Anda di halaman 1dari 8

5.

Strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik

Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan berguna untuk panduan bagi perawat dalam
berinteraksi dengan klien. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan harus dibuat setiap
sebelum melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan tujuan agar perawat
mengetahui kekurangan dan kemampuan yang dimiliki perawat agar dapat di perbaiki
sebelum melakukan proses keerawatan kepada klien.

1) Fase pra-interaksi
Fase ini dimulai sebelum kontak pertama perawat dengan klien. Hal-hal yang
dilakukan pada fase ini yaitu evaluasi diri, penetapan tahapan hubungan dan rencana
interaksi. Tugas uatama perawat dalam tahap ini antara lain :
a. Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri
b. Menganalisis kekuatan profesional diri dan keterbatasan
c. Mengumpulkan data tentang klien
d. Merencanakan untk pertemuan pertama dengan klien
2) Fase orientasi
a. Fase perkenalan
Fase ini merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu dengan
klien. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh perawat pada tahap ini adalah :
a) Memberi salam
b) Memperkenalkan diri perawat
c) Menanyakan nama klien
d) Menyepakati pertemuan (kontrak)
e) Menghadapi kontrak
f) Memulai percakapan awal
g) Menyepakati madalah klien
h) Mengakhiri perkenalan
b. Fase orientasi
Fase ini dilakukan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan
fase ini adalah menvalidasi kekurangan data, rencana yang telah diibuat
dengan keadaan klien saat ini dengan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.
Hal-hal yang harus dialkukan perawat pada fase ini adalah :
a) Memberi salam
b) Menvalidasi keadaan klien
c) Mengingat kontrak

Tugas utama perawat dalam tahap ini antar alain :

a) Mengidentifikasi mengapa klien mencari bantuan


b) Menyediakan kepercayaan,penerimaan dan komunikasi terbuka
c) Membuat kontrak timbal balik
d) Mengeksplorasiperasaan klien, pikiran dan tindakan
e) Mengidentifikasi masalah klien
f) Mendefinisikan tujuan dengan klien
3) Fase kerja
Fase ini merupakan inti hubungan perawat-klien yang terkait erat dengan pelaksanaan
rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai. Tujuan tindakan keperawatan adalah :
a) Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya, perilakunya,
erasaanya, pikirannya. Ini bertujuan untuk mencapai tujuan kognitif
b) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien
secara mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi.melaksanakan
terapi/teknikal keperawatan
c) Melaksanakan pendidikan kesehatan
d) Melaksanakan kolaborasi
e) Melaksanakan observasi dan monitoring

Tugas utama perawat dalam tahap kerja adalah:

1. Mengeksplorasi stressor yang sesuai atau relevan


2. Mendorong perkemangan insight klien dan penggunaan mekanisme
koping konstruktif
3. Menangani tingkah laku yang dipertahankan oleh klien
4) Fase terminasi
Tahapan terminasi ini merupakan tahap akhir dari setiap pertemuan perawat dan klien
dalam kkomunikasi terapeutik. Terminasi terbagi atas 2 bagian yaitu :
1. Terminasi sementara
Tahap ini merupakan tahap akhir dai pertemuan perawat dan klien, akan tetapi
perawat akan bertemu lagi dengan klien pada waktu yang telah ditentukan.
2. Terminasi akhir
Tahap ini terjadi jika klien akan pulang dari rumah sakit atau perawat tidak
berdinas lagi di rumah sakit tersebut.

Hal yang harus diakukan pada tahap ini terminasi ini, antar lain :

a) Evaluasi hasil yang terdiri evaluasi subjektif dan evaluasi objektif


b) Rencana tindak lanjut
c) Kontrak yang akan datang

Tugas utama perawat dalam tahapan terminasi adalah :

a) Menyediakan realitas perpisahan


b) Melihat kembali kemajuan dari terapi dan pencapaian tujuan
c) Saling mengeksplorasi perasaan adanya penolakan, kehilangan, sedih dan marah
serta tingkah laku yang berkaitan.

7. Hambatan dalam komunikasi terapeutik

1) Resistens

Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas
atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya
menunjukkan ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari pengalaman
yang menimbulkan cemas padahal hal ini merupakan bagian normal dalam proses
terapeutik. Resisten ini sering akibat dari ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika
kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.

Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase
ini sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah
(Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).

Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)

a. Supresi dan represi informasi yang terkait

b. Intensifikasi gejala

c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan


d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang
bersifat sementara

e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak


mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak
memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam, atau
mengantuk

f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal

g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan


menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau
menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan

h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai


penghayatan tetap menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an
bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting

i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan
sakit terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan
yang dulu)

j. Perilaku amuk atau tidak rasional

2) Transferens

Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap
perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang
bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen , 1995)

Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini
diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama
reaksi transference yaitu reksi bermusuhan dan tergantung.

3) Kontertransferen

Kontertransferen merujuk pada respons emosional spesifik oleh terapis terhadap


pasien yang tidak tepat dalam isi konteks hubungan terapetik atau ketidaktepatan
dalam intensitas emosi. Perawat terkadang tidak menyadari bahwa apa yang telah di
lakukan itu nantinya merugikan kedua belah pihak. Perawat biasanya terpancing oleh
sikap klien yang berlebihan, baik sikap terlalu baik maupun sikap yang terlalu buruk
sehingga perawat merespons dengan emosi yang berlebihan juga. Respons emosional
yang berlebihan itu disebut Kontertransferen.

Menurut stuart, G.W (1998) Kontertransfaran merupakan bentuk respon emosional


beupa hambatan terapeutik yang berasal dari diri perawat yang dibangkitkan atau
dipancing oleh sikap klien.

Bentuk Kontertransferens (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005)

a. Ketidakmampuan berempati terhadap Klien dalam masalah tertentu

b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi

c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan Kontrak dengan datang terlambat,


atau melampaui waktu yang telah ditentukan.

d. Mengantuk selama sesi

e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah

f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien

g. Berdebat dengan Klien atau kecenderungan untuk memaksa Klien sebelum ia


siap

h. Mencoba untuk menolong Klien dalam segala hal yang tidak berhubungan
dengan tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi

i. Keterlibatan dengan Klien dalam tingkat personal

j. Melamunkan atau memikirkan Klien

4) Pelanggaran Batas

Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien


adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan ini
perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di tolong. Baik
perawat maupun klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006). Pelanggaran
batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan membina
hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.

Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen, dalam Intan, 2005)

1). Batas peran

Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari
perawat serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan
klien.

2). Batas waktu

Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan


terapeutiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak
wajar dan tidak mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk
mencegah terjadinya pelanggaran batas.

3). Batas tempat dan ruang

Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?

Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan


terapeutik diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan
tindakan terapeutik yang rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di
perbolehkan t dalam melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati
batas-batas tertentu misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang lain.

4). Batas uang

Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang.
Disini juga perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin
tentang biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.

5). Batas pemberian hadiah dan pelayanan

Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar
batas.
6). Batas pakaian

Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat
dalam hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan
memakai pakaian yang tidak sopan.

7). Batas bahasa

Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan
klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan
nada menggurui merupakan pelanggaran batas.

8). Batas pengungkapan diri secara personal

Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan
tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.

9). Batas kontak fisik;

Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar
batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah
tercangkup dalam hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.

Contoh pelanggaran batas yaitu (Intan, 2005)

a. Klien mengajak makan dengan perawat disaat siang maupun makan malam
diluar
b. Klien memperkenalkan perawat kepada keluarganya
c. Perawat menerima pemberian hadiah dari basis Kien
d. Perawat menghindari acara-acara sosial
e. Klien memberi perawat hadiah
f. Perawat secara rutin memegang dan memeluk Klien
g. Perawat secara teratur memberi Informasi personal kepada Klien
h. Hubungan profesional berubah menjadi hubungan Sosial
i. Perawat menghadiri Undangan Klien
5) Pemberian hadiah

Pemberian hadiah merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan. Disatu


pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu dalam
mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian
hadiah bisa merusak hubungan terapeutik.

Pemberian hadiah yang mengganggu dalam hubungan perawat dan klien adalah
pemberian dalam bentuk barang tertentu atau hadiah nyata yang mempunyai tendensi
tertentu yaitu mengharapkan dengan pemberian hadiah tersebut, perlakuan perawat
pada klien akan melebihi dar konsep pelayanan keperawatan yang semestinya.
Dengan pemberian hadiah tersebut harapannya klien dapat memanifulasi perawat
dengan cara mengatur hubungan dan batasan-batasan dalam berhubungan (stuart
G.W, 1998). Mengatur hubungan yang dimaksud adalah bagaimana emosi perawat
bisa masuk kedalam emosi klien dengan harapan justru perawatannya yang nantinya
bisa dikendalikan oleh klien.

Anda mungkin juga menyukai