Anda di halaman 1dari 43

TUGAS KELOMPOK

AUDITING LANJUTAN
“PROFESSIONALISME LIABILITY”

DOSEN PENGAMPU:
DR. NOVITA W. RESPATI, SE, M.SI, AK, CA

DISUSUN OLEH:

“KELOMPOK 2”

RAHMATULLAH ALFIKRI (NIM.1920333310015)

FENDRY MAPPARIZA (NIM.1920333310008)

MEGA (NIM.1920333320028)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
DAFTAR ISI

Halaman

Cover i
Daftar Isi ii

BAB I

PEND
AHUL
UAN

1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penulisan 3

BAB II LANDASAN TEORI


2.1. Pengetian Etika Bisnis 4
2.2. Teori Etika 4
2.3. Pengertian Akuntan Publik 6
2.4. Standar Profesional Akuntan Publik 7
2.5. Kode Etik Akuntan Publik 13
2.6. Pentingnya Nilai-Nilai Etika dalam Auditing 23
2.7. Hal–hal yang Berkaitan Dengan Hukum Sehubungan
Dengan Pekerjanaan Auditor 24
2.8. Tanggung Jawab Auditor 25
2.9. Kewajiban Hukum Bagi Auditor 28

BAB III PEMBAHASAN


3.1. Profil KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono (KPMG-SSH) 31
3.2. Gambaran Umum Kasus 31
3.3. Tanggapan IAI 33
3.4. Pelanggaran KPMG-Siddharta siddharta & Harsono 34

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan 40
4.2. Saran 40

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Dalam aktivitas perusahaan tentu tidak lepas dengan yang namanya
bisnis, bisnis dapat dikatakan sebagai suatu transaksi dari organisasi yang
menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya yang tujuannya
untuk mendapatkan keuntungan. Namun kenyataannya perusahaan dalam
melakukan bisnisnya harus mempunyai etika, baik dalam lingkungan eksternal
maupun lingkungan internal. Lingkungan eksternal dapat mencakup masyarakat
sekitar dan pemerintah sedangkan lingkungan internal seperti etika antar
karyawan perusahaan dan pemegang saham. Etika secara bahasa adalah aturan
tentang baik dan buruk. Beretika dalam berbisnis adalah salah satu kunci
keberhasilan para pelaku bisnis. Bisnis yang sukses bukan hanya dilihat
dari hasil usaha saja, tetapi juga tercermin dari perilaku serta sepak terjang
pelaku bisnis.
Pada praktiknya banyak perusahaan yang mengesampingkan etika demi
tercapainya keuntungan yang berlipat ganda dan lebih mengedepankan
kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga menggeser prioritas perusahaan
dalam mematuhi kewajibannya. Kecenderungan itu memunculkan
penyimpangan oleh perusahaan untuk tercapainya kepentingan dan tujuan
perusahaan. Praktik penyimpangan ini terjadi tidak hanya di perusahaan di
Indonesia, namun terjadi pula kasus di luar negeri. Penyelewengan yang biasa
dilakukan adalah memanipulasi laporan keuangan, Penyuapan Pajak baik yang
dilakukan oleh perusahaan maupun bekerjasama dengan Kantor Akuntan Publik.
Setiap akhir periode akuntansi, Perusahaan akan menyajikan laporan
keuangan tahunan yang nantinya akan diaudit oleh seorang auditor eksternal
yang independen yang disebut sebagai Akuntan publik. Dalam menjalankan
profesinya seorang akuntan publik di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang
merupakan salah satu sub organisasi profesi akuntan publik Indonesia yang
bernaung di bawah organisasi induknya yaitu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

1
yang telah menetapkan dan menerbitkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik.
Sebelumnya, kode etik IAPI ini disebut Aturan Etika yang merupakan
penjabaran lebih lanjut dari Prinsip Etika-IAI.
Seorang akuntan publik biasanya berada di bawah naungan sebuah
lembaga yaitu Kantor Akuntan Publik. Dalam makalah ini, penulis sedikit
membahas permasalahan mengenai pelanggaran etika dalam Kantor Akuntan
Publik (KAP) terhadap Suap Pajak PT Easman Christensen (PTEC). Dimana,
pada bulan September Tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono
(KPMG-SSH) terbukti menyuap aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu.
Penyogokan ini untuk mempengaruhi si pejabat kantor pajak agar "memangkas"
jumlah kewajiban pajak PTEC, dari AS$3,2 juta menjadi AS$270 ribu.
Kasus penyuapan pajak ini terkuak dari penasihat anti suap Baker, yang
khawatir dengan perilaku anak perusahaannya. Maka, untuk mengantisipasi
resiko yang lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan
memecat para eksekutifnya. Badan pengawas pasar modal AS, Securities &
Exchange Commision, menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act,
Undang-Undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri.
Akibatnya, SEC melakukan gugatan terhadap Baker dan KPMG-SSH
dipengadilan distrik Texas. Namun, oleh karena permohonan Baker dan itikad
baiknya telah melaporkan kasus ini secara sukarela, kasus ini akhirnya
diselesaikan diluar pengadilan. Mengingat pentingnya etika dan tanggung jawab
auditor, oleh karena itu makalah ini diberi judul frofessionalisme liability dan
akan dibahas pada bab selanjutnya untuk pemahaman yang lebih mendalam.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Etika Bisnis?
2. Sebutkan macam-macam Teori etika?
3. Apa yang dimaksud dengan Akuntan Publik?
4. Sebutkan Standar Profesional dalam Akuntan Publik?
5. Sebutkan Kode Etik IAI dan IAPI
6. Bagaimana tanggung jawab auditor terhadap jasa audit?
7. Apa saja kewajiban hukum bagi auditor?
8. Bagaimana hubungannya dengan kasus pelanggaran KPMG-Siddharta &
Harsono dengan Teori Etika, Standar Profesional dalam Akuntan Publik,
dan Kode Etik IAI dan IAPI?

2
9. Bagaimana hubungannya dengan kasus pelanggaran KPMG-Siddharta &
Harsono dengan tanggung jawab auditor?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing Lanjutan
2. Untuk memperdalam pemahaman dalam materi kode etik dan tanggung
jawab profesionalitas dalam kantor akuntan publik

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. PENGERTIAN ETIKA BISNIS


Etika dalam Bahasa Yunani, yaitu Ethos yang artinya adalah “kebiasaan
atau tingkah laku” sedangkan dalam Bahasa Inggris ialah Ethis yang artinya
“tingkah laku atau perilaku manusia yang baik atau tindakan yang harus
dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya.” Sebagai tambahan
Etika Bisnis merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang ada hubungannya
dengan upaya menentukan perbuatan yang telah dilakukan manusia untuk
dikatakan baik ataupun buruk. Dengan adanya etika pergaulan dalam
bermasyarakat khususnya dalam berbisnis akan terlihat suatu etika baik ataupun
buruk, atau dapat dikatakan paradigma masyarakat tentang suatu hal. Jadi etika
bersifat relative maksudnya dapat berubah-ubah sesuai tuntutan zaman.
Hill dan Jones dalam Agoes (2013) menyatakan bahwa etika bisnis
merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna
memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika
mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan
masalah moral yang kompleks. Lebih jauh ia mengatakan, “Most of us already
have a good sense of what is right and what is wrong. We already know that is
wrong to take action that put the lives other risk” atau sebagian besar dari kita
sudah memiliki rasa yang baik dari apa yang benar dan apa yang salah. Kita
sudah tahu bahwa salah satu untuk mengambil tindakan yang menempatkan
risiko kehidupan yang lain.
2.2. TEORI ETIKA
Berikut teori etika menurut Agoes (2013), yaitu:
1. Teori Egoisme
Rachels(2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan
egoism, yatiu egoism psikologis dan egoism etis. Kedua konsep ini tampak
mirip karena keduanya menggunakan istilah egosime, namun sebenarnya
keduanya mempunyai pengertian yang berbeda yaitu:
a. Egosime Psikologis
Egosime Psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa
semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri.
Menurut teori ini, orang boleh saja yakin bahwa ada tindakan mereka
yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan luhur

4
dan/atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah ilusi. Pada
kenyataannya setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri.
b. Egosime Etis
Egoisme Etis adalah suatu tindakan yang dilandasi oleh kepentingan
diri sendiri. Jadi yang membedakan tindakan egosime psikologis
dengan egoism etis adalah pada akibatnya terhadap orang lain
2. Teori Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata latin utilis, kemudian menjadi kata inggris
utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu
tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak
mungkin anggota masyarakat. Perbedaan paham utilitarianisme dengan
paham egoism etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoism
etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham
utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan rnag banyak.
3. Teori Deontologi
Istilah deontology berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban
(Bertens, 2000). Paham ini dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804)
dan kembali mendapat dukungan dari filsuf abad ke-20 Anscombe dan
suaminya, Peter Geach (Rachels, 2004).
Dalam teori deontologi ini dapat dapat kita bedakan menjadi dua, yaitu
a. Imperative Hypotesis adalah perintah-perintah yang bersifat khusus
yang harus diikuti jika seseorang mempunyai keinginan yang
relevan.
b. Imperative categories adalah kewajiban moral yang mewajibkan kita
begitu saja tanpa syarat apapun
4. Teori Hak
Immanuel Kant mengemukakan sebuah teori yang dikenal sebagai teori
hak (right theory). Menurut Teori hak, suatu tindakan atau perbuatan
dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak
asasi manusia (HAM).
5. Teori Keutamaan
Dalam teori ini tidak menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan
mana yang tidak etis. Teori ini juga tidak mempertanyakan suatu tindakan,
tetapi dari sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar
bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang
mencerminkan manusia hina.

5
6. Teori Etika Teonom
Teori ini mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara
hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku
manusia secara moral dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan-
aturan atau perintah Allah sebagaimana telah dituangkan dalam kitab suci
masing-masing agama.
2.3. PENGERTIAN AKUNTAN PUBLIK
Akuntan Publik adalah akuntan yang memperoleh izin dari menteri
keuangan untuk memberikan jasa akuntan publik diindonesia. Ketentuan
mengenai akuntan publik diindonesia diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 17 Tahun 2008 tentang jasa akuntan publik. Setiap akuntan publik wajib
menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), asosiasi profesi yang
diakui oleh pemerintah.
Dilihat dari fungsi umumnya pada akuntan publik adalah akuntan publik
dapat memberikan informasi bagi para pengambil keputusan tentang peristiwa
ekonomi yang penting dan mendasar, selain itu juga menyediakan informasi
tentang bagaimana caraya ntuk mengalokasikan sumber-sumber yang terbatas,
contohnya tenaga kerja, modal, dan bahan baku untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh pemerintah. Akuntan publik memiliki kantor yang bernama
Kantor Akuntan Publik (KAP) yang merupakan lembaga usaha yang telah
mendapatkan izin dari menteri keuangan sebagai penempatan pada akuntan
publik dalam menjalankan profesinya.

2.4. STANDAR PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK


Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah kodifikasi berbagai
pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa
bagi akuntan publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI).
Didalam SPAP terdapat beberapa tipe standar profesional yang terbagi menjadi
enam tipe standar profesional yang dikodifikasikan dalam standar auditing,
standar atestasi, standar jasa akuntansi dan review, standar jasa konsultasi,

6
standar pengendalian mutu, dan aturan etika kompartemen akuntan publik. Tipe
Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu :
1. Standar Auditing
Standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan
oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum,
standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya.
Standar auditing merupakan suatu panduan audit atas laporan keuangan historis.
Didalamnya terdapat 10 standar yang secara rinci dalam bentuk pernyataan
standar auditing (PSA). PSA ini berisi tentang ketentuan-ketentuan dan panduan
utama yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan perikatan
audit. Audit atas laporan keuangan historis merupakan jasa tradisional yang
disediakan oleh profesi akuntan publik kepada masyarakat. Seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya bahwa didalam standar auditing ini terdapat 10 standar
auditing yang terbagi menjadi standar umum, standar pekerjaan lapangan dan
standar pelaporan.
Standar auditing berbeda dengan prosedur auditing yang mana berkaitan
dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan standar berkaitan dengan
suatu kriteria ukuran mutu kinerja tindakan tersebut. Berikut akan dipaparkan
tentang standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia.
a. Standar Umum
a) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang
memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup
sebagai auditor.
b) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh
auditor.
c) Dalam melaksanaan audit dan penyusunan laporannya,
auditor wajib mengggunakan kemahiran profesionalnya
dengan cermat dan seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
a) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika
digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

7
b) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan
sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan
konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
c. Standar Pelaporan
a) Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan
keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia.
b) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika
ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam
penyusunan laporan keuangan peride berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut
dalam periode sebelumnya.
c) Pengungkapan infomatif dalam laporan keuangan harus
dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam
laporan auditor.
d) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu
asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan
maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor
dikaitkan dengan laporan keuangan maka laporan auditor
harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan tingkat
tanggungjawab yang dipikul oleh auditor.
2. Standar Atestasi
Atestasi (attestation) adalah suatu pernyataan pendapat atau
pertimbangan yang diberikan oleh seorang yang independen dan kompeten yang
menyatakan apakah asersi (assertion) suatu entitas telah sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan. Asersi adalah suatu pernyataan yang dibuat oleh satu
pihak yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain, contoh asersi dalam

8
laporan keuangan historis adalah adanya pernyataan manajemen bahwa laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi :
a. Pemeriksaan (examination)
b. Review
c. Prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures).
Salah satu tipe pemeriksaan adalah audit atas laporan keuangan
historis yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Pemeriksaan tipe ini diatur berdasarkan standar auditing. Tipe pemeriksaan lain,
misalnya pemeriksaan atas informasi keuangan prospektif, diatur berdasarkan
pedoman yang lebih bersifat umum dalam standar atestasi. Standar atestasi
ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia.
3. Standar Jasa Akuntansi dan Review
Standar jasa akuntansi dan review memberikan kerangka untuk fungsi
non-atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi
dan review.Sifat pekerjaan non-atestasi tidak menyatakan pendapat, hal ini
sangat berbeda dengan tujuan audit atas laporan keuangan yang dilaksanakan
sesuai dengan standar auditing. Tujuan audit adalah untuk memberikan dasar
memadai untuk menyatakan suatu pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan, sedangkan dalam pekerjaan non-atestasi tidak dapat dijadikan dasar
untuk menyatakan pendapat akuntan.
Jasa akuntansi yang diatur dalam standar ini antara lain:
a. Kompilasi laporan keuangan adalah Penyajian informasi-
informasi yang merupakan pernyataan manajemen (pemilik)
dalam bentuk laporan keuangan.
b. Review atas laporan keuangan adalah Pelaksanaan prosedur
permintaan keterangan dan analisis yang menghasilkan dasar
memadai bagi akuntan untuk memberikan keyakinan terbatas,
bahwa tidak terdapat modifikasi material yang harus dilakukan
atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
c. Laporan keuangan komparatif adalah Penyajian informasi dalam
bentuk laporan keuangan dua periode atau lebih yang disajikan
dalam bentuk berkolom

9
4. Standar Jasa Konsultansi
Standar Jasa Konsultansi merupakan panduan bagi praktisi (akuntan
publik) yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan
publik. Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan
dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultansi ditentukan oleh
perjanjian antara praktisi dengan kliennya. Umumnya, pekerjaan jasa
konsultansi dilaksanakan untuk kepentingan klien.
Jasa konsultansi dapat berupa :
a. Konsultasi (consultation) adalah memberikan konsultasi atau
saran profesional (profesional advise) berdasarkan pada
kesepakatan bersama dengan klien. Contoh jenis jasa ini
adalah review dan komentar terhadap rencana bisnis buatan klien.
b. Jasa pemberian saran profesional (advisory services) adalah
mengembangkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi untuk
dipertimbangkan dan diputuskan oleh klien. Contoh jenis jasa ini
adalah pemberian bantuan dalam proses perencanaan strategik.
c. Jasa implementasi adalah mewujudkan rencana kegiatan menjadi
kenyataan. Sumber daya dan personel klien digabung dengan
sumber daya dan personel praktisi untuk mencapai tujuan
implementasi. Contoh jenis jasa ini adalah penyediaan jasa
instalasi sistem komputer dan jasa pendukung yang berkaitan.
d. Jasa transaksi adalah menyediakan jasa yang berhubungan dengan
beberapa transaksi khusus klien yang umumnya dengan pihak
ketiga. Contoh jenis jasa adalah jasa pengurusan kepailitan.
e. Jasa penyediaan staf dan jasa pendukung lainnya adalah
menyediakan staf yang memadai (dalam hal kompetensi dan
jumlah) dan kemungkinan jasa pendukung lain untuk
melaksanakan tugas yang ditentukan oleh klien. Staf tersebut
akan bekerja di bawah pengarahan klien sepanjang keadaan
mengharuskan demikian. Contoh jenis jasa ini adalah menajemen
fasilitas pemprosesan data.
f. Jasa produk adalah Menyediakan bagi klien suatu produk dan jasa
profesional sebagai pendukung atas instalasi, penggunaan, atau
pemeliharaan produk tertentu. Contoh jenis jasa ini adalah

10
penjualan dan penyerahan paket program pelatihan, penjualan dan
implementasi perangkat lunak komputer
5. Standar Pengendalian Mutu
Kantor Akuntan Publik (KAP) memberikan panduan bagi kantor akuntan
publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh
kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan
Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP
IAPI) dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh
IAPI. Unsur-unsur pengendalian mutu yang harus harus diterapkan oleh setiap
KAP pada semua jenis jasa audit, atestasi dan konsultansi meliputi:
a. Independensi adalah meyakinkan semua personel pada setiap
tingkat organisasi harus mempertahankan independensi
b. Penugasan personel adalah Meyakinkan bahwa perikatan akan
dilaksanakan oleh staf profesional yang memiliki tingkat
pelatihan dan keahlian teknis untuk perikatan dimaksud
c. Konsultasi adalah Meyakinkan bahwa personel akan memperoleh
informasi memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang
memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan
(judgement), dan wewenang memadai
d. Supervisi adalah meyakinkan bahwa pelaksanaan perikatan
memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP
e. Pemekerjaan (hiring) adalah Meyakinkan bahwa semua orang
yang dipekerjakan memiliki karakteristik semestinya, sehingga
memungkinkan mereka melakukan penugasan secara kompeten
f. Pengembangan profesional adalah meyakinkan bahwa setiap
personel memiliki pengetahuan memadai sehingga
memungkinkan mereka memenuhi tanggung jawabnya.
Pendidikan profesional berkelanjutan dan pelatihan merupakan
wahana bagi KAP untuk memberikan pengetahuan memadai bagi
personelnya untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan untuk
kemajuan karier mereka di KAP
g. Promosi (advancement) adalah Meyakinkan bahwa semua
personel yang terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi

11
seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung jawab yang lebih
tinggi.
h. Penerimaan dan keberlanjutan klien adalah Menentukan apakah
perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk
meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien
yang manajemennya tidak memiliki integritas berdasarkan pada
prinsip pertimbangan kehati-hatian (prudence)
i. Inspeksi adalah meyakinkan bahwa prosedur yang berhubungan
dengan unsur-unsur lain pengendalian mutu telah diterapkan
dengan efektif

Kelima standar profesional di atas merupakan standar teknis yang


bertujuan untuk mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik
di Indonesia. Disini yang akan disoroti lebih jauh tentang standar auditing itu
sendiri. Hal ini karena berkaitan dengan keterkaitan antara akuntansi dengan
proses audit laporan keuangan.
2.5. KODE ETIK DALAM AKUNTAN PUBLIK
Tujuan profesi akuntansi adalah untuk memenuhi tanggung jawabnya
dengan standar profesionalisme tertinggi dan mencapai tingkat kinerja tertinggi
dengan orientasi kepada kepentingan publik. untuk itu, mencapai tujuan
tersebut, ada empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi (Posiding Kongres
VIII IAI Tahun 1998) :
a. Kredibilitas, masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan system
informasi.
b. Profesionalisme, diperlukan individu yang dengan jelas dapat
diidentifikasikan oleh pemakai jasa akuntan sebagai professional dibidang
akuntansi.
c. Kualitas jasa, keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
d. Kepercayaan, pemakai jasa akuntan harus merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika professional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Faktor kunci citra profesi akuntan yaitu, keberadaan dan perkembangan
profesi akuntan itu sendiri, ditentukan oleh tingkat kepercayaan masyarakat
pemakai jasa akuntan, sedangkan tingkat kepercayaan masyarakat ditentukan

12
oleh tingkat kualitas jasa (pengetahuaan dan ketrampilan teknis dibidang
akuntansi serta disiplin ilmu terkait) dan tingkat ketaatan serta kesadaran para
akuntan dalam mematuhi kode etik profesi akuntansi.
Struktur kode etik IAPI terdiri atas dua bagian yang disusun, yaitu (1)
Prinsip dasar etika profesi, dan (2) Aturan Etika Profesi yang mana dua bagian
itu termasuk dalam kode etik IAI sebelum ditetapkannya kode etik IAPI. Prinsip
dasar etika IAI yang disahkan pada kongres IAI VIII tahun 1998 terdiri atas
delapan prinsip yaitu (1) Tanggung Jawab Profesi, (2) Kepentingan Publik, (3)
Integritas, (4) Objektivitas, (5) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, (6)
Kerahasiaan, (7) Perilaku Profesional, (8) Standar Teknis. Namun sekarang
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang merupakan salah satu sub
organisasi profesi akuntan publik Indonesia yang bernaung di bawah organisasi
induknya yaitu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang telah menetapkan dan
menerbitkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang baru berlaku efektif per
tanggal 1 Januari 2010.
Sedikitnya ada dua hal yang perlu dicatat dari kode etik IAPI yang baru
ini, yaitu pertama prinsip dasar etika IAPI hanya ada lima yaitu (1) Integritas,
(2) Objektivitas, (3) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, (4) Kerahasiaan,
(5) Perilaku Profesional, Sebelumnya, kode etik IAPI ini merupakan penjabaran
lebih lanjut dari Prinsip Etika-IAI. Kedua, adanya pengaturan baru tentang
Ancaman dan Pencegahan, yang tidak diatur dalam Aturan etika IAPI yang
lama. Kode etik IAPI tersebut bertujuan untuk (1)Memberikan pedoman bagi
setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan,
(2)Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan, dan (3) Mencegah campur tangan pihak diluar organisasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
Prinsip-Prinsip dasar etika IAI yang Memberikan Kerangka dasar bagi
penyusunan kode etik IAPI terdiri dari 2 Bagian yaitu Prinsip dasar etika profesi
dan aturan etika profesi, berikut penjelasannya, yaitu :
1. Prinsip Dasar Etika Profesi
a. Prinsip Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas

13
setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari
timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang
melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi
anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan
perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.

b. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa
yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka
atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh
pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan
harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan,
serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan
keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan
bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang
orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya,
anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara
obyektivitas
c. Kompetensi dan kehati-hatian professional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat
yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja

14
memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui
pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan
dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang
anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.
Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau
perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien
kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah
pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk
bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
d. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai
atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada
hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai
berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan
informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa
profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan
setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
e. Perilaku professional

15
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,
staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

Berikut adalah 3 Prinsip IAI yang tidak ada didalam Prinsip IAPI
a. Tanggung jawab profesi
Dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai profesionalis, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
professional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. tanggung jawab
profesi diperlukan sebagai konsekuensi logis dari keharusan profesi
akunan untuk menjaga kepercayaan pblik. Prinsip ini menyiratkan arti
bahwa :
a) Publik menuntut tanggung jawab profesi akuntan untuk selalu
menjaga kualitas informasi yang disampaikan.
b) Dalam menjalankan profesinya, setiap akuntan akan sering
dihadapkan pada berbagai bentuk benturan kepentingan
(conflictof interest) misalnya:
 Kepentingan pribadi versus kepentingan publik
 Kepentingan atasannya (untuk akuntan
manajemen/akuntan pemerintah) versus kepentingan
publik
 Kepentingan klien pemberi tugas (untuk akuntan
pemeriksa/auditor indeependen) dengan kepentingan
publik. Untuk itu, akuntan harus selalu lebih
mengedepankan kepentingan yang lebih
besar(kepentingan publik)
c) Mengedepankan kepentingan publik hanya dapat dilakukan
bila akuntan selalu menggunakan pertimbangan moral dan
professional dalam semua kegiatan yang dilakukan.
b. Kepentingan publik

16
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Prinsip kepentingan publik,
menyiratkan hal-hal sebagai berikut :
a) Masyarakat/publik membutuhkan dan mengandalkan
informasi (laporan keuangan, laporan audit) yang dihasilkan
oleh profesi akuntan untuk mengambil berbagai jenis
keputusan bisnis, ekonomis, dan politis
b) Efektivitas keputusan publik ini bergantung pada kualitas
informasi yang disampaikan oleh profesi akuntan.
c) Profesi akuntan akan tetap berada pada posisi penting bila
setiap akuntan selalu dapat memelihara kepercayaan public
d) Penghormatan kepada kepercayaan publik ini hanya dapat
dilakukan bila setiap akuntan dapat menunjukkan komitmen
dan dedikasi merek untuk mencapai profesionalisme yang
tinggi.
c. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of
Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang
relevan.
2. Aturan Etika Profesi
a. Seksi 200 Ancaman Dan Pencegahan
Kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat terancam oleh
berbagai situasi. Ancaman-ancaman tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi 5 yaitu Ancaman kepentingan pribadi, Ancaman telaah pribadi,
Ancaman advokasi, Ancaman kedekatan, danAncaman intimidasi. Sifat
signifikan ancaman sangat beragam, tergantung dari sifat dan jenis jasa
professional yang diberikan kepada pihak-pihak yaitu, klien audit laporan

17
keuangan, klien assurance selain klien audit laporan keuangan, dan klien
selain klien assurance

b. Seksi 210 Penunjukan Praktisi, Kap, Atau Jaringan Kap


Sebelum menerima suatu klien baru, setiap praktisi harus
mempertimbangkan potensi terjadinya ancaman terhadap kepatuhan pada
prinsip dasar etika profesi yang diakibatkan oleh diterimanya klien
tersebut. Ancaman potensial terhadap integritas atau perilaku profesioanal
antara lain dapat terjadi dari isu-isu yang dapat dipertanyakan yang terkait
dengan klien (pemilik, manajemen, atau aktivitasnya). Isu-isu yang
terdapat pada klien yang jika diketahui dapat mengancam kepatuhan pada
prinsip dasar etika profesi mencakup antara lain keterlibatan klien dalam
aktivitas illegal (seperti pencucian uang), kecurangan, atau pelaporan
keuangan yang tidak lazim.
Setiap Praktisi hanya boleh memberikan jasa profesionalnya jika
memiliki kompetensi untuk melakukan perikatan tersebut. Sebelum
menerima perikatan, setiap Praktisi harus mempertimbangkan setiap
ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi yang dapat
terjadi dari diterimanya perikatan tersebut. Sebagai contoh, ancaman
kepentingan pribadi terhadap kompetensi serta sikap kecermatan dan
kehati-hatian professional dapat terjadi ketika tim perikatan tidak memiliki
kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan perikatan dengan baik.
c. Seksi 220 Benturan Kepentingan
Setiap Praktisi harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk mengidentifikasi setiap situasi yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan, karena situasi tersebut dapat menimbulkan ancaman terhadap
kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi. Sebagai contoh, ancaman
terhadap objektivitas dapat terjadi ketika Praktisi bersaing secara langsung
dengan klien atau memiliki kerjasama usaha atau kerjasama sejenis
lainnya dengan pesaing utama klien. Ancaman terhadap objektivitas atau
kerahasiaan dapat terjadi ketika Praktisi memberikan jasa professional

18
untuk klien-klien yang kepentingannya saling berbenturan atau kepada
klien-klien yang sedang saling berselisih dalam suatu masalah atau
transaksi.
Jika benturan kepentingan menyebabkan ancaman terhadap satu atau
lebih prinsip dasar etika profesi (termasuk prinsip objektivitas,
kerahasiaan, atau perilaku profesional) yang tidak dapat dihilangkan atau
dikurangi ke tingkat yang dapat diterima melalui penerapan pencegahan
yang tepat, maka Praktisi harus menolak untuk menerima perikatan
tersebut atau bahkan mengundurkan diri dari satu atau lebih perikatan yang
berbenturan kepentingan tersebut.
Jika klien tidak memberikan persetujuan kepada Praktisi sehubungan
dengan permohonan Praktisi untuk memberikan jasa profesionalnya
kepada pihak lain (baik klien maupun calon klien) yang kepentingannya
berbenturan dengan klien, maka Praktisi tidak boleh melanjutkan
pemberian jasa profesionalnya kepada salah satu dari pihak-pihak tersebut.
d. Seksi 230 Pendapat Kedua
Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika dapat terjadi
ketika Praktisi diminta untuk memberikan pendapat kedua (second
opinions) mengenai penerapan akuntansi, auditing, pelaporan, atau
standar/prinsip lain untuk keadaan atau transaksi tertentu oleh, atau untuk
kepentingan, pihak-pihak selain klien. Sebagai contoh, ancaman terhadap
kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian professional dapat
terjadi ketika pendapat kedua tidak didasarkan pada fakta yang sama
seperti fakta yang disajikan kepada Praktisi yang memberikan pendapat
pertama, atau didasarkan pada bukti yang tidak memadai. Signifikansi
ancaman akan tergantung dari kondisi yang melingkupi permintaan
pendapatan kedua, serta seluruh fakta dan asumsi lain yang tersedia yang
terkait dengan pendapat professional yang diberikan.
e. Seksi 240 Imbalan Jasa Profesional Dan Bentuk Remunerasi Lainnya
Dalam melakukan negosiasi mengenai jasa professional yang
diberikan, Praktisi dapat mengusulkan jumlah imbalan jasa professional
yang dipandang sesuai. Fakta terjadinya jumlah imbalan jasa professional

19
yang diusulkan oleh Praktisi yang satu lebih rendah dari Praktisi yang lain
bukan merupakan pelanggaran terhadap kode etik profesi. Namun
demikian, ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi
dapat saja terjadi dari besaran imbalan jasa professional yang diusulkan.
Sebagai contoh, ancaman kepentingan pribadi terhadap kompetensi serta
sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi ketika besaran
imbalan jasa professional yang diusukan sedemikian rendahnya, sehingga
dapat mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya perikatan dengan baik
berdasarkan standar teknis dan standar profesi yang berlaku.
Signifikansi ancaman akan tergantung dari beberapa faktor, seperti
besaran imbalan jasa profesional yang diusulkan, serta jenis dan lingkup
jasa professional yang diberikan. Sehubungan dengan potensi ancaman
tersebut, pencegahan yang tepat harus dipertimbangkan dan diterapkan
untuk menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat
yang dapat diterima.
f. Seksi 250 Pemasaran Jasa Profesional
Ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat
terjadi ketika praktisi mendapatkan perikatan melalui iklan atau bentuk
pemasaran lainnya. Sebagai contoh, ancaman kepentingan pribadi terhadap
kepatuhan pada perilaku professional dapat terjadi ketika jasa professional,
hasil pekerjaan, atau produk yang ditawarkan tidak sesuai dengan prinsip
perilaku profesional.
g. Seksi 260 Penerimaan Hadiah Atau Bentuk Keramah-Tamahan
Lainnya
Praktisi atau anggota keluarga langsung atau anggota keluarga
dekatnya mungkin saja ditawari sebuah hadiah atau bentuk keramah-
tamahan lainnya oleh klien. Penerimaan pemberian tersebut dapat
menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika
profesi, sebagai contoh ancaman kepentingan pribadi terhadap
objektivitas dapat terjadi ketika hadiah dari klien diterima, atau ancaman
intimidasi terhadap objektivitas dapat terjadi sehubungan dengan
kemungkinan dipublikasikannya penerimaan hadiah.

20
h. Seksi 270 Penyimpanan Aset Milik Klien
Setiap praktisi tidak boleh mengambil tanggung jawab penyimpanan
uang atau asset lainnya milik klien, kecuali jika diperbolehkan oleh
ketentuan hukum yang berlaku dan jika demikian, praktisi wajib
menyimpan asset tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Penyimpanan asset milik klien dapat menimbulkan ancaman
terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi, sebagai contoh
ancaman kepentingan pribadi terhadap perilaku professional dan
objektivitas dapat terjadi dari penyimpanan asset klien tersebut.
i. Seksi 280 Objektivitas- Semua Jasa Profesional
Dalam memberikan jasa profesionalnya, setiap praktisi harus
mempertimbangkan ada tidaknya ancaman terhadap kepatuhan pada
prinsip objektivitas yang dapat terjadi dari adanya kepentingan dalam,
atau sehubungan dengan, klien maupun direktur, pejabat, atau
karyawannya. Sebagai contoh , ancaman kedekatan terhadap kepatuhan
pada prinsip dasar objektivitas dapat terjadi dari hubungan keluarga,
hubungan kedekatan pribadi atau hubungan bisnis.
Setiap praktisi memberikan jasa assurance harus bersikap
independen terhadap klien assurance. Independensi dalam pemikiran dan
independensi dalam penampilan sangat dibutuhkan untuk memungkinkan
praktisi menyatakan pendapat, atau memberikan kesan adanya pernyataan
pendapat, secara tidak bias dan bebas dari benturan kepentingan atau
pengaruh pihak lain.
j. Seksi 290 Independensi Dalam Perikatan Assurance
Perikatan assurance bertujuan untuk meningkatkan tingkat
keyakinan pengguna hasil pekerjaan perikatan assurance atas hasil
pengevaluasian atau hasil pengukuran yang dilaukan atas hal pokok
berdasarkan suatu criteria tertentu. Bentuk perikatan assurance dapat
berupa, perikatan assurance berbasis asersi dan perikatan assurance
pelaporan langsung Kedua perikatan assurance tersebut melibatkan tiga
pihak yang berbeda yaitu praktisi, pihak yang bertanggung jawab atas hal
pokok atau informasi hal pokok, dan pengguna hasil pekerjaan yang dituju.

21
Independensi yang diatur dalam kode etik ini mewajibkan setiap
praktisi untuk bersikap sebagai berikut :
a) Independensi dalam pemikiran
Merupakan sikap mental yang memungkinkan pernyataan
pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang dapat
mengganggu pertimbangan professional, yang memungkinkan
seorang individu untuk memiliki integritas dan bertindak secara
objektif, serta menerapkan skeptisisme professional.
b) Independensi dalam penampilan
Merupakan sikap yang menghindari tindakan atau situasi yang
dapat menyebabkan pihak ke-3 meragukan integritas, objektivitas,
atau skeptisisme professional dari anggota assurance, KAP, atau
jaringan KAP.
2.6. PENTINGNYA NILAI-NILAI ETIKA DALAM AUDITING
Beragam masalah etis berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan
auditing. Banyak auditor menghadapi masalah serius karena mereka melakukan
hal – hal kecil yang tak satu pun tampak mengandung kesalahan serius, namun
ternyata hanya menumpuknya hingga menjadi suatu kesalahan yang besar dan
merupakan pelanggaran serius terhadap kepercayaan yang diberikan. Untuk itu
pengetahuan akan tanda – tanda peringatan adanya masalah etika akan
memberikan peluang untuk melindungi diri sendiri, dan pada saat yang sama,
akan membangun suasana etis di lingkungan kerja. Masalah – masalah etika
yang dapat dijumpai oleh auditor yang meliputi permintaan atau tekanan untuk :
1. Melaksanakan tugas yang bukan merupakan kompetensinya
2. Mengungkapkan informasi rahasia
3. Mengkompromikan integritasnya dengan melakukan pemalsuan,
penggelapan, penyuapan dan sebagainya.
4. Mendistorsi obyektivitas dengan menerbitkan laporan – laporan yang
menyesatkan

22
2.7. HAL–HAL YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM SEHUBUNGAN
DENGAN PEKERJANAAN AUDITOR
Tanggung Jawab Auditor dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan
oleh seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasanya, baik atas temuan –
temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat pelanggaran ringan hingga yang
bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya
dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan ijin
dan sanksi pencabutan ijin. Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga
pencabutan izin baru dilakukan dalam hal seorang Akuntan Publik tersebut telah
melanggar ketentuan – ketentuan yang diatur dalam SPAP dan termasuk juga
pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta juga melakukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan
dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari pelanggaran yang terus
dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya,
ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan sehubungan
dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik. Selama
melakukan audit, auditor juga bertanggung jawab :
1. Mendeteksi kecurangan
a. Tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan
– kesalahan yang tidak disengaja, diwujudkan dalam perencanaan
dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan yang
memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji
material yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan.
b. Tanggung jawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti
adanya kecurangan. Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada
pihak manajemen, komite audit, dewan direksi.
2. Tindakan pelanggaran hukum oleh klien
a. Tanggung jawab untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh klien. Auditor bertanggung jawab atas salah saji
yang berasal dari tindakan melanggar hukum yang memiliki
pengaruh langsung dan material pada penentuan jumlah laporan
keuangan. Untuk itu auditor harus merencanakan suatu audit

23
untuk mendeteksi adanya tindakan melanggar hukum serta
mengimplementasikan rencana tersebut dengan kemahiran yang
cermat dan seksama.
b. Tanggung jawab untuk melaporkan tindakan melanggar hukum.
Apabila suatu tindakan melanggar hukum berpengaruh material
terhadap laporan keuangan, auditor harus mendesak manajemen
untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabila
revisi atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor
bertanggung jawab untuk menginformasikannya kepada para
pengguna laporan keuangan melalui suatu pendapat wajar dengan
pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan keuangan
disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
2.8. TANGGUNG JAWAB AUDITOR
Auditor memiliki beberapa tanggung jawab yaitu :
1. Tanggung jawab terhadap opini yang diberikan.
Tanggung jawab ini hanya sebatas opini yang diberikan, sedangkan
laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Hal ini disebabkan
pengetahuan auditor terbatas pada apa yang diperolehnya melalui audit. Oleh
karena itu penyajian yang wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku umum, menyiratkan bagian terpadu
tanggung jawab manajemen.
2. Tanggung jawab terhadap profesi.
Tanggung jawab ini mengenai mematuhi standar/ketentuan yang telah
disepakati IAI, termasuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, standar
auditing dan kode etik akuntan Indonesia.
3. Tanggung jawab terhadap klien.
Auditor berkewajiban melaksanakan pekerjaan dengan seksama dan
menggunakan kemahiran profesionalnya, jika tidak dia akan dianggap lalai dan
bisa dikenakan sanksi.
4. Tanggung jawab untuk mengungkapkan kecurangan.
Bila ada kecurangan yang begitu besar tidak ditemukan, sehingga
menyesatkan, akuntan publik harus bertanggung jawab.

24
5. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga
Tanggung jawab ini seperti investor, pemberi kredit dan sebagainya.
Contoh dari tanggung jawab ini adalah tanggung jawab atas kelalaiannya yang
bisa menimbulkan kerugian yang cukup besar, seperti pendapat yang tidak
didasari dengan dasar yang cukup.
6. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak
ditemukan.
Dengan melihat lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena
prosedur auditnya tidak cukup, maka auditor harus bertanggung jawab.
Berikut ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan
risiko audit :
1. Kegagalan bisnis
Adalah kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar
kembali utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya,
karena kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang
buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam industri itu.
2. Kegagalan audit
Adalah kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit
yang salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar
auditing yang berlaku umum.
3. Risiko Audit
Adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan
disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya
laporan tersebut disajikan salah secara material.
Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi
standar profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga
dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus
bertanggung jawab. Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik
tidak luput dari kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat
dikelompokkam menjadi ordinary negligence, gross negligence, dan fraud.
Ordinary negligence merupakan kesalah yang dilakukan akuntan publik,
ketika menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable

25
care). Dengan kata lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya
auditor menghadapi situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor
harus menggunakan “common sense” dan mengambil keputusan yang sama
seperti seorang (typical) akuntan publik bertindak.
Sebagian besar profesional akuntan setuju bahwa bila suatu audit gagal
mengungkapkan kesalahan yang material dan oleh karenanya dikeluarkan jenis
pendapat yang salah, maka kantor akuntan publik yang bersangkutan harus
diminta mempertahankan kualitas auditnya. Jika auditor gagal menggunakan
keahliannya dalam pelaksanaan auditnya, berarti terjadi kegagalan audit, dan
kantor akuntan publik tersebut atau perusahaan asuransinya harus membayar
kepada mereka yang menderita kerugian akibat kelalaian auditor tersebut.
Kesulitan timbul bila terjadi kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan
audit. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan bangkrut, atau tidak dapat
membayar hutangnya, maka umumnya pemakai laporan keuangan akan
mengklaim bahwa telah terjadi kegagalan audit, khususnya bila laporan audit
paling akhir menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara wajar. Lebih
buruk jika terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang kemudian
diterbitkan salah saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah lalai sekalipun
telah melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum.
Beberapa faktor utama yang menimbulkan kewajiban hukum bagi
profesi audit diantaranya adalah :
1. Meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung
jawab akuntan publik
2. Meningkatnya perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal
sehubungan dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan
investor
3. Bertambahnya kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan
lingkungan yang begitu pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi,
dsb
4. Kesediaan kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum
diluar pengadilan, untuk menghindari biaya yang tinggi.

26
2.9. KEWAJIBAN HUKUM BAGI AUDITOR
Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek
hukum dan peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya,
seperti kegagalan untuk mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya.
Profesi ini sangat rentan terhadap penuntutan perkara (lawsuits) atas
kelalaiannya yang digambarkan sebagai sebuah krisis.
Litigasi terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi
bagi kualitas dari jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan publik tersebut.
Tanggung jawab profesi akuntan publik di Indonesia terhadap kepercayaan yang
diberikan publik seharusnya akuntan publik dapat memberikan kualitas jasa
yang dapat dipertanggungjawabkan dengan mengedepankan kepentingan publik
yaitu selalu bersifat obyektif dan independen dalam setiap melakukan analisa
serta berkompeten dalam teknis pekerjaannya.
Terlebih-lebih tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban
hukum terhadap kliennya. Kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit
apabila adanya tuntutan ke pengadilan yang menyangkut laporan keuangan
adalah sebagai berikut:
1. Kewajiban kepada klien (Liabilities to Client) Kewajiban akuntan publik
terhadap klien karena kegagalan untuk melaksanakan tugas audit sesuai
waktu yang disepakati, pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal
menemui kesalahan, dan pelanggaran kerahasiaan oleh akuntan public
2. Kewajiban kepada pihak ketiga menurut Common Law (Liabilities to
Third party) Kewajiban akuntan publik kepada pihak ketiga jika terjadi
kerugian pada pihak penggugat karena mengandalkan laporan keuangan
yang menyesatkan
3. Kewajiban Perdata menurut hukum sekuritas federal (Liabilities under
securities laws) Kewajiban hukum yang diatur menurut sekuritas federal
dengan standar yang ketat.
4. Kewajiban kriminal (Crime Liabilities) Kewajiban hukum yang timbul
sebagai akibat kemungkinan akuntan publik disalahkan karena tindakan
kriminal menurut undang-undang.

27
Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia
secara eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut
sudah ada seperti tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP),
Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar
Modal atau Bapepam, UU Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan
dengan kewajiban hukum akuntan.
Keberadaan perangkat hukum yang mengatur akuntan publik di
Indonesia sangat dibutuhkan oleh masyarakat termasuk kalangan profesi untuk
melengkapi aturan main yang sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi
kalangan profesi dapat menjalankan tanggung jawab profesionalnya dengan
tingkat kepatuhan yang tinggi, dan disisi lain masyarakat akan mempunyai
landasan yang kuat bila sewaktu-waktu akan melakukan penuntutan tanggung
jawab profesional terhadap akuntan publik.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi
seorang akuntan publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya
sehingga jika memang terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak
auditor, maka akuntan publik dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum
sebagai bentuk kewajiban hukum auditor.
Tanggapan Profesi Terhadap Kewajiban Hukum AICPA dan profesi
mengurangi resiko terkena sanksi hukum dengan langkah-langkah berikut :
1. Riset dalam auditing
2. Penetapan standar dan aturan.
3. Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor
4. Menetapka persyaratan penelaahan sejawat .
5. Melawan tuntutan hukum
6. Pendidikan bagi pemakai laporan
7. Memberi sanksi kepada anggota karena hasil kerja yang tak pantas
8. Perundingan untuk perubahan hukum
Tanggapan Akuntan Publik Terhadap Kewajiban Hukum Dalam
meringankan kewajibannya auditor dapat melakukan langkah-langkah berikut :
1. Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas

28
2. Mempekerjakan staf yang kompeten dan melatih serta mengawasi
dengan pantas
3. Mengikuti standar profesi
4. Mempertahankan independensi
5. Memahami usaha klien
6. Melaksanakan audit yang bermutu
7. Mendokumentasika pekerjaan secara memadai
8. Mendapatkan surat penugasan dan surat pernyataan
9. Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia
10. Perlunya asuransi yang memadai
11. Mencari bantuan hukum

29
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Profil KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono (KPMG-SSH)


KPMG adalah salah satu perusahaan jasa profesional terbesar di dunia.
KPMG mempekerjakan 104.000 orang dalam partnership global menyebar di
144 negara. Pendapatan KPMG pada Tahun 2012 adalah US$ 23,03 miliar.
KPMG ini memiliki tiga jalur layanan yaitu bidang audit, pajak, dan penasehat.
KPMG adalah salah satu anggota the Big Four auditors, bersama dengan
PricewaterhouseCoopers, Ernst & Young dan Deloitte. KPMG merupakan
gabungan dari beberapa nama ahli akuntansi yaitu, (1) K –singkatan dari
Klynveld, setelah Piet Klynveld , pendiri perusahaan akuntansi Klynveld
Kraayenhof & Co di Amsterdam pada tahun 1917, (2)P -singkatan dari Piet,
setelah William Barclay Gambut , pendiri perusahaan akuntansi William Barclay
Gambut & Co di London pada 1870, (3)M -singkatan dari Marwick, setelah
James Marwick , co-pendiri perusahaan akuntansi Marwick, Mitchell & Co di
New York City pada tahun 1897, (4)G -adalah singkatan dari Goerdeler, setelah
Reinhard Goerdeler , ketua akuntansi perusahaan Jerman Deutsche Gesellschaft
Treuhand-(DTG) dan, kemudian, ketua dari KPMG.
Di Indonesia, KPMG memiliki partner lokal yaitu KAP Siddharta
Siddharta & Harsono (KPMG-SSH) yang dipimpin oleh Sony Harsono. Nama
KPMG-SSH tentu sudah tidak asing lagi bagi para eksekutif perusahaan-
perusahaan besar di Jakarta. KAP ini juga merupakan satu dari beberapa kantor
akuntan besar andalan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam
melakukan restrukturisasi sekian banyak institusi keuangan di Indonesia.
3.2. Gambaran Umum Kasus
Pada tahun 1999. Baker Hughes Inc yaitu perusahaan yang bergerak di
bidang pertambangan yang berada di Amerika Serikat menyuap aparat pajak
Indonesia sebesar $75.000 agar anak perusahaannya di Indonesia, yaitu PT
Eastman Christensen, memperoleh pengurangan pajak sebesar US$ 2.930.000,
dari US$ 3.200.000 menjadi US$270.000.
Penyuapan tidak dilakukan sendiri oleh Baker Hughes Inc, melainkan
dengan bantuan konsultan pajak mereka yaitu KPMG-SSH, salah satu kantor
akuntan terbesar di dunia. KPMG-SSH mensyaratkan bahwa penyuapan Pajak

30
merupakan instruksi langsung dari Baker Hughes Inc. Total tagihan yang
dibayarkanmelalui PT Eastman Christensen sebesar US$143.000 terdiri dari
US$ 75.000 sebagai uang suap dan US$ 68.000 sebagai uang jasa konsultasi
yang sebenarnya. Untuk menyiasati pengeluaran ini, diterbitkan faktur palsu
untuk biaya jasa professional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman
Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat dibursa New
York.
Setelah menerima tagihan tersebut, PT.EC membayar KPMG-SSH
sebesar AS$143 ribu dan kemudian memasukan transaksi ke dalam buku
perusahaan sebagai pembayaran atas jasa profesional yang telah diberikan
KPMG-SSH.
Hasil "kerja keras" KPMG-SSH serta Harsono baru terlihat beberapa
minggu kemudian. Pada 23 Maret 1999, PTEC menerima hasil penghitungan
pajak yang besarnya US$ 270.000 dari pemerintah. Jumlah itu US$ 2.930.000
lebih kecil ketimbang penghitungan yang sebenarnya. Jika tuduhan itu benar,
maka selisih jumlah pajak yang digelapkan adalah jumlah kerugian yang diderita
negara.
Setelah melakukan penyuapan, penasehat anti suap Baker Hughes Inc
melihat risiko yang besar bagi perusahaan jika sampai diketahui melakukan
penyuapan. Oleh karena itu, mereka kemudian melaporkan secara sukarela kasus
ini kepada Securities & Exchange Commision (SEC) dan memecat para
eksekutif yang terlibat dalam penyuapan ini.
Pada tanggal 11 September 2001, SEC melakukan gugatan kepada
KPMG-SSH dan Baker Inc di Pengadilan Distrik Amerika Serikat, dan
menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act atau undang-undang anti
korupsi buat perusahaan Amerika diluar negeri. SEC menyatakah bahwa KPMG
- SSH menyuap seorang pejabat pajak Indonesia atas nama salah satu klien
KPMG-SSH, PT Eastman Christensen ( PTEC), anak perusahaan yang dimiliki
Baker Hughes Inc di Indonesia. Namun, oleh karena permohonan Baker dan
itikad baiknya telah melaporkan kasus ini secara sukarela, kasus ini akhirnya
diselesaikan diluar pengadilan.

31
Di Indonesia sendiri, berita mengenai tindak lanjut atas penyuapan aparat
pajak ini tidak diperoleh. Kasus suap pajak ini tersebut seharusnya tidak terjadi,
apabila setiap akuntan publik mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan
penerapan etika secara profesional dalam pelaksanaannya sebagai seorang
akuntan publik yang profesional dan independen. Pekerjaan seorang profesional
harus dikerjakan dengan sikap yang profesional pula dengan berdasarkan pada
standar moral dan etika dalam akuntan publik. Kemampuan seorang akuntan
publik juga dapat dimengerti dan peka terhadap persoalan etika yang
dipengaruhi oleh lingkungan dimana mereka berada. Sebuah kasus yang ironis
dimana karena pengungkapannya justru dilakukan oleh pemegang otoritas pasar
modal Amerika Serikat (SEC).
3.3. Tanggapan IAI
Ketua Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) 1998-2002,
Erry Riyana Hardjapamekas, mengatakan bahwa sebelum ada bukti yang kuat,
KPMG-SSH harus diasumsikan tidak melakukan suap tersebut. Karena KPMG-
SSH seharusnya mengerti dan menguasai nilai-nilai dan kode etik profesi. Tapi
realitas di Indonesia mungkin saja mengubah nilai-nilai itu.
Erry mengatakan, kadang customer service diartikan secara salah oleh
sebagian KAP, hingga melupakan nilai-nilai profesi. Padahal, customer service
berarti kualitas kerja, bukan membantu klien untuk "mencuri". "Efisiensi pajak
tidak apa, tapi tax avoidance (penghindaran pajak) itu bisa ditarik ke korupsi,"
tegas Erry lagi. Ketika ditanyakan apakah IAI akan meminta klarifikasi dari
KPMG-SSH soal dugaan suap itu, Erry menjelaskan bahwa selama tidak ada
pengaduan dari klien, maka Majelis Kehormatan IAI tidak dapat melakukan hal
itu.
Majelis Kehormatan IAI, tambah Erry, tingkatnya banding seperti
Mahkamah Agung. Karena itu, pengaduan harus lewat proses peradilan tingkat
pertama, yaitu Badan Pertimbangan Profesi Akuntan Publik. Terlepas dari benar
tidaknya tuduhan suap atas KPMG-SSH dan Sonny Harsono, Erry berpendapat
bahwa praktek suap jelas bertentangan dengan kode etik profesi akuntan.
Seharusnya akuntan jika disuruh klien untuk menyogok pejabat wajib menolak,
bahkan untuk seluruh pekerjaannya. Memfasilitasi penyogokan saja tidak boleh,

32
apalagi memberi advis, tandas Erry. Jika benar dugaan sogokan ini, kasus
skandal penyuapan pajak ini merupakan tamparan keras bagi profesi akuntan.
Karena seharusnya, akuntan harus menjunjung kode etika profesi
3.4. Pelanggaran KPMG-Siddharta siddharta & Harsono
1. Teori Etika
a. Teori Egoisme
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono melakukan penyuapan aparat
pajak di Indonesia sebesar $75.000 atas instruksi Baker Inc agar anak
perusahaannya di Indonesia, yaitu PT Eastman Christensen, memperoleh
pengurangan pajak sebesar US$ 2.930.000 , dari US$ 3.200.000 menjadi
US$270.000. Total tagihan sebesar US$143.000 terdiri dari US$ 75.000
sebagai uang suap dan US$ 68.000 sebagai uang jasa konsultasi yang
sebenarnya. Tindakan KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono hanya
mementingkan kepentingan pribadi yaitu ingin meraup sejumlah uang
sebesar US$ 68.000 dengan mengabaikan kode etik akuntan dan
merugikan Pemerintah Indonesia sebesar US$ 2.930.000 dibidang
penerimaan pajak.
b. Teori Utilitarianisme
Kasus ini terkait dengan pelanggaran terhadap teori utiliarianisme
yang dalam hal ini karena saran dan persetujuan dari akuntan publik
KPMG-SSH untuk melakukan penyuapan pajak, perbuatan KPMG-SSH
dapat merugikan Pemerintah dan Masyarakat pada umumnya dalam hal
perpajakan, bahwa dengan pengurangan pendapatan di bidang pajak
c. Teori Deontologi
Dalam teori ini, KPMG-SSH tidak menunaikan kewajibannya sesuai
dengan prinsip-prinsip yang telah diatur dalam prinsip akuntan publik
yaitu prinsip integritas, objektivitas, kompetensi serta sikap kecermatan
dan kehati-hatian professional dan perilaku professional.

d. Teori Keutamaan
Dalam kasus ini, KPMG-SSH tersebut tidak menunjukkan karakter
yang menunjukkan perilaku manusia yang baik, karena dalam
menjalankan tugasnya dalam hal memberikan jasa konsultasi melanggar

33
kode etik akuntan publik, karena tidak menjunjung integritas, serta
profesinya sebagai akuntan publik.
2. Pelanggaran KPMG-SSH dalam Standar Jasa Konsultasi
Kantor Akuntan Publik KPMG-SSH dalam kasus ini adalah tidak
melakukan jasa konsultasi sesuai standar yang berlaku dan yang telah ditetapkan
oleh IAPI. Dalam jasa konsultasi seorang Akuntan publik biasanya menyajikan
temuan, kesimpulan tentang suatu hal, dan memberikan rekomendasi. Dalam hal
ini akuntan publik tersebut memberikan rekomendasi yang salah, karena mereka
juga menyetujui adanya perintah dari Baker Hughes Inc dalam melakukan
penyuapan pajak kepada aparat pajak untuk anak perusahaannya di Indonesia.
Seorang akuntan publik seharusnya memberikan rekomendasi yang tidak
membawa klien kepada hal-hal yang dapat merugikan orang lain, dan tentunya
saja hal ini akan berdampak terhadap pengguna laporan keuangan yang tertipu
atas informasi yang diberikan dalam laporan keuangan dengan kenyataan yang
terjadi. Seorang akuntan publik seharusnya bisa mempertahankan independensi
dan integritasnya sebagai akuntan publik, sehingga tidak akan memihak kepada
siapa pun dengan melihat kepentingan dari orang-orang tertentu.
3. Pelanggaran terkait Kode Etika IAPI
Kasus KPMG-Siddharta siddharta & Harsono juga melibatkan kantor
akuntan publik yang dinilai terlalu memihak kepada kliennya. Prinsip-prinsip
yang tidak sesuai dengan prinsip etika IAPI terkait dengan kasus tersebut adalah
a. Prinsip Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak
boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi
tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.

34
Akuntan publik yang telah berusaha menyuap untuk kepentingan
klien seperti kasus KPMG-SSH diatas dapat dikatakan tidak jujur dan
tidak adil dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang anggota. Selain
itu, akuntan juga telah melanggar prinsip objektivitas hingga mereka
bersedia untuk melakukan sebuah kecurangan. Dari situ, kita bisa melihat
bahwa mereka memanfaatkan jabatan mereka untuk memperoleh
keuntungan pribadi dengan mengabaikan integritas mereka sebagai
seorang akuntan publik
b. Prinsip Objektivitas
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Akan tetapi, dalam kasus KPMG-SSH bersikap tidak secara objektif,
karena mereka cenderung memihak dan membela kepentingan kliennya,
PT Easman Christensen agar mendapatkan perlakuan khusus dengan
pengurangan pembayaran pajak. Hasilnya PT Easman Christensen
membayar pajak mereka hanya sebesar US$ 270.000 dari yang seharusnya
adalah sebesar US$3.200.000.
c. Prinsip Kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian
professional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban
untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir.
KPMG-SSH tidak menjalankan tugas mereka secara kehati-hatian
karena mereka tidak mempertimbangkan dampak buruk seperti apa yang
akan terjadi atas tindakan yang dilakukan, yaitu kerugian yang harus
ditanggung oleh Negara demi keuntungan pihak kliennya, dan juga
terjaminnya kelangsungan jasa akuntannya akan digunakan terus oleh

35
kliennya, PT Easman Christensen. Kemahiran profesionalnya tidak
digunakan untuk tindakan yang positif, tetapi mengarah kepada perbuatan
yang melanggar etika yaitu dengan mengelabui, mengakali, dan menyuap
para petugas pajak, sehingga hal tersebut jelas dinilai sebagai tindakan
yang sangat tidak profesionalisme.
d. Prinsip perilaku professional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,
staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Dalam hal ini, KPMG-SSH sudah jelas melanggar prinsip-prinsip
professional, karena :
a) Menyarankan kepada kliennya, PT Easman Christenses
untuk melakukan penyuapan kepada aparat pajak untuk
mendapatkan sebuah keringanan dalam pembayaran pajak.
b) Adanya kerja sama dengan pihak ketiga mereka yaitu aparat
pajak untuk kepentingan kliennya dan organisasinya, sehingga
hal ini mengakibatkan kerugian Negara dari sektor pajak yang
seharusnya dibayar US$ 3.200.000 menjadi sebesar
US$270.000.
c) Tindakan yang dilakukan KPMG-SSH berkaitan dengan hal-
hal yang terkait dengan masalah kepentingan baik bagi
perusahaan, kantor akuntan publik maupun aparat pajak di
Indonesia

3. Pelanggaran Aturan etika akuntan publik


a. Seksi 200 Ancaman dan Pencegahan
Baker Hughes Inc memberi saran kepada KPMG–SSH untuk
menyuap oknum pejabat pajak Indonesia agar mengurangi ketetapan
besarnya pajak PT. Eastman Christensen (PTEC) yang telah ditentukan

36
dan KPMG – SSH setuju dengan hal tersebut dengan mengurangi
ketetapan pajak untuk PTEC dari $ 3.200.000 menjadi US $ 270.000. Hal
tersebut tidak mencerminkan Praktisi yang mencoba melakukan
pencegahan untuk menolak penyuapan terhadap pejabat pajak yang
dilakukan agar kepatuhan terhadap prinsip dasar etika tetap terjaga.
b. Seksi 210 Penunjukan Praktisi, KAP, atau Jaringan KAP
Dalam awal melakukan perikatan, seharusnya pihak KPMG–SSH
dapat mendeteksi kecurangan yang akan dilakukan Baker Hughes Inc hal
penyuapan terhadap pejabat pajak Indonesia tidak terjadi. Selain itu, saat
pihak Baker Hughes Inc menyarankan pihak KPMG–SSH melakukan
penyuapan seharusnya KPMG–SSH menolak saran tersebut, karena hal
tersebut bukanlah perilaku yang patut dilakukan Praktisi.
c. Seksi 220 Benturan Kepentingan
KPMG–SSH tidak menjalankan tugas dengan prinsip Kompetensi
serta sikap kecermatan dan kehati-hatian professional karena dalam
menjalankan tugas, mereka tidak mempertimbangkan dampak yang akan
terjadi ketika pihak mereka mementingkan keuntungan pihak klien dengan
mengurangi jumlah pajak yang seharusnya, hal ini mencerminkan pihak
KPMG–SSH tidak professional dalam menjalankan tugasnya.
d. Seksi 230 Pendapat Kedua
Dalam kasus Eastman Christensen terjadi benturan kepentingan,
dimana pihak Baker Hughes Inc menginginkan pajak yang ditetapkan pada
anak perusahaannya yaitu PT. Eastman Chistensen dikurangi jumlahnya
dari jumlah yang telah ditetapkan di awal. Disini pihak KPMG–SSH
bersedia menyetujui melakukan kecurangan yang dilakukan kliennya, hal
ini telah melanggar prinsip objektivitas yaitu bersikap adil, tidak memihak,
jujur secara intelektual tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari
benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
e. Seksi 280 Objektivitas-Semua Jasa Profesional
KPMG-SSH bersikap tidak secara objektif, independen dan
profesional, karena mereka cenderung memihak dan membela kepentingan
kliennya, PT Easman Christensen agar mendapatkan perlakuan khusus

37
dengan adanya pengurangan pembayaran pajak yang mana perbuatan
tersebut melanggar Kode etika IAPI
4. Pelanggaran terhadap tanggung jawab dan kewajiban auditor
a. Tanggung jawab profesi
KPMG-SSH sudah melanggar tanggung jawab profesinya sebagai
akuntan. Seharusnya kantor akuntan tersebut menolak bahkan
membatalkan perikatan terhadap klien apabila adanya upaya penyogokan
untuk pengurangan nilai pajak.
b. Tanggung jawab mengungkapkan kecurangan
KPMG-SSH tidak hanya gagal dalam mengungkapkan kecurangan,
bahkan ikut berbuat curang dengan terbukti melakukan penyuapan pajak
dengan bersifat tidak adil, memihak, dan tidak jujur.
5. Kewajiban Hukum bagi Auditor
KPMG-SSH secara hukum telah gagal dalam melaksanakan
standar professional didalam kinerjanya. Kewajiban kepada pihak ketiga
yaitu Negara khususnya telah dilanggar, dengan menyuap dan
memanipulasi pembayaran pajak. Selain itu, kewajiban kriminal juga telah
salah dikarenakan adanya tindakan kriminal yang melanggar undang-
undang dan peraturan lainnya.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada Bab III
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

38
1. KPMG-SSH menyetujui untuk penyuapan pajak oleh Baker Hughes Inc
untuk anak perusahaannya di Indonesia PT Easman Christensen yang
mendapatkan perlakuan khusus dengan meringankan pembayaran pajak,
sehingga PT Easman Christensen hanya membayar US$ 270.000 dari yang
seharusnya sebesar US$3.200.000 dan membuat kerugian yang harus
ditanggung oleh Negara demi keuntungan pihak KPMG-SSH & kliennya
2. Struktur kode etik IAPI terdiri atas dua bagian yang disusun, yaitu (1)
Prinsip dasar etika profesi, dan (2) Aturan Etika Profesi yang mana dua
bagian itu termasuk dalam kode etik IAI sebelum ditetapkannya kode etik
IAPI. Prinsip dasar etika IAI yang disahkan pada kongres IAI VIII tahun
1998 terdiri atas delapan prinsip yaitu (1) Tanggung Jawab Profesi, (2)
Kepentingan Publik, (3) Integritas, (4) Objektivitas, (5) Kompetensi dan
Kehati-hatian Profesional, (6) Kerahasiaan, (7) Perilaku Profesional, (8)
Standar Teknis
3. KPMG-SSH telah melanggar 4 prinsip kode etik IAI yaitu yaitu (1)
Integritas, (2) Objektivitas, (3) Kompetensi kehati-hatian profesional (4)
Perilaku Profesional
4.2 Saran
Kementrian Keuangan Republik Indonesia dan Dirjen Pajak diharapkan
agar lebih tegas menangani kasus penyuapan pajak yang sangat merugikan
Negara dan Kasus KPMG-SSH ternyata kasusnya diadili di Amerika Serikat
membuktikan adanya ketidakseriusan dalam menangani kasus tersebut.

39
DAFTAR PUSTAKA

Agoes,Sukrisno, dkk. 2013.Etika Bisnis dan Propesi Tantangan Membangun


Manusia Seutuhnya Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat
Ariyanto, Dodik, and Ardani Mutia Jati. “ Pengaruh Indepedensi, Kompetensi,
dan Sensitivitas Etika Profesi Terhadap Produktivitas Kerja Auditor Eksternal (Studi
Kasus Pada Auditor Perwakilan BPK RI Provinsi BaliPage 40 of 44.” Jurnal Ilmiah
Akuntansi dan Bisnis 5.2 (2010).
Elder, Randal,dkk. 2011. Jasa Audit dan Assurance Pendekatan Terpadu
(Adaptasi Indonesia) Buku 1. Jakarta :Salemba Empat
Mulyadi. 2002. Edisi 6. Auditing. Jakarta: Salemba Empat
https://www.e-akuntansi.com/2015/05/etika-profesional-dan-
tanggungjawab.html
http://www.sec.gov/litigation/litreleases/lr17127.htm diakses pada tanggal 28
November Pukul 12.30
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol3732/font-size1-
colorff0000bskandal-penyuapan-pajakbfontbr-kantor-akuntan-kpmg-indonesia-digugat-
di-as diakses pada tanggal 28 November 2013 Pukul 12.30
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2009/11/26/konsultan-makelar-suap-dan-
kasus-menguap-30091.html diakses tanggal 29 Oktober 2013 Pukul !4.00

Anda mungkin juga menyukai