“PEMECAHANPROBLEMATIKA INTEGRASI
NASIONAL DAN MASYARAKAT ADAT DI
INDONESIA”
OLEH :
KELOMPOK 2
FAKULTAS TEKNIK
Dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi Universitas Negeri Medan dan dalam rangka meningkatkan keabsahan karya
ilmiah mahasiswa.
-----------------------------------------------------------------
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Mini Riset mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan baik. Banyak
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian mini riset ini, baik secara moril maupun spiritual
maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada penulis kemampuan berfikir sehingga
rekayasa ini dapat selesai tepat pada waktunya.
2. Bapak Drs. Johan Sinulingga, M. Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.
3. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas mini riset ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan menyempurnakan penulisan
makalah ini serta bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
-Penulis-
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iv
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................................................... 12
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 14
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
bagaimana cara menyikapi, mengatasi dan mencegahnya, termasuk juga langkah
konstruktif pemerintah dalam mengatasi berbagai permasahan ini dan mengembangkan
kegiatan budaya (kearifan lokal), yang saya rangkum dalam judul “Problematika Integrasi
Nasional dan Masyarakat Adat di Indonesia”.
Adapun tujuan dari penulisan rekayasa ide ini yaitu sebagai baerikut:
1) Membangun nilai-nilai Toleransi dan Damai yang membentuk komitmen integrasi
nasional dalam bingkai BhinnekaTunggal Ika
2) Mengidentifikasi Kebhinnekaan Bangsa Indoonesia
3) Menyaji dan Mengkomunikasikan hasil analisis tentang faktor-faktor pembentuk
integrasi nasional dalam bingkai BhinnekaTunggal Ika
Manfaatnya:
2
BAB II
PERMASALAHAN
Dari penjelasan diatas ditemukan perbedaan antara teori dengan kenyataan dilapangan,
yaitu :
PENJELASAN :
Sebuah bangsa terdiri atas berbagai macam etnis atau suku yang hidup bersama dalam
suatu daerah dan saling berinteraksi satu sama lain. Fakta tersebut disajikan di Negara
Indonesia yang menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki tingkat pluralitas atau
heterogenitas etnis yang sangat beraneka ragam. Mereka membentuk sebuah komunitas adat
yang memiliki identitas budaya yang berbeda satu sama lainnya.
Yang harus diketahui dari fakta lapangan yang terjadi di Indonesia, baik dengan cara
melihat secara langsung maupun dengan berbagai pemberitaan di media massa, dapat kita
diketahui dengan nyata bahwasannya pluralitas yang terjadi di Indonesia memiliki sebuah
ancaman atau tantangan, yang berupa “konflik”. Konflik ini sering terjadi dikarenakan
3
terdapat cara pandang tertentu dalam suatu etnis yaitu primordialisme dan juga
etnosentrisme, yang diwujudkan dalam bentuk stereotip terhadap suku bangsa lain, ini
merupakan bentuk sikap egois dan ingin menang sendiri yang dapat mengarahkan
masyarakat yang hidup dalam suatu etnis untuk terus berprasangka buruk terhadap suku
bangsa/etnis lain sehingga mudah terprovokasi dan memunculkan konflik adat.
Dari perspektif antropologi hukum, fenomena konflik dapat muncul karena adanya
konflik nilai, konflik norma, dan juga konflik kepentingan antar komunitas etnis, golongan
ataupun agama dalam masyarakat (Najwan, 2009). Seperti yang sudah disinggung diatas,
tingkat pluralitas atau heterogenitas yang tinggi sering menimbulkan gesekan-gesekan
terjadi dalam masyarakat yang mengarah pada tindakan konflik dan kerusuhan. Konflik
tersebut sering disebut sebagai konflik horizontal yang aktor utamanya adalah suku-suku
yang saling mempertahankan kepentingannya, nilai, norma, maupun adat budaya etnisnya.
Masalah ini memang tidak dapat dihindari, seperti yang diugkapkan Dahendrof (dalam
Suparlan 2005) bahwa konflik merupakan suatu yang endemik dan selalu ada dalam
kehidupan manusia bermasyarakat.
Terdapat banyak sekali konflik antar suku atau antar komunitas adat yang terjadi di
Indonesia. Disini saya menuliskan dua kasus yang cukup terkenal. Yang pertama adalah
kasus yang terjadi di daerah Sambas, Kalimantan Barat pada tahun 1999, yaitu konflik
antara suku Melayu (Sambas) dengan suku Madura. Konflik ini menyebabkan sekitar 1800
tempat tinggal hancur, banyak nyawa melayang dan kerugian materi atau infrastruktur yang
tidak terhitung, bahkan konflik ini menyebabkan suku Madura terusir dari wilayah tersebut.
Kedua adalah kasus konflik antar etnis yang sering terjadi di Provinsi Lampung. Karena
pada dasarnya, Provinsi Lampung merupakan daerah tujuan transmigrasi sehingga tidak
mengherankan bahwa di wilayah ini sering terjadi konflik antar etnis. Koflik antar suku yang
paling tertanam dan masih teringat hingga sekarang adalah konflik yang terjadi antara suku
Bali Nuraga dengan etnis Lampung asli di daerah Kalianda Kabupaten Lampung Selatan
pada 27 Oktober 2012 sampai dengan 29 Oktober 2012. Dari pemetaan Kepolisian Daerah
(Polda) Lampung, ada 112 titik potensi konflik di Lampung sejak 2012 hingga sekarang, 68
di antaranya terdapat dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Dijabarkan bahwa
4
terdapat 18 potensi konflik suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), 22 potensi konflik
sumber daya alam (SDA), dan 4 potensi konflik terkait batas wilayah (Lampungpost.co).
Konflik antar suku yang berlarut-larut merupakan suatu pelanggaran HAM dan
merupakan bencana bagi negara. Hal ini merupakan salah ancaman bagi terciptanya
integrasi nasional di Indonesia. Mengapa hal ini menjadi ancaman?. Pertama-tama kita harus
memahami, apa makna dari integrasi itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
“integrasi” bermakna sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan. Kata “kesatuan”
mengisyaratkan berbagai macam elemen yang berbeda satu sama lain mengalami proses
pembauran. Jika pembaruan telah mencapai suatu perhimpunan, maka gejala perubahan ini
dinamai integrasi.
Dalam sosiologi, integrasi sosial berarti proses penyesuaian unsur-unsur yang saling
berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat
yang memiliki keserasian fungsi. Dengan demikian, ada dua unsur pokok integrasi sosial.
Unsur pertama adalah pembauran atau penyesuaian, sedangkan unsur kedua adalah unsur
fungsional. Jika kemajemukan sosial gagal mencapai pembauran atau penyesuaian satu sama
lain, maka kemajemukan sosial berarti disentegrasi sosial (Hendry, 2003).
Dapat diketahui bahwa konflik ini pada dasarnya menjadi penghalang yang nyata bagi
terciptanya integrasi nasional pada masyarakat Indonesia. Bagaimana bisa terjadi pembauran
apabila keragaman yang ada masih dianggap sebagai perbedaan yang dapat sewaktu-waktu
menimbulkan konflik. Perlu adanya kesadaran sikap dan jiwa yang positif dari berbagai
pihak yang terkait dalam pengembangan proses integrasi ini.
5
BAB III
PEMBAHASAN
Pengambilan data dilakukan melalui kajian teori dari berbagai sumber dan
kemudian melakukan analisis dan mengambil kesimpulan.
C. Hasil Penelitian
Dalam membangun integrasi sosial yang kuat di tengah masyarakat maka paling
tidak harus didekati dua pendekatan yang mendasar, yakni: faktor struktural dan
kultural (Utami, 2000). Faktor struktural mencakup peran pemerintah dalam
membangun kondisi kehidupan masyarakat yang lebih baik, lebih harmonis dan lebih
memberikan keadilan kepada semua pihak. Tidak lupa memberikan akses ekonomi,
politik dan sosial budaya tanpa kecuali kepada seluruh masyarakat. Sedangkan faktor
kultural mencakup kesadaran masyarakat untuk saling menghormati dan menghargai
satu sama lainnya. Membangun sikap adaptasi masyarakat pada kultur yang berbeda,
agar bisa mengurangi ketegangan-ketagangan yang timbul dalam kehidupan
bersama.
7
disinergikan dengan sikap serta pandangan masyarakat agar konflik tidak terjadi
berlarut-larut dan integrasi dapa segera tercapai.
Berkaitan dengan hal itu, perlu adanya transformasi nilai-nilai kearifan lokal
untuk pembangunan karakter bangsa, agar bangsa Indonesia mampu
mempertahankan budaya bangsa, serta mampu melaksanakan musyawarah mufakat,
kerja sama atau gotong royong berbagai kearifan lokal lainnya sebagai upaya
mempertahankan warisan budaya tersebut. Karena, pembangunan karakter bangsa
melalui kearifan lokal itu sangatlah dibutuhkan
8
3. Musyawarah Mufakat
9
kebijakan, maka harus memperhatikan bahwa setiap aspirasi itu dapat
dipertimbangkan dan dimusyawarahkan sehingga dapat menciptakan suatu kebijakan
yang berdampak. Jadi dapat disimpulkan bahwa musyawarah mufakat dan demokrasi
harus di sinergikan agar dapat mencapai titik temu, dan menciptakan kondisi yang
dicita-citakan di berbagai bidang.
10
BAB IV
A. Kesimpulan
Indonesia adalah negara yang penuh dengan keragaman, baik itu dari segi etnis, budaya,
adat istiadat, dengan segala pola kehidupan masyarakat yang ada di dalamnya. Masyarakat
adat di Indonesia juga memiliki berbagai kearifan lokal yang sangat khas dan menunjukkan
eksistensinya dalam lingkup suku bangsa di Indonesia. Beriringan dengan hal itu, Indonesia
juga memiliki berbagai masalah terkait dengan isu etnis tersebut, contoh nyatanya adalah
konflik antar etnis yang sering terjadi di berbagai daerah dan berdampak bagi stabilitas
nasional Indonesia. Hal ini pula yang menjadikan Integrasi Nasional begitu sulit diwujudkan
di negara ini, ditandai dengan belum terciptanya rasa kebersamaan dalam suatu wilayah,
dengan melepaskan simbol-simbol primordial dari komunitas adat.
Dibutuhkan langkah nyata dari berbagai pihak untuk mengatasi hal ini, diantaranya
dengan berupaya dengan serius untuk mengatasi konflik antar etnis yang terjadi di daerah,
membendung segala hal yang dapat menjadi pemicu konflik, mengedepankan toleransi dan
penanaman nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dan pemerintah juga
harus mampu menciptakan kebijakan yang adil dari segi politik, ekonomi, sosial dan
budaya, karena pada dasarnya isu etnis ini merupakan hal yang sangat sensitif terutama di
negara multikultural seperti Indonesia ini. Selain itu, kearifan lokal yang dimiliki oleh setiap
etnis juga harus mampu berkembang dan di transformasikan menjadi nilai-nilai yang
bermanfaat bagi pembangunan karakter bangsa. Karena dengan karakter bangsa yang kuat,
akan membentuk suatu negara yang dapat menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya, sesuai
dengan tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945.
11
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
Marzali, Amri. 2009. Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Jakarta : PT Fajar Interpratama
Offset.
Sedyawati, Edi. 2001. Permasalahan Integrasi dan Disintegrasi Bangsa. Depok : Pusat
Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Universitas Indonesia.
Sugandi, Fahmi. 2011. Pancasila Sila Ke-4 Sebagai Landasan Dalam Bermusyawarah. Skripsi
Sarjana Tidak Diterbitkan. Yogyakarta : STMIK Amikom.
Suparlan, Parsudi. 2005. Suku Bangsa dan Hubungan Antar Suku Bangsa. Jakarta : Yayasan
Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian
Yunus, Rasid. 2014. Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Genius) Sebagai Penguat Karakter
Bangsa. Gorontalo : DeePublish UG
13
14
LAMPIRAN
15