Anda di halaman 1dari 28

MACAM-MACAM JENIS KATA,JENIS FRASA DAN KLAUSA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia


Dosen Pengampu : Risa Faradisa M.Pd

Oleh:
1. Nuridin 2013315536
2. Mollina Desy Ramandhani 2013116245
3. RatnaKumala Sari 2013116077
4. D
5. E

Kelas : G

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PRODI EKONOMI SYARIAH
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah dengan segala puji bagi Allah Semesta Alam yang telah memberikan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tak lupa sholawat serta salam kami
junjungkan kepada Nabi besar, Muhammad SAW. yang senantiasa kami nantikan syafaatnya di
hari akhir kelak.

Makalah ini dibuat dan disusun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia
yang telah memberikan bimbingan demi kelancaran pembuatan makalah ini.Tidak terlepas dari
itu, adanya kekurangan dalam tata bahasa dan penyusunan kalimat, baik itu penulisan dalam
materi pembahasan. Dengan tangan terbuka kami menerima kritik dan saran dari pembaca.

Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat memenuhi tugas pada khususnya dan
bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Pekalongan, 6 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang ....................................................................................................................... 1

A. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1


B. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Jenis Kata .............................................................................................................. 3


B. JenisFrasa .............................................................................................................. 5
C. Klausa .................................................................................................................... 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................................ 12
B. Saran ...................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pembicaraan tentang sintaksis, bidang yang menjadi lahannya adalah unit bahasa
berupa wacana, kalimat, klausa, frase, dan kata. Manusia dalam bertutur sapa, berkisah, atau
segala sesuatu yang dapat dikatakan sebagai berbahasa, selalu memunculkan kalimat-kalimat
yang diirangkai, dijalin sedemikian rupa, sehingga berfungsi optimal bagi si penutur dalam
upaya mengembangkan akal budinya dan memelihara kerjasamanya dengan orang lain.

Bahasa merupakan suatu komponen penting yang digunakan dalam berkomunukasi.


Pengenalan tentang kebahasaan pun perlu sekali ditingkatkan. Untuk itu, sebagai warga
negara yang baik kita hendaknya mempelajari bahasa tidak hanya sekedar tahu bagaimana
cara mengkomunikasikannya, tetapi juga tahu kaidah-kaidahnya. Baik kaidah secara tertulis
maupun secara lisan.

Maka dari itu, ada ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang disebut dengan linguistik.
Linguistik itu sendiri meliputi beberapa ilmu, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik
dan lain sebagainya. Dalam hal ini, kami akan membahas tentang sintaksis yang mempelajari
tentang struktur kalimat, seperti jenis kata, frasa, dan klausa.

B. Rumusan Masalah
1. jenis kata
2. Frasa
3. Klausa

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Jenis Kata.
2. Mengetahui Frasa.
3. Mengetahui Klausa.
BAB II

PEMBAHASAN
A. JENIS KATA

Menurut ciri atau karakteristiknya, kata terbagi ke dalam beberapa jenis. Berdasarkan hal itu,
kata-kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas kata kerja, kata benda, kata ganti, kata sifat, kata
bilangan, kata keterangan, kata sandang, kata depan, kata sambung, dan kata seru.

1. KATA KERJA
Kata kerja ( verba) adalah kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan,
proses, atau keadaan. Kata kerja memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Umumnya menempati fungsi predikat dalam kalimat.
Contoh: Kucing mengeong.
S P
Ibu membuatkan ayah kue ulang tahun.
S P O Pel.
 Mengandung makna perbuatan (aksi), proses, atau keadaan.
Contoh: memberi, mengajarkan, berair.
 Tidak dapat didahului kata paling.
Contoh: paling tidur, paling mandi, paling makan (?)
 Dapat didahului oleh kata keterangan akan, sedang, dan sudah.
Contoh: akan bekerja, sedang mandi, sudah pergi.
 Dapat didahului kata ingkar tidak.
Contoh: tidak belajar, tidak bekerja sama, tidak menolong.
 Dapat dipakai dalam kalimat perintah, khususnya yang bermakna perbuatan.
Contoh: Ambilkan buku itu!

Kata kerja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yakni sebagai berikut:
a. Bentuk dasar dan bentuk turunan
Ditijau dari bentuknya, kata kerja dibedakan menjadi:
 Kata kerja bentuk dasar, contoh: makan, duduk, tidur.
 Kata kerja bentuk turunan, contoh: mengajari, malam-malam, rendah hati.
b. Transitif-intrasitif
Ditinjau dari hubungannya dengan unsur lain dalam kalimat, kata kerja dibedakan atas:
 Kata kerja transitif, yakni kata kerja yang memerlukan objek atau pelengkap,
Contoh: Kucing itu menangkap anak burung merpati.
 Kata kerja intrasitif, yakni kata kerja yang tidak memerlukan objek atau pelengkap,
Contoh: Ibu sedang memasak didapur.
c. Aktif-pasif
Dilihat dari makna yang dikandungnya, kata kerja dibedakan atas:
 Kata kerja aktif, contoh: membaca, memakan, menjual.
 Kata kerja pasif, contoh: diminum, dinaikkan, terdengar.
2. KATA BENDA

Kata benda (nomina) adalah kata yang mengacu pada manusia, benda, konsep, atau
pengertian. Kata benda memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
 Umumnya menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap.
Contoh: mereka menghadiai kami buku pelajaran
 Dapat didahului kata ingkar bukan dan tidak dengan kata tidak
Contoh: bukan nasi yang makan, melainkan jagung.

 Dapat diikuti kata sifat, baik secara langsung maupun dengan perantaraan kata yang
Contoh: baju baru, pekerjaan yang mudah, ibu yang baik

Kata benda terbagi ke dalam beberapa jenis, yakni sebagai berikut:

a. Bentuk dasar dan bentuk turunan


1. Bentuk dasar, contoh: gambar, meja,tahun, hari.
2. Bentuk turunan, contoh: pembeli, kemenangan, ayunan.
b. Konkret-abstrak

Di tinjau dari wujudnya,kata benda terbagi atas:


1. Kata benda konkret, contoh: meja, lampu
2. Kata benda abstrak, contoh: permainan, keindahan
3. KATA GANTI

Kata ganti (pronomina) adalah kata yang menggantikan kata benda atau kata yang
dibendakan. Menurut fungsinya, kata ganti dibedakan sebagai berikut:
 Kata ganti orang, adalah kata ganti yang mengacu pada orang. Seperti orang pertama,
kedua, dan ketiga.
 Kata petunjuk, meliputi:
1. Petunjuk umum, contoh: ini, itu, anu.
2. Petunjuk tempat, contoh: sini, situ, sana.
3. Petunjuk ihwal, contoh: begini, begitu.
 Kata penanya, adalah kata ganti yang dipakai untuk menandai suatu pertanyaan. Hanya
ada dua unsur yang mendasari kata tanya, yakni apa dan mana.
4. KATA BILANGAN

Kata bilangan (numeralia) adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya wujud
(orang, binatang, atau barang) dan konsep.

Berdasarkan bentuknya, kata bilangan terbagi ke dalam dua jenis, yakni:


1. Bilangan pokok, contoh: nol, tujuh, sepuluh.
2. Bilangan tingkat, contoh: kedua, ketiga, keempat.
Berdasarkan tentu atau tidaknya, kata bilangan diklasifikasikan menjadi:
1. Bilangan tentu, contoh: satu, tiga, delapan, sepersepuluh.
2. Bilangan tak tentu, contoh: beberapa, banyak, sedikit.
5. KATA SIFAT
Kata sifat (ajektiva) adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan
orang, benda, atau binatang.

6. KATA KETERANGAN

Kata keterangan (adverbia) adalah kata yg memberi keterangan atau penjelasan pada kata
lainnya.

Kata keterangan terbagi ke dalam dua bentuk, yakni:


1. Bentuk dasar, contoh: sangat, hanya, lebih, segera.
2. Bentuk turunan, contoh: diam-diam, setinggi-tingginya.
Kata keterangan turunan dapat dibentuk dengan cara-cara berikut:
1. Dengan mengulang kata dasar, contoh: diam-diam, lekas-lekas, pelan-pelan.
2. Dengan mengulang kata dasar dan menyertainya dengan akhiran –an, contoh: habis-
habisan, mati-matian.
3. Dengan mengulang kata dasar dan menambahkan imbuhan se-nya, contoh: setinggi-
tingginya, sedalam-dalamnya.
4. Dengan menambahkan afiks pada kata dasar, contoh: sebaiknya, selekasnya.
5. Dengan menambahkan –nya pada kata dasar, contoh: agaknya, biasanya.
7. KATA TUGAS

Berbeda dengan jenis-jenis kata sebelumnya, kata tugas hanya mempunyai arti gramatikal
dan tidak memiliki arti leksikal.Berdasarkan peranannya dalam frase atau kalimat, kata tugas
dibagi menjadi beberapa kelompok, yakni kata depan, kata penggabung, kata seru.

1. Kata Depan

Kata depan (preposisi) adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsure pembentuk frase
preposisional.
2. Kata Penggabung

Kata penggabung (konjungsi) adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa, kalimat,
atau paragraf. Konjungsi dibagi ke dalam lima kelompok.
 Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menggabungkan dua klausa yang
memiliki kedudukan yang setara.
1. Dan, menandai hubungan penambahan.
2. Atau, menandai hubungan pemilihan.
3. Tetapi, menandai hubungan perlawanan.
Penggunaan ketiga jenis konjungsi di atas menghasilkan kalimat majemuk setara.
 Konjunjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menggabungkan dua klausa
atau lebih yang memiliki hubungan bertingkat.
 Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menggabungkan dua kata, frase,
atau klausa, dan hubungan kedua unsur itu memiliki derajat yang sama.
 Konjungsi antar kalimat adalah menghubungkan satu kalimat dengan kaimat
yang lain. Karena itu, konjungsi macam itu selalu memulai suatu kalimat yang
baru dan tentu saja huruf pertamanya di tulis dengan huruf kapital.
 Konjungsi antar paragraf, dimana kepaduan antar paragraf dapat dilihat dari
pemakaian kata yang menghubungkan paragraf-paragraf itu. Hubungan antar
paragraf dapat di pererat dengan menggunakan kata penggabung.
3. Kata Seru

Kata seru (interjeksi) adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati manusia. Untuk
memperkuat rasa gembira, sedih, jijik, orang biasanya memakai kata tertentu di samping
kalimat yang mengandung makna pokok yang dimaksud. Secara garis besar, kata seru
mengacu pada sikap yang: (1) positif, (2) negatef, (3) keheranan, dan (4) netral atau
campuran.
B. FRASA

1. Pengertian Frasa
Frasa juga didefinisikan sebagai satuan gramatika yang berupa gabungan kata yang
bersifat non prediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat.Menurut prof. M Ramlan, frasa adalah satuan gramatik
yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan
(Ramlan, 2001:139).Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatanya
sebagai subjek, prediktif, objek, pelengkapatau pun keterangan, maka masih bisa disebut
frasa.

Contoh:
1. Gedung sekolah itu
2. Yang akan pergi
3. Sedang membaca
4. Sakitnya bukan main
5. Besok lusa
6. Di depan.

Jika contoh itu diletakan dalam struktur kalimat, kedudukanya tetap pada satu jabatan saja.

1. Gedung sekolah itu (S) luas (P)


2. Dia (S) yang akan pergi (P) besok (ket).
3. Bapak (S) sedang membaca (P) Koran sore (O)
4. Pukulan Budi (S) sakitnya bukan main (P)
5. Besok lusa (ket) aku (S) kembali (P)
6. Bu guru (S) berdiri (P) di depan (ket)
Jika, walau terdiri atas dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas fungsi. Pendapat lain
mengatakkan bahwa frasa adalah satuan sintakis terkecil yang merupakan pemadu
kalimat.
Untuk memudahkan pemahaman anda mengenai frasa, perhatikan juga kalimat berikut
yang di contoh kan oleh Ramlan (1988).
Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan.
Kalimat itu terdiri dari satu klausa, yaitu dua orang mahasiswa sedang.
Selanjutnya klausa terdiri dari empat unsur yang lebih rendah tataranya, yaitu dua orang
mahasiswa, sedang membaca ,dkk (1992) mengiraikan cara mengenal frase bahasa
Indonesia seperti berikut.
Perhatikan unsure setiap fungsi yang, buku baru, dan di perpustakaan. Unsur-unsur itu
ada yang terdiri dari dua kata, yakni sedang membaca, buku baru, di perpustakaan, da n
ada yang terdiri dari tiga kata, yakni dua orang mahasiswa.Di samping itu, masing-
masing unsure itu menduduki satu fungsi.Dua orang mahasiswa menduduki fungsi S,
sedang membaca menduduki fungsi P, buku menempati fungsi O, dan di perpustakaan
menempati fungsi KET.Demikianlah, unsure klausa yang terdiri dari dua kata atau lebih
yang tidak melampaui batas fungsi itu merupakan satuan gramatik yang disebut frasa.
Jadi frasa ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak
melampaui batas fungsi unsure klausa.

Selain contoh di atas, Supriyadi g terdapat kalimat-kalimat berikut:


1. Saya guru. (SP)
2. Ayah saya guru. (sp)
3. Adik teman saya guru bahasa Indonesia. (SP)

2. JENIS FRASA

Ramlan (1981) membagi frasa berdasarkan kesetraan distribusi unsure unsurnya atas dua
jenis, yakni frasa endosentrik dan frasa ekosentrik.

a. Frase Endosentris
Frase endosentris yaitu frasa yang distribusi unsur-unsur nya setara dalam kalimat.
Dalam frasa endosentris kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu dapat digantikan
oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu
disebut unsur pusat (UP).Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang
memiliki unsur pusat.

Contoh :Sejumlah mahasiswa (S) di teras (P).

Kalima tersebut tidak bias jika hanya ‘Sejumlah di teras’ (salah) karena kata maha
siswa adalah unsure pusat dari subjek. Jadi, ‘sejumlah maha siswa’ adalah frasa
endosentris.

Frasa endosentris terbagi atas tiga jenis:

a) Frase endosentris koordinatif yakni frasa yang unsur-unsurnya setara. Dapat di


hubungkan dengan kata, atau, misalnya:
 Rumah pekarangan
 Kakek nenek
 Suami istri
b) Frase endosentries antributif, yakni frase yang unsur-unsurnya tidak setara
sehingga tak dapat disisipkan kata penghubung dan, dan, atau misalnya:
 Buku baru
 Sedang belajar
 Belum mengajar
c) Frase endosentris apositif, yakni frase yang unsurnya bias saling menggantikan dalam
kalimat tapi tak dapat dihubungkan dengan kata dan atau misalnya:
 Almin, anak Pak Darto sedang membaca
 ,anak Pak Darto sedang belajar
 Ahmad sedang, -belajar
b. Frase eksosentris adalah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan
semua unsurnya, misalnya:
 Di pasar
 Ke sekolah
 Dari kampong

Frase ditinjau dari segi persamaan distribusi dengan golongan atau kategori kata, frase terdiri
atas: frase nominal, frase verba, frase ajektival, frase pronominal, frasenumeralia (depdikbud,
1988).

1. Frase verba adalah frasa yang unsure pusatnya (UP) berupa kata yang termasuk kategori
verba. Secara marfologis, UP frasa biasanya ditandai adanya afiks verba. Secata sintaktis,
frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’ untuk verba aktif, dan kata ‘sudah’ untuk
verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata ’sangat’ ,dan biasanya menduduki
predikat.

Contoh :dia berlari.

Secara morfologis, kata berlari terdapata fiksber-, dan secaras intaktis dapat diberi kata
‘sedang’ yang menunjukan verba aktif.

Contoh frasav erba yang merupakan satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau
lebih dengan verba sebagai intinya dan tidak merupakan klausa adalah sebagai berikut.
 Kapal laut itu sudah berlabuh
 Bapak saya belum pergi
 Ibu saya sedang mencuci
2. Frasa nomina, yaitu frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk katagori nomina. UP
frasa itu berupa:
1. Nomina sebenarnya
Contoh: pasir ini di gunakan untuk mengaspal jalan

2. Pronominal
Contoh: dia itu musuh saya

3. Nama
Contoh: Dian itu manis

4. Kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya belum menjadi nomina.


Contoh: dia rajin > rajin itu menguntugkan

Anaknya dua ekor > dua itu sedikit

Dia berlari > berlari itu menyehatkan

Kata rajin pada kalimat pertama pada awalnya adalah frasa ajektiva, begitu pula
dengan dua ekor awalnya frasa numeralia, dan kata berlari yang awalnya adalah
frasa verba.

Contoh kalimat lainya yang mengandung frasanomina, misalnya:


 Kakek membeli tiga buah layang-layang.
 Amiruddin makan beberapa butir telur itik.
 Syarifuddin menjua ltiga puluh kodi kayu besi.

3. Frase ajektiv adalah suatu grametik yang terdiri atas dua kata atau lebih sedang intinya
adalah ajektival (sifat) dan satuan itu tidak membentuk klausa,misalnya:
 Ibu bapaku sangat gembira
 Baju itu sangat indah
 Mobil ferozamu baru sekali
Frasa ajektiva UP nya berupa kata yang termasuk kategori ajektiva. UP nya dapat diberi afikster-
(paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi
predikat.

Contoh: Rumahnya besar.

Ada pertindian kelas antara verba dan ajektif untuk beberapa kata tertentu yang mempunyai ciri
ajektiva. Jika hal ini yang terjadi, maka yang digunakan sebagai dasar pengelolaan adalah ciri
dominan.

Conto: menakutkan (memiliki afiksverba, tidak bias diberi kata ‘sedang’ atau ‘sudah’, tetapi bias
diberi kata ‘sangat’).

4. Frase pronominal adalah dua kata atau lebih yang intinya pronominal dan hanya
menduduki satu fungsi dalam kalimat. Misalnya:
 Saya sendiri akan pergi kepasar
 Kamu sekalian akan berkunjung ke Tator
 Kamu semua akan pergi studi wisata di Tator

5. Frase numeralia yaitu frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori numeralia,
yaitu kata-kata yang secara semabtis menyatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam
frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.

Contoh:
 Dua buah
 Tiga ekor
 Lima biji
 Duap uluh lima orang

Contoh lain frasa numeralia yaitu dua kata atau lebih yang hanya menduduki satu fungsi dalam
kalimat, tetapi suatu gramatik itu intinya [adanumeralia. Misalnya:
 Tiga buah rumahs edang terbakar
 Lima ekor ayam sedang terbang
 Sepuluh bungkus kue aka dibeli
6. Frasa preposisi yaitu frasa yang di tandai adanya preposisi atau kata depan sebagai
penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi)+petanda (kata atausekelompok kata) di teras
 Kerumah teman
 Dari sekolah
 Untuk saya
7. Frasa konjungsi yaitu frasa yang di tandai adanya konjungsi atau kata sambungs ebagai
penanda dan diikuti klausa petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka
petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.

Contoh:

 Penanda (konjungsi) + petanda (klausa, menpunyai P)


 Sejak kemarin dia terus diam (P) di situ.

Ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa keterangan, karena keterangan menggunakan kata
yang termasuk dalam kategori konjungsi.

C. KLAUSA

Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri
dari subjek S dan predikat P, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Klausa juga
merupakan unsur kalimat, karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa. Unsur inti
klausa adalah S dan P. Namun demikian, S sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas
sebagai akibat dari penggabungan kalusa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62). Dari definisi
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas predikat,
baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari
kalimat. Penanda klausa adalah P, tetapi yang menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S,
klausa terdiri atas S dan P. Jika mempunyai S, klausa terdiri atas S, P, dan O, jika tidak memiliki
O dan Ket, klausa terdiri atas P, O, dan Ket, demikian seterusnya. Penanda klausa adalah P,
tetapi yang dianggap sebagai unsur inti klausa adalah S dan P.
Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak muncul misalnya
dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi. Misalnya :
Pertanyaan : kamu memanggil siapa?
Jawaban : teman satu kampus  S dan P-nya dihilangkan.
Contoh pada bahasa tidak resmi : saya telat!  P-nya dihilangkan.

Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa
belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah
mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan kesenyapan
akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai. Klausa sudah pasti mempunyai P,
sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.

Suatu ujaran yang terdiri atas subjek, predikat, objek, dan keterangan, misalnya Saya
sedang makan kue di rumah merupakan sebuah klausa sekaligus sebuah kalimat, yakni kalimat
tunggal. Akan tetapi, ujaran Ibu sedang mencuci piring ketika Ayah pulang dari pasar bukan
sebuah klausa tetapi kalimat, yakni kalimat majemuk. Hal tersebut berdasar pada definisi yang
dikemukakan oleh Kridalaksana (1982:85) bahwa “klausa adalah satuan gramatikal berupa
kelompok kata yang sekurang-kurangnya tediri dari subjek dan predikat dan mempunyai potensi
untuk menjadi kalimat.” Pengertian yang sama dikemukakan oleh Ramlan (1981:62) sebagai
berikut:
“Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri atas dari P, baik
disertai S, O, PEL, dan KET atau tidak. Dengan ringkas klausa ialah (S) P
(O), (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu
bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada.”
Berdasarkan pengertian di atas, klausa adalah satuan gramatik yang unsur-
usurnya minimal terdiri atas Subjek-Predikat dan maksimal unsurnya terdiri atas
Subjek-Predikat-Objek-Pelengkap-Keterangan.
Misalnya:
• Saya makan
• Saya sedang makan nasi
• Saya sedang makan nasi kemarin
• Saya sedang memasakkan nasi kakakku.

1. Klasifikasi Klausa
Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu
adalah (1) Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2) Klasifikasi klausa
berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN), dan (3) Klasifikasi klausa
berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF).

Berikut hasil klasifikasinya:


a) Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti
klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S,
sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi
klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara
gramatik menegatifkan P.
Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan. Klasifikasi
klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P
menghasilkan :
1. Klausa Positif
Klausa poisitif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang
menegatifkan P.
Contoh:
 Ari seorang pesepakbola terkenal
 Mahasiswa itu mengerjakan tugas
 Mereka pergi ke kampus.
2. Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P.
Contoh:
 Ari bukan seorang pesepakbola terkenal
 Mahasiswa itu belum mengerjakan tugas
 Mereka tidak pergi ke kampus.

Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara
sematik belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur , misalnya, memang secara
gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa dia tidak mengambil pisau,
kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang
dimaksudkan 'dia tidak mengambil sesuatu apapun', maka kata negasi itu menegatifkan O.
Misalnya dalam klausa dia tidak mengambil pisau, melainkan sendok.

b) Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P


Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan
menjadi:
1) Klausa Nomina
Klausa nomina adalah klausa yang predikatnya terdiri atas kata atau frasa golongan
nomina.
Misalnya:
 Dia seorang sukarelawan
 Mereka bukan sopir angkot
 Nenek saya penari
 Ia guru IPA
2) Klausa Verba
Klausa verba ialah klausa yang predikatnya terdiri atas kata atau frasa kategori
verbal.
Contoh:
 Dia membantu para korban banjir
 Pemuda itu menolong nenek tua.

Klausa Verba terbagi atas empat jenis, yakni:


a. Klausa verbal ajektif
Klausa verbal ajektif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan verbal
yang termasuk kategori sifat sebagai pusatnya.
Misalnya:
 Rumahnya sangat luas
 Motornya sangat mahal
 Rumahnya indah sekali
b. Klausa verbal intransitif
Klausa verbal intransitif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan kata
kerja intransitif sebagai unsur intinya.
Misalnya:
 Burung merpati sedang terbang di angkasa
 Adikku sedang bermain-main di lapangan
 Pesawat Lion Air belum mendarat di Lanud Hasanuddin
c. Klausa verbal aktif
Klausa verbal aktif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan verbal
transitif sebagai unsur intinya.
Misalnya:
 Ibuku sedang mencuci piring
 Pamanku sedang mengajarkan IPS
 Guru-guruku sedang mengikuti pelatihan PIPS
d. Klausa verbal reflektif
Klausa verbal reflektif adalah klausa yang predikatnya dari kata verbal yang
tergolong kata kerja reflektif.
Misalnya:
 Mereka sedang mendinginkan diri
 Anak-anak itu sedang menyelamatkan diri
 Kakek Ady telah mengobati penyakitnya
e. Klausa verbal resiprok
Klausa verbal resiprok adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan verbal
yang termasuk kata keja resiprok.
Misalnya:
 Mereka saling melempar batu karang.
 Mereka tolong menolong di sungai
 Anak-anak itu ejek-mengejek di sekolah
3) Klausa bilangan
Klausa bilangan adalah klausa yang predikatnya dari kata atau frasa golongan
bilangan.
Misalnya:
 Kaki meja itu empat buah
 Mobil itu delapan rodanya
 Rumah panggung itu duapuluh tiangnya
4) Klausa depan
Klausa depan adalah klausa yang predikatnya dari kata atau frasa depan yang diawali
kata depan sebagai penanda.
Misalnya:
 Baju dinas itu untuk pegawai pemda
 Mobil itu dari Amerika
 Makanan lezat itu buat adik-adikmu
5) Klausa Adjektiva
Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
adjektiva.
Contoh:
 Adiknya sangat gemuk
 Hotel itu sudah tua
 Gedung itu sangat tinggi.
6) Klausa Numeralia
Klausa numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
numeralia.
Contoh:
 Anaknya lima ekor
 Mahasiswanya sembilan orang
 Temannya dua puluh orang.
7) Klausa Preposisiona
Klausa preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori
frasa preposisiona.
Contoh:
 Sepatu itu di bawah meja
 Baju saya di dalam lemari
 Orang tuanya di Jakarta.
8) Klausa Pronomia
Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi
ponomial.
Contoh:
 Hakim memutuskan bahwa dialah yang bersalah
 Sudah diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya .
c) Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan ataas:
1) Klausa Bebas
Klausa bebas ialah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor. Jadi,
klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang berfungsi sebagai
predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah sebuah kalimat yang merupakan
bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat
dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar itu, sehingga kembali kepada wujudnya
semula, yaitu kalimat.
Contoh:
 Anak itu badannya panas , tetapi kakinya sangat dingin
 Dosen kita itu rumahnya di jalan Ambarawa
 Semua orang mengatakan bahwa dialah yang bersalah.
2) Klausa terikat
Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat
mayor, hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor. Kalimat minor adalah konsep
yang merangkum : pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat telegram.
Contoh:
 Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum
 Semua tersangkan diinterograsi, kecuali dia
 Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
d) Klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat
Rusmaji (116) berpendapat mengenai beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa juga
dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas:
1) Klausa Atasan
Klausa atasan ialah klausa yang tidak menduduki f ungsi sintaksis dari klausa yang
lain.
Contoh:
 Ketika paman datang, kami sedang belajar
 Meskipun sedikit, kami tahu tentang hal itu
2) Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur
dari klausa yang lain.
Contoh:
 Dia mengira bahwa hari ini akan hujan
 Jika tidak ada rotan, akarpun jadi
3) Analisis Klausa
Klasifikasi klausa dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu :
Berdasarkan fungsi unsur-usurnya
Berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya
Berdasarkan makna unsur-unsurnya.
1. Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket.
Kelima unsur itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu
klausa hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang terdii dari S,
P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada
dalam klausa ialah P.
I. S dan P
Contoh :
- Budi(S) tidak berlari-lari(P)  Tidak berlari-lari(P) Budi(S)
- Badannya(S) sangat lemah(P)  Sangat lemah(P) badannya(S)
II. O dan Pel
P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dari golongan
kata verbal intransitif, dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain. Apabila
terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang mengikuti P itu.
Contoh:
- Kepala Sekolah(S) akan menyelenggarakan(P) pentas seni(O)
- Pentas seni(S) akan dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)
III. KET
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat
diperkirakan menduduki fungsi Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu terletak di
belakang dapat, dalam suatu klausa Ket pada umumnya letak yang bebas, artinya dapat
terletak di depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan dapat terletak di belakang
sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel, karena O
dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung di belakang P.
Contoh:
- Akibat banjir(Ket) desa-desa itu(S) hancur(P)
- Desa-desa itu(S) hancur(P) akibat banjir(O)
-
2. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini
itu disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan
merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
Contoh:

Aku Sudah Menghadap Komandan Tadi


F S P O Ket.
K N V N Ket.

3. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-unsurnya


Dalam analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi
S, P, O, Pel dan Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S terdiri dari N,
fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari N, fungsi Pel terdiri dari N, V, Bil dan
fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.
Fungsi-fungsi itu di samping terdiri dari kategori-kategori kata atau frase juga terdiri dari
makna-makna yang sudah barang tentu makna unsur pengisi fungsi berkaitan dengan makna
yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain.
Contoh :
Di Tempat Beberapa
Dinda Menemani Adiknya
Tidur saat
E S P O Ket. 1 Ket. 2
K N V N FD N
M Pelaku Pembuatan Penderita Tempat Waktu
Dinda Menemani Adiknya Di tempat
tidur
Beberapa
saat
F S P O Ket 1) Ket 2)
K N V N FD N
M Pelaku Pembuatan Penderita Tempat Waktu
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN

Kelas kata Menurut Abdul Chaer dalam buku “Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia”
halaman 86-194.
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak
melampaui batas fungsi unsur klausa.
Frase merupakan kelompok kata yang mendududuki suatu fungsi (subjek, predikat,
pelengkap, objek, dan keterangan) dan kesatuan makna dalam kalimat.
Kridalaksana (1982:85) mengungkapkan bahwa “klausa adalah satuan gramatikal
berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya tediri dari subjek dan predikat dan
mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.”
Keraf (1984:156) mendefinisikan kalimat sebagai salah satu bagian dari ujaran yang
didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedang intonasinya menunjukkan bagian ujaran itu
sudah lengkap.
Menurut Harimurti Kridalaksana ( 1985: 184 ),Wacana adalah satuan bahasa
terlengkap dalam hierarki gramatikal, merupakan satuan gramatikal atau satuan bahasa
tertinggi dan terbesar .
Menurut Samsuri (1988: 1 ) Memandang wacana dari segi komunikasi.Menurutnya
dalam sebuah wacana,terdapat konteks wacana ,topic ,kohesi,dan koherensi.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.


H. P. Achmad. 2012. Sintaksis Bahasa Indonesia. Tanggerang : PT Pustaka Mandiri.
Alwasilah, Abd. Chedar. 1983.Linguistik Suatu Pengantar. Bandung:Angkasa
Badudu, J.S. 1980. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia Jakarta: Bandung Angkasa
__________ 1982. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta:Gramedia.
Faisal,M. Dkk.2006. Kajian Bahasa Indonesia
Kridalaksana. H. 1982. Kamus Lingistik, Jakarta: Gramedia
Keraf, Gorys. 1982. Tatabahasa Indonesia. EndeFlores: Nusa Indah
Ramlan, M. 1985. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi
Offset.
Ramlan, M. 1988. Sintaksis. Yogyakarta: UP Kencono
Ramlan, M.1978. Kata Verbal dan Proses Verbalisasi dalam Bahasa Indonesia,
Lembaga Penelitian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Tarigan, H,G, 1983. Prinsip-Prinsip Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai