Anda di halaman 1dari 3

a.

House Index

Persentase antara jumlah rumah dimana ditemukan jentik dengan jumlah rumah yang

diperiksa. House Index lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah. Adapun

rumus dari House Index (HI) adalah sebagai berikut:

HI = Jumlah yang ditemukan jentik x 100 %

Jumlah rumah yang diperiksa

HI = ∑Rumah positif jentik x 100%

∑Rumah diperiksa

= 27 x 100 %

75

= 36 %

Dari perhitungan diatas didapat hasil angka House Index sebesar 36 %, dimana bila dilihat

berdasarkan tabel Larva Index angka ini masuk golongan Density Figure 5 yang menunjukkan

risiko penularan sedang. Dengan diketahuinya house index maka dapat diketahui juga Angka

Bebas Jentik (ABJ) daerah tersebut. Angka bebas jentik (ABJ) merupakan persentase jumlah

rumah yang tidak ditemukan larva Aedes. Dalam penelitian ini, ABJ Lingkungan Kemoning

Klod didapatkan sebesar 64 %. Angka ini masih dibawah target ABJ nasional yaitu > 95 %.

b. Container Index (CI)

Persentase antara jumlah kontainer yang ditemukan jentik dengan jumlah kontainer yang

diperiksa. Adapun rumus dari Container Index (CI) adalah sebagai berikut:

CI = Jumlah kontainer yang ditemukan jentik x 100 %

Jumlah kontainer yang diperiksa

CI = ∑Container positif jentik x 100%


∑container diperiksa

= 36 x 100 %

387

= 9,3 %

Dari perhitungan diatas didapat hasil angka Container Index sebesar 36 %, dimana bila

dilihat berdasarkan tabel Larva Index angka ini masuk golongan Density Figure 3 yang

menunjukkan risiko penularan sedang.

c. Breteau Index (BI)

Persentase antara jumlah kontainer yang positif jentik dengan jumlah rumah yang

diperiksa. Adapun rumus dari Breteau Index (BI) adalah sebagai berikut:

BI = Jumlah kontainer positif jentik x 100 %

Jumlah rumah yang diperiksa

BI = ∑Container positif jentik x 100%

∑Rumah diperiksa

= 36 x 100 %

75

= 48 %

Dari perhitungan diatas didapat hasil angka Breteau Index sebesar 36 %, dimana bila

dilihat berdasarkan tabel Larva Index angka ini masuk golongan Density Figure 3 yang

menunjukkan risiko penularan sedang.

Hal yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan Purnama dan Baskoro (2012) di

Kecamatan Denpasar Selatan yang mendapatkan angka CI berada pada skala Density Figure 4
dan menunjukkan risiko penularan sedang. Hanya saja terjadi perbedaan pada angka BI yang

berada pada skala Density Figure 6 yang menunjukkan risiko penularan tinggi.

Risiko penularan sedang dari penyakit DBD juga ditemukan pada penelitian Adnyana dan

Ayuningtyas (2019) di tiga kabupaten di Provinsi Bali yaitu Kabupaten Jembrana, Kabupaten

Karangasem, dan Kabupaten Badung. Nilai HI pada masing-masing kabupaten secara berurutan

adalah 19 %, 27%, dan 45 %. Nilai CI pada masing-masing kabupaten sebesar 9,25 %, 17,37 %,

dan 24,41 %. Sedangkan nilai BI masing-masing kabupaten sebesar 25 %, 41 %, dan 62%.

House index lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah. World Health

Organization (WHO) dalam Randini (2010) menyebutkan suatu daerah dikatakan berisiko tinggi

terhadap penularan DBD bila angka HI > 10 % dan rendah bila angka HI < 10 %. Nilai HI di

Lingkungan Kemoning Klod lebih tinggi dari standar WHO, hal ini menunjukkan bahwa masih

banyak rumah yang positif larva Aedes dan memiliki risiko penularan tinggi. Breteau Index

merupakan indikator yang paling baik untuk menggambarkan kepadatan larva karena

mengkombinasikan faktor rumah maupun kontiner. Menurut WHO, nilai BI suatu wilayah tidak

boleh melebihi 50 % dan nilai BI di Lingkungan Kemoning Klod sebesar 48 % hampir melewati

batas standar yang ditetapkan WHO sehingga angka ini perlu diturunkan. Sedangkan nilai CI

yang ditetapka WHO adalah tidak melebihi 10 % dan nilai CI di Lingkungan Kemoning Klod

berada di bawah standar sehingga memiliki risiko penularan yang rendah. Hanya saja nilai CI

sebesar 9, 35 % hampir mendekati batas standar yang ditetapkan sehingga sangat perlu untuk

diturunkan.

Anda mungkin juga menyukai