Anda di halaman 1dari 7

CHAPTER 6

MECHANICAL PROPERTIES OF METALS

6. 6 Sifat-Sifat Regangan (Tensile Properties)


Kelenturan dan Kekuatan Lenturan (Yielding and Yielding Strength)
Kebanyakan struktur dirancang untuk memastikan bahwa hanya deformasi elastis yang
terjadi ketika diberikan perlakuan tegangan. Struktur atau komponen yang telah mengalami
cacat plastis atau mengalami perubahan bentuk permanen kemungkinan tidak dapat
mengalami proses tersebut. Oleh karena itu, diharapkan untuk mengetahui tingkat tegangan
dimana deformasi plastik mulai terjadi atau fenomena lenturan terjadi. Untuk logam yang
mengalami transisi elastis-plastik secara bertahap, titik lentur dapat ditentukan sebagai titik
tolak awal linearitas kurva tegangan-regangan; hal ini disebut batas proporsional, seperti yang
ditunjukkan oleh titik P pada Gambar 6.10a, dan mewakili timbulnya deformasi plastis pada
tingkat mikroskopis. Posisi titik P ini sulit diukur secara tepat. Sebagai konsekuensinya,
konvensi telah dibuat dimana garis lurus dibangun sejajar dengan bagian elastis dari kurva
tegangan-regangan pada beberapa offset regangan tertentu, biasanya sekitar 0,002. Tegangan
yang sesuai dengan persimpangan garis ini dan kurva tegangan-regangan saat membelok di
wilayah plastik didefinisikan sebagai kekuatan lentur σy. Seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 6.10a. Satuan kekuatan lentur adalah MPa atau psi.
Untuk bahan yang memiliki daerah elastis nonlinear (Gambar 6.6), penggunaan metode
regangan offset (the strain offset method) tidak dimungkinkan dilakukan, dan praktik yang
biasa dilakukan adalah menentukan kekuatan lentur sebagai tegangan yang diperlukan untuk
menghasilkan sejumlah regangan (mis., P = 0,005). Beberapa logam baja dan bahan lainnya
menunjukkan perilaku tegangan-regangan yang ditunjukkan pada Gambar 6.10b. Transisi
elastis-plastik terdefinisi dengan baik dan terjadi secara tiba-tiba pada apa yang disebut
sebagai fenomena titik lentur (yield point phenomenon). Pada titik lentur di atas, deformasi
plastis diawali dengan penurunan yang jelas pada tegangan teknik (engineering stress).
Deformasi selanjutnya sedikit berfluktuasi pada beberapa nilai tegangan konstan, disebut titik
luluh terendah (the lower yield point); tegangan kemudian meningkat dengan meningkatnya
regangan. Untuk logam-logam yang menunjukkan efek ini, kekuatan lentur diambil
berdasarkan tegangan rata-rata yang berkaitan dengan titik lentur terendah dikarenakan
terdefinisi dengan baik dan relatif tidak sensitif terhadap prosedur pengujian. Dengan
demikian, tidak perlu menggunakan metode regangan offset untuk bahan-bahan ini.
Besarnya kekuatan lentur untuk logam merupakan ukuran ketahanannya terhadap
deformasi plastis. Kekuatan lentur dapat berkisar dari 35 MPa (5000 psi) untuk bahan
berkekuatan rendah Aluminium hingga lebih besar dari 1400 MPa (200.000 psi) untuk bahan
Baja berkekuatan tinggi.

Gambar 6.10 (a) Perilaku tegangan-regangan tertentu untuk logam yang menunjukkan
deformasi elastis dan plastik, batas proporsional P, dan kekuatan lentur σy
yang ditentukan menggunakan metode offset regangan 0,002. (B) Perilaku
tegangan-regangan representatif ditemukan untuk beberapa logam baja yang
menunjukan fenomena titik lentur.

Kekuatan Tarik (Tensile Strength)


Setelah melentur (yielding), tegangan yang diperlukan untuk melanjutkan deformasi
plastis dalam logam meningkat hingga maksimum, titik M pada Gambar 6.11, dan kemudian
berkurang ke fraktur (fracture) akhirnya, titik F. Kekuatan tarik TS (MPa atau psi) adalah
tegangan maksimum pada kurva tegangan-regangan teknik (Gambar 6.11). Ini sesuai dengan
tegangan maksimum yang dapat dipertahankan oleh struktur dalam kondisi teregang; jika
tegangan ini diterapkan dan dipertahankan, maka akan terjadi fraktur. Semua deformasi ke
titik ini terjadi seragam di seluruh daerah sempit spesimen tarik. Namun, pada tekanan
maksimum ini, penyempitan kecil atau leher (neck) mulai terbentuk di beberapa titik, dan
semua deformasi berikutnya terbatas pada leher ini, seperti yang ditunjukkan oleh insets
spesimen skematik pada Gambar 6.11. Fenomena ini disebut necking, dan fraktur akhirnya
terjadi di leher. Kekuatan fraktur sesuai dengan tegangan pada fraktur. Kekuatan tarik
bervariasi dari 50 MPa (7000 psi) untuk aluminium hingga sebesar 3000 MPa (450.000 psi)
untuk baja berkekuatan tinggi. Biasanya, ketika kekuatan logam dikutip (cited) untuk tujuan
desain, kekuatan lentur digunakan karena pada saat tegangan yang sesuai dengan kekuatan
tarik telah diterapkan, seringkali struktur telah mengalami begitu banyak deformasi plastis
sehingga tidak berguna lagi. Selain itu, kekuatan patah biasanya tidak ditentukan untuk tujuan
desain teknik.

Gambar 6.11 Perilaku stres-regangan rekayasa tipikal untuk fraktur, titik F. Kekuatan tarik
TS ditunjukkan pada titik M. Inset melingkar mewakili geometri spesimen
yang terdeformasi pada berbagai titik di sepanjang kurva. Strain M Insets
melingkar mewakili geometri spesimen yang terdeformasi pada berbagai titik
di sepanjang kurva.

Keuletan/Kegetasan (Ductility)
Keuletan (ductility) merupakan sifat mekanik penting lainnya. Sifat ini merupakan
ukuran tingkat deformasi plastis yang dipertahankan pada fraktur. Logam yang mengalami
sedikit atau bahkan tidak ada deformasi plastis pada fraktur disebut rapuh (brittle). Perilaku
tegangan-regangan tarik untuk logam getas dan rapuh secara skematis diilustrasikan pada
Gambar 6.13.
Keuletan dapat dinyatakan secara kuantitatif sebagai persen perpanjangan atau persen
pengurangan area. Persen perpanjangan (%EL) adalah persentase regangan plastis pada
fraktur, atau
 l f  l0 
% EL     100

 l0 
di mana lf adalah panjang fraktur dan l0 adalah panjang pengukuran (gauge) asli sebenarnya
yang diberikan sebelumnya. Sejauh ini (inasmuch) proporsi yang signifikan dari deformasi
plastik pada fraktur terbatas pada daerah leher, besarnya % EL tergantung pada panjang
spesimen gauge (terukur). Semakin pendek l0, semakin besar fraksi total pemanjangan dari
leher dan, akibatnya, semakin tinggi nilai % EL. Oleh karena itu, l0 harus dispesifikasikan
ketika persen nilai perpanjangan dikutip; biasanya 50 mm (2 in.).
Persentase pengurangan pada daerah (%RA) didefinisikan sebagai
 A0  A f 
% RA     100

 A0 
di mana A0 adalah luas penampang sebenarnya dan Af adalah luas penampang pada titik
fraktur. Nilai persentase pengurangan area tidak tergantung pada l0 dan A0. Selanjutnya,
untuk bahan yang diberikan, besaran %EL dan %RA, secara umum, berbeda. Kebanyakan
logam memiliki setidaknya tingkat keuletan pada suhu kamar; Namun, beberapa menjadi
rapuh karena suhu diturunkan (Bagian 8.6).
Pengetahuan tentang keuletan bahan penting, setidaknya dua alasan. Pertama, hal ini
menunjukkan kepada seorang desainer sejauh mana suatu struktur akan berubah bentuk
plastis sebelum fraktur. Kedua, menentukan tingkat deformasi yang diijinkan selama operasi
fabrikasi. Kami kadang-kadang menyebut bahan yang relatif ulet sebagai "pemaaf," dalam
arti bahwa mereka mungkin mengalami deformasi lokal tanpa fraktur, jika ada kesalahan
dalam besarnya perhitungan stres desain. Bahan rapuh kira-kira dianggap yang memiliki
regangan fraktur kurang dari sekitar 5%.
Dengan demikian, beberapa sifat mekanik penting logam dapat ditentukan dari uji
tegangan-regangan. Tabel 6.2 menyajikan beberapa nilai pada suhu-ruang tertentu kekuatan
lentur, kekuatan tarik, dan keuletan untuk beberapa logam biasa. Sifat-sifat ini peka terhadap
segala deformasi sebelumnya, keberadaan pengotor, dan/atau perlakuan panas apa pun yang
menjadi subjek logam. Modulus elastisitas adalah salah satu parameter mekanik yang tidak
sensitif terhadap perlakuan ini. Seperti halnya modulus elastisitas, besarnya kekuatan lentur
dan kekuatan tarik menurun dengan meningkatnya suhu; hanya kebalikannya berlaku untuk
keuletan - biasanya meningkat dengan suhu. Gambar 6.14 menunjukkan bagaimana perilaku
tegangan-regangan besi bervariasi dengan suhu.

Tabel. 6.1 Sifat mekanis tertentu dari beberapa logam dan paduan (alloys) pada kondisi
pemanasan (annealed)

Ketahanan (Resilence)
Ketahanan adalah kapasitas suatu bahan untuk menyerap energi ketika dideformasi
secara elastis dan kemudian, setelah dibongkar, agar energi ini pulih. Sifat yang berterkaitan
adalah modulus ketahanan (modulus of resilence), Ur, yang merupakan energi regangan per
satuan volume yang diperlukan untuk menekan suatu bahan dari keadaan tidak bermuatan
hingga titik produksi. Secara komputasional, modulus ketahanan untuk spesimen yang
mengalami uji tegangan uniaksial hanya area di bawah kurva tegangan-regangan teknik yang
diambil untuk menghasilkan (Gambar 6.15), atau
y
U r    d
0

Dengan asumsi bahwa daerah tersebut adalah linear elastic, maka


1
U r   y y
2
Dimana εy merupakan regangan pada kelenturan.
Satuan untuk ketahanan adalah hasil produk dari satuan masing-masing dua sumbu plot
tegangan-regangan. Untuk satuan SI dinyatakan dalam joule per meter kubik (J/m3, setara
dengan Pa), sedangkan dengan dalam satuan US merupakan gaya inci-pon per inci kubik
(dalam-lbf/in.3, setara dengan psi). Baik joule maupun gaya inci-pon adalah satuan energi,
dan dengan demikian area di bawah kurva tegangan-regangan ini menunjukkan penyerapan
energi per satuan volume (dalam meter kubik atau inci kubik) material.
Gambar 6.14 Prilaku regangan-tegangan untuk besi pada kondisi tiga temperatur

Gambar 6.15 Skema representasi yang menunjukkan bagaimana modulus ketahanan (daerah
berwarna) ditentukan dari perilaku tarikan regangan-tegangan bahan.
Dengan kata lain, persamaan Ur bisa dinyatakan dalam bentuk lain, yaitu

 y  y
2
1 1
U r   y  y   y  
 2E
2 2  E 
Dengan demikian, bahan yang memiliki ketahanan adalah yang memiliki kekuatan
lentur tinggi dan modulus elastisitas rendah; paduan tersebut digunakan dalam aplikasi pegas.
Ketangguhan (Toughness)
Ketangguhan merupakan istilah mekanis yang digunakan dalam beberapa konteks.
Pertama, ketangguhan (atau lebih khusus, ketangguhan fraktur) adalah sifat yang
menunjukkan bahan resistensi terhadap fraktur ketika ada retakan (atau cacat pemusatan stres
lainnya) (seperti yang dibahas dalam Bagian 8.5). Karena hampir tidak mungkin (dan juga
mahal) untuk membuat bahan dengan cacat nol (atau untuk mencegah kerusakan selama
perbaikan), ketangguhan fraktur merupakan pertimbangan utama untuk semua bahan
struktural.
Cara lain untuk mendefinisikan ketangguhan adalah sebagai kemampuan suatu bahan
untuk menyerap energi dan deformasi plastis sebelum mengalami fraktur. Untuk kondisi
pembebanan dinamis (laju regangan tinggi) dan ketika takik (notch) (atau titik konsentrasi
tegangan) ada, ketangguhan takik dinilai dengan menggunakan uji tumbukan, seperti dibahas
dalam Bagian 8.6. Untuk situasi statis (laju regangan rendah), ukuran ketangguhan dalam
logam (berasal dari deformasi plastis) dapat dipastikan dari hasil uji tegangan-regangan tarik.
Ini adalah area di bawah kurva σ-ε hingga titik fraktur. Satuannya sama dengan untuk
ketahanan (mis., Energi per satuan volume material). Agar logam menjadi tangguh, maka
harus menampilkan kekuatan dan keuletan. Ini ditunjukkan pada Gambar 6.13, di mana kurva
tegangan-regangan diplot untuk kedua jenis logam. Oleh karena itu, meskipun logam getas
memiliki hasil yang lebih tinggi dan kekuatan tarik, itu memiliki ketangguhan yang lebih
rendah dari pada yang ulet, seperti yang dapat dilihat dengan membandingkan area ABC dan
AB’C’ pada Gambar 6.13.

Anda mungkin juga menyukai