkan dari
fluida Newtonian, operasi matematika dari hidrodinamika ini dirumuskan. Keunikan dari fluida
newtonian adalah fluida ini akan terus mengalir sekalipun terdapat gaya yang bekerja pada
fluida. Hal ini disebabkan karena viskositas dari suatu fluida newtonian tidak berubah ketika
terdapat gaya yang bekerja pada fluida. Viskositas dari suatu fluida newtonian hanya bergantung
pada temperatur dan tekanan. Fluida Non-newtonian adalah fluida yang memiliki sifat dimana
perbandingan antara tegangan geser yang bekerja terhadap laju deformasi berlangsung tak
linear. Tidak memenuhi hokum linearisasi Newton. sehingga dapat disimpulkan bahwa kajian
hidrodinamika adalah fluida Newtonian. Fluida non-Newtonian tidak termasuk dalam kajian
hidrodinamika. Hidrodinamika memiliki aplikasi yang luas. Contohnya, ia digunakan dalam
menghitung gaya dan moment pada fluida, mass flow rate dari petroleum dalam jalur pipa.
Dinamika fluida menawarkan struktur matematika yang membawahi disiplin praktis tersebut
yang juga seringkali memerlukan hukum empirik dan semi-empirik, diturunkan dari pengukuran
arus, untuk menyelesaikan masalah praktikal.
Pada bab ke tujuh Hidrodinamika kali ini membahas tentang persamaan momentum.
Persamaan momentum ini merupakkan gabungan dari bab-bab sebelumnya yaitu gaya inersia
dan gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Sedikit mengulas tentang dua bab tersebut, pada bab
2
Gaya Inersia ini dibahas tentang sifat inersia dari suatu massa, yaitu gaya inersia yang dipunyai
oleh fluida untuk melawan terhadap perubahan gerak. Sementara pada bab Gaya Yang Bekerja
ini dibahas tentang fluida bergerak karena ada gaya luar yang bekerja terhadapnya. Gaya yang
bekerja dapat dibagai dalam 2 macam, yaitu gaya badan dan gaya permukaan. Gaya badan
adalah gaya yang bekerja pada seluruh partikel di elemen fluida, contohnya gaya gravitasi,
sementara gaya permukaan adalah gaya yang bekerja dipermukaan saja atau dapat dirasakan
hanya di permukaan saja. Gaya permukaan terdiri dari 2 komponen, yaitu gaya normal dan gaya
tangensial. Dalam gaya normal ada komponen hidrostatik dan komponen nonhidrostatik (gaya
viskos), sedangkan dalam gaya tangensial hanya ada gaya nonhidrostatik saja yang bekerja.
1.2 Tujuan
3
BAB II
ISI
Persamaan momentum ini didapatkan dari Hukum II Newton mengenai gerak, yang terumuskan
sebagai:
𝑑𝑉
𝑚 = ∑𝐹
𝑑𝑡
Suku kanan kiri persamaan diatas menyatakan jumlah gaya-gaya yang bekerja pada fluida,
sedangkan suku sebelah kiri menyatakan sebagai gaya inersia dari benda tersebut. Setelah
penjabaran lebih lanjut, didapatkan persamaan momentum sebagai berikut:
⃗
𝜕𝑉
𝜌 ⃗ .∇
+ 𝜌 (𝑉 ⃗ )𝑉 ⃗⃗ 𝑥 𝑉
⃗ + 2𝜌ῼ ⃗ = −∇
⃗ (𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) + 𝜇∇
⃗ 2𝑉
⃗
𝜕𝑡
Pada ruas kiri, seluruhnya menyatakan gaya inersia dari suatu elemen fluida. Suku pertama di
ruas kiri menyatakan gaya inersia akibat percepatan local. Suku kedua ruas kiri menyatakan
gaya inersia akibat percepatan konvektif. Suku ketiga ruas kiri menyatakan faktor gaya Coriolis
bumi, sehingga nilai suku ketiga ini dapat diabaikan apabila tinjauan daerah observasi kecil
terhadap bumi.
Pada ruas kanan, seluruhnya menyatakan gaya-gaya yang bekerja pada suatu elemen fluida.
Suku pertama di ruas kanan menyatakan gaya tekanan dan gaya gravitasi/berat yang bekerja
pada suatu elemen fluida, sedangkan suku kedua ruas kanan menyatakan gaya viskus yang
bekerja.
4
2.2 Jenis-jenis persamaan momentum
Berdasarkan sifat fluida yang dikenainya, persamaan momentum ini dapat dibagi menjadi
3 macam, yaitu:
⃗
𝜕𝑉
𝜌 ⃗ . ⃗∇)𝑉
+ 𝜌(𝑉 ⃗⃗ 𝑥 𝑉
⃗ + 2𝜌ῼ ⃗ = −∇
⃗ (𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) + 𝜇∇
⃗ 2𝑉
⃗
𝜕𝑡
Persamaan momentum umum juga dapat dituliskan dalam bentuk seperti di bawah ini.
⃗
𝜕𝑉 𝑉2
𝜌( ⃗)𝑥𝑉
+ 𝑔𝑟𝑎𝑑 ( ) + (𝑐𝑢𝑟𝑙 𝑉 ⃗ = −∇
⃗ (𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) + 𝜇∇
⃗ 2𝑉
⃗
𝜕𝑡 2
𝑉2 ⃗
𝜕𝑉
𝑔𝑟𝑎𝑑 (𝜌 + 𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) = −𝜌 ⃗ )𝑥𝑉
− (𝜌 𝑐𝑢𝑟𝑙 𝑉 ⃗ + 𝜇∇
⃗ 2𝑉
⃗
2 𝜕𝑡
⃗
𝜕𝑉
• = 0 (Aliran tunak)
𝜕𝑡
• ⃗ )𝑥 𝑉
(𝜌 𝑐𝑢𝑟𝑙 𝑉 ⃗ = 0 (Aliran irrotasional)
• ⃗ 2𝑉
𝜇∇ ⃗ = 0 (Tidak ada gaya viskus)
5
Sehingga bentuk persamaannya menjadi
𝑉2
∇ (𝜌 ) + ∇𝑝 + ∇(𝜌𝑔𝑧) =0
2
Dengan
𝑉2
𝜌 + 𝑝 + 𝜌𝑔𝑧 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
2
Persamaan Bernoulli adalah persamaan mometum untuk fluida encer (non-viscous) yang tak
mampu mampat dengan aliran yang irotasional dan tunak dalam skala kecil sehingga dapat
dirumuskan dalam persamaan (5).
|𝑉|2
𝑃𝑒𝑟𝑠 𝐵𝑒𝑟𝑛𝑜𝑢𝑙𝑙𝑖: 𝜌 + 𝑝 + 𝜌𝑔𝑧 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
2
Atau
|𝑉|2
𝑃𝑒𝑟𝑠 𝐵𝑒𝑟𝑛𝑜𝑢𝑙𝑙𝑖: 𝜌 + 𝑝 + 𝜌𝑔𝑧 = 0
2
Pada persamaan bernoulli, misal pada aliran steady pada fluida inviscid mempunyai
p
jumlah + K mempunyai harga yang sama pada setiap titik pada garis streamline, dimana p
adalah tekanan, adalah densitas dan K adalah energi perunit massa dari fluida. Pembuktiannya
dapat dilIhat PADA uraian dibawah ini. Pada Gambar 1.7.1. suatu aliran filament yang dibatasi
6
oleh luas penampang melintang AB, CD dari luas 1 dan 2, dimana p1, q1, K1 merefer pada
AB, sehingga p2, q2, K2 pada CD.
D D’
C C’
B’
B h2
A’
A
h1
Massa m dari fluida antara AB dan A’B’, atau antara CD dan C’D’ adalah
m = 1 q1 t 1 = 2 q2 t 2.
Kerja yang disebabkan oleh tekanan karena fluida bergerak mengenai benda dari ABCD ke
A’B’C’D’ adalah :
p p
p1 1 q1t − p 2 2 q 2t = m 1 − 2
1 2
p1 p2
+ K1 = + K2
1 2
Pada kasus fluida pada aliran steady dengan adnya gravitasi dan konstan dan K adalah
1 2
penjumlahan energi potensial dan kinetik per unit massa, K = q + gh , dimana h adalah tinggi
2
dari datum dan g percepatan gravitasi bumi, sehingga persamaan Bernoulli menjadi:
7
p 1 2
+ q + gh = cons tan sepanjang streamline.
2
Untuk fluida dimana setiap garis streamlinenya mendapat gaya garvitasi maka teori
p
Bernoullinya menjadi : + gh = 0 = kons tan . Bentuk umum teori Bernoulli dapat ditulis :
p 1
+ q 2 + , dimana adalah energi potensial per unit massa.
2
Persamaan Euler berlaku pada fluida yang tidak viskus, sehingga suku gaya-gaya viskus pada
persamaan umum momentum dapat dieliminasi sehingga akan didapatkan
⃗
𝜕𝑉
𝜌 ⃗ .∇
+ 𝜌 (𝑉 ⃗ )𝑉 ⃗⃗ 𝑥 𝑉
⃗ + 2𝜌ῼ ⃗ = −∇
⃗ (𝑝 + 𝜌𝑔𝑧)
𝜕𝑡
Apabila tinjauan daerah observasinya kecil, maka persamaan dapat dituliskan menjadi
𝜕𝑉
𝜌 + 𝜌(𝑉 . ∇)𝑉 = −∇( 𝑝 + 𝜌𝑔𝑧)
𝜕𝑡
𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕(𝜌𝑔𝑧) 𝜕𝑃
ρ( + u +𝑣 +𝑤 )= − + −
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑧 𝜕𝑥
8
Persamaan Euler adalah persamaan momentum yang berlaku dalam aliran fluida encer yang tak
mampu mampat dalam skala kecil sehingga gaya-gaya viskusnya dapat diabaikan sehigga
persamaannya dirumuskan dalam persamaan (6).
𝜕𝑉 𝜕𝑣 𝜕𝑉 𝜕𝑉
𝜌{( + (𝑢 +𝑣 + 𝑤 )} = −∇(𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) … (6)
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢
Komponen pada sumbu x :𝜌 { 𝜕𝑡 + (𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 )} = − 𝜕𝑥 … (7)
𝜕𝑣 𝜕𝑣 𝜕𝑣 𝜕𝑣 𝜕𝑢
Komponen pada sumbu y: 𝜌 { 𝜕𝑡 + (𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 )} = − 𝜕𝑦 … (8)
𝜕𝑢 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑢
Komponen pada sumbu z: 𝜌 { + (𝑢 +𝑣 +𝑤 )} = − 𝜕𝑧 … (9)
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
Fenomena Fisika berupa ayunan bandul fisis, gerak melingkar, dan hubungan roda-
rodamerupakan kasus mekanika klasik yang membutuhkan Hukum Newton II sebagai
penyelesaiannya. Hukum Newton II menyatakan bahwa vektor gaya merupakan vektor laju
perubahan momentum yang dapat dirumuskan melalui persamaan (Arya, 1990; Morin, 2008).
Akan tetapi, karena kasus yang dikaji bukan dalam bentuk yang sederhana maka diperlukan
persamaan lain untuk menyelesaikan kasus tersebut. Persamaan yang akan digunakan adalah
9
persamaan Euler-Lagrange. Pergeseran matematis yang dapat menyelesaikan secara konseptual
pada satu waktu tertentu, yang mengikuti persamaan (Goldstein, 1950).
Pendekatan mayor yang pertama adalah dengan mengasumsikan bahwa fluida ideal.Pada
kasus ini,gaya gesek bernilai nol dan gaya yang bekerja terdiri dari gaya tekanan dan gaya
gravitasi saja.Persamaan momentum didapatkan secara langsung dari bentuk sistem tiga
dimensi. Sehingga persamaan momentumnya dapat diekspresikan sebagai berikut.
𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕
𝜌( +𝑣 + 𝑤 ) = − (𝑝 + 𝜌𝑔𝑧)
𝜕𝑡 𝜕𝑦 𝑑𝑧 𝜕𝑥
10
Dua persamaan yang hampir mirip ini dituliskan berdasarkan arah OZ dan OY. Persamaan ini
disebut dengan persamaan Euler. Seperti sistem persamaan yang terasosiasi dengan prinsip
kontinuitas
𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝑑𝑤
+ + =0
𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧
membentuk basis dari bagian hidrodinamika yang luas yang berlaku pada fluida inkompresibel.
Persamaan ini secara matematis merupakan orde pertama namun non-linier karena kondisi
inersia yang konvektif.
Sudah dijelaskan pula bahwa mungkin untuk belajar permasalahan hidrodinamika pada
koordinat Euler dan Lagrange. Pada metode Lagrange, partikel diperhatikan sepanjang
geraknya. Pada metode ini,contohnya, beberapa studi mengenai gelombang gravitasi periodik
dalam arah horizontal dasar. Persamaan yang berkaitan diberikan hanya sebagai pengetahuan
dan tidak akan dijabarkan lebih jauh. Jika X,Y,Z adalah volume atau gaya badan seperti
contohnya gravitasi pada persamaan Lagrange sepanjang OX axis dapat ditulis :
1 𝜕𝜌 𝜕 2 𝑥 𝜕𝑥 𝜕 2 𝑦 𝜕𝑦 𝜕 2 𝑧 𝜕𝑧
= (𝑋 − 2 ) + (𝑌 − 2 ) + (𝑍 − 2 )
𝜌 𝑑𝑥0 𝜕𝑡 𝜕𝑥0 𝜕𝑡 𝜕𝑦0 𝜕𝑡 𝜕𝑧0
Dua persamaan diatas memberikan penjelasan tentang persamaan Lagrange. Pada persamaan
euler didapat
11
Gaya gravitasi + gaya tekanan per unit volume
Persamaan Navier Stoke merupakan persamaan momentum (utk fluida yang tak mampu
mampat) yang memperhatikan gaya gesekan dan gaya-gaya lain yang bekerja pada partikel
fluida.
Persamaan Navier Stoke untuk fluida yang mampu mampat (compressible fluid) dalam skala
kecil merupakan persamaan momentum dengan mengganti suku 𝜇∇2 𝑉 di persamaan (4) dengan
1
𝜇∇2 𝑉 + 3 𝜇∇(∇. 𝑉) seperti dirumuskan dalam persamaan (10) berikut:
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑁𝑎𝑣𝑖𝑒𝑟 − 𝑆𝑡𝑜𝑘𝑒 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙:
𝜕𝑉 1
𝜌 + 𝜌(𝑉. ∇)𝑉 = −∇(𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) + 𝜇∇2 𝑉 + 𝜇∇(∇. 𝑉) … (10)
𝜕𝑡 3
Sedangkan persamaan Navier Stoke untuk fluida yang tak mampu mampat(∇. 𝑉 = 0 ) adalah
sama seperti yang dirumuskan dalam persamaan (4) dimana komponen-komponennya adalah:
𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑁𝑎𝑣𝑖𝑒𝑟 − 𝑆𝑡𝑜𝑘𝑒 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 𝑡𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 (∇. 𝑉 = 0) dalam skala
kecil :
𝜕𝑉
𝜌 + 𝜌(𝑉. ∇)𝑉 = −𝑉(𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) + 𝜇∇2 𝑉 … (11)
𝜕𝑡
12
Dengan komponen pada sumbu x, y, dan z adalah sebagai berikut:
𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑝 𝜕2𝑢 𝜕2𝑢 𝜕2 𝑢
Pada sumbu x: 𝜌 { 𝜕𝑡 + (𝑢 𝜕𝑥 + 𝑣 𝜕𝑦 + 𝑤 𝜕𝑧 )} = − 𝜕𝑥 + 𝜇 (𝜕𝑥 2 + 𝜕𝑦 2 + 𝜕𝑧 2 ) … (12)
𝜕𝑢 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑤 𝜕𝑝 𝜕2𝑤 𝜕2 𝑤 𝜕2 𝑤
pada sumbu z: 𝜌 { + (𝑢 +𝑣 +𝑤 )} = − 𝜕𝑧 + 𝜇 ( 𝜕𝑥 2 + 𝜕𝑦 2 + ) … (14)
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧 𝜕𝑧 2
𝜕𝑉 |𝑉|2
𝜌{ + ∇( ) + (∇ 𝑥 𝑉)𝑥 𝑉 } = −∇(𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) + 𝜇∇2 𝑉 … (15)
𝜕𝑡 2
Dimana |𝑉|2 = 𝑢2 + 𝑣 2 + 𝑤 2
𝜕𝑢 𝜕 |𝑉|2 𝜕𝑝
Pada sumbu x: 𝜌 {
𝜕𝑡
+
𝜕𝑥
( 2
) + 2(𝑤𝜂 − 𝑣ζ}} = − 𝜕𝑥 + 𝜇∇2 𝑢 … (16)
𝜕𝑣 𝜕 |𝑉|2 𝜕𝑝
pada sumbu y: 𝜌 {
𝜕𝑡
+
𝜕𝑦
( 2
) + 2(𝑤𝜁 − 𝑤𝜉}} = − 𝜕𝑦 + 𝜇∇2 𝑣 … (17)
𝜕𝑤 𝜕 |𝑉|2 𝜕𝑝
pada sumbu z: 𝜌 { 𝜕𝑡 + 𝜕𝑧 ( 2
) + 2(𝑤𝜉 − 𝑢𝜂}} = − 𝜕𝑧 + 𝜇∇2 𝑤 − 𝜌𝑔 … (18)
1 𝜕𝑤 𝜕𝑣 1 𝜕𝑢 𝜕𝑤 1 𝜕𝑣 𝜕𝑢
dimana 𝜉 = ( − ) ; 𝜂 = ( − ) ; 𝜁 = 2 (𝜕𝑥 − 𝜕𝑦)
2 𝜕𝑦 𝜕𝑧 2 𝜕𝑧𝑍 𝜕𝑥
pada sumbu x,
Pada sumbu y,
F inersia pun sering dirumuskan dalam bentuk yang mengandung bentuk energi kinetic dan
bentuk gerak rotasionalnya, agar mempermudah dalam perhitungan. Perumusan kita mulai dari
𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑢
𝜌( +𝑢 +𝑣 +𝑤 )
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑢 𝜕𝑤
𝜌( + (𝑢 +𝑣 +𝑤 )+𝑣( − )+𝑤( − ))
𝜕𝑡 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑧 𝜕𝑥
Dimana penjabaran matematis diatas merupakan sama dengan koefisien gerak rotasi elemen fluida.
∂u 𝜕𝑤
2η = ( − )
∂z 𝜕𝑥
∂v 𝜕𝑢
2ζ = ( − )
𝜕𝑥 𝜕𝑦
Suku kedua persamaan tersebut telah kita ketahui bentuk sederhananya, yaitu
𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕𝑤 1 𝜕 2 𝜕 𝑉2
𝑢 +𝑣 +𝑤 = (𝑢 + 𝑣 2 + 𝑤 2 ) =
𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2
𝜕𝑢 𝜕 𝑉 2
𝜌( + + 2(ηw − ζv))
𝜕𝑡 𝜕𝑥 2
Untuk sumbu yang lain, didapatkan dengan cara yang sama seperti untuk sumbu x sehingga
didapatkan
𝜕𝑣 𝜕 𝑉2
𝜌( + + 2(ζu − ξw)) untuk sumbu Y
𝜕𝑡 𝜕𝑦 2
14
𝜕𝑤 𝜕 𝑉2
𝜌( + + 2(ξv − ηu)) untuk sumbu Z
𝜕𝑡 𝜕𝑧 2
𝜕𝑉 𝑉2
𝐹𝐼𝑛𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎 = 𝜌 ( + 𝑔𝑟𝑎𝑑 + 𝑐𝑢𝑟𝑙 𝑉 𝑥 𝑉 )
𝜕𝑡 2
Lalu dari rumus umu dalam notasi vektor tersebut dapat kita jabarkan per sumbu. Untuk sumbu
y dan sumbu z, lakukan hal yang sama seperti pada sumbu x.
𝐹𝐼𝑛𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑋
𝜕𝑢 𝜕𝑢 1 𝜕𝑣 𝜕𝑢 1 𝜕𝑢 𝜕𝑤 1 𝜕𝑢 𝜕𝑤
= 𝜌( +𝑢 + 𝑣( + )+ 𝑤( + )+ 𝑤( − )
𝜕𝑡 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 𝜕𝑥 2 𝜕𝑧 𝜕𝑥
1 𝜕𝑣 𝜕𝑢
− 𝑣 ( − ))
2 𝜕𝑥 𝜕𝑦
𝐹𝐼𝑛𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑌
𝜕𝑣 𝜕𝑣 1 𝜕𝑣 𝜕𝑢 1 𝜕𝑣 𝜕𝑤 1 𝜕𝑣 𝜕𝑤
= 𝜌( +𝑣 + 𝑢( + )+ 𝑤( + )+ 𝑤( − )
𝜕𝑡 𝜕𝑦 2 𝜕𝑥 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 𝜕𝑦
1 𝜕𝑢 𝜕𝑣
− 𝑢 ( − ))
2 𝜕𝑦 𝜕𝑥
𝐹𝐼𝑛𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑍
𝜕𝑤 𝜕𝑤 1 𝜕𝑤 𝜕𝑢 1 𝜕𝑤 𝜕𝑣 1 𝜕𝑤 𝜕𝑣
= 𝜌( +𝑤 + 𝑢( + )+ 𝑣( + )+ 𝑣( − )
𝜕𝑡 𝜕𝑧 2 𝜕𝑥 𝜕𝑧 2 𝜕𝑦 𝜕𝑧 2 𝜕𝑦 𝜕𝑧
1 𝜕𝑢 𝜕𝑤
− 𝑢( − ))
2 𝜕𝑧 𝜕𝑥
Persamaan navier stoke untuk fluida mampu mampat adalah sebagai berikut
𝜕𝑉 1
𝜌 + 𝜌(𝑉. ∇)𝑉 = −∇(𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) + 𝜇∇2 𝑉 + 𝜇∇(∇. 𝑉)
𝜕𝑡 3
15
Sedangkan persamaan Navier Stoke untuk fluida mampu mampat dengan penguraian suku-suku
percepatannnya atau komponen gaya-gaya inersianya adalah sebagai berikut
𝜕𝑉 𝑉2 1
𝜌 + 𝜌𝑔𝑟𝑎𝑑 ( ) + 𝑐𝑢𝑟𝑙(𝑉𝑥𝑉) = −∇(𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) + 𝜇∇2 𝑉 + 𝜇∇(∇. 𝑉)
𝜕𝑡 2 3
Gaya gesekan pada persamaan Navier -Stoke secara umum sebagai berikut
𝜕𝑉 𝑉2
𝜌 + 𝜌𝑔𝑟𝑎𝑑 ( ) + 𝑐𝑢𝑟𝑙 (𝑉𝑥𝑉) = −∇(𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) + ∇. ℶ
𝜕𝑡 2
1
Untuk fluida mampu mampat: ∇. ℶ = 𝜇∇2 𝑉 + 𝜇∇(∇. 𝑉)
3
Persamaan Navier-Stokes adalah basis dari hampir semua permasalahan mekanika fluida
yang berkaitan dengan benda cair. Karena persamaan ini menggunakan persamaan diferensial
orde kedua atas faktor gaya gesek dan tak linier karena kondisi inersia yang konvektif.
Digunakan dalam simbol i dan j, yang mengindikasikan sebuah operasi yang digunakan secara
sistematik berulang dan tiap komponen dari vektor diketahui nilainya. Ketika sebuah indeks
berulang pada suatu kondisi, nilai yang diketahui harus mampu menyimpulkan kemungkinan
dari tiap komponen.
Persamaan Navier-Stokes ini juga sering dinyatakan dalam bentuk yang lain dengan tujuan
untuk menegaskan peran rotasi dalam gerak fluida. Sehingga dari persamaan tersebut bisa juga
dipersingkat menjadi :
𝑉2 𝜕𝑉
𝑔𝑟𝑎𝑑 (𝜌 + 𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) = −𝜌 − 𝜌(𝒄𝒖𝒓𝒍 𝑽) 𝑥 𝑉 + 𝜇∇2 𝑉
2 𝜕𝑡
16
𝜕𝑉
Dalam kasus aliran tunak ( = 0) aliran irotasional (curl V = 0 ) dari fluida ideal (μ=0).
𝜕𝑡
𝑉2
𝒈𝒓𝒂𝒅 ( 𝜌 + 𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) = 0
2
Dari turunan tersebut bila semua komponen yang berada di dalam tanda kurung bernilai nol
maka dapat dinyatakan bahwa :
𝑉2
𝜌 + 𝑝 + 𝜌𝑔𝑧 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
2
Dari beberapa metode yang sudah dikembangkan,salah satunya ialah MAC (markers and
cells) untuk dua dimensi atau fluida inkompresibel asimetrik dan metode PIC(particle in cells)
untuk fluida kompresibel dua dimensi.
Secara umum,metode ini terdiri atas penyelesaian waktu berdasarkan gerak fluida pada interval
waktu yang dibatasi oleh kondisi batas dan pengetahuan tentang aliran gerak pada waktu t= 0.
Interval jarak didefinisikan sebagai grid. Diumpamakan sebagai satu atau dua partikel yang
berada dalam pusat persegi pada waktu t=0, yang memberikan peluang untuk menghitung jejak
dari partikel pada selang waktu tertentu.Hasilnya akan diprint oleh komputer dan diberikan
representasi dari pola aliran Lagrange sebagai fungsi terhadap waktu. Hal ini juga mampu untuk
mendapatkan hasil dari vektor kecepatan dan distribusi kecepatan.
Beberapa perhitungan juga membutuhkan batasan analisis dari kondisi stabil sehingga error
kumulatifnya tidak bertambah secara proporsional.Metode ini lebih memakan waktu dalam hal
komputasi.Walau begitu, metode ini lebih unggul dalam menyelesaikan berbagai masalah dan
problem yang kompleks sekalipun.
17
Disiplin ini memiliki beberapa subdisiplin termasuk aerodinamika (penelitian gas) dan
hidrodinamika (penelitian cairan). Dinamika fluida memliki aplikasi yang luas. Contohnya,
ilmu tersebut digunakan dalam menghitung gaya dan moment pada pesawat, mass flow rate dari
petroleum pada jalur pipa, dan perkiraan pola cuaca, atau bahkan teknik lalu lintas, di mana lalu
lintas diperlakukan sebagai fluida yang berkelanjutan. Dinamika fluida menawarkan struktur
matematika yang membawahi disiplin praktis tersebut yang juga seringkali memerlukan hukum
empirik dan semi-empirik, diturunkan dari pengukuran arus, untuk menyelesaikan masalah
praktikal.
Mayoritas dinamika fluida diatur oleh persamaan Navier-Stokes yang menjelaskan gerak
fluida. Ini pada dasarnya membantu dalam memahami bagaimana kecepatan aliran fluida akan
berubah di bawah kekuatan internal dan eksternal seperti tekanan, kecepatan dan gravitasi. Para
ilmuwan dan insinyur menggunakan persamaan Navier-Stokes untuk model matematis cuaca,
arus laut, aliran udara di sekitar sayap pesawat terbang dan bahkan untuk memahami bagaimana
bintang bergerak di dalam galaksi. Tapi, pemahaman kita tentang persamaan ini masih minim
karena kebanyakan alat matematika tidak terbukti berguna untuk memprediksi perilaku arus
secara akurat. Hal ini karena cairan berperilaku berbeda dalam kasus yang berbeda. Misalnya,
asap yang keluar dari sebatang rokok atau kandil menunjukkan tanda-tanda aliran yang benar
pada awalnya, namun tiba-tiba berubah menjadi vortisitas yang tidak dapat diprediksi dengan
persamaan diferensial. Meskipun dimungkinkan bahwa persamaan N-S tidak dapat dipecahkan
dengan tepat dalam semua kasus, kemungkinan juga bahwa fluida matematis yang ideal dapat
dikembangkan dengan mengikuti persamaan itu.
Jean Leonard Marie Poiseuille dan Gotthilf Heinrich Ludwig Hagen merupakan orang yang
pertama menulis tentang aliran fuida. Mereka membahas mengenai masalah aliran darah di
dalam pembuluh darah. Tapi keduanya menulis tanpa melibatkan pengaruh viskositas.
Sementara Claude Louis Marie Navier dan Sir George Gabriel Stokes merumuskan persamaan
yang melibatkan viskositas dan persamaan tersebut dinamakan persamaan Navier-Stokes.
Gaya viskus ada karena ada perbedaan densitas fluida. Sebagai contoh, misal ada dua
permukaan perlapisan. Lapisan atas adalah lapisan A, dan lapisan bawah adalah lapisan B.
Panah ke kanan di permukaan A adalah arah dari gaya viskus yang bekerja pada elemen A
18
terhadap elemen B. Sedangkan panah ke kiri di B adalah arah dari gaya gesek yang terjadi antara
elemen B terhadap lapisan di bawahnya. Elemen A menyeret elemen B dengan gaya viskus yang
dimilikinya. Elemen B memiliki gaya inersia yang bewujud gaya gesek permukaan B terhadap
dasar lapisan. Sama halnya seperti kinetika di fisika, jika gaya viskus di B lebih besar dari gaya
gesek, maka lapisan A akan menarik lapisan B. Gaya viskus terjadi pada batas antar lapisan.
Dalam ilustrasi di atas gaya viskus terjadi pada dasar elemen A dengan permukaan atas
elemen B. Perubahan bentuk dapat terjadi, misalkan pada elemen b yang akan mengalami
deformasi akibat gaya viskus A. deformasi bisa terjadi karena karena bagian permukaan
memiliki kecepatan yang lebih besar dibanding dengan lapisan yang terletak di dasar. Gaya pada
lapisan A dan B ke arah kanan adalah stress viskus, sedangkan gaya viskus per-satuan volume
yang dimiliki adalah nilai stress viskus dikalikan dengan luas permukaannya.
Fluida juga memiliki kecepatan potensial. Kecepatan potensial adalah fungsi skalar yang
menyatakan kecepatan yang didefinisikan dalam aliran irrotational (hanya berlaku pada gerakan
fluida yang tidak mengalami gerakan rotasi atau alirannya tidak berotasi). Fungsi ini digunakan
untuk menskalarkan komponen kecepatan. Kecepatan arah u dalam kecepatan potensial adalah
perubahan terhadap x. Demikian juga dengan kecepatan arah v, yaitu perubahan terhadap y, dan
kecepatan arah w merupakan perubahan terhadap z. Dengan kata lain, kecepatan potensial
adalah nilai dari gradien.
Pada pasang surut air laut, alirannya adalah aliran tak tunak, persamaan momentum dapat
diterapkan pada pasang surut air laut. Pasang surut air laut memiliki pengaruh gaya geser angin,
memiliki viskositas air laut dan mengalami gaya gesekan dasar. Morfologi dasar laut yang tidak
beraturan menyebabkan adanya percepatan lokal pada aliran pasang surut ini. Salah satu ruas
persamaan momentum untuk kasus ini adalah percepatan lokal ditambahkan percepatan
konvektif tanpa komponen z karena telah dirata-ratakan terhadap kedalaman. Pada ruas lainnya
terdapat penjumlahan perkalian gravitasi dengan gradien elevasi terhadap suatu sumbu,
perkalian viskositas dinamik dengan komponen viskus, gaya gesekan dasar dan gaya geser
angin. Komponen gaya geser angin adalah perkalian lamda dengan magnitudo gaya geser angin,
gaya geser angin terhadap suatu sumbu lalu dibagi dengan kedalaman. Komponen gaya gesekan
dasar adalah perkalian antara koefisien gesekan dasar dan magnitudo gaya gesekan dasar lalu
19
dibagi dengan kedalaman. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh angin terus
berkurang seiring dengan bertambahnya kedalaman.
Seperti pada pasang surut air laut, kita juga dapat menerapkan persamaan momentum pada
arus inersia setelah memahami arus inersia memiliki karakter apa saja. Apabila angin yang
berhembus di atas permukaan laut secara tiba-tiba berhenti maka tidak ada transfer energi dari
angin ke permukaan laut. Walupun tidak ada transfer energi ke permukaan laut, namun massa
air di permukaan laut masih tetap bergerak. Gerakan massa air permukaan tersebut kemudian
dipengaruhi oleh gaya coriolis sehingga terjadi pembelokan arah ke kanan di belahan bumi utara
(ke kiri di belahan bumi selatan). Pada awalnya kekuatan gerak massa air masih cukup kuat
sehingga pengaruh coriolis menyebabkan gerak melingkar yang menyerupai spiral. Namun pada
akhirnya gerakan massa air melemah. Gerakan massa air laut atau arus tersebut dikenal dengan
nama arus inersia (inertial currents). Fenomena arus inersia ini sering dijumpai pada daerah
lintang tinggi, misalnya di Laut Baltik, di Pasifik Utara dan beberapa tempat lainnya. Intinya,
arus inersia adalah arus laut yang dipengaruhi gaya coriolis, tanpa gesekan, dan kemiringan
permukaan laut kecil. Sehingga persamaan momentum dapat diterapkan. Persamaan kontinuitas
arus inersia adalah perubahan kedalaman ditambah elevasi terhadap waktu ditambah perubahan
kedalaman ditambah elevasi dikalikan kecepatan arah sumbu x terhadap pertambahan panjang
sumbu x.
Persamaan Navier-Stokes adalah bentuk diferensial dari hukum kedua Newton tentang
pergerakan dari suatu fluida. Persamaan ini menyatakan bahwa perubahan dalam momentum
partikel- partikel fluida hanya bergantung pada gaya viskos internal dan gaya viskos tekanan
eksternal yang bekerja pada fluida. Dengan demikian, persamaan Navier-Stokes menjelaskan
kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja pada fluida (Welty dkk, 2004).
20
Pemecahan persamaan Navier-Stokes dengan menggunakan penyelesaian analitik jarang
ditemukan. Kesulitan utama dalam menyelesaikan persamaan Navier-Stokes adalah karena
ketidaklinierannya timbul dari suku percepatan konvektif. Persamaan Navier-Stokes berlaku
pada kedua aliran laminer dan turbulen. Penyelesaian secara eksak baru tersedia beberapa kasus
untuk aliran laminer, dimana kecepatannya tidak tergantung pada waktu atau aliran tunak
(Munson dkk, 2002).
Pada penelitian ini, kami memaparkan penerapan persamaan Navier-Stokes pada kasus
aliran fluida laminer di pipa tidak horizontal. Menarik bagi kami untuk membahas persamaan
Navier-Stokes karena kerumitannya. Analisis teoretis dipilih dengan membatasinya untuk aliran
laminer berkembang penuh. Jika alirannya tidak berkembang penuh, maka analisis teoretis
menjadi jauh lebih kompleks. Kasus-kasus yang diselesaikan secara eksak kebanyakan dibahas
untuk aliran laminer pada pipa yang horizontal. Oleh karena itu, kasus aliran fluida laminer pada
pipa tidak horizontal dipilih dan dipecahkan permasalahannya dengan menerapkan batasan-
batasan yang tepat selama proses penyelesaian berlangsung untuk memperoleh kecepatan rata-
rata fluida, laju aliran volume fluida, serta laju aliran massa fluida.
Persamaan Navier-Stokes diselesaikan untuk geometri tertentu dari aliran laminar berkembang
penuh di dalam sebuah pipa bundar yang tidak horizontal. Gerakan umum dari sebuah fluida
Newtonian tak mampu-mampat diatur oleh persamaan kontinuitas (kekekalan massa) dan
persamaan momentum (Zhang dkk, 2006; Spurk dan Aksel, 2008; Bhattacharyya dkk.
21
2.3 Bentuk Umum Persamaan Momentum
Persamaan momentum dapat diungkapkan kembali dalam bentuk vektor sebagai berikut.
𝜕𝑢 𝜕 𝑉 2 𝜕(𝑝 + 𝜌𝑔𝑧)
𝜌[ + ( ) + 2(𝑤𝜂 − 𝑣𝜁)] = − + 𝜇∇2 𝑢
𝜕𝑡 𝜕𝑥 2 𝜕𝑥
𝜕𝑣 𝜕 𝑉 2 𝜕(𝑝 + 𝜌𝑔𝑧)
𝜌[ + ( ) + 2(𝑢𝜁 − 𝑤𝜉)] = − + 𝜇∇2 𝑣
𝜕𝑡 𝜕𝑦 2 𝜕𝑦
𝜕𝑤 𝜕 𝑉 2 𝜕(𝑝 + 𝜌𝑔𝑧)
𝜌[ + ( ) + 2(𝑣𝜉 − 𝑢𝜂)] = − + 𝜇∇2 𝑤
𝜕𝑡 𝜕𝑧 2 𝜕𝑧
𝜕𝑉 𝑉2
𝜌[ + 𝑔𝑟𝑎𝑑 ( ) + (𝑐𝑢𝑟𝑙 𝑉) x V] = −𝑔𝑟𝑎𝑑 (𝑝 + 𝜌𝑔𝑧) + 𝜇∇2 𝑉
𝜕𝑡 2
22
Saat aliran tunak 𝜕𝑢/𝜕𝑡 = 0 dan 𝜕𝑣/𝜕𝑡 = 0, saat aliran dua dimensi saja w = 0 dan semua
turunan terhadap z adalah 0. Saat aliran seragam dan sejajar sumbu X, v dan semua turunannya
adalah 0 dan semua turunan terhadap x juga bernilai 0. Komponen gaya gravitasi sumbu X =
𝜌𝑔 sin 𝛼 dan Y =−𝜌𝑔 cos 𝛼. Saat aliran tak seragam, v = 0 dan persamaan kontinuitas tereduksi
untuk 𝜕𝑢/𝜕𝑥 = 0.
𝜕2𝑢
𝜌𝑔 sin 𝛼 + 𝜇 ( )=0
𝜕𝑦 2
𝜕𝑝
0= − − 𝜌𝑔 cos 𝛼
𝜕𝑦
Persamaan kedua
𝑝 = 𝑝𝑥 − 𝜌𝑔 cos 𝛼
dengan 𝑝𝑥 adalah tekanan atmosfer. Kondisi batas untuk u = 0 untuk y = -d lalu du/dy = 0 untuk
y = 0 di permukaan bebas. Didapatkan perumusan:
𝜕2𝑢 𝜌𝑔
=− sin 𝛼
𝜕𝑦 2 𝜇
23
2.4 Aplikasi Persamaan Momentum
Gaya-gaya yang bekerja pada suatu fluida yang telah dipelajari sebelumnya, dapat
mengakibatkan beberapa fenomena di laut, salah satunya adalah arus laut. Gaya-gaya yang
bekerja pada arus laut adalah sebagai berikut.
1. Gaya viskus
• Gaya gesekan angin
• Gaya gesekan dengan dasar laut
• Gaya gesekan antar lapisan fluida
• Khusus di pinggir pantai, stress gelombang
2. Gaya gradien tekanan
3. Gaya gravitasi bumi
4. Gaya Coriolis
24
5. Gaya tarik bulan dan matahari
Kelima jenis gaya diatas adalah gaya-gaya yang bekerja pada arus laut. Dengan mengetahui
gaya-gaya apa saja yang bekerja pada suatu arus laut, maka kita akan mengetahui bentuk
perumusan persamaan momentumnya, sehingga kita akan dapat mematematiskan gerak arus
laut dan memodelkannya di komputer. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa persamaan
momentum adalah
𝑑𝑉
𝑚 = ∑𝐹
𝑑𝑡
Dengan ∑ 𝐹 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ seluruh gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Dalam kasus arus laut, berarti
𝑑𝑉
adalah gaya-gaya diantara 5 gaya diatas dan 𝑚 𝑑𝑡 adalah unsur gaya inersia dari fluida tersebut.
Namun, kita dapat pula mengartikan persamaan momentum tersebut yaitu bahwa jumlah seluruh
gaya luar yang bekerja pada fluida adalah sebanding dengan perubahan momentum akibat gaya-
gaya yang bekerja tersebut.
• Arus Inersia
Persamaan pengatur arus inersia:
𝐷𝑢 1 𝜕𝜌 𝜕2𝑢 𝜕2𝑢 𝜕2 𝑢
Sumbu x: − 𝑓𝑣 = − +𝜗( + + )
𝐷𝑡 𝜌 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 2
𝐷𝑣 1 𝜕𝜌 𝜕2𝑣 𝜕2 𝑣 𝜕2 𝑣
Sumbu y: + 𝑓𝑢 = − +𝜗( + + )
𝐷𝑡 𝜌 𝜕𝑦 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 2
𝜕𝜌
Sumbu z: 𝜕𝑧
= −𝜌𝑔
Jika diasumsikan bahwa gaya gesekan dan gaya elevasi permukaan laut sangat kecil,
maka nilai
𝐷𝑢
− 𝑓𝑣 = 0
𝐷𝑡
𝐷𝑣
+ 𝑓𝑢 = 0
𝐷𝑡
Dimana f =2Ω sin θ
25
• Arus Ekman
Arus ekman adalah arus yang terbentuk karena adanya keseimbangan antara gaya
coriolis dengan gaya gesekan angin. Arus ini ditemukan oleh V. Walfrid Ekman yang
mengonfirmasi hasil pengamatan Nansen yang menemukan bahwa arah gerak bongkah
es di kutub utara memiliki penyimpangan 20o – 40o terhadap arah angin. Ekman
membuktikan secara matematis bahwa penyimpangan tersebut adalah sebesar 45o. Sudut
penyimpangan pun bertambah terhadap kedalaman. Dalam membangun model
matematik analitik untuk menjelaskan secara kuantitatif penyimpangan arus permukaan
terhadap angin permukaan,
𝑑2 𝑢
−𝑓𝑣 = 𝜗
𝑑𝑧 2
𝑑2𝑣
𝑓𝑢 = 𝜗
𝑑𝑧 2
• Arus Geostropik
Arus geostropik adalah arus yang terjadi apabila aliran tanpa gesekan, tanpa percepatan,
dan hanya gaya Coriolis dan gaya gravitasi saja yang bekerja. Jika disusun, maka
persaman momentum arus geostropik adalah sebagai berikut.
26
𝐷𝑣 1 𝜕𝑃 𝜕2𝑣 𝜕2𝑣 𝜕2𝑣
+ fu = − +υ( + + )
𝐷𝑡 𝜌 𝜕𝑦 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 𝜕𝑧 2
1 𝜕𝑝
𝑓𝑣 =
𝜌 𝜕𝑥
1 𝜕𝑝
𝑓𝑢 = −
𝜌 𝜕𝑦
• Gelombang linier
Dari persamaan momentum
𝜕𝑢 𝜕𝜂
= -𝑔
𝜕𝑡 𝜕𝑥
𝜕𝑣 𝜕𝜂
𝜕𝑡
= - 𝑔 𝜕𝑦
27
Persamaan gelombang linier atau ombak tersebut merupakan persamaan yang mengatur
gerak partikel-partikel fluida dalam gelombang ombak.
28
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahan makalah kali ini adalah
2. Persamaan momentum dibedakan menjadi 3, sesuai dengan sifat fluida yang dikenainya
a. Persamaan Bernoulli
Persamaan Bernoulli bekerja pada fluida yang mengalir secara tunak,
irrotasional, dan fluida ideal.
b. Persamaan Euler
Persamaan Euler berlaku pada fluida yang tidak viskus, sehingga suku gaya-gaya
viskus pada persamaan umum momentum dapat dieliminasi
c. Persamaan Navier-Stokes
Persamaan Navier Stoke merupakan persamaan momentum (utk fluida yang tak
mampu mampat) yang memperhatikan gaya gesekan dan gaya-gaya lain yang
bekerja pada partikel fluida.
3. Persamaan momentum dapat diaplikasikan dalam memahami fenomena-fenomena
oseanografi, seperti:
a. Arus inersia
b. Arus ekman
c. Arus geostropik
d. Gelombang berjalan
29