Oleh:
1. Nuridin 2013315536
2. Mollina Desy Ramandhani 2013116245
3. RatnaKumala Sari 2013116077
4. D
5. E
Kelas : G
Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah dengan segala puji bagi Allah Semesta Alam yang telah memberikan
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tak lupa sholawat serta salam kami
junjungkan kepada Nabi besar, Muhammad SAW. yang senantiasa kami nantikan syafaatnya di
hari akhir kelak.
Makalah ini dibuat dan disusun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia
yang telah memberikan bimbingan demi kelancaran pembuatan makalah ini.Tidak terlepas dari
itu, adanya kekurangan dalam tata bahasa dan penyusunan kalimat, baik itu penulisan dalam
materi pembahasan. Dengan tangan terbuka kami menerima kritik dan saran dari pembaca.
Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat memenuhi tugas pada khususnya dan
bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan............................................................................................................ 12
B. Saran ...................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembicaraan tentang sintaksis, bidang yang menjadi lahannya adalah unit bahasa
berupa wacana, kalimat, klausa, frase, dan kata. Manusia dalam bertutur sapa, berkisah, atau
segala sesuatu yang dapat dikatakan sebagai berbahasa, selalu memunculkan kalimat-kalimat
yang diirangkai, dijalin sedemikian rupa, sehingga berfungsi optimal bagi si penutur dalam
upaya mengembangkan akal budinya dan memelihara kerjasamanya dengan orang lain.
Maka dari itu, ada ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang disebut dengan linguistik.
Linguistik itu sendiri meliputi beberapa ilmu, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik
dan lain sebagainya. Dalam hal ini, kami akan membahas tentang sintaksis yang mempelajari
tentang struktur kalimat, seperti jenis kata, frasa, dan klausa.
B. Rumusan Masalah
1. jenis kata
2. Frasa
3. Klausa
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Jenis Kata.
2. Mengetahui Frasa.
3. Mengetahui Klausa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. JENIS KATA
Menurut ciri atau karakteristiknya, kata terbagi ke dalam beberapa jenis. Berdasarkan hal itu,
kata-kata dalam bahasa Indonesia terdiri atas kata kerja, kata benda, kata ganti, kata sifat, kata
bilangan, kata keterangan, kata sandang, kata depan, kata sambung, dan kata seru.
1. KATA KERJA
Kata kerja ( verba) adalah kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan,
proses, atau keadaan. Kata kerja memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Umumnya menempati fungsi predikat dalam kalimat.
Contoh: Kucing mengeong.
S P
Ibu membuatkan ayah kue ulang tahun.
S P O Pel.
Mengandung makna perbuatan (aksi), proses, atau keadaan.
Contoh: memberi, mengajarkan, berair.
Tidak dapat didahului kata paling.
Contoh: paling tidur, paling mandi, paling makan (?)
Dapat didahului oleh kata keterangan akan, sedang, dan sudah.
Contoh: akan bekerja, sedang mandi, sudah pergi.
Dapat didahului kata ingkar tidak.
Contoh: tidak belajar, tidak bekerja sama, tidak menolong.
Dapat dipakai dalam kalimat perintah, khususnya yang bermakna perbuatan.
Contoh: Ambilkan buku itu!
Kata kerja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yakni sebagai berikut:
a. Bentuk dasar dan bentuk turunan
Ditijau dari bentuknya, kata kerja dibedakan menjadi:
Kata kerja bentuk dasar, contoh: makan, duduk, tidur.
Kata kerja bentuk turunan, contoh: mengajari, malam-malam, rendah hati.
b. Transitif-intrasitif
Ditinjau dari hubungannya dengan unsur lain dalam kalimat, kata kerja dibedakan atas:
Kata kerja transitif, yakni kata kerja yang memerlukan objek atau pelengkap,
Contoh: Kucing itu menangkap anak burung merpati.
Kata kerja intrasitif, yakni kata kerja yang tidak memerlukan objek atau pelengkap,
Contoh: Ibu sedang memasak didapur.
c. Aktif-pasif
Dilihat dari makna yang dikandungnya, kata kerja dibedakan atas:
Kata kerja aktif, contoh: membaca, memakan, menjual.
Kata kerja pasif, contoh: diminum, dinaikkan, terdengar.
2. KATA BENDA
Kata benda (nomina) adalah kata yang mengacu pada manusia, benda, konsep, atau
pengertian. Kata benda memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
Umumnya menduduki fungsi subjek, objek, atau pelengkap.
Contoh: mereka menghadiai kami buku pelajaran
Dapat didahului kata ingkar bukan dan tidak dengan kata tidak
Contoh: bukan nasi yang makan, melainkan jagung.
Dapat diikuti kata sifat, baik secara langsung maupun dengan perantaraan kata yang
Contoh: baju baru, pekerjaan yang mudah, ibu yang baik
Kata ganti (pronomina) adalah kata yang menggantikan kata benda atau kata yang
dibendakan. Menurut fungsinya, kata ganti dibedakan sebagai berikut:
Kata ganti orang, adalah kata ganti yang mengacu pada orang. Seperti orang pertama,
kedua, dan ketiga.
Kata petunjuk, meliputi:
1. Petunjuk umum, contoh: ini, itu, anu.
2. Petunjuk tempat, contoh: sini, situ, sana.
3. Petunjuk ihwal, contoh: begini, begitu.
Kata penanya, adalah kata ganti yang dipakai untuk menandai suatu pertanyaan. Hanya
ada dua unsur yang mendasari kata tanya, yakni apa dan mana.
4. KATA BILANGAN
Kata bilangan (numeralia) adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya wujud
(orang, binatang, atau barang) dan konsep.
6. KATA KETERANGAN
Kata keterangan (adverbia) adalah kata yg memberi keterangan atau penjelasan pada kata
lainnya.
Berbeda dengan jenis-jenis kata sebelumnya, kata tugas hanya mempunyai arti gramatikal
dan tidak memiliki arti leksikal.Berdasarkan peranannya dalam frase atau kalimat, kata tugas
dibagi menjadi beberapa kelompok, yakni kata depan, kata penggabung, kata seru.
1. Kata Depan
Kata depan (preposisi) adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsure pembentuk frase
preposisional.
2. Kata Penggabung
Kata penggabung (konjungsi) adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa, kalimat,
atau paragraf. Konjungsi dibagi ke dalam lima kelompok.
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menggabungkan dua klausa yang
memiliki kedudukan yang setara.
1. Dan, menandai hubungan penambahan.
2. Atau, menandai hubungan pemilihan.
3. Tetapi, menandai hubungan perlawanan.
Penggunaan ketiga jenis konjungsi di atas menghasilkan kalimat majemuk setara.
Konjunjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menggabungkan dua klausa
atau lebih yang memiliki hubungan bertingkat.
Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menggabungkan dua kata, frase,
atau klausa, dan hubungan kedua unsur itu memiliki derajat yang sama.
Konjungsi antar kalimat adalah menghubungkan satu kalimat dengan kaimat
yang lain. Karena itu, konjungsi macam itu selalu memulai suatu kalimat yang
baru dan tentu saja huruf pertamanya di tulis dengan huruf kapital.
Konjungsi antar paragraf, dimana kepaduan antar paragraf dapat dilihat dari
pemakaian kata yang menghubungkan paragraf-paragraf itu. Hubungan antar
paragraf dapat di pererat dengan menggunakan kata penggabung.
3. Kata Seru
Kata seru (interjeksi) adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati manusia. Untuk
memperkuat rasa gembira, sedih, jijik, orang biasanya memakai kata tertentu di samping
kalimat yang mengandung makna pokok yang dimaksud. Secara garis besar, kata seru
mengacu pada sikap yang: (1) positif, (2) negatef, (3) keheranan, dan (4) netral atau
campuran.
B. FRASA
1. Pengertian Frasa
Frasa juga didefinisikan sebagai satuan gramatika yang berupa gabungan kata yang
bersifat non prediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat.Menurut prof. M Ramlan, frasa adalah satuan gramatik
yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan
(Ramlan, 2001:139).Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatanya
sebagai subjek, prediktif, objek, pelengkapatau pun keterangan, maka masih bisa disebut
frasa.
Contoh:
1. Gedung sekolah itu
2. Yang akan pergi
3. Sedang membaca
4. Sakitnya bukan main
5. Besok lusa
6. Di depan.
Jika contoh itu diletakan dalam struktur kalimat, kedudukanya tetap pada satu jabatan saja.
2. JENIS FRASA
Ramlan (1981) membagi frasa berdasarkan kesetraan distribusi unsure unsurnya atas dua
jenis, yakni frasa endosentrik dan frasa ekosentrik.
a. Frase Endosentris
Frase endosentris yaitu frasa yang distribusi unsur-unsur nya setara dalam kalimat.
Dalam frasa endosentris kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu dapat digantikan
oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu
disebut unsur pusat (UP).Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang
memiliki unsur pusat.
Kalima tersebut tidak bias jika hanya ‘Sejumlah di teras’ (salah) karena kata maha
siswa adalah unsure pusat dari subjek. Jadi, ‘sejumlah maha siswa’ adalah frasa
endosentris.
Frase ditinjau dari segi persamaan distribusi dengan golongan atau kategori kata, frase terdiri
atas: frase nominal, frase verba, frase ajektival, frase pronominal, frasenumeralia (depdikbud,
1988).
1. Frase verba adalah frasa yang unsure pusatnya (UP) berupa kata yang termasuk kategori
verba. Secara marfologis, UP frasa biasanya ditandai adanya afiks verba. Secata sintaktis,
frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’ untuk verba aktif, dan kata ‘sudah’ untuk
verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata ’sangat’ ,dan biasanya menduduki
predikat.
Secara morfologis, kata berlari terdapata fiksber-, dan secaras intaktis dapat diberi kata
‘sedang’ yang menunjukan verba aktif.
Contoh frasav erba yang merupakan satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau
lebih dengan verba sebagai intinya dan tidak merupakan klausa adalah sebagai berikut.
Kapal laut itu sudah berlabuh
Bapak saya belum pergi
Ibu saya sedang mencuci
2. Frasa nomina, yaitu frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk katagori nomina. UP
frasa itu berupa:
1. Nomina sebenarnya
Contoh: pasir ini di gunakan untuk mengaspal jalan
2. Pronominal
Contoh: dia itu musuh saya
3. Nama
Contoh: Dian itu manis
Kata rajin pada kalimat pertama pada awalnya adalah frasa ajektiva, begitu pula
dengan dua ekor awalnya frasa numeralia, dan kata berlari yang awalnya adalah
frasa verba.
3. Frase ajektiv adalah suatu grametik yang terdiri atas dua kata atau lebih sedang intinya
adalah ajektival (sifat) dan satuan itu tidak membentuk klausa,misalnya:
Ibu bapaku sangat gembira
Baju itu sangat indah
Mobil ferozamu baru sekali
Frasa ajektiva UP nya berupa kata yang termasuk kategori ajektiva. UP nya dapat diberi afikster-
(paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi
predikat.
Ada pertindian kelas antara verba dan ajektif untuk beberapa kata tertentu yang mempunyai ciri
ajektiva. Jika hal ini yang terjadi, maka yang digunakan sebagai dasar pengelolaan adalah ciri
dominan.
Conto: menakutkan (memiliki afiksverba, tidak bias diberi kata ‘sedang’ atau ‘sudah’, tetapi bias
diberi kata ‘sangat’).
4. Frase pronominal adalah dua kata atau lebih yang intinya pronominal dan hanya
menduduki satu fungsi dalam kalimat. Misalnya:
Saya sendiri akan pergi kepasar
Kamu sekalian akan berkunjung ke Tator
Kamu semua akan pergi studi wisata di Tator
5. Frase numeralia yaitu frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori numeralia,
yaitu kata-kata yang secara semabtis menyatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam
frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.
Contoh:
Dua buah
Tiga ekor
Lima biji
Duap uluh lima orang
Contoh lain frasa numeralia yaitu dua kata atau lebih yang hanya menduduki satu fungsi dalam
kalimat, tetapi suatu gramatik itu intinya [adanumeralia. Misalnya:
Tiga buah rumahs edang terbakar
Lima ekor ayam sedang terbang
Sepuluh bungkus kue aka dibeli
6. Frasa preposisi yaitu frasa yang di tandai adanya preposisi atau kata depan sebagai
penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi)+petanda (kata atausekelompok kata) di teras
Kerumah teman
Dari sekolah
Untuk saya
7. Frasa konjungsi yaitu frasa yang di tandai adanya konjungsi atau kata sambungs ebagai
penanda dan diikuti klausa petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka
petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh:
Ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa keterangan, karena keterangan menggunakan kata
yang termasuk dalam kategori konjungsi.
C. KLAUSA
Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri
dari subjek S dan predikat P, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Klausa juga
merupakan unsur kalimat, karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa. Unsur inti
klausa adalah S dan P. Namun demikian, S sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas
sebagai akibat dari penggabungan kalusa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62). Dari definisi
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas predikat,
baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari
kalimat. Penanda klausa adalah P, tetapi yang menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S,
klausa terdiri atas S dan P. Jika mempunyai S, klausa terdiri atas S, P, dan O, jika tidak memiliki
O dan Ket, klausa terdiri atas P, O, dan Ket, demikian seterusnya. Penanda klausa adalah P,
tetapi yang dianggap sebagai unsur inti klausa adalah S dan P.
Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak muncul misalnya
dalam kalimat jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi. Misalnya :
Pertanyaan : kamu memanggil siapa?
Jawaban : teman satu kampus S dan P-nya dihilangkan.
Contoh pada bahasa tidak resmi : saya telat! P-nya dihilangkan.
Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa
belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah
mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan kesenyapan
akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai. Klausa sudah pasti mempunyai P,
sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.
Suatu ujaran yang terdiri atas subjek, predikat, objek, dan keterangan, misalnya Saya
sedang makan kue di rumah merupakan sebuah klausa sekaligus sebuah kalimat, yakni kalimat
tunggal. Akan tetapi, ujaran Ibu sedang mencuci piring ketika Ayah pulang dari pasar bukan
sebuah klausa tetapi kalimat, yakni kalimat majemuk. Hal tersebut berdasar pada definisi yang
dikemukakan oleh Kridalaksana (1982:85) bahwa “klausa adalah satuan gramatikal berupa
kelompok kata yang sekurang-kurangnya tediri dari subjek dan predikat dan mempunyai potensi
untuk menjadi kalimat.” Pengertian yang sama dikemukakan oleh Ramlan (1981:62) sebagai
berikut:
“Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri atas dari P, baik
disertai S, O, PEL, dan KET atau tidak. Dengan ringkas klausa ialah (S) P
(O), (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu
bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada.”
Berdasarkan pengertian di atas, klausa adalah satuan gramatik yang unsur-
usurnya minimal terdiri atas Subjek-Predikat dan maksimal unsurnya terdiri atas
Subjek-Predikat-Objek-Pelengkap-Keterangan.
Misalnya:
• Saya makan
• Saya sedang makan nasi
• Saya sedang makan nasi kemarin
• Saya sedang memasakkan nasi kakakku.
1. Klasifikasi Klausa
Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu
adalah (1) Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2) Klasifikasi klausa
berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN), dan (3) Klasifikasi klausa
berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF).
Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara
sematik belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur , misalnya, memang secara
gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa dia tidak mengambil pisau,
kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang
dimaksudkan 'dia tidak mengambil sesuatu apapun', maka kata negasi itu menegatifkan O.
Misalnya dalam klausa dia tidak mengambil pisau, melainkan sendok.
A. SIMPULAN
Kelas kata Menurut Abdul Chaer dalam buku “Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia”
halaman 86-194.
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak
melampaui batas fungsi unsur klausa.
Frase merupakan kelompok kata yang mendududuki suatu fungsi (subjek, predikat,
pelengkap, objek, dan keterangan) dan kesatuan makna dalam kalimat.
Kridalaksana (1982:85) mengungkapkan bahwa “klausa adalah satuan gramatikal
berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya tediri dari subjek dan predikat dan
mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.”
Keraf (1984:156) mendefinisikan kalimat sebagai salah satu bagian dari ujaran yang
didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedang intonasinya menunjukkan bagian ujaran itu
sudah lengkap.
Menurut Harimurti Kridalaksana ( 1985: 184 ),Wacana adalah satuan bahasa
terlengkap dalam hierarki gramatikal, merupakan satuan gramatikal atau satuan bahasa
tertinggi dan terbesar .
Menurut Samsuri (1988: 1 ) Memandang wacana dari segi komunikasi.Menurutnya
dalam sebuah wacana,terdapat konteks wacana ,topic ,kohesi,dan koherensi.
DAFTAR PUSTAKA