Anda di halaman 1dari 5

REFERAT ANESTESI

ROCURONIUM BROMIDE

Disusun oleh :

ACHMAD RYAN IMANSYAH

(111.0221.134)

Pembimbing :

Letkol. CKM. dr. A.B. Lubis Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ANESTESI RUMAH SAKIT TK II M.RIDWAN
MEUREKSA JAKARTA
( PERIODE 18 JUNI - 20 JULI )
Rocuronium bromide

Rocuronium bromide adalah pelumpuh otot non-depolarisasi (inhibitor kompetitif) yang


berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya
menghalangi asetil kolin menempatinya, sehingga asetil kolin tidak dapat bekerja.
Berdasarkan lama kerjanya pelumpuh otot non-depolarisasi dibagi menjadi tiga golongan :
kerja panjang, sedang dan pendek. Rocuronium bromide termasuk golongan pendek hingga
sedang.

INDIKASI
Intubasi trakea dan relaksasi otot selama pembedahan dan ventilasi mekanik.

DOSIS DAN PEMBERIAN


Rocuronium bromide diberikkan secara intravena baik secara bolus maupun melalui infus
secara berkelanjutan.
- Intubasi trakea
Dosis untuk intubasi rutin adalah 0,6 mg/kg. Untuk induksi cepat dosis rocuronium
1,0 mg/kg, lakukan intubasi setelah 90 detik pemberian rocuronium.
- Dosis pemeliharaan
Disarankan 0,15 mg/kg, untuk inhalasi harus dikurangi 0,075-0,1 mg/kg.
- Infus berkelanjutan
Disarankan terlebih dahulu memberikan dosis muatan 0,6 mg/kg saat persarafan otot
mulai kembali normal, lalu kemudian berikan melalui infus, dengan rata-rata 0,3-0,6
mg/kg. Jika melalui inhalasi rata-rata 0,3-0,4 mg/kg.
- Dosis dalam membantu ventilasi mekanik
Untuk satu jam pertama berikan 0,3-0,6 mg/kg. Jika ingin diberikan ventilasi mekanik
untuk 6-12 jam dosis harus diturunkan dengan rata-rata 0,2-0,5 mg/kg.

PENGENCERAN UNTUK INFUS


200 mg dalam 100 ml D5W, NS, atau LR (2mg/ml)
FARMAKODINAMIK
Rokuronium berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhir motorik. Tidak ada
perubahan yang secara klinis bermakna terhadap parameter hemodinamik. Rocuronium
bromide memiliki aktifitas vagolitik ringan dan terkadang dapat menimbulkan takikardi.
Rocuronium bromide tidak melepaskan konsentrasi histamin yang secara klinis bermakna.

FARMAKOKINETIK
Awitan aksi : 45-90 detik
Efek puncak : 1-3 menit
Lama aksi : 15-150 menit (tergantung dosis)

INTERAKSI OBAT
Meningkatkan efek
- Anestetik inhalasi dan eter
- Pelumpuh otot non-depolarisasi lainnya
- Dosis tinggi dari tiopental, metoheksital, ketamin, fentanil, gammahidroksibutirat,
propofol, dan etomidat.
- Suksametonium
- Antibiotik : Aminoglikosida, lincosamid, antibiotik polipeptida, antibiotik acylamino-
penisilin, tetrasiklin, dan dosis tinggi metronidazol
- Diuretik : tiamin, MAO inhibitor, quinidin, protamin, alfa-adrenergik bloker, garam
magnesium, calcium channel blocking agents, dan garam lithium
Menurunkan efek
- Neostigmin, Edrofonium, pyridostigmin, derivat aminopyridin.
- Kortikosteroid, fenitoin, dan karbamazepin.
- Noradrenalin, azathioprine, teofilin, kalsium klorida dan potassium klorida.

EFEK SAMPING
- Reaksi anafilaksis
Walaupun jarang reaksi anafilaksis yang diakibatkan pelumpuh otot termasuk
Rocuronium bromide pernah dilaporkan. Pada beberapa kasus reaksi ini berakibat
fatal. Oleh karena itu penggunaannya harus diawasi.
- Pengelepasan histamin dan reaksi histaminoid
Penggunaan zat ini dapat mengakibatkan penglepasan histamin baik lokal ataupun
sistemik. Reaksi lokal seperti gatal dan kemerahan pada tempat suntikan. Reaksi
sistemik berupa bronkospasme, gangguan pada jantung seperti hipotensi dan
takikardi. Oleh karena itu penggunaan zat ini harus dijaga. Pemberian Rocuronium
bromide dengan dosis rata-rata 0,3-0,9 mg/kg hanya sedikit meningkatkan histamin
plasma.
- Reaksi lokal pada tempat suntikan
Nyeri pada saat penyuntikkan Rocuronium bromide pernah dilaporkan. Terutama
pada pasien yang belum hilang kesadarannya secara penuh dan sebagian pada pasien
yang diinduksi oleh propofol. Dilaporkan 16% pasien merasakan nyeri pada saat
penyuntikkan Rocuronium bromide yang awalnya diinduksi menggunakan propofol
dan 0,5% yang diinduksi menggunakan thiopental dan fentanil.
DAFTAR PUSTAKA

1. Omoigui Sota, Obat – obatan anestesia edisi II, EGC, jakarta, 1997

2. Said A.latief, Kartini A. Suryadi, M.Ruswan Dachlan, petunjuk praktis anestesiologi,

fakultas kedokteran universitas indonesia, jakarta, 2002

3. www.emedicine.com

Anda mungkin juga menyukai