Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Multiple myeloma (selanjutnya disingkat MM) merupakan keganasan

hematologi yang berasal dari sumsum tulang; merupakan tumor primer tulang

yang paling sering dan ditandai dengan adanya proliferasi sel plasma yang

berasal dari sel B limfosit. Sel plasma berperan dalam pembentukan sistem

imunitas tubuh dengan membentuk imunoglobulin yang dapat membantu

melawan infeksi.Sebagai tumor primer tulang lokasi yang paling banyak

dikenai adalah tulang aksial (cranium, vertebra, costa, dan pelvis) namun pada

dasarnya semua tulang juga dapat terlibat. 1,2

Kasus MM yang didokumentasikan pertama kali adalah pada pertengahan

abad ke-19 di London. Pada tahun 1844 seorang pasien Sarah Newbury

meninggal setelah 4 tahun mengalami nyeri tulang belakang yang parah dan

beberapa fraktur tulang, ternyata hasil autopsi pada sternumnya ditemukan

substansi merah yang kemudian diketahui sebagai sel myeloma. Seorang

dokter Rusia yang bernama Von Rustizky pada tahun 1873 pertama kali

menggunakan istilah MM. Pada Juli 1879 dr. Otto Kahler memeriksa dan

mengobati seorang pasien MM usia 46 tahun sehingga penyakit ini dikenal

juga dengan penyakit Kahler.3

Berdasarkan American Cancer Society (ACS)kasus MM pada akhir tahun

2009 diperkirakan adasekitar 20.000 kasus baru.Sedangkan berdasarkan pusat

riset United Kingdom (UK) yang terdiagnosis MM hanya kurang dari 4000
orang selama setahun atau kurang dari 1% dari seluruh keganasan. Di

Indonesia belum ada laporan secara pasti berapa jumlah kasus baru MM setiap

tahunnya. Pada beberapa literatur disebutkan bahwa kejadian MM kurang dari

1% dari seluruh keganasan, kurang dari 10% dari seluruh keganasan

hematologi dan sekitar sepertiga dari seluruh keganasan tulang primer.

Ada beberapa landasan penegakan diagnosis MM antara lain kadar sel plasma

pada sumsum tulang minimal 10-15%, pada bone survey ditemukan adanya

lesi litik dan adanya imunoglobulin monoklonal pada darah atau urin. Pada

dasarnya MM non-operabel namun dengan penanganan yang tepat dapat

membantu menghilangkan keluhan nyeri pada tulang dan mengalami remisi.1

Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini

dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan

traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati,

perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan

obat-obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan.1,2,3,4

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Multipel myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sel plasma

imatur dan matur yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum

tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul

di dalam darah atau air kemih.2

2.2. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insiden Myeloma multipel sekitar 4 kasus dari

100.000 populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple

myelosis di Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro

Amerika dan pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut

usia, usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus

terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada 32.000

kasus baru yang dilaporkan dan 20.000 kematian setiap tahunnya.5,6

Lebih dari enam puluh persen pasien mieloma multipel di Indonesia

berusia lebih dari 50 tahun (65,71%) dengan perbadingan jenis kelamin yang

kurang lebih sama antara pria dan wanita. Kurang lebih lima puluh persen pasien

bersuku Jawa, dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan

tidak bekerja. Lima puluh tiga persen pasien memiliki kurang dari 30% sel plasma

di sumsum tulangnya dengan 70% pasien tidak memiliki proteinuria Bence Jones

dan 80% pasien memiliki serum monoclonal gammopathy yang positif. Persentase

4
sel plasma di sumsum tulang lebih banyak ditemukan pada pasien yang berusia

lebih muda (34,05% vs. 24,24% vs. 7,5%).7

2.3. Etiologi

Penyebab pasti MM tidak diketahui secara pasti tetapi ada beberapa faktor risiko

yang dapat menyebabkan timbulnya MM. Para ahli tidak dapat memastikan

bahwa DNA dalam sel plasma yang mengalami mutasi yang menyebabkan

terjadinya kanker. Mereka mengemukakan beberapa faktor risiko terjadinya MM

yaitu: 1. usia, 96% kasus MM didiagnosis pada usia diatas 45 tahun dan 75% pada

usia diatas 70 tahun, 2. genetika, orang yang mempunyai hubungan erat dengan

penderita MM mempunyai risiko yanglebih tinggi untuk terkena MM, 3. obesitas,

4. diet, beberapa penelitian mengindikasikan bahwa diet rendah ikan atau sayuran

hijau mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena MM, 5. HIV/AIDS, 6.

pekerjaan tertentu misalnya orang yang bekerja dibidang agrikultural, industri

kulit, kosmetologi, dan penambang minyak, 7. paparan bahan kimia dan

produknya misalnya logam berat, pewarna rambut, plastik, bermacam debu

misalnya debu kayu, asbestos, herbisida, insektisida, produk minyak bumi, 8.

paparan radiasi, orang-orang yang survive dari bom atom Hiroshima dan Nagasaki

secara bermakna mempunyai risiko yang lebih tinggi menderita MM, 9. beberapa

penyakit autoimun misalnya rheumatoid arthritis, 10. riwayat Monoclonal

Gammopathy of Undetermined Significance (MGUS), sekitar 20-25% orang

dengan MGUS berkembang menjadi MM atau limfoma. MGUS adalah suatu

kondisi dengan protein M yang rendah,tapi tidak terjadi kerusakan tubuh. Hal ini

5
menjadi alasan orang dengan MGUS dilakukan monitor yang ketat terhadap

kesehatannya. 7,8,9

Paparan radiasi, benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan

insektisida mungkin memiliki peran. Myeloma multipel telah dilaporkan pada

anggota keluarga dari dua atau lebih keluarga inti dan pada kembar identik.

Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti

delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q.8

2.4. Anatomi

Multiple myeloma merupakan kelainan difus pada sumsum tulang di mana hampir

90% pasien MM dengan keterlibatan tulang. Walaupun seluruh tulang dapat

terkena.

Ada 4 pola radiografi yang dapat ditemukan pada MM yaitu:

1. mineralisasi tulang normal tanpa lesi litik yang khas,

2. demineralisasi difus tanpa lesi litik,

3. lesi tunggal (plasmacytoma) dan

4. lesi litik yang menyebar luas.

Lokasi dominan MM adalah tulang axial dan kolumna vertebralis, costa, cranium,

pelvis dan femur. Sebagian besar pasien dengan demineralisasi yang litik baik

fokal ataupun difus dan kurang dari 10% dengan plasmasitoma pada temuan

radiografi. Menariknya, deposit myeloma diluar tulang kadang ditemukan di

ginjal, paru, nasofaring atau sinus paranasalis.1

6
Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang.

Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu

atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder. 10

Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:

1. Diafisis

Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat

penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang.

2. Metafisis

Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir

batang (diafisis).

3. Lempeng epifisis

Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-

anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa.

4. Epifisis

Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.

7
Bagian dari tulang panjang matur 10

Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa

(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).

Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan

ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang

kompak.

Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tesebut dikelompokkan menjadi :

1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar,


contohnya os humerus dan os femur.

8
2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa
carpi.
3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os
scapula.
4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.
5. Ossa sesamoid, contoh: os patella.

Sistem rangka pada manusia (A) tampak anterior dan (B) tampak lateral10

9
2.5. Patofisiologi

Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah

munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS

(monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan

MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1%

resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan. 6

Perkembangan sel plasma maligna merupakan suatu proses multi langkah ,

diawali dengan adanya serial perubahan gen yang mengakibatkan perubahan sel

plasma maligna, adanya perkembangan perubahan di lingkungan mikro sumsum

tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol penyakit. Dalam

proses multi langkah ini melibatkan di dalamnya aktivasi gen supresor tumor dan

gangguan regulasi gen sitokin. Keluhan dan gejala pasien myeloma mutipel

berhubungan dengan ukuran massa tumor, kinetik pertumbuhan sel plasma dan

efek fisikokimia, imunologik dan humoral produk yang dibuat dan disekresi oleh

sel plasma, seperti para protein dan faktor pengaktivasi osteoklastik (OAF).

10
Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi seperti

hipervolemia, hiperviskositas, diatesis hemoragik, dan krioglobulinemia. Karena

pengendapan rantai ringan, dalam bentuk amiloid atau sejenis, dapat terjadi

terutama gangguan fungsi ginjal dan jantung. 6

11
Patogenesis dan gambaran klinis pada Myeloma multipel8
Temuan Penyebab yang mendasari Patomekanisme
Hipercalsemia, fraktur Destruksi tulang Ekspansi tumor; produksi
patologi, kompresi osteoclast activating
saraf, lesi litik tulang, factors OAF) oleh sel-sel
osteoporosis, nyeri tumor
tulang
Nefropati Light chain proteinuria, Efek toksik produk tumor,
hiperkalsemia, urate light chain, OAF, akibat
nephropathy, kerusakan DNA
glomerulopati amiolodi
(jarang)
Pielonefritis Hipogammaglobulinemia

Infeksi Hipogammaglobulinemia, Penurunan produksi yang


penurunan migrasi berkaitan dengan tumor
neutrophil induced suppression,
peningkatan katabolisme
IgG
Neuropati Hiperviskositas, Produk tumor ; sifat
krioglobulin, deposit protein M ; light chain
amiloid, hiperkalsemia, OAF
kompresi medulla spinalis
atau saraf kepala

Anemia Inhibisi secara langsung Penggantian sumsum


terhadap proses tulang oleh tumor,
hematopoesis perubahan megaloblastik
yang menurunkan
produksi vitamin B12 dan
asam folat
Perdarahan Berhubungan dengan Produk tumor ; antibody
factor pembekuan, terhadap factor
kerusakan amiloid pembekuan ; light chain,
endothelium, disfungsi lapisan antibody platelet
platelet
Tabel patomekanisme dan gambaran klinis pada Myeloma multipel 8

12
Pada lesi litik metastasis tulang,
sel-sel tumor akan melepaskan
faktor humoral yang menstimulasi
pengerahan dan diferensiasi
osteoklas (1), osteoklas akan
merusak tulang (2), terjadi resorpsi
tulang yang menyebabkan
pelepasan growth factors yang
menstimulasi proliferasi sel-sel
tumor (3) sehingga akhirnya
terbentuk substansi osteoklas yang
meningkatkan resorpsi tulang (4).

2.6. Diagnosis

Diagnosis Myeloma multipel dapat ditegakkan melalui gejala klinis,

pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi

anatomi.

a. Gejala klinis

Gejala yang umum pada Myeloma multipel adalah lemah, nyeri pada

tulang, dan infeksi yang berulang. Anemia terjadi pada sekitar 70% pasien yang

terdiagnosis. Nyeri pada tulang merupakan gambaran paling sering pada Myeloma

multipel dengan persentasi sekitar 70%. Lokasi yang paling sering terjadi pada

tulang vertebra lumbalis. 13

Fraktur patologis sering ditemukan pada Myeloma multipel. Kompresi

tulang belakang terjadi pada 10- 20% pasien. Gejala-gejala yang dapat

dipertimbangkan kompresi tulang belakang berupa nyeri punggung, kelemahan,

mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas.

13
Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang

diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,

nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus dapat ditemukan pada 30% pasien.

Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi

yang melibatkan infeksi Pneumococcus, shingles dan Haemophilus11

Pada pemeriksaan fisis tidak spesifik, atau dapat ditemukan :14

Pucat yang disebabkan oleh anemia

Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni

Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal

tunnel syndrome.

Nyeri lokal bagian –bagian tulang

Panjang tubuh dapat banyak menurun karena infraksi vertebra

Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien Myeloma multipel.

b. Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus.

Jumlah leukosit umumnya normal. Thrombositopenia ditemukan pada sekitar 15%

pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang ;

proporsi plasma sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel

plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemia ditemukan

pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang

didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan

proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan

imunoelektroforesis atau imunofiksasi.6,8

14
Elektroforesis protein serum menunjukkan paraprotein (memuncak pada zona gamma)
pada pasien dengan myeloma multipel8

Gambaran radiologi

1) Foto polos x-ray

Gambaran foto x-ray dari Myeloma multipel berupa lesi multiple, berbatas

tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi

terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di

rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan

tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit

pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan

gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.6,8,11,15,16

Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang.

Film polos memperlihatkan :

Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama

tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan

myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda

15
radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering

dijumpai.11

Fraktur kompresi pada badan vertebra , tidak dapat dibedakan dengan

osteoprosis senilis.

Lesi-lesi litik “punch ou:” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi

yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.

Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa

jaringan lunak.

Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu

penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%,

tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.15

Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas pada
myeloma9

16
Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4 akibat
plasmacytoma9

Gambaran radiologi pada os femur dekstra. Tampak gambaran khas suatu lesi
myeloma tunggal berupa gambaran lusen berbatas tegas pada regio interocanter.
Lesi-lesi lebih kecil tampak pada trocanter mayor9

17
2) CT-Scan

Umumnya CT Scan tidak dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto

tulang konvensional menggambarkan kebanyakan lesi yang CT scan dapat

deteksi.9

CT Scan axial pada plenoid yang menggambarkan lesi berbatas tegas , gambaran
khas myeloma pada CT scan. Korteks tampak intak9

3) MRI

MRI potensial digunakan pada Myeloma multipel karena modalitas ini

baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit

myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1,

yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.8,9,15

Sayangnya, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan

pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit

namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis Myeloma multipel

seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang

untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat

18
berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi

tulang.9

Foto potongan koronal T1 weighted-MRI pada suatu lesi myeloma di humerus.


Gambaran ini menunjukkan lesi dengan intensitas rendah. Batas korteks luar
terkikis tetapi intak ; namun, lesi telah melewati korteks bagian dalam 9

T1 weighted-MRI dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan lesi myelomatosa


yang predominan hipointens hingga isointens pada medulla dari diafisis. Lesi
tampak pada aspek anterior korteks9

19
4) Radiologi Nuklir9

Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada

osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik

(formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif

skintigrafi tulang untuk mendiagnosis Myeloma multipel tinggi. Scan dapat positif

pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.

5) Angiografi9

Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer

dari peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk

mendiagnosis Myeloma multipel.

ATLAS Radiologi pada Multiple Myeloma

Gambar seorang laki-laki 68 tahun dengan riwayat MM, stg III menurut kriteria Durie dan Salmon

A. Foto polos lateral view vertebra lumbal memperlihatkan beberapa lesi litik, salah satunya di L5
(panah)
B. MDCT terlihat lesi yang sama pada foto polos di L5 (panah)
C. MRI T1-weigted potongan sagital terlihat signal homogen pada L5 tanpa lesi fokal. 12

20
Atas : multiplanar skintigrafi bone scan pada pasien MM, ada kelainan

single yang besar pada costa kiri atas aspek posterior.

Bawah: pada pasien yang sama dengan gallium multiplan memperlihatkan

kelainan yang multiple pada costa dan ekstremitas. 13

21
Foto kepala lateral view: lesi khas
pada MM yaitu multiple “punched
out”. Panah memperlihatkan salah
satu lesi yang besar

Foto kepala lateral view: lesi


metastasis campuran osteolitik dan
osteoblastik

Foto ini memperlihatkan lesi khas MM (punched out) pada beberapa lokasi di
kaki:
Kiri : lesi pada tibia
Tengah : 2 lesi pada femur distal
Kanan : lesi yang luas pada femur proksimal

22
Bone scan pada penderita kanker Bone scan pada pasien dengan kanker
payudara, tampak peningkatan prostat, tampak peningkatan uptake
uptake pada vertebra dan pelvis pada vertebra, pelvis dan extremitas

Berikut beberapa gambaran pada metastasis tulang:

A B C
A. Fraktur patologis dengan densitas tulang yang menurun
B. Lesi destruksi pada humerus proksimal
C. Pasien kanker prostat dengan lesi metastasis pada tulang terlihat lesi litik yang
destruktif pada vertebra L3

23
c. Patologi Anatomi14,15

Pada pasien Myeloma multipel, sel plasma berproliferasi di dalam

sumsum tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 – 3 kali dari

limfosit, dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki

halo perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik.

33
Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma Myeloma multipel.
Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat perinuclear
(halo)14

24
Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas pada
Myeloma multipel14

Kriteria diagnosis myeloma multipel:

Kriteria Mayor:

1. Plasmasitoma pada biopsi jaringan

2. Sel plasma sumsum tulang >30%

3. M protein : IgG >35 g/dl, IgA >20 g/dl, kappa atau lambda rantai

ringan pada elektroforesis urin

Kriteria Minor

A. Sel plasma sumsum tulang 10-30%

B. M protein pada serum dan urin (kadar lebih kecil dari poin nomor 3)

C. Lesi litik pada tulang

D. Normal residual IgG <500 mg/l, IgA <1g/L, atau IgG <6g/L

25
Diagnosis ditegakkan bila terdapat kriteria 1 mayor dan 1 minor atau 3

kriteria minor yang harus meliputi kombinasi A dan B. Kombinasi 1 dan A bukan

merupakan myeloma multipel.

Sistem derajat Myeloma multipel6-8,14

Saat ini ada dua derajat Myeloma multipel yang digunakan yaitu Salmon Durie

system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System

yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan

diperkenalkan pada tahun 2005.

Salmon Durie staging :

a) Stadium I

Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL

Level kalsium kurang dari 12 mg/dL

Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter

Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, IgA < 3 g/dL, urine < 4g/24

jam)

b) Stadium II

Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III

c) Stadium III

Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL

Level kalsium lebih dari 12 g/dL

Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang

Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, IgA > 5 g/dL, urine > 12

g/24 jam)

26
d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL

e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl

International Staging System untuk Myeloma multipel

a) Stadium I

β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL

CRP ≥ 4,0 mg/dL

Plasma cell labeling index < 1%

Tidak ditemukan delesi kromosom 13

Serum Il-6 reseptor rendah

durasi yang panjang dari awal fase plateau

b) Stadium II

Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau

Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL

c) Stadium III

Beta-2 microglobulin >5.5 g/dL

2.7. Diagnosis Banding

Diagnosis Myeloma multipel seringkali jelas karena kebanyakan pasien

memberikan gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium, termasuk trias

berikut :6

Protein M serum atau urin (99% kasus)

Peningkatan jumlah sel plasma sumsum tulang

Lesi osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang.

27
Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding Myeloma multipel berupa

MGUS, smoldering myeloma, amiloidosis primer, dan metastasis karsinoma.6

Perbedaan pasien MGUS (benign monoclonal gammanophaty) dengan

pasien yang mengalami MM sulit bila pada awalnya ditemukan protein M. pada

pasien asimtomatik, protein M < 3g/dL, kurang dari 10% plasma sel sumsum

tulang, tidak ditemukan lesi osteolitik, anemia , hiperkalsemia, atau gangguan

ginjal merupakan ciri dari MGUS.6

Pada pasien asimptomatik dengan nilai protein M lebih dari 3 g/dL dan sel

plasma sumsum tulang lebih dari 10% sesuai untuk diagnosis smoldering

myeloma. Pada pasien asimptomatik dengan protein M lebih dari 3g/dL dan

monoclonal light chain pada urine, MM lebih dipertimbangkan. 6

Perbedaan antara amiloidosis dan MM sulit karena keduanya merupakan

gangguan proliferative sel plasma dengan gejala-gejala berbeda tetapi gambaran

yang tumpang tindih. Pada amiloidosis , proporsi sel plasma sumsum tulang

biasanya kurang dari 20%, tidak ditemukan lesi osteolitik, dan jumlah protein

bence Johnson sedang. 6

Pada pasien tanpa komponen protein M dalam serum maupun urine, tetapi

ditemukan lesi osteolitik, suatu metastase kanker seperti hipernefroma, sebaiknya

diekslusi sebelum diagnosis nonsecretory myeloma dipertimbangkan. Pada pasien

dengan gejala konstitusional , lesi osteolitik yang tersebar, komponen protein M

sedang, dan kurang dari 10% sel plasma sumsum tulang, metastase kanker dengan

MGUS harus diekslusi.6

28
Diagnosis banding multiple myeloma adalah metastasis tulang, leukemia,

limfoma, osteoporosis, Waldenstrom Hypergammaglobulinemia, dll. Bila multiple

myeloma mengenai vertebra, harus dibedakan dengan lesi metastasis tulang

dimana pada MM pada stadium awal biasanya pedikel masih utuh hanya

mengenai corpus vertebra. Hal ini dikarenakan pedikel lebih sedikit mengandung

sumsum sel darah merah dibanding corpus vertebra. Pada lesi metastasis tulang

biasanya mengenai pedikel dan corpus vertebra. Pada stadium lanjut MM sudah

ada ketelibatan pedikel sehingga untuk membedakannya dengan lesi metatasis

tulang perlu dilakukan bone scan radionuklir. Dengan radionuklir pada MM tidak

ada peningkatan uptake radiofarmaka sedang pada metastasis tulang terdapat

peningkatan uptake. Metastasis tulang dapat soliter atau multiple, lesi litik,

sklerotik atau campuran litik dan sklerotik. Yang mirip dengan lesi MM adalah

metastasis tulang dengan gambaran lesi litik. Tumor primer yang memberikan

gambaran lesi litik pada metastasis tulang biasanya berasal dari ginjal, paru,

payudara, thyroid dan gastrointestinal, walaupun lesi litik ini dapat menjadi

sklerotik setelah terapi radiasi, kemoterapi maupun hormonal. Pada wanita,

keganasan yang paling banyak menyebabkan lesi metastasis yang litik pada tulang

berasal dari payudara yaitu sekitar 35% sedangkan pada laki-laki berasal dari

keganasan prostat yaitu sekitar 30%. Menurut Krishnamurthy distribusi lesi

metastasis tulang pada tulang axial sebesar 60%, vertebra lumbal sebesar 32%,

cranium 10%, sacroiliac joint 5%, ekstremitas atas 11% dan ekstremitas bawah

4%. Lesi metastasis biasanya tanpa atau hanya dengan soft tissue mass yang

minimal dan biasanya tanpa reaksi periosteal kecuali jika menembus cortex. Lesi

29
metastasis yang soliter bisa berasal dari karsinoma ginjal, tiroid, traktus

gastrointestinal maupun paru. 1,2,5

Myeloma soliter (plasmacytoma) mempunyai beberapa diagnosis banding

yaitu FOGMACHINES (Fibrous dysplasia, Osteoblastoma, Giant cell tumor,

Metastases/ myeloma, Aneurismal bone cysts, Chondroblastoma,

Hyperparathyroidism (brown tumours)/ hemangioma, Infection, Non Ossifying

fibroma, Eosinophilic granuloma/enchondroma dan Solitary bone cysts).

2.8. Penatalaksanaan

Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada

tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal

yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan

dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan

lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk

intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna

pada myeloma. Lenalidomide , dengan pemberian oral merupakan turunan dari

thalidomide.Obat pengalkil seperti melphalan dan siklofosfamid paling efektif.

Kombinasi melphalan dan prednison menunjukkan angka respon 50-60%.4,6,8

Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang

optimal untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem sel

autolog. Transplantasi ini secara potensial menyembuhkan myeloma, namun

peranannya terbatas karena tingkat mortalitas yang tinggi sekitar 30 – 50%.6,9

Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada

tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia

30
dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. bifosfonat

mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang. 6

31
Pendekatan penatalaksanaan pada pasien baru terdiagnosis Myeloma
multipel(MM). ASCT = autologous stem cell transplantation; CR = complete
response; Dex = dexamethasone; MP = melphalan plus prednisone; MPT = MP
plus thalidomide; Rev/Dex = lenalidomide (Revlimid) plus Dex; Thal/Dex =
thalidomide plus Dex; VGPR = very good partial response8

32
2.9. Prognosis

Meskipun rerata pasien Myeloma multipel bertahan kira-kira 3 tahun,

beberapa pasien yang mengidap Myeloma multipel dapat bertahan hingga 10

tahun tergantung pada tingkatan penyakit.13 Berdasarkan derajat stadium menurut

Salmon Durie System , angka rerata pasien bertahan hidup sebagai berikut :6

Stadium I > 60 bulan

Stadium II , 41 bulan

Stadium III , 23 bulan

Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk.

Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging

system maka rerata angka bertahan hidup pasien dengan Myeloma multipel

sebagai berikut :6

stadium I , 62 bulan

stadium II, 44 bulan

Stadium III, 29 bulan.

33
BAB III

PENUTUP

Multiple myeloma adalah penyakit keganasan hematologi yang ditandai dengan

proliferasi sel plasma yang berasal dari sel B limfosit. Pada pasien MM, sel

plasma hanya memproduksi satu tipe imunoglobulin utuh dalam jumlah yang

banyak yang disebut protein monoklonal atau protein M. Sel-sel plasma yang

abnormal ini disebutsel myeloma. Sel-sel myeloma ini terkumpul di sumsum

tulang, menyebabkan kerusakan pada tulang.

Kriteria penegakkan diagnosis multiple myeloma adalah bila: pada aspirasi

sumsum tulang ditemukan sel plasma minimal 10-15%, bone survey

memperlihatkan adanya lesi litik dan ditemukannya imunoglobulin monoklonal

(protein Bence Jones) dalam darah atau urin.

Penting untuk dapat membedakan gambaran radiologi lesi litik pada

multiple myeloma dengan lesi litik pada metastasis tulang. Perlu pemeriksaan

bone scan untuk membedakan multiple myeloma dengan lesi metastasis pada

tulang.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. _________. Mieloma Multipel (Myeloma multipel)[online]. Available


from http://medicastore.com/penyakit_subkategori/12/index.html.

2. McPhee ,Stephen J., Maxine A. Papadakis, Lawrence M. Tierney,Jr. 2008.


Multiple Myeloma in 2008 Current Medical and Treatment. San Fransisco
: Mc Graw Hill-Lange
3. Dugdale ,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve. 2009. Multiple
Myeloma[online]. available from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000583.htm.
4. Kyle ,Robert A., S. Vincent Rajkumar. 2004. Drug Therapy : Multiple
Myeloma [online]. Available from http://www.nejm.com.
5. Glass,Jonathan, Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other
Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical
Management 2nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm 271-294
6. Richardson,Paul, Teru Hideshima, Kenneth C. Anderson. Multiple
Myeloma and Related Disorders in : Clinical Oncology 3 rd ed. Philadelpia
: Elsevier Churcill Livingstone. Hlm. 2955-2970
7. Tadjoedin et al. Multiple Myeloma in Indonesia. Indonesian Journal of
Cancer. 2011. 5(2): 76-81.
8. Kyle, Robert K. 2000. Plasma Cell Disorders in Cecil Textbook of
Medicine 21th ed. New York : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm 977-
982.
9. Longo, Dan L., Kenneth C. Anderson,Dennis L. Kasper, et al. 2005.
Plasma Cell Discrasia in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th
ed. New York : McGraw Hill Medical Publishing Division
10. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple Myeloma
[online]. available from http://emedicine.medscape.com/article/391742-
overview.
11. Waugh,Anne, Allison Grant. 2001. Anatomi and Physiology in Health and
Illness. New York : Churcill Livingstone. p. 388-392
12. Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit
Erlangga. p. 205-206
13. Herring, William. 2007. Learning Radiology : recognizing the basic /
William Harring 1th ed [online]. Available from
http://www.learningradiology.com. Diakses tanggal 4 November 2009

35
14. Rajkumar, S. Vincent, Robert A. Kyle. 2005. Multiple Myeloma :
Diagnosis and Treatment [online]. Mayo Clin Proc. 2005;80(10):1371-
1382
15. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online].
Available from http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview.
16. Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin. 2008. Robbins Buku
Ajar Patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hlm. 481-484
17. Eisenberg, Ronal L., Nancy M. Johnson. 2000. Comprehensive
Radiographic Pathology. New York : Mosby Elsevier. Hlm135-136
18. Multiple Myeloma. Available from http://emedicine.medscape.com
19. Adam Greenspan. Malignant Tumors of Hematopoietic or Lymphatic
Origin. Gower Medical Publishing 1988: 16.15 – 16.31
20. Multiple Myeloma. Available from http://www.ehow.com
21. Adi K.A. Profil Penderita Multiple Myeloma di bagian Patologi Klinik FK
USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Majalah kedokteran Nusantara. 2005:
38; 176-179
22. Mahnken A.H. Multidetector CT of the Spine in Multiple Myeloma:
Comparison with MR Imaging and radiography. AJR 2008: 178; 1429-
1436
23. Philip R.G. International Staging System for Mulriple Myeloma. Journal
of Clinical Oncology 2005: 23; 3412-3420

36

Anda mungkin juga menyukai