Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu hal penting yang menjadi faktor kemajuan
suatu bangsa. Melalui pendidikan, seorang manusia akan dapat meningkatkan
kualitas diri mereka. Oleh karena itu kualitas pendidikan seseorang sangatlah
penting untuk ditingkatkan demi kemajuan suatu bangsa. Kemajuan bangsa sangat
bergantung pada kualitas pendidikan generasi muda. Salah satu cara untuk
meningkatkan kualitas pendidikan generasi muda, Pemerintah Indonesia
mewajibkan wajib belajar selama 12 tahun. Selain peran pemerintah dalam
peningkatan kualitas pendidikan peran seorang guru dan siswa juga sangat
penting. Salah satu peran siswa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan adalah dengan cara belajar. Belajar pada hakekatnya
merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku
siswa secara konstruktif.1 Belajar merupakan suatu proses untuk mencapai
berbagai macam kompetensi, keterampialan, dan sikap.2 Sejalan dengan firman
Allah dalam QS. Al Alaq 1 – 5 yaitu: َ

1
Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung : Refika Aditama, 2014), hal. 19

1
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia
4. Yang mengajar (manusia) dengan pena,
5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.(Q.SA1-Alaq 1-5)

Dalam Surat tersebut, Allah SWT menjelaskan bahwa menyuruh umatnya


untuk belajar, karena dengan belajar seseorang mendapatkan ilmu pengetahuan
dan ilmu pengetahuanlah yang akan membawa manusia kepada pengakuan akan
kebesaran Allah SWT.

Dalam menghadapi era globalisasi yang diiringi dengan perkembangan


IPTEK yang sangat pesat, maka peningkatan kualitas sumber daya manusia
mempunyai posisi yang strategis bagi keberhasilan dan kelanjutan pembangunan
nasional. Oleh sebab itu, upaya tersebut mutlak harus mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh dan harus dirancang secara sistematis dan seksama berdasarkan
pemikiran yang matang. Wadah yang tepat bagi upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia adalah pendidikan.

Dengan masih banyaknya kelemahan dan kekurangan pendidikan nasional,


berbagai pihak perlu segera membenahi dan mereformasi dunia pendidikan
sebagai bentuk investasi sumber daya manusia yang diharapkan dapat bersaing
dalam era Global. Pendidikan sains dan teknologi memegang peran besar untuk
mempersiapkan bangsa ini menuju masa depan yang semakin sarat dengan
permasalahan – permasalahan baru dan muncul silih berganti.

Ada beberapa indikator dalam peningkatan mutu pendidikan antara lain


melalui peningkatan kinerja guru dan sarana serta prasarana pembelajaran.

Dalam kaitannya dengan hal diatas, guru dituntut untuk menciptakan situasi
pembelajaran yang kondusif, yaitu pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Situasi tersebut harus diupayakan untuk semua mata pelajaran.
Dengan begitu, diharapkan peningkatan mutu pendidikan dapat tercapai secara
optimal. Untuk membuat siswa menyenangi suatu mata pelajaran yang diajarkan.

2
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran jurusan IPA yang terbilang sulit
dipahami. Namun pelajaran fisika juga bisa menjadi keahlian kita ketika kita bisa
belajar dengan sungguh-sungguh dan memiliki berbagai peranan penting dalam
berbagai disiplin, dan memajukan daya pikir manusia.

a) Pemahaman Konsep Fisika

Pemahaman merupakan Salah satu aspek pada ranah kognitif yang


dikemukakan oleh Bloom (dalam Irmayanti, 2012: 30-31), menyatakan
pemahaman yaitu ketika peserta didik dihadapkan pada suatu komunikasi dan
dapat menggunakan ide yang terkandung di dalamnya. Komunikasi yang
dimaksud dapat dalam bentuk lisan atau tulisan dalam bentuk verbal atau
simbolik. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna dan arti dari
suatu konsep (Sudjana, 2013: 50).

Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari tipe hasil belajar
pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna
atau arti dari suatu konsep. Untuk itu diperlukan adanya hubungan atau pertautan
antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut (Sudjana, 2013: 50).
Hubungan antara konsep dengan makna tersebut akan menghasilkan perubahan
perilaku.

Menurut Rosser (1984) (dalam Dahar, 2011: 63), Konsep adalah suatu
abstraksi yang mewakili suatu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan
yang mempunyai atribut yang sama. Konsep adalah abstraksi-abstarksi yang
berdasarkan pengalaman seseorang. Belajar konsep merupakan hasil utama
pendidikan. Menurut Wingkel (dalam Bukhori, 2012: 12), belajar konsep
merupakan bentuk belajar yang dilakukan dengan mengadakan abstraksi yaitu
dalam semua objek yang meliputi benda, kejadian, dan orang; hanya ditinjau
aspek-aspek tertentu yang merupakan sebuah pengetahuan konseptual.

Menurut Anderson & Krathwohl (dalam Pickard, 2007: 49) menyatakan


pengetahuan konseptual lebih kompleks daripada pengetahuan faktual dan
mencakup tiga subtipe: 1) pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, 2)

3
pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan generalisasi, dan 3) pengetahuan tentang
teori, model, dan struktur. Pengetahuan konseptual diperlukan peserta didik
sebagai dasar dan acuan dalam melakukan perilaku-perilaku tertentu.

Menurut Ausbel (dalam Dahar, 2011: 64), konsep diperoleh dengan dua
cara, yaitu pembentukan konsep dan asimilasi konsep. Pembentukan konsep
merupakan proses induktif dan merupakan belajar penemuan yang diperuntukkan
untuk orang yang lebih tua dalam kehidupan nyata dan laboratorium dengan
tingkat kesukaran yang lebih tinggi. Asimilasi konsep merupakan proses deduktif
dengan menghubungkan atribut-atribut tertentu dengan gagasan-gagasan yang
relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif mereka.

Menurut Bloom et al. (1956: 89) pemahaman konsep dapat dibedakan


menjadi tiga bagian yaitu translasi (translation), interpretasi (interpretation) dan
ekstrapolasi (extrapolation).

a. Translasi (Translation)

Translasi Sebagai kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu yang


dinyatakan dengan cara lain dari pernyataan asli yang telah dikenal sebelumnya.
Bloom et al. (1956: 91-92) mengemukakan indikator pencapaian kemampuan-
kemampuan translasi sebagai a) the ability to translate a problem given in tehnical
or abstract phraseology into concrete or less abstract phraseologi. Hal ini berarti
kemampuan menerjemahkan suatu masalah yang diberikan dengan kata-kata
abstrak menjadi uraian kata-kata yang kongkret; b) the ability to translate
relationships expressed in symbolic form, including illustration, maps, tables,
diagrams, graphs and mathematical and other formulas, to verbal form or vice
versa. Hal ini menunjukkan kemampuan menerjemahkan hubungan yang
terkandung dalam bentuk simbolik, meliputi ilustrasi, peta, tabel, diagram, grafik,
persamaan matematis, dan rumus-rumus lain ke dalam bentuk verbal dan
sebaliknya. Contoh kemampuan pemahaman translasi dalam fisika misalnya
ketika peserta didik diberikan persamaan tekanan hidrostatik, peserta didik dapat
menerjemahkan hubungan antara variabel-variabel dalam persamaan itu kedalam
sebuah bentuk grafik.

4
b. Interpretasi (Interpretation)

Interpretasi adalah kemampuan sesorang untuk memahami sesuatu yang


direkam, diubah atau disusun dalam bentuk lain seperti grafik, tabel, diagram dan
lain-lain. interpretasi/penafsiran juga merupakan kemampuan untuk memaknai
grafik, menghubungkan dua konsep yang berbeda, dan kemampuan membedakan
yang pokok dan yang bukan pokok (Sudjana, 2013 : 51). Contoh kemampuan
pemahaman interpretasi misalnya ketika peserta didik diberikan tabel hasil
percobaan Archimedes yaitu berat benda di udara dan di air yang dipindahkan
peserta didik dapat memaknai bahwa semakin selisih antara berat benda di udara
dan di air merupakan besarnya gaya ke atas yang dialami benda.

c. Ekstrapolasi (Extrapolation)

Ekstrapolasi adalah kemampuan seseorang menyimpulkan dan menyatakan


lebih eksplisit suatu bentuk grafik; data-data; memprediksi konsekuensi-
konsekuensi dari tindakan yang digambarkan dari sebuah komunikasi; sensitif
atau peka terhadap faktor yang mungkin membuat prediksi menjadi akurat.
Contoh kemampuan ekstrapolasi misalnya ketika peserta didik diberikan gambar
tiga pipa berhubungan yang berbeda ukurannya semakin kecil pada pipa 3, dengan
kecepatan aliran fluida di setiap pipa masing-masing v1 , v2 dan v3 . Berdasarkan
data dan gambar peserta didik dapat memahami dengan mampu memprediksi
kecepatan aliran fluida pada pipa 3.

Skor pemahaman konsep peserta didik dapat dikategorikan menurut


penilaian acuan patokan. Tujuan penggunaan acuan patokan (kriteria) berfokus
pada kelompok perilaku peserta didik yang khusus yang didasarkan pada kriteria
atau standar khusus (Mansyur dkk, 2009: 106). Hal tersebut diperlukan dalam
penilaian karena skor individu tidak dapat memberikan informasi yang banyak.
Sehingga, diperlukan pengkategorian skor individu dalam sebuah pembagian
kelompok yang seimbang. Salah satu cara membagi atau mengkategorikan skor
pemahaman konsep peserta didik adalah dengan membuat interval kelompok
dengan memggunakan skor terendah dan skor tertinggi yang memungkinkan

5
untuk dicapai peserta didik dan jumlah kategori yang dinginkan (Irianto, 2004:
36).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pemahaman


konsep adalah suatu tingkatan dimana peserta didik mampu menangkap makna
dari suatu konsep baik yang berupa verbal maupun tulisan sehingga menghasilkan
perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dimaksud adalah perubahan
kemampuan mentranslasi, menginterpretasi dan mengekstrapolasi.

Kita sering kurang menyadari bahwa fisika sangat erat hubungannya


dengan kehidupan sehari-hari. Padahal banyak contohnya dalam kehidupan
sehari-hari. Penemuan-penemuan oleh para penemu terkenal juga kebanyakan dari
bidang fisika. Penemuan merekapun berguna dalam kehidupan kita.ilmu ¬¬fisika
juga menjadi semacam dasar bagi teknologi yang terus berkembang. Peralataan
elektronik yang sering dipakai juga didasari oleh konsep fisika.

Aktifitas manusia dalam kehidupan tidak lepas dari gejala atau fenomena
alam. Disadari maupun tidak disadari dalam aktifitas manusia selalu berhadapan
dengan fenomena alam. Kebanyakan manusia dalam melakukan aktifitasnya tidak
memperhatikan gejala alam yang terjadi. Manusia memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai. Pada fenomena alam terdapat
fenomena fisis. Manusia kurang memperhatikan fenomena fisis yang terjadi
dalam aktifitasnya kecuali fenomena fisis sesuai dengan tujuan kegiatan atau
fenomena fisis itu langka bagi mereka. Fenomena fisis yaitu kejadian kejadian
yang didalamnya terdapat variabel fisis. Yang dimaksud variabel fisis adalah
variabel-variabel yang dapat dinyatakan secara kuantitatif atau dinyatakan dalam
angka angka. Fenomena fisis dipelajari dalam ilmu fisika. Pada pembelajaran ilmu
fisika kita mempelajari variabel fisis yang terdapat pada kejadian alam. Maka dari
itu ilmu fisika sangatlah penting bagi kita serta bermanfaat bagi kehidupan
manusia.

Dalam dunia pendidikan mata pelajaran fisika telah diajarkan berdasarkan


fenomena-fenoma alam yang biasa terjadi, terkadang para siswa tidak pernah
memperhatikan akan hal itu sehingga dalam mengerjakan soal-soal fisika yang

6
berkaitan dengan suatu perhitungan kurang dapat memahami, dalam hal apa
maksud dari soal tersebut kejadian pada siswa ini biasa disebut dengan tidak dapat
memahami abstraksi dari sebuah soalnya. Gerak Lurus Beraturan merupakan
cabang ilmu fisika yang membutuhkan keterampilan dan penalaran yang logis
serta kemampuan berfikir logika.

Dalam mempelajari gerak lurus beraturan siswa dituntut untuk mengerti dan
memahami konsep fisika. Melihat realita saat ini,fisika dianggap sulit dipelajari
oleh sebagian siswa baik yang tidak berkesulitan belajar maupun yang
berkesulitan belajar. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada siswa
kelas X saat pra penelitan, kesulitan yang sering muncul salah satunya
dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan soal fisika
dengan baik. Pada dasarnya, kemampuan 3 siswa dalam memahami suatu soal
hingga menemukan jawaban yang benar merupakan suatu tingkat intelegensi
tertentu yang dimiliki siswa. Kemampuan intelegensi yang dimiliki siswa
berbeda-beda, ada kalanya seorang siswa mampu menyelesaikan soal dengan
proses berfikir yang relatif sederhana, ada kalanya juga melalui proses berfikir
yang panjang. Proses berfikir inilah yang menjadi sebuah proses dimana siswa
mampu atau tidak mengubah soal menjadi kalimat fisika. Selama ini masih belum
disadari bahwa kemampuan mengerjakan soal dengan proses berfikir relatif
sederhana maupun panjang berkaitan erat dengan intelegensi siswa masing-
masing. Intelegensi sangat erat hubungannya dengan kemampuan berfikir abstrak.
Ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Terman, yang memberikan
pengertian inteligensi sebagai “….. the ability to carry on abstract thinking”.2 Dari
pengertian tersebut Terman membedakan adanya ability yang berkaitan dengan
hal-hal yang kongkrit, dan ability yang berkaitan dengan hal-hal yang abstrak.
Kemampuan abstraksi seseorang yang secara benar dan tepat dikategorikan
sebagai kecerdasan seseorang. Kemampuan abstraksi yang dimiliki siswa akan
mempengaruhi keberhasilan belajar. Rendahnya kemampuan abstraksi siswa
merupakan suatu tantangan yang harus diselesaikan oleh lembaga kependidikan
agar memperhatikan tingkat kemampuan abstraksi siswa. Kemampuan abstraksi

2
Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT.Bumi Aksara, 2012), hal. 64

7
tidak lepas dari pengetahuan konsep karena abstraksi memerlukan kemampuan
untuk membayangkan atau menggambarkan benda dan peristiwa yang secara fisik
tidak ada. Aspek yang di tekankan dalam kemampuan abstraksi adalah
penggunaan efektif dari konsep-konsep serta simbol-simbol dalam mengahadapi
berbagai situasi khusus dalam menyelesaikan sebuah masalah. Piaget menyatakan
bahwa abstraksi terjadi karena aksi mental yang dipengaruhi oleh konsep mental.
Konsep mental ini digerakkan oleh operasi mental dari objek yang ditangkap
pikiran, seperti disajikan diagram berikut.3

Objek ditangkap pikiran

Operasi mental

Konsep mental

Aksi mental

Abstraksi

Gambar 1.1 Diagram Proses Abstraksi.

Piaget membedakan tiga macam abstraksi yaitu4 : abstraksi empiris


(Empirical Abstraction) yang memfokuskan pada cara siswa mengkontruksi arti
sifat-sifat objek. Kedua abstraksi empiris-palsu (Pseudo-Empirical Abstraction)
yang memfokuskan pada cara siswa mengkontruksi dan abstraksi reflektif
(Abstraction Reflective) yang memfokuskan pada ide tentang aksi dan operasi
menjadi objek tematik pada pemikiran atau asimilasi, yang berkaitan dengan
kategori operasi mental.

Wiryanto mengemukakan level-level di dalam abstraksi reflektif menurut


Cifarelli didefinisikan sebagai berikut: level pertama adalah pengenalan
(recognition), level kedua adalah representasi (representation), level ketiga adalah

3
Wiryanto, Level-Level Abstraksi Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika,
(Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, Vol. 03, 2014), hal. 571
4
Ibid, hal. 571

8
abstraksi struktural (structural abstracstion), level keempat adalah kesadaran
struktural (structural awarenes). Wiryanto berpendapat suatu keistimewaan level-
level abstraksi bahwa level-level ini merupakan suatu tahapan untuk
mendeskripsikan problemsolver sadar atau tidak pada konsep-konsep tertentu
pada aktivitas pemecahan masalah mereka dan membantu mengidentiikasi
problemsolver menggunakan metode pemecahan masalah sebelumnya atau
menggunakan pemecahan yang baru.

Berdasarkan keterangan diatas kemampuan abstraksi adalah usaha yang


dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal dan menggunakan simbol-simbol serta
metode yang paling efisien dalam menyelesaikan soal fisika. Sehingga
kemampuan abstraksi merupakan sesuatu yang sangat penting, setiap siswa
mempunyai kemampuan abstraksi yang berbeda-beda dalam menyelesaikan soal
fisiika sesuai dengan tingkat berfikir dan intelegensi siswa sendiri. Hal ini
memang belum banyak disadari oleh sebagian orang. Oleh sebab itu peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian kemampuan abstraksi siswa kelas X di
sekolah menengah tingkat kejuruan yaitu di SMK Muhammadiyah Kandanghaur
dalam menyelesaikan soal Fisika.

Peneliti memilih tempat di SMK Muhammadiyah Kandanghaur didasari


dengan beberapa alasan, berdasarkan hasil wawancara dengan guru fisikika kelas
X SMK Muhammadiyah Kandanghaur, nilai mata pelajaran fisika siswa kelas X
bervariasi, yaitu berada pada interval tinggi, sedang dan rendah. Salah satu materi
yang sulit dipahami siswa adalah materi gerak luru beraturan. Kesulitan siswa
memahami materi gerak luru beraturan karena terdapat sebagian siswa yang tidak
memahami materi sebelumnya. Sehingga siswa sulit untuk memahami dan
menyelesaiakan soal materi selanjutnya. Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan, SMK Muhammadiyah Kandanghaur merupakan sekolah yang terletak
di pinggiran kota dan merupakan sekolah yang mempunyai beragam jenis karakter
siswa sehingga mempengaruhi keberagaman kemampuan tingkat intelegensi
siswa.

9
Didasari pada kemampuan kognitif anak pada tingkat ini (remaja) memasuki
tahap pemikiran operasional formal yang dimulai pada usia kirakira 12 atau 13dan
terus berlanjut sampai usia remaja hingga dewasa. Secara umum karakteristik
pemikiran remaja pada tahap operasional formal adalah diperolehnya kemampuan
berfikir abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi
yang tersedia.5 Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Umi Maesaroh
yang mngatakan bahwa dalam kemampuan abstraksi reflektif pada level
kesadaran struktural merupakan pemikiran yang digunakan untuk siswa tingkat
yang tinggi. Sehingga pada penelitian ini hanya mengambil tiga level abstraksi
reflektif yaitu level pertama adalah pengenalan (rekognition), level kedua adalah
representasi (representation), dan level ketiga adalah abstraksi structural
(structural abstrakstion).

Berdasarkan hasil permasalahan di atas :


a) Para siswa dirasa masih kurang dapat memahmai sepenuhnya untuk
pemahaman abstrasksi sebuah soal fisika
b) Penggunaan rumus-rumus siswa tidak tahu rumus manakah yang akan
digunakan untuk mengerjakan sebuah persoalan dalam materi Gerak Lurus
Beraturan (GLB)
c) Penggunaan alat praktik median gambar masih kurang difahami oleh siswa
karena siswa masih belum bisa menangkan fenomena sedara realnya dalam
pembahasan suatu soal fisika dan alat praktik yang real dirasa siswa mampu
untuk memahami abstraksi dari soal materi GLB, akan tetapi penggunaaan
media ini akan banyak menyita waktu dan kurang efisien dari segi ukuran
yang memakan tempat karena menggunakan alat praktik yang sesungghunya

Dengan berdasarkan hasil uraian di atas maka peneliti akan mengangkat sebuah
judul penelitian yaitu

5
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal.
107

10
“Pengembangan Alat Peraga untuk Peningkatan Pemahaman Abstraksi Soal
Fisika Pada Materi Gerak Lurus Beraturan (GLB) Pada Tingkat X Di SMK
Muhammadiyah Kandanghaur”
2. Identifikasi Masalah
Peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami abstraksi konsep dari
soal fisika, dalam hal ini Peserta Didik tidak dapat menggambarkan fenomena
pada soal
3. Identifikasi Masalah
Penelitian ini membatasi permasalahan pada pengembangan alat peraga
pada pembelajara Fisika kelas X pada materi pokok Gerak Lurus Beraturan
4. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat di rumuskan berdasarkan uraian di atas
adalah bagaimana strategi guru, supaya siswa mampu mendayagunakan
nalarnya dalam memahami fenomena untuk mendapatkan suatu gambaran
dalam hal ini adalah pemahaman abstraksi dari soal Fisika pada materi Gerak
Lurus Beraturan yang dapat di visualisasikan dengan simulasi miniatur pada
alat peraga 3 dimensi
5. Tujuan Pengembangan
Tujuan dari penelitian dan pengembangan ini dengan dibuatnya alat
peraga yang nantinya dapat digunakan memiliki tujuan untuk menjelaskan
tentang bagaimana bagaiamana supaya siswa memahami suatu persoalan fisika
pada materi Gerak Lurus Beraturan, sehingga Peserta Didik diharapkan
memahami fenomena pada persoalan-persoalan fisika.
6. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Pada alat peraga yang nantinya akan dibuat ini memiliki spesifkasi
sebagai berikut:
1) Alat peraga bisa dibongkar dan dirangkai oleh siswa, seperti:
a) Memperpanjang lintasan garis lurus
b) Menggunakan alat transportasi kendaran miniature KA (Kereta Api)
c) Alat peraga dalam bentuk trainer
d) Alat peraga menggunakan sumber tegangan 5 volt baik dari USB
Laptop atau Personal Komputer dan penggunaan adaptor dengan

11
output tegangan 7-12 volt DC serta alternatif tegangan mandiri /
portable yang disokong dari 2 x Batu baterai 3,7 volt 13600mAh
e) Terdapat fitur Stopwatch pada trainer untuk menentukan waktu
berbasis arduino
f) Terdapat fitur sensor ultrasonik pada trainer dalam menentukan jarak
lintasan
g) Lampu penerangan Emergency dari sebuah Lampu LED 12 volt DC
h) Daya tahan baterai sampai dengan ±7 jam 20 menit dalam kondisi alat
peraga dijalankan
i) Upload Sketch program arduino via android versi 5+ koneksi OTG
(On The Go)
7. Manfaat Penelitian dan Pengembangan
Penelitian pengembangan ini memilikim manfaat sebagai berikut:
1) Bagi Peserta Didik
a) Memberikan kemudahan dalam mempelajari materi Gerak Lurus
Beraturan (GLB)
b) Memberikan alternatif pemahaman dalam mempelajari materi Gerak
Lurus Beraturan (GLB)
c) Memahami fenomena pada persoalan Gerak Lurus Beraturan
d) Sebagai bahan masukan bagi siswa mengenai kinerja mareka dalam
proses abstraksi dan memahami persoalan berkenaan dengan materi
Gerak Lurus Beraturan, sehingga dapat dijadikan sebagai bekal
mereka agar lebih baik lagi dalam menyelesaikan soal-soal fisika,
khususnya soal mengenai Gerak Lurus Beraturan.
2) Bagi Guru
a) Memberikan kemudahan dalam mengemas sebuah materi Gerak Lurus
Beraturan (GLB)
b) Memberikan kemudahan dalam menjelaskan sebuah materi Gerak
Lurus Beraturan (GLB)
c) Sebagai bahan alternatif dan masukan dalam pembelajaran agar guru
selalu memperhatikan perkembangan, kemampuan memahami dan
kesulitan yang dialami oleh siswanya sehingga tujuan pembelajaran

12
dapat tercapai dengan baik. Dan juga sebagai bahan pertimbangan
dalam merancang pembelajaran sesuai dengan tingkat abstraksi
siswanya.

3) Bagi Peneliti
a) Sebagai pengalaman baru dan berharga bagi seorang calon guru
professional yang selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk
mengembangkan bahan ajar.
b) Penelitian Pengembangan ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi
peneliti lain sehingga penelitian ini tidak berhenti sampai di sini, akan
tetapi dapat terus dikembangkan dan disempurnakan menjadi sebuah
karya yang lebih baik lagi.
8. Pentingnya Pengembangan

Dengan dibuatnya alat peraga miniatur 3 dimensi ini memudahkan guru


untuk menjelaskan materi dan dapat menstimulus pemahaman siswa melalui
pengamatan secara langsung dari gambaran suatu kejadian pada sebuah kendaraan
yang melaju pada lintasan lurus, sehingga siswa akan lebih cepat memahami
tentang gambaran fenomena dalam sebuah kendaraan pada lintasan lurus.

9. Asumsi Pengembangan dan Keterbatasan Penelitian


Asumsi dalam pengembangan alat peraga ini adalah:
a) Penjelasan dengan alat peraga sebelumnya kurang sederhana dan efisien
bagi pemahaman siswa terhadap suatu materi sehingga siswa susah
mencerna untuk memahami berdasarkan fenomena yang sebenarnya
b) Alat peraga yang dihasilkan berbentuk simulasi miniatur 3 dimensi

Keterbatasan dalam pengemangan alat peraga ini adalah:


a) Alat Peraga dibatasi pada materi pokok Gerak Lurus Beraturan.
b) Alat Peraga berbentuk simulasi
c) Subjek uji coba alat peraga terbatas pada siswa kelas X SMK
Muhammadiyah Kandanghaur

13
10. Definisi Istilah
Untuk menghindari kemungkinan timbulnya pengertian ganda terhadap
istilah-istilah yang digunakan dalam pengembangan Alat Peraga ini diberikan
penegasan terhadap beberapa istilah berikut:
1) Secara umum pengembangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk
membuat suatu produk yang melalui beberapa tahap yaitu perencanaan,
pembuatan produk itu sendiri dan evaluasi.6
2) Pengertian Alat Peraga Pendidikan
Sudjana, 2009, Pengertian Alat Peraga Pendidikan adalah suatu alat
yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru
agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien.
Faizal, 20010, mendefinisikan Alat Peraga Pendidikan sebagai
instrument audio maupun visual yang digunakan untuk membantu proses
pembelajaran menjadi lebih menarik dan membangkitkan minat siswa
dalam mendalami suatu materi.
Wijaya dan Rusyan, 1994 yang dimaksud Alat Peraga Pendidikan
adalah media pendidikan berperan sebagai perangsang belajar dan dapat
menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam
meraih tujuan-tujuan belajar.
Nasution, 1985 alat peraga pendidikan adalah alat pembantu dalam
mengajar agar efektif”.
Suhardi, 1978 Pengertian alat peraga pendidikan atau Audio-Visual
Aids (AVA) adalah media yang pengajarannya berhubungan dengan
indera pendengaran
Sumad, 1972, mengemukakan bahwa alat peraga atau AVA adalah
alat untuk memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca
indera. Alat peraga merupakan salah satu dari media pendidikan adalah
alat untuk membantu proses belajar mengajar agar proses komunikasi
dapat berhasil dengan baik dan efektif.

6
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), hal. 164-165

14
Amir Hamzah, 1981 bahwa Alat Peraga Pendidikan adalah adalah
alat-alat yang dapat dilihat dan didengar untuk membuat cara
berkomunikasi menjadi efektif. Sedangkan yang dimaksud dengan alat
peraga menurut Nasution (1985: 95) adalah “alat bantu dalam mengajar
lebih efektif”.7
3) Analisis
Analisis menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses
pencarian jalan keluar (pemecahan masalah) yang berangkat dari dugaan
akan kebenarannya.8 Analisis biasa diartikan sebagai usaha untuk mencari
atau mengetahui sesuatu. Dalam klasifikasi tujuan kognitif menurut
Bloom, analisis mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke
dalam kompenen- kompenen atau faktor penyebabnya dan mampu
memahami hubungan diantara bagian satu dengan yang lainnya sehingga
struktur dan aturannya dapat dipahami.9 Menurut definsi diatas dapat
disimpulkan bahwa anlisis adalah suatu tindakan atau usaha yang
digunakan untuk mencari kebenaran berdasarkan faktanya.
4) Analisis
Abstraksi Van Oers mengatakan bahwa abstraksi dapat dimaknai
sebagai suatu proses pemusatan perhatian pada hubungan-hubungan antara
objek-objek, dan mengabaikan perbedaan kualitas dari objek-objek
tersebut.10 Menurut Tall abstraksi adalah proses penggambaran situasi
tertentu ke dalam suatu konsep yang dapat dipikirkan (thinkable concept)
melalui sebuah konstruksi.11 Konsep yang dapat dipikirkan tersebut
kemudian digunakan pada level berpikir yang lebih rumit dan kompleks.
Berdasarkan level-level abstraksi reflektif menurut Ciferelli didefinikan

7
Panjiamboro, “Pengertian, tujuan dan manfaat alat peraga”, diakses dari
https://panjiamboro.wordpress.com/2013/05/17/pengertian-tujuan-dan-manfaat-alat-peraga/,
pada tanggal 9 agustus 2019 pukul 17.42
8
Susilo Riyawati dan Suci Nuranisya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Sinar
Terang), hal. 44
9
Uzer Usman,Menjadi Guru Profesional (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 35
10
Ibid, hal. 42
11
Andi Suryana, Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun Karakter
Guru dan Siswa, (Prosding ,ISBN : 978-979-16353-8-7,2012), hal. 41

15
sebagai berikut12: level pertama adalah pengenalan (recognition), level
kedua adalah representasi (representation), level ketiga adalah abstraksi
struktural (structural abstraction), dan level ke-empat atau level tertinggi
adalah kesadaran struktural (structural awareness). Pada level ke-empat
yaitu kesadaran strukral (structural awareness) merupakan level tingkat
tinggi sebab siswa akan dapat menyelesaikan masalah matematika tanpa
harus menyelesaikan semua aktivitas berfikirnya maka dalam penelitian ini
hanya mengambil tiga level yaitu level pengenalan (recognition), level
kedua adalah representasi (representation), level ketiga adalah abstraksi
struktural (structural abstraction) yang kemudian dibuat kriteria di
dalamnya untuk mengukur kemampuan abstraksi matematis siswa dalam
menyelesaikan soal.
5) Menyelesaikan soal
Menyelesaikan adalah menemukan jalan keluar.13 Soal adalah
pertanyaan yang harus dijawab.14 Menyelesaikan soal berarti menemukan
jalan keluar sampai selesai. Jenis soal sangat beragam, salah satunya
adalah jenis soal bentuk uraian. Soal bentuk uraian merupakan suatu soal
yang jawabannya menuntut siswa mengingat dan mengorganisasikan
gagasangagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan atau mngekpresikan gagasan tersebut dalam bentuk
tulisn.15 Menemukan jalan keluar berarti menemukan penyelesaian secara
benar dan tepat, siswa dituntut untuk mengingat dan mengorganisasikan
gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan atau mengekpresikan gagasan tersebut dalam bentuk
tulisan.

12
Wiryanto, Level-Level Abstraksi…, hal. 571
13
Susilo Riyawati Dan Suci Nuranisyah, Kamus lengkap…, hal. 612
14
Ibid, hal. 630
15
Kusaeri Suupranoto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2012),
hal. 136 16 As’ari Rah

16

Anda mungkin juga menyukai