EKONOMI MAKRO
( buku II )
Oleh
Pekanbaru
2009
Bagian IX
Pendapatan Nasional Dalam
Perekonomian Tiga Sektor
Pengertian.
Jenis pajak
a. Pajak langsung
Jenis pungutan pemerintah secara langsung dikumpulkan dari pihak yang wajib
membayar pajak. Setiap individu yang bekerja, dan perusahaan yang menjalankan
kegiatan dan memperoleh keuntungan wajib membayar pajak. Pajak yang dipungut dan
dikenakan atas pendapatan mereka dinamakan pajak langsung.
b. Pajak tak langsung
Pajak yang bebannya boleh dipindah-pinahkan kepada pihak lain, misalnya pajak atas
barang impor, pada waktu importir mengimpor barang pajak dibayar olehnya, tapi
waktu barang itu dijual kekonsumen beban pajak yang telah dibayarkan dibebankan
kepada harga jual barang tersebut, misalnya pajak penjualan.
b. Fungsi tabungan S1 = - (1 – b ) T – a + ( 1 – b ) Y
= - ( 1 – 0,75 ) 40 – 90 + 0,25 Y
= - 10 – 90 + 0,25 Y
= - 100 + 0,25 Y
S1 =-a+(1–b)Y–(1–b)tY
=a+{(1–b)–(1–b)t}Y
=-a+(1–b)(1–t)Y
Berdasarkan persamaan-persamaan diatas maka fungsi konsumsi dan fungsi
tabungan sesudah pajak adalah :
a. Fungsi konsumsi C1 =a+b(1–t)Y
= 90 + 0,75 ( 1 – 0,2) Y
= 90 + 0,6 Y
3. Pengeluaran pemerintah
Y = AE
AE = AEf
0 Y = Yf Y
Yf = pendapatan nasional
AE = pengeluaran agregat sebenarnya
AEF = pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat penggunaan
tenaga kerja penuh.
Dalam perekonomian yang mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh,
pengeluaran agregat yang sebenarnya wujud adalah sama dengan pengeluaran agregat
yang diperlukan untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Kedua fungsi
pengeluaran agregat tersebut berdempet karena penggunaan tenaga kerja penuh dicapai.
AE
A AEf
jurang deflasi
B AE
0 Y Yf Y
Masalah ini terjadi karena pengangguran agregat (AE) dibawah pengeluaran agregat
yang diperlukan untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (AEf).
Pendapatan nasional (Y) merupakan nilainya dibawah pendapatan nasional potensial
Yf. Garis AB adalah jurang deflasi artinya jumlah kekuarangan pembelanjaan agregat
yang diperlukan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja penuh.
AE
A AE
jurang inflasi
B AEf
0 Yf Y Y
Pengeluaran agregat yang terlihat adalah melebihi kemampuan dari perekonomian itu
untuk memproduksikan barang dan jasa. Kelebihan permintaan menimbulkan harga
naik, ini dicerminkan oleh nilai Y yang lebih besar dari Yf. Jadi Y lebih besar dari Yf
terjadi apabila harga-harga mengalami kenaikan yang menyebabkan jumlah barang
tertentu sekarang mempunyai nilai yang lebih tinggi dari sewaktu kenaikan harga-harga
belum berlaku. Jarak A dan B disebut inflasi yaitu kelebihan dalam pengeluaran agregat
diatas pengeluaran agregat pada penggunaan tenaga kerja penuh yang menimbulkan
kekurangan barang dan seterusnya kenaikan harga-harga.
Dengan demikian kebijakan fiskal yang dilaksanakan oleh pemerintah diarahkan
agar dapat berperan dalam kegiatan perekonomian yaitu ; a) menstabilkan tingkat kegiatan
ekonomi, b) menciptakan tingkat kegiatan ekonomi kearah yang dikehendaki. Jadi
pemerintah harus dapat menjalankan kebijakan fiskal yang seimbang atau anggaran belanja
seimbang yaitu pengeluaran harus sesuai dengan pendapatan.
Dapatlah dikatakan bahwa kebijaksanaan anggaran belanja adalah suatu langkah
pemerintah yang biasanya dilakukan untuk mengatasi depresi dan pengangguran. Pada saat
inflasi terjadi pengeluaran agregat melebihi kemampuan perekonomian untuk
memproduksikan barang atau jasa, dan kebijaksanaan anggaran belanja surplus perlu
dilakukan.
Penstabilan otomatik
Penstabilan otomatik ádalah beberapa jenis pendapatan dan pengeluaran pemerintah dalam
setiap perekonomian secara otomatis menciptakan kestabilan yang lebih tinggi dalam
kegiatan ekonomi. Jenis penstabilan otomatik hádala ; pajak proporcional, pajak progresif,
asuransi pengangguran, kebijakan harga minimum.
Besar kecilnya jumlah barang dan jasa-jasa yang dapat dihasilkan oleh suatu
perekonomian tergantung pada besar kecilnya kapasitas produksi nasional. Besar kecilnya
kapasitas produksi nasional tergantung kepada komposisi, kualitas, kuantitas dari pada
faktor produksi dalam perekonomian, seperti :
1. Faktor produksi alam ( natural resouces )
2. Faktor produksi tenaga kerja ( human resouces )
3. Faktor produksi kapital ( capital resouces )
Kemampuan suatu perekonomian dalam menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut
kadang-kadang digunakan sepenuhnya, kadang-kadang tidak. Perekonomian dimana semua
kapasitasnya ada dalam penggunaan penuh disebut full employment. Sebaliknya dalam
perekonomian dimana ada sebagian dari kapasitas produksinya yang menganggur tidak
terpakai disebut under employment.
Tingginya kapasitas produksi nasional yang digunakan akan mempengaruhi tingkat
employment, oleh karena itu tingkat employment suatu ketika ada dalam keadaan full
employment, dan disaat lain ada dalam keadaan under employment. Perekonomian
dikatakan over employment apabila kapasitas produksi nasional sudah dalam penggunaan
penuh, akan tetapi permintaan akan barang dan jasa totalnya masih terus bertambah, dalam
keadaan seperti ini jumlah produksi nasional tidak lagi dapat bertambah. Dalam hubungan
ini pemerintah dapat menggunakan konsep inflationary gap dan deflationary gap.
a. Inflationary gap (celah inflasi) adalah besarnya perbedaan antara jumlah investasi yang
terjadi dengan besarnya full employment saving ( sama dengan saving pada tingkat full
emplotment), dimana besarnya investasi tersebut melebihi besarnya full emplotment.
Atau semakin besar angka inflationary gapnya akan berarti semakin besar over
employment.
b. Deflationary gap adalah angka yang menunjukkan besarnya perbedaan antara investasi
yang terjadi dengan full employment saving, dimana besarnya investasi tersebut lebih
kecil dibandingkan dengan full employment savingnya. Atau semakin besar angka
deflationary gapnya berartisemakin jauh tingkat employment berada dibawah tingkat
fullemployment, dengan kata lain semakin besar tingkat pengangguran yang terjadi.
1. Pengertian.
Telah dijelaskan dalam perekonomian tiga sektor bahwa pemerintah ikut berperan
dalam mempengaruhi perekonomian dengan kebijakan-kebijakannya. Kebijakan yang
dimaksud adalah kebijakan fiskal dengan sistim perpajakan yang sederhana, yaitu sistem
perpajakan dimana besar kecilnya pajak ditentukan oleh salah satu atau beberapa variabel.
Sistem perpajakan sederhana adalah sistem perpajakan dimana pajak sepenuhnya
merupakan exogenous variabel, dengan sistim perpajakan seperti ini secara absolute
besarnya pajak ditetapkan pemerintah.
Contoh
Diketahui fungsi konsumsi C = 20 + 0,75 Yd, Transfer pemerintah Tr = 40, Pajak, Tx = 20.
Diminta :
a. Tentukan fungsi konsumsi sebelum adanya Tr dan Tx
b. Tentukan fungsi konsumsi setelah adanya Tr tapi belum ada Tx
c. Tentukan fungsi konsumsi setelah adanya Tx tapi belum ada Tr
d. Tentukan fungsi konsumsi setelah adanya Tr dan Tx
e. Tentukan fungsi saving sesudah adanya Tr dan Tx
Jawab.
Sebelum adanya Tr dan Tx Setelah ada Tr dan Tx
C = 20 + 0,75 Yd C = 20 + 0,75 Yd
= 20 + 0,75 ( Y + Tr – Tx) = 20 + 0,75 ( Y + 40 – 20 )
= 20 + 0,75 ( Y + 0 – 0 ) = 20 + 0,75 Y + 15
= 20 + 0,75 Y = 35 + 0,75 Y
Setelah ada Tr, belum ada Tx Setelah ada Tx, belum ada Tr
C = 20 + 0,75 Yd C = 20 + 0,75 Yd
= 20 + 0,75 ( Y + 40 – 0 ) = 20 + 0,75 ( Y + 0 – 20 )
= 20 + 0,75 Y + 30 – 0 = 20 + 0,75 Y – 15
= 50 + 0,75 Y = 5 + 0,75 Y
Fungsi konsumsi dan fungsi saving yang dinyatakan dalam pendapatan sebagai
earning mengalami perubahan dengan berubahnya jumlah Tx yang dipungut atau
berubahnya jumlah Tr yang disumbangkan oleh pemerintah kemasyarakat, sebagai
konsekwensinya adalah bahwa jumlah konsumsi dan saving pada tingkat pendapatan yang
sama akan berubah pula dengan berubahnya jumlah Tr dan Tx.
4. Perubahan jumlah konsumsi pada tingkat pendapatan yang sama sebagai akibat
berubahnya pajak. Bila jumlah konsumsi berubah dengan ΔC dari semula sebesar c
menjadi sebesar ( c + Δc) sebagai akibat berubahnya pajak sebesar ΔTx dari semula Tx
menjadi sebesar ( Tx + ΔTx) maka dapat ditulis :
C + ΔC = a + b [Y + Tr – ( Tx + ΔTx)]
C + ΔC = a + b ( Y + Tr – Tx ) – bΔTx
C + ΔC = C – bΔTx
ΔC = - bΔTx dimana b = c
8. Perubahan konsumsi pada Y yang sama akibat berubahnya Tr, Tx dapat ditulis :
ΔC = ΔCTr + ΔCTx
ΔC = cΔTr – c ΔTx
ΔC = c (ΔTr – ΔTx)
9. Perubahan saving pada Y yang sama akibat berubahnya Tr, Tx dapat ditulis :
ΔS = ΔSTr + ΔSTx
ΔS = ( 1 – c ) ΔTr + ( 1 – c ) ( -ΔTx)
ΔS = ( 1 – c ) (ΔTr – ΔTx )
Jawab.
a. Jumlah C dan S pada Y = 100, Tr = 0 dan Tx = 0
C = 20 + 0,75 Yd S = Yd – C
= 20 + 0,75 ( 100 + 0 – 0 ) = ( 100 + 0 – 0 ) – 95
= 20 + 75 =5
= 95
Y =C+I+G
Y = Yd – Tr + Tx
Yd = C + S , maka
C+I+G = Yd – Tr + Tx
Dengan memperhatikan persamaan Yd = C + S , maka dapat ditemukan
I + G + Tr = S + Tx atau S + Tx = I + G + Tr
a cTr cTx I G
Y = atau Y=
1
a cTx cTr I G
1 c 1 c
Jawab.
Y =
1
a cTx cTr I G
1 c
Y =
1
20 0,75 x20 0,75 x40 40 60
1 0,75
Y = 4 ( 20 – 15 + 30 + 60 + 40 )
= 540
C = 20 + 0,75 Yd
= 20 + 0,75 ( Y + Tr – Tx)
= 20 + 0,75 ( 540 + 40 – 20)
= 20 + 0,75 (560 )
= 440
S = Yd - C
= (540 + 40 – 20) – 440
= 120
S + Tx = I + G + Tr
120 + 20 = 40 + 60 + 40
140 = 140
Y
Angka pengganda anggaran belanja seimbang dapat ditulis : KB 1
G Tx
Jawab :
Periode tahun 2008
Pendapatan nasional keseimbangan
Y =
1
a cTx cTr I G
1 c
Y =
1
20 0,75 x20 0,75 x40 40 60
1 0,75
Y = 4 ( 20 – 15 + 30 + 60 + 40 )
= 540
Konsumsi keseimbangan
C = 20 + 0,75 Yd
= 20 + 0,75 ( Y + Tr – Tx)
= 20 + 0,75 ( 540 + 40 – 20)
= 20 + 0,75 (560 )
= 440
Saving keseimbangan
S = Yd - C
= (540 + 40 – 20) – 440
= 120
Besarnya angka-angka penggada :
Y 1 1
19. Investasi KI = 4
I 1 c 1 0,75
Y 1 1
20. Konsumsi pemerintah KG = 4
G 1 c 1 0,75
Y c 0,75
21. Transfer K Tr = 3
Tr 1 c 1 0,75
Y c 0,75
22. Pajak K Tx = 3
Tx 1 c 1 0,75
Konsumsi keseimbangan
C2 = C1 + MPC. ΔYd
= 440 + MPC [ (Y2 + Tr – Tx) – ( Y1 + Tr – Tx)]
= 440 + 0,75 [ ( 580 + 60 – 40) – ( 540 + 40 – 20 )]
= 440 + 0,75 (40)
= 470
Besarnya saving
S2 = S1 + MPS. ΔYd
= 120 + MPS [ (Y2 + Tr – Tx) – ( Y1 + Tr – Tx)]
= 120 + 0,25 [ ( 580 + 60 – 40) – ( 540 + 40 – 20 )]
= 120 + 0,25 (40)
= 130
S + Tx = I + G + Tr
130 + 40 = 50 + 60 + 60
170 = 170
Dari berbagai angka pengganda yang sudah diketahui akan bermanfaat bagi
pemerintah dalam menentukan kebijakan fiskalnya. Dengan memperbesar atau
memperkecil jumlah G, Tr, dan Tx atau kombinasi ketiganya, pemerintah dapat
mempengaruhi tingkat kesempatan kerja (employment) dan tingkat pendapatan nasional.
Tingkat pendapatan nasional yang biasa dianggap sebagai tingkat pendapatan nasional yang
ideal bagi suatu perekonomian, ialah tingkat pendapatan pada tingkat full employment.
Dengan demikian apabila dalam perekonomian terdapat : a) deflationary gap , pemerintah
pada umumnya mengusahakan meningkatkan tingkat pendapatan nasional, b) inflationary
gap, pemerintah pada umumnya mengusahakan menurunkan tingkat pendapatan dengan
maksud untuk menghilangkan gap inflasi tersebut.
Contoh :
Diketahui fungsi konsumsi C = 20 + 0,75 Yd, investasi sebesar 40, pengeluaran konsumsi
pemerintah 60, pembayaran transfer oleh pemerintah 40, dan penarikan pajak oleh
pemerintah 20. Dan pada saat itu kapasitas produksi nasional ( QKp ) adalah 600.
Diminta :
a. Dengan hanya merubah Tr, berapakah jumlah Tr yang harus diperbesar atau
diperkecil agar supaya pendapatan nasional mencapai keseimbangan pada tingkat
full employment ?
b. Dengan hanya merubah Tx, berapakah jumlah Tx yang harus dinaikan atau
diturunkan agar supaya pendapatan nasional mencapai keseimbangan pada tingkat
full employment ?
c. Dengan hanya merubah G, berapakah jumlah G yang harus ditambah atau dikurangi
agar supaya pendapatan nasional mencapai keseimbangan pada tingkat full
employment ?
d. Dengan hanya merubah G dan Tx, dengan jumlah yang sama berapakah jumlah G
dan Tx yang harus diperbesar atau diperkecil agar supaya pendapatan nasional
mencapai keseimbangan pada tingkat full employment ?
Jawab :
Pendapatan nasional keseimbangan
Y =
1
a cTx cTr I G
1 c
Y =
1
20 0,75 x20 0,75 x40 40 60
1 0,75
Y = 4 ( 20 – 15 + 30 + 60 + 40 )
= 540
Untuk menaikan pendapatan nasional sebesar 60, kita dapat memilih salah satu diantara
keempat cara seperti tersebut dibawah ini :
a. Merubah besar Tr sebesar Tr b. Merubah besarnya G dengan
KTr . ΔTr = 60 KG . ΔG = 60
0,75 1
x ΔTr = 60 x ΔG = 60
1 0,75 1 0,75
3 x ΔTr = 60 4 x ΔG = 60
ΔTr = 60 / 3 ΔG = 60 / 4
ΔTr = 20 ΔG = 15
c. Merubah besarnya Tx dengan
KTx . ΔTx = 60
0,75
x ΔTx = 60
1 0,75
-3 x ΔTx = 60
ΔTx = 60 / -3
ΔTx = -20
d. Dengan kebijakan anggaran seimbang, G dan Tx masing-masing harus diubah besarnya
dengan :
KB . ΔG = 60
1 x ΔG = 60
ΔG = 60 = ΔTx
Kesimpulan.
Agar pendapatan nasional keseimbangan tercapai pada tingkat full employment, pemerintah
dapat mengambil salah satu dari keempat alternatif dibawah ini.
1. Tr diperbesar 20 yaitu dari 40 menjadi 60 pertahun
2. G diperbesar 15 yaitu dari 60 menjadi 75 pertahun
3. Tx dikurangi 20 yaitu dari 20 menjadi 0 pertahun
4. G diperbesar 60 yaitu dari 60 menjadi 120 dan pada saat yang sama pajak juga
diperbesar 60 yaitu dari 20 menjadi 80 pertahun.
1. Pengertian
2. Ekspor
3. Impor
Pasar
10
Barang 3
11
Pasar Luar
1 2 4 Negeri
20
Pajak Pajak
Pemerintah
18 5 13 19 9
16
Rumah
Tangga Produsen
17
14 12 Pasar
Tenaga
Kerja
6
7
Lembaga 15
Keuangan Pasar Uang
Keterangan kelompok :
- Garis nomor 1 rumah tangga memerlukan barang dan jasa maka berlaku permintaannya
dipasar barang (demander).
- Garis nomor 2 pemerintah memerlukan barang dan jasa maka berlaku permintaannya
dipasar barang (demander)
- Garis nomor 3 Produsen membutuhkan barang, bahan baku yang tersedian dipasar
barang
- Garis nomor 4 Luar negeri memerlukan barang-barang dalam negeri (ekspor)
- Garis nomor 5 pemerintah membutuhkan tenaga kerja yang disediakan rumah tangga
melalui pasar tenaga kerja (demander)
- Garis nomor 6 produsen membutuhkan tenaga kerja yang disediakan rumah tangga
melalui pasar tenaga kerja (demander)
- Garis nomor 7 Produsen memerlukan uang untuk keperluan investasi, maupun ekspansi
produksi dan pabrik
- Garis nomor 8 rumah tangga membutuhkan uang untuk keperluannya
- Garis nomor 9 luar negeri memerlukan rupiah (uang dalam negeri)
- Garis nomor 10 produsen menawarkan barang dan jasa dipasar barang
- Garis nomor 11 luar negeri menawarkan barang dan jasanya di pasar barang (impor)
- Garis nomor 12 rumah tangga menawarkan tenaga kerja melalui pasar tenaga kerja
- Garis nomor 13 pemerintah menawarkan uang melalui bursa efek atau pasar uang
- Garis nomor 14 rumah tangga menawarkan uang atau menyimpan uang kelembaga
keuangan dalam bentuk simpanan.
- Garis nomor 15 lembaga keuangan menawarkan uang ke bursa efek atau pasar uang.
- Garis nomor 16 luar negeri atau negara lain menawarkan uang dipasar uang
- Garis nomor 17 produsen memberikan imbalan kepada tenaga kerja (upah, gaji, sewa,
dividen, dan lainnya)
- Garis nomor 18 pemerintah memberikan gaji PNS, subsidi, transfer kemasyarakat atau
rumah tangga
- Garis nomor 19 pemerintah memberikan subsidi kepada produsen
- Garis nomor 20 pemerintah dapat melakukan pinjaman langsung keluar negeri
Untuk perekonomian terbuka berarti masyarakat suatu negara telah melakukan atau
membuka diri dalam hubungan yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir, atau
khususnya hubungan ekonomi dengan negara lain. Dalam perekonomian terbuka terdapat
unsur pengeluaran konsumsi masyarakat, perusahaan-perusahaan, pemerintah, dan luar
negeri yang dalam persamaan dapat ditulis :
Nilai ekspor ( X ) dikurang nilai impor ( M ) sama dengan nilai ekspor neto ( Nx),
maka dalam persamaan dapat ditulis :
S = So + sY dan M = Mo + mY
Dimana :
So Besarnya saving pada tingkat pendapatan nasional sebesar nol. So disini
menggantikan nilai ( -a ) seperti pada persamaan S = -a + ( 1-c ) Y.
s ΔS / ΔY adalah marginal propensity to save, s disini menggantikan ( 1 – c ) pada
persamaan S = -a + ( 1-c ) Y.
Mo besarnya impor pada tingkat pendapatan nasional sebesar nol
m ΔM / ΔY adalah marginal propensity to impor.
Jawab :
I ( X X ) S o M o
Y + ΔY = .
sm
I X So M o X
Y + ΔY = .
sm sm
X
ΔY = Y - Y .
sm
X
ΔY =
sm
Y 1
k xf angka pengganda ekspor
X sm
Y 1
k xf angka pengganda ekspor
X s m
Y 1
k If angka pengganda investasi
I sm
Y 1
k Sfo angka pengganda autonomus saving
S o s m
Y 1
k Mf o angka pengganda autonomus impor
M o s m
Telah dijelaskan bahwa angka pengganda ekspor besarnya sama dengan angka
pengganda investasi, dengan demikian berarti perubahan pendapatan nasional yang
ditimbulkan oleh bertambahnya investasi sebesar Rp 1 akan sama dengan perubahan
pendapatan nasional yang ditimbulkan oleh bertambahnya ekspor Rp 1. Demikian
perubahan impor (ΔM) yang ditimbulkan oleh bertambahnya investasi sebesar Rp 1 juga
akan sama dengan perubahan impor yang ditimbulkan oleh bertambahnya ekspor sebesar
Rp 1, hubungan tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
=C dua sektor
Komponen GDP =I
=G tiga sektor
= X-M empat sektor
S – I G + Tr – Tx + Nx
Defisit anggaran
S
I
Y Yd
G C
C Tr Tr
Y merupakan supply atau out put sama dengan produksi barang dan jasa yang
dihasilkan atau pendapatan (income).
Nx
I out put tadi dibeli atau digunakan sehingga menimbulkan income
G bagi supply
C
Kemudian income tadi (Y) harus dikurangkan dengan pajak (Tx) dan transfer (Tr)
atau beasiswa yang diberikan pemerintah, kemudian dapat Yd yaitu disposible income yang
dapat digunakan untuk konsumsi dan saving.
Jawab :
Y 1 1
k xf 2 angka pengganda ekspor
X s m 0,3 0,2
Y 1 1
k If 2 angka pengganda investasi
I s m 0,3 0,2
Perubahan nilai impor sebagai akibat dari pada perubahan pengeluaran investasi
adalah :
ΔI = 40 ΔY = k If (ΔI)
= 2 x 40
= 80 adalah perubahan ΔM
m ΔY = 0,2 x 80
= 16
Ekspor neto baru
( Xo + Mo) + (ΔX + ΔM) = 10 + ( 0-16) =-6
Jadi ekspor neto yang baru adalah -6 atau dengan ungkapan yang lain, bahwa impor
neto yang baru sebesar Rp 6 milyar. Perubahan nilai impor sebagai akibat dari pada
berubahnya nilai ekspor, yaitu :
mX 0,2 x 40
ΔX = 40 ΔM = 16
s m 0,3x0,2
Ekspor neto yang baru :
( Xo + Mo) + (ΔX + ΔM) = 10 + ( 40 -16) = 34
Perubahan nilai impor sebagai akibat dari bertambahnya ekspor dan investasi
masing-masing sebesar Rp 20 milyar.
mX mI 0,2 x 20 0,2 x 20
ΔM = 8 8 16
s m s m 0,3 0,2 0,3 0,2
Ekspor neto yang baru :
( Xo + Mo) + (ΔX + ΔM) = 10 + ( 20 -16) = 14
1. Diketahui fungsi konsumsi C = 100 + 0,8 Yd, investasi adalah I = 40, pengeluran
pemerintah adalah G = 20, pajak adalah Tx = 20, transfer adalah Tr = 30, ekspor adalah
X= 60, impor adalah M = 30.
Diminta :
a. Tentukan pendapatan nasional keseimbangan
b. Tingkat pengeluaran konsumsi pada pendapatan nasional keseimbangan
c. Apabila terjadi kenaikan pengeluaran investasi sebesar 10, cateris paribus, tentukan
pendapatan nasional keseimbangan yang baru.
d. Kalau dari soal c tingkat pajak kemudian diturunkan sebesar 10, berapa tingkat
pendapatan nasional keseimbangan yang baru.
e. Tentukan besarnya angka pengganda untuk transfer pemerintah.
Jawab :
Y keseimbangan ( YE )
Y = C + I + G + (X – M)
= 100 + 0,8 Yd + 40 + 20 + (60 – 30)
= 190 + 0,8Yd Yd = Y + Tr – Tx
= Y + 30 – 20
Yd = Y + 10
Y = 190 + 0,8 Yd
= 190 + 0,8 ( Y + 10 )
= 190 + 0,8 Y + 8
= 198 + 0,8 Y
Y -0,8Y = 198
0,2 Y = 198
Y = 198 / 0,2
= 990 pendapatan nasional keseimbangan
C = 100 + 0,8 Yd Yd = Y + Tr – Tx
= 990 + 30 – 20
= 1000
C = 100 + 0,8 Yd
= 100 + 0,8 (1000)
= 900 C pada pendapatan nasional keseimbangan
b 0,8 0,8
k = 4
1 b 1 0,8 0,2
Jawab :
Y keseimbangan ( YE )
Y = C+I+G
= 75 + 0,75 Yd + 25 + 50
= 150 + 0,75Yd Yd = Y + Tr – Tx
= Y + 4 – (8 + 0,25Y )
Yd = Y + 4 – 8- 0,25 Y
= Y – 4 – 0,25Y
= 0,75 Y - 4
ΔY = k . ΔG
= 2,2857 x 50
= 114,285
Y = k x ΔG Y’ = Y + ΔY
= -2,2857 x 50 = 336 + 114,285
= 114,285 = 450,285 YE yang baru
3. Diketahui fungsi saving S = -40 + 0,3 Y, fungís impor adalah M = 20 + 0,2 Y, investasi
adalah I = 280, dan ekspor adalah X = 100.
Diminta :
Tentukan pendapatan nasional keseimbangan, tabungan keseimbangan, konsumsi
keseimbangan, impor keseimbangan.
Jawab :
S + M = I +X
-40 + 0,3 Y + 20 + 0,2 Y = 280 + 100
-20 + 0,5 Y = 380
0,5 Y = 380 + 20
0,5 Y = 400
Y = 400 /0,5
= 800 pendapatan nasional keseimbangan.
S = -40 + 0,3 Y
= -40 + 0,3 (800)
= -40 + 240
= 200 tabungan keseimbangan
M = 20 + 0,2 Y
= 20 + 0,2 ( 800 )
= 20 + 160
= 180 impor keseimbangan
Jawab :
Y = C + I + G
= 40 + 0,8 Yd + 60 + 40
= 140 + 0,8 Yd Yd = Y – Tx
= Y - 0,1 Y
= 0,9 Y
= 140 + 0,8 Yd
= 140 + 0,8 (0,9Y)
= 140 + 0,72 Y
Y – 0,72 Y = 140
0,28 Y = 140
Y = 140 / 0,28
= 500 pendapatan nasional keseimbangan
ΔY = k . ΔI Y’ = Y + ΔY
= 3,57 x 20 = 500 + 71,43
= 71,43 = 571,43 YE yang baru
YE = 500 YF = 600
Jika YE lebih kecil dari YF maka yang terjadi adalah kesenjangan deflasi atau disebut
deflationary gap, artinya pada kondisi ini dimana permintaan agregat dalam
perkeonomian lebih kecil dibandingkan penawaran agregat atau total pemakaian unit
produksi.
ΔG = ΔY / k
1 1 1
k = 3,57
1 b bt 1 0,8 (0,8)(0,1) 0,28
ΔG = Δ100 / 3,57
= 28
ΔY = k . ΔG
= 3,57 x 28
= 100
Y = C + I + G + (X-M)
= 50 + 0,9 Yd + 20 + 0,15 Y + 410 + [(32,5) – (5 + 0,15 Yd)]
= 50 + 0,9 Yd + 20 + 0,15 Y + 410 + 32,5 – 5 – 0,15 Yd
= 480 + 0,9 Yd + 0,15 Y + 27,5 – 0,15 Yd
= 507,5 + 0,75 Yd + 0,15 Y Yd = Y - Tx
= Y – ( 10 + 0,2 Y)
= Y – 10 – 0,2 Y
= Y – 0,2 Y – 10
= 0,8 Y – 10
Y = 507,5 + 0,75 Yd + 0,15 Y
= 507,5 + 0,75 (0,8Y – 10) + 0,15 Y
= 507,5 + 0,6 Y – 7,5 + 0,15 Y
= 500 + 0,75 Y
Y – 0,75 Y = 500
0,25 Y = 500
Y = 500 / 0,25
= 2.000 pendapatan nasional keseimbangan
M = 5 + 0,15 Yd Yd = Y - Tx
= Y – ( 10 + 0,2 Y)
= Y – 10 – 0,2 Y
= Y – 0,2 Y – 10
= 0,8 Y – 10
= 0,8 (2000) – 10
= 1600 – 10
= 1.590
M = 5 + 0,15 Yd
= 5 + 0,15 ( 1590)
= 5 + 238,5
= 243,5 impor keseimbangan
6. Diketahui saat Yd = 100 maka tingkat konsumsi C = 90, pada saat Yd = 120 maka
tingkat konsumsi C = 105.
Diminta :
a. Tentukan fungsi konsumsi sektor rumah tangga, jika diketahui fungsi tersebut
berbentuk linear. Jika I = 5, G = 10, Tx = 4, dan Tr = 12
b. Hitunglah besar pendapatan nasional keseimbangan.
c. Apabila pada perekonomian diatas diketahui besarnya pendapatan nasional full
employment, sebesar 132, maka kesenjangan apa yang akan terjadi.
Jawab :
C = Co + MPC Yd
C C 2 C1 105 90 15
MPC 0,75
Y Y2 Y1 120 100 20
C = Co + MPC Yd
90 = Co + 0,75 (100)
90 = Co + 75
90 – 75 = Co
Co = 15 C = 15 + 0,75 Yd fungsi konsumsi.
Y = C + I + G
= 15 + 0,75 Yd + 5 + 10
= 30 + 0,75 Yd Yd = Y + Tr - Tx
= Y + 12 – 4
= Y+8
Y = 30 + 0,75 Yd
= 30 + 0,75 (Y + 8)
= 30 + 0,75 Y + 6
= 36 + 0,75 Y
Y – 0,75 Y = 36
0,25 Y = 36
Y = 36/0,25
Y = 144 pendapatan nasional keseimbangan
Y f Ye 132 144 12
Gap 3
k 4 4
Cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kesenjangan inflasi antara lain :
- Menurunkan pengeluaran pemerintah (G )
- Menurunkan pembayaran transfer (Tr)
- Meningkatkan pungutan pajak (Tx)
- Menurunkan pengeluaran investasi (I)
7. Diketahui GDP $ 6000, Gross investment $ 800, net investment $ 200, Consumptio $
4000, Gomerment expenditure $ 1100, Government budget surplus $ 30.
Berapa :
- Net domestic product (NDP)
- Net ekspor (Nx)
- Tx – Tr
- Disposibel income (Yd)
- Saving (S)
Jawab :
Nx Y = C + I + G + Nx
6000 = 4000 + 800 + 1100 + Nx
6000 – 4000 – 800 – 1100 = Nx
100 = Nx
Nx = 100
Tx – Tr G + Tr - Tx
Tx – G – Tr = 30
Tx – 1100 – Tr = 30
Tx – Tr = 1130
Yd Yd = Y + Tr - Tx
= 6000 – 1130
= 4870
Pembuktian
C + G + I + Nx Y Yd + ( Tx – Tr)
4000 + 1100 + 800 + 100 = 6000 = 4870 + 1130
Atau
C + G + I + Nx Y Yd + ( Tx – Tr)
C + S + ( Tx – Tr )
4000 + 1100 + 800 + 100 = 4000 + 870 + 1130
Jawab :
Saving , S = Yd - C
= 5100 - 3800
= 1300
Government, Yd = Y + Tr - Tx G + Tr – Tx = -200
5100 = 6000 + Tr - Tx Tr – Tx = -900
5100 – 6000 = Tr – Tx G = 1100
-900 = Tr - Tx
Investasi Y = C + I + G + Nx (defisit)
6000 = 3800 + I + 1100 - 100
I = 6000 – 3800 – 1000
= 1200
Y = C + I + G + Nx
Keseluruhan permintaan
(Agregat Demand = AD) ( AD = Y )
Spending AD = C + I + G + Nx
AD
Y = AD
E AD Y
ADo
AD Y
Y AD < Y
AD
0 Yo Y1 Y
Penawaran, out put
Income.
AD = C + I + G + Nx
C = C + c Y
Dimana :
C = intercep / konstanta
Y = income
c = kecenderungan mengkonsumsi (marginal propensity to consume)
MPC adalah berapa tambahan konsumsi sebagai akibat dari tambahan pendapatan
minimum nilainya.
C
MPC dimana 0 < C < 1
Y
C < 0
Soal
Pada I = 50, kemudian naik menjadi I = 100, maka I = 50 begitu juga terhadap Y,
Pada Y = 750 kemudian menjadi Y = 1000, maka Y = 250. maka multipliernya
1 1 1
adalah 5 , yang memberikan arti bahwa perubahan pada
1 c 1 0,8 0,2
investasi sebesar 50 maka memberikan pengaruh yang berlipat ganda terhadap
pendapatan yaitu sebesar 250 yaitu lima kali lipat.
C = 100 + 0,8 Y S = Y - C
= 100 + 0,8 (750) = 750 - 700
= 100 + 600 = 50
= 700
Jawab :
Y = C + I Y = C + I
= 100 + 0,9 Y + 50 Y = 100 + 0,9 Y + 100
Y – 0,9 Y = 100 + 50 Y – 0,9 Y = 100 + 100
0,1 Y = 150 0,1 Y = 200
Y = 150 /0,1 Y = 200 /0,1
Y = 1500 Y = 2.000
AD AD = Y
E’ AD = 200 + 0,8 Y
Δ I = 50
A C = 100 + 0,8 Y
I = 50
C
C = 100
0 Y =750 Y = 1000 Y
Y =250
Perubahan fungsi konsumsi kearah penurunan maka dalam ekonomi makro dikenal
dengan istilah paradox of thrift atau paradoks berhemat, semakin kita berhemat
terhadap pertambahan pendapatan secara keseluruhan tidak baik.
Misal : MPC = 0,8 berubah menjadi MPC = 0,7
MPS = 0,2 berubah menjadi MPS = 0,3
Seolah-olah hemat itu bagus , tapi berdampak tidak baik terhadap pertambahan
pendapatan.
C = C + cY + cTr + cTx
C =C + c (Y + Tr + tY)
=C + cY + cTr + ctY)
=C + cTr + c( 1 – t) Y
AD =C + cTr + c( 1 – t) Y + I + G
=C + cTr + I + G + c( 1 – t) Y
Dimana A nya lebih luas dari pada A pada multiplier 2 sektor, diganti dengan A
karena agregat deman sama dengan out put sama dengan Y sama dengan AD. Karena Y =
AD maka dapat digambarkan dalam income equilibrium yaitu :
Y = AD
Y = A + c( 1 – t) Y
dimana Y – cY + ctY = A
Yo [ 1 – c (1 - t)] = A
1
Yo A
1 c(1 t )
AD
AD = Y
AD = A + cY
AD’ = A’ + c( 1 – t) Y
A’
A
0 Y
Kenapa garis AD’ lebih datar dari garis AD, karena Y sama dengan pendapatan yang
dikenakan pajak akan menurunkan tingkat konsumsi.
C’
Y
Jika pendapatan dikenakan pajak maka konsumsi akan turun dari C menjadi C’
1
Multiplier tiga sektor = G adalah Y o A jika pengeluran pemerintah
[1 c(1 t )]
ditambah sebesar G maka pertambahan income equilibrium adalah :
1
Y o AG , jika pajak mengalami perubahan t maka perubahan income
1 c(1 t )
cY o
equilibrium adalah : Y o t dimana t’ = t + t
1 c(1 t ' )
Mengurangi
BS
G
G Y TA
Disatu sisi mengurangi budget surplus / BS disisi lain menambah budget surplus, sehingga
akan dapat dilihat :
- Jika belanja pemerintah bertambah akan mengurangi budget surplus.
- Jika belanja pemerintah bertambah, maka Y harus bertambah dan pajak juga harus
dinaikan .
- Apabila total spending naik, maka rumah tangga produsen akan memproduksi barang /
jasa dan akan menjualnya ketengah masyarakat dengan demikian ekonomi resouses
yang tersedia akan terpakai dan tingkat employment juga meningkat.
- Apabila total spending menurun, maka rumah tangga produsen akan memperkecil
tingkat produksi barang / jasa dan memperkecil tingkat pemakaian resouses dengan
demikian juga memperkecil tingkat pemakaian employment atau sama dengan
memperbesar tingkat pengangguran.
1. Diketahui fungsi konsumsi C = 100 + 0,8 Yd, I = 50, G = 200, Tr = 62,5 , t = 0,25.
Diminta :
a. Tentukan equilibrium Yd – Y
b. Tentukan multiplier pemerintah ( G)
Jawab :
Y = Ad
Y = C + I + G
C = 100 + 0,8 Yd
Yd = Y + Tr + Tx
= Y + 62,5 + 0,25 Y
Yd = 0,75 Y + 62,5
C = 100 + 0,8 Yd
= 100 + 0,8 ( 0,75 Y + 62,5 )
= 100 + 0,6 Y + 50
C = 150 + 0,6 Y
Y = C + I + G
= 150 + 0,6 Y + 50 + 200
= 400 + 0,6 Y
Y - 0,6 Y = 400
0,4 Y = 400
Y= 400 / 0,4
Y= 1.000
1 1 1 1 1
G 2,5
1 c(1 t ) 1 0,8(1 0,25) 1 0,8(0,75) 1 0,6 0,4
1 1 1 1 1
G 2,78
1 c(1 t ) 1 0,8(1 0,2) 1 0,8(0,8) 1 0,64 0,36
BS = t Y – G - Tr
= 0,2 Y - 200 – 100
= 0,2 (1.111, 11) – 300
= 222,22 – 300
= - 77,78 adalah budget defisit
1 1 1 1 1
G 2,5
1 c(1 t ) 1 0,8(1 0,25) 1 0,8(0,75) 1 0,6 0,4
BS = t Y – G - Tr
= 0,25 Y - 200 – 100
= 0,25 (1.000) – 300
= 250 – 300
= - 50 adalah budget deficit.
A = C + I + G C = 200 + 0,75 ( Y- Tx )
= 200 + 100 + 100 Tx = t = 0,20
= 400 Y = 1 , ( 1 -0,20)
AD
AD = Y
AD = 400 + 0,6 Y
1000
Y = 0, AD = 400
Y = 1000 , AD = 1000
400
0 1000 Y
Jika pengeluaran pemerintah naik menjadi 125, maka Y yang baru adalah :
ΔG = 125 - 100 = 25
ΔY = G x ΔG
1
G
1 c(1 t )
1 1 1 1 1
= 2,5
1 c(1 t ) 1 0,75(1 0,20) 1 0,75(0,8) 1 0,6 0,4
ΔY = G x ΔG Y = 1000 + 62,5
= 2,5 x 25 = 1062,5
= 62,5
TP
0 Lo L1 L
MPL
0 Lo L1 L
MPL
MPL= W/P
W/P
MPL < W/P
0 L1 L* L2 MPL Y
a. (MPL > W/P) adalah produksi marginal tenaga kerja lebih besar dari upah riil,
sehingga perusahaan masih dapat menambah tenaga kerja dan tetap memperoleh
keuntungan
b. (MPL = W/P) adalah produksi marginal tenaga kerja sama dengan tingkat upah
riil yang dikeluarkan perusahaan
c. (MPL < W/P) adalah produksi marginal tenaga kerja lebih kecil dari upah riil,
sehingga keuntungan perusahaan tidak maksimum lagi, lebih perusahaan
mengurangi tenaga kerja sampai ketingkat L* lagi.
W/P SL
40
30
10
0 8 12 16 L
W/P
SL
(W/P)*
DL
0 L* L
Y* Y = f (L)
0 L* L
Keseimbangan pasar tenaga kerja tercapai pada saat jumlah kesempatan kerja
adalah L* dengan tingkat upah riil adalah W/P*. Jika jumlah tenaga kerja yang
digunakan sebesar L* maka tingkat produksi pada kondisi keseimbangan adalah Y*.
Besarnya Y* dapat dihitung dengan berdasarkan fungsi produksi Y = f (L).
Keterangan
Bila jumlah uang beredar ditambah 25 % pertahun.
- Pada kurva AD1 permintaan agregat pada saat jumlah uang beredar pertahun adalah
400.
- Pada kurva AD2 permintaan agregat pada saat jumlah uang beredar pertahun adalah
500.
- Pada kurva AD3 permintaan agregat pada saat jumlah uang beredar pertahun adalah
625.
Jika jumlah uang beredar terus ditambah 25 % pertahun, permintaan agregat juga
semakin besar, hal itu ditunjukan dengan bergesernya kurva permintaan agregat (AD)
kekanan.
- Penawaran agregat
Sementara itu dalam analisis keseimbangan klasik, perekonomian berada dalam
kondisi kesempatan kerja penuh (full employment). Konsukwensi dari asumsi ini
adalah tingkat penawaran tidak dapat ditambah lagi. Secara grafis hal itu
ditunjukkan dengan tegak lurusnya kurva penawaran agregat (AS), misal kondisi
full employment menghasilkan output riil sebesar 2000 unit yang dinotasikan
sebagai YF. (lihat kurva b)
- Pengaruh proporsional jumlah uang beredar terhadap inflasi.
Keseimbangan ekonomi dalam kasus diatas akan tercapai jika AD=AS. Analisis
grafis tentang pengaruh penambahan jumlah uang beredar terhadap tingkat output
keseimbangan dan tingkat harga dapat dilihat yaitu :
50
0 YF = 2000 Y
C, I, G, AE AE = C+I+G+Nx C, I, G, AE C,S
AE = C+I+G-Nx
C = Co + bY
C = Co + bY Y = C+ S
A Io Io
Go A Go
Nx > 0
0 Y 0 Y 0 Y
Nx < 0
A = Co + Io + Go + Nx A = Co + Io + Go - Nx Y=C+S
C,I,G,AE
Y=C+S
AE = C + I + G
AE K
C = Co + bY + Go
Io
Go
Y
0 Y*
Output keseimbangan
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa pengeluaran agregat (agregat
expenditure) diinisialkan sebagai AE, maka output keseimbangan dalam perekonomian dua
sektor dapat ditulis : AE =C+I
= Co + bY + Io
= Co + Io + bY
= A + bY
dimana A adalah total pengeluaran otonomous ( A = Co + Io )
Keseimbangan ekonomi terjadi bila AE = Y, maka fungsi konsumsi : C = C o + bY*,
besarnya Y* dapat dihitung :
Y* = AE Y* - bY* = A
= Co + bY* + Io (1 – b) Y* = A
= Co + Io + bY* Y* = A / (1-b)
= A + bY*
Gambar. 13.9 Hubungan tingkat bunga dengan pasar barang dan pasar assets
Pendapatan
(Income)
Keseimbangan pasar barang-jasa akan tercapai bila total produksi sama dengan total
pengeluaran, dimana Y = AE
C + S = C + I, atau keseimbangan pasar barang-jasa tercapai bila
S = I, karena tabungan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, maka S = f ( Y ), dan investasi
dipengaruhi oleh tingkat bunga, maka I = f ( r ), dan dapat dikombinasikan tingkat bunga ( r
) dan pendapatan keseimbangan ( Y* ) yang memungkinkan pasar barang-jasa berada
dalam keseimbangan. Kondisi keseimbangan itu dapat digambarkan dalam bentuk kurva
IS.
Kurva IS adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara berbagai tingkat bunga
dengan pendapatan nasional yang menjamin (memungkinkan) pasar barang-jasa berada
dalam keseimbangan.
0 I
Sejauh mana respon investasi terhadap tingkat bunga : respon tinggi- mendatar, respon
rendah – curam. Seandainya I berubah, perubahan itu hanya ada dua yaitu bias naik atau
bisa turun.
Y = AD = A + cY – bi
Y - cY =A – bi
Y ( 1 - c ) =A – bi
1
Y= (A – bi ) jadi Y = G (A – bi ) didalam G terdapat :
1 c
1
(A – bi )
1 c(1 t )
G adalah G (A – bi )
i 0 Y1 Y2 Y
.
i
i1 i1 E L (S>I)
io io K E’
(I > S)
ΔI I IS
0 I1 I2 I 0 Y1 Y2 Y
kenaikan L
karena Y naik
L1 = kY1 - hi
Lo = kYo – hi L = kY - hi
0 L
i i
LM
ESM
I2 E3 E2 E2
L2 = kY2 - hi
I1 E1 E4 E1
EDM L1 = kY1 - hi
0 Y1 Y2 Y 0 M L
Kurva LM akan bergeser bila terjadi perubahan pada permintaan akan uang adalah
L dan pada penawaran uang (jumlah uang yang beredar) adalah M, lihat gambar berikut :
i LM2
LMo
L,M
berkurang
LM1
L, M
bertambah
0 Y
c. Keseimbangan perekonomian
Keseimbangan dapat terjadi apabila pasar barang berada dalam keseimbangan dan
keadaan itu pula dipasar uang berada dalam keseimbangan. Dalam keadaan kesimbangan
ini besarnya pendapatan nasional ( Y ) dan tingkat bunga ( i ) yang terjadi akan
mencerminkan pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) keseimbangan baik dipasar
barang maupun dipasar uang.
Untuk menentukan besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) yang
menjamin keseimbangan baik dipasar barang maupun dipasar uang dapat dilakukan dengan
menentukan titik potong antara kurva IS dan kurva LM. Untuk mencari titik potong antara
kurva tersebut yaitu dengan mensubstitusikan kedua persamaan kurva tersebut. Sebagai
contoh diketahuil persamaan kurva IS dan persamaan kurva LM yaitu :
Persamaan kurva IS : Y = 640 – 800i
Persamaan kurva LM : Y = 360 + 2000i
Maka untuk menentukan titik keseimbangan didua pasar tersebut adalah dengan
cara mensubstitusikan kedua persamaan IS dan LM :
Y = 640 - 800i
Y = 360 + 2000i -
0 = 280 – 2800i 2800 i = 280 i = 280 / 2800 = 0,1 atau i = 10 %
LM
10% E
IS
0 560 Y
Keseimbangan terjadi disaat permintaan barang sama dengan output terdapat pada
kurva IS, dan permintaan uang sama dengan penawaran uang terdapat pada kurva LM.
Berikut dapat dilihat perubahan keseimbangan dalam pasar barang dan pasar uang yaitu :
E2 LM1
Eo
E1
IS2
ISo
IS1
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pergeseran kurva IS terjadi jika pengeluaran
investasi otonomous (Io) berubah bertambah atau berkurang. Demikian halnya pada kurva
LM, penambahan jumlah uang yang beredar atau permintaan akan bertambah akan
menggeser kurva LM kekanan bawah, dan pengurangan jumlah uang beredar permintaan
akan uang berkurang menggeser kurva LM kekiri atas. Berikut dapat dilihat proses
penyesuaian menuju kesimbangan (equilibrium) :
I LM
ESG
ESM
EDG 2 4 ESG
ESM 3 EDM
EDG
EDM
IS
Dimana :
ESG = exces supply of goods EDG = exces demand of goods
ESM = exces supply of money EDM = exces demand for money
Penawaran Permintaan
S > D
Konstan
M/P = kY – hi IS = LM
500 = 0,25Y – 62,5i 4250 - 125i = 2000 + 250i
-0,25 Y = -500 – 62,5i 4250 - 2000 = 250i + 125i
500 62,5i
Y = 2250 = 375i
0,25
Y = 2000 + 250i 375i = 2250
i = 2250 / 375
iE =6
Y = 4250 - 125i
= 4250 - 125 ( 6 )
= 4250 - 750
YE = 3500
k h
M
L = 0,25 Y - 62,5 i 500
P
1 M 1
i (kY = (0,25Y 500) LM
h P 62,5
Y = G ( A – bi ) I = I – bi I = 900 – 50i
Y = 2,5 ( A – 50i )
IS Y = G ( A – bi )
1 1 1 1 1
G 2,5
1 c(1 t ) 1 0,75(1 0,20) 1 0,75(0,8) 1 0,6 0,4
A = C + G + I
= 200 + 100 + 200
= 500
Jadi IS Y = G ( A – bi )
= 2,5 (500 – 25i
Y = 1250 – 62,5i
LM
LM’
4,6 E
IS
0 960 Y
d. Jika M naik menjadi 1200 tentukan pendapatan dan tingkat bunga eqilibrium
ΔM = 1200 - 1000 = 200
200 = Y - 100i
-Y = -200 – 100i menjadi Y = 200 + 100i
Jawab :
Menentukan MEC suatu proyek :
C = 10.000.000,-
R1 = R2 = R3 = R4 = R5 = 2.150.000 atau 5 tahun pertama
Revenuenya = 2.1500.000 x 5 = 10.075.000,-.
R6 = R7 = R8 = R9 = R10 = 1.150.000 atau 5 tahun kedua
Revenuenya = 1.150.000 x 5 = 5.750.000,-.
R1 R2 R10
C ...
(1 MEC ) 1 MEC )
1 2
(1 MEC )10
Karena R1 = R2 = R3 = R4 = R5 = 2.150.000
5 10
2.150.000 1.150.000
10.000.000
t 1 (1 MEC ) t
t 6 (1 MEC )
t
Untuk menentukan nilai MEC, dengan cara mencoba-coba (trial and error) sehingga
besarnya sisi sebelah kiri sama dengan sisi sebelah kanan.
Misal MEC adalah 10,5 % ( MEC = 0,105)
5 10
2.150.000 1.150.000
10.000.000
t 1 (1 0,105) t 6 (1 0,105)
5 5
10.750.000 5.750.000
10.000.000
1,6474 1,6474
10.000.000,-. = 10.000.000,-.
Jadi besarnya MEC dari proyek investasi tersebut adalah 10.5 %
4. Diketahui jumlah uang beredar MS = 180, fungís konsumsi : C = 150 + 0,5 Yd,
permintaan untuk spekulasi M2 = 50 – 100i, permintaan uang untuk transaksi dan
berjaga-jaga M1 = 0,25 Y, dan investasi , I = 200 – 400i
Ditanya :
a. Besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga ( i ) yang menjamin
keseimbangan baik dipasar barang maupun dipasar uang.
b. Tentukan besarnya konsumsi ( C ) pada keadaan keseimbangan tersebut.
c. Tentukan besarnya tabungan ( S ) masyarakat pada keadaan keseimbangan tersebut.
d. Tentukan besarnya permintaan uang untuk spekulasi pada keadaan keseimbangan.
e. Tentukan besarnya investasi pada keadaan keseimbangan.
Jawab :
a. Besarnya Y dan i
Keseimbangan dipasar barang ( IS)
Y = C+I
= 150 + 0,5Yd + 200 – 400i
Karena Tx = 0, dan Tr = 0 maka Yd = Y maka :
Y = 350 + 0,5 Y – 400i
Y – 0,5 Y = 350 – 400i
b. Besarnya C
C = 150 + 0,5 Yd dimana Yd = Y dan Y = 580
Maka : C = 150 + 0,5 (580)
= 150 + 290
= 440
c. Besarnya S
S = Y–C
= Y – ( 150 + 0,5Yd) dimana Yd = Y
= Y – 150 – 0,5Y
= -150 + 0,5 Y jika Y = 580
Maka S = -150 + 0,5(580)
= 140
d. Besarnya M2
M2 = 50 - 100i jika i = 15% maka :
M2 = 50 - 100 ( 0,15 )
M2 = 35.
5. Dalam model keseimbangan umum pasar barang dan pasar uang diketahui data-data
sebagai berikut :
Fungsi konsumsi C = 100 + 0,8 Yd
Investasi I = 150 – 600i
Pajak Tx = 0,25Y
Pengeluaran pemerintah G = 100
Permintaan uang untuk transaksi dan ber-jaga-jaga M1 = 0,2Y
Permintaan uang untuk spekulasi M2 = 50 – 200i
Jumlah uang beredar MS = 200
Diminta :
a. Berapa besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) keseimbangan
b. Buktikan bahwa pada tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga tersebut (pada
soal a) diatas baik pasar barang dan pasar uang dalam keseimbangan.
c. Tentukan tingkat pendapatan (Y) dan tingkat bunga (i) yang baru apabila jumlah
uang beredar naik menjadi dua kali lipat (dateris paribus)
d. Gambarkan persoalan tersebut.
e. Sebutkan kejadian-kejadian lain yang dapat mengubah tingkat keseimbangan
umum.
Jawab :
c. Besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) keseimbangan yang baru
bila jumlah uang beredar (MS) naik dua kali lipat.
Keseimbangan pasar barang (IS) tidak berubah : 0,4Y = 350 – 600i
d. Gambarkan grafiknya.
LM
i (%)
E
5
LM
0 800 1400 Y
-35
E’
IS
Jawab :
a. Pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) keseimbangan.
Keseimbangan pasar barang (IS)
S + Tx = I + G
-110 + 0,2Yd + 12,5 + 0,25Y = 150 – 600i + 160
0,2Yd – 97,5 + 0,25Y = 310 - 600i
Yd = Y – Tx
= Y - 12,5 + 0,25Y
= -12,5 + 0,75Y
0,2 (-12,5 + 0,75Y ) – 97,5 + 0,25Y = 310 – 600i
-2,5 + 0,15 Y - 97,5 + 0,25 Y = 310 – 600i
-100 + 0,4Y = 310 – 600i
0,4 Y = 410 – 600i
d. Grafiknya
i (%)
LM
E
15
IS
0 800 Y
1. Pengertian
Kebijkan moneter sebagai salah satu dari kebijakan ekonomi makro padaumumnya
diterapkan sejalan dengan siklus kegiatan ekonomi (business cycle). Dalam hal ini
kebijakan moneter yang diterapkan pada kondisi ketika perekonomian sedang mengalami
perkembangan yang sangat pesat (boom) tentu berbeda dengan kebijakan moneter yang
diterapkan pada saat perekonomian sedang melambat (depression atau slump). Dalam
kajian literatur dikenal dua jenis kebijakan moneter yaitu kebijakan moneter ekspansif dan
kebijakan moneter kontraktif.
Kebijakan moneter ekspansif adalah kebijakan moneter yang ditujukan untuk
mendorong kegiatan ekonomi, yang antara lain dilakukan melalui peningkatan jumlah uang
Diagram 15.1
Siklus Kegiatan Ekonomi
output
fase ekspansif G
C Trend
E
A
D F
Waktu
(Sumber : Perry Warjiyo dan Solikin ; 2004, hal 65)
Posisi pada huruf A, C, E, dan G menunjukan perkembangan kegiatan ekonomi pada titik
balik tertinggi untuk kurun waktu tertentu. Sementara posisi pada huruf B, D, F
menunjukan perkembangan kegiatan ekonomi pada titik balik terendah untuk kurun waktu
tertentu. Pada fase kegiatan perekonomian sedang mengalami resesi (misalkan dari A ke
B). Bank sentral dapat memperpendek periode resesi dengan melakukan kebijakan moneter
yang ekspansif sehingga perekonomian dapat lebih cepat mengalami pemulihan kembali
(recovery). Dalam kondisi perekonomian mengalamai perkembangan yang sangat pesar
bank sentral dapat menghaindari pemanasan kegiatan ekonomi (overheating) dengan
melkaukan kebijakan moneter yang kontraktif. Pola penerapan kebijakan moneter yang
aktif bersifat ”memperlunak”fluktuasi kegiatan ekonomi tersebut dikenal dengan counter
cyclical monetary policy.
a. Pengguntingan uang
Pengguntingan uang ini terjadi pada tahun 1950. Beberapa tahun setelah kemerdekaan,
keadaan perekonomian di Indonesia masih memasuki babak baru dalam
pembangunannya. Pada masa ini jumlah uang beredar tidak terkontrol atau sangat
banyak sehingga nilai uang saat itu sangat rendah, melihat keadaan tersebut maka
pemerintah menempuh suatu cara dengan melakukan pengguntingan uang yakni dengan
penurunan nilai nominalnya dengan perincian 50 % dapat digunakan oleh masyarakat
dan 50 % lagi diambil oleh pemerintah untuk tabungan dan pada saat tertentu dapat
ditukarkan, dengan adanya kebijaksanaan ini perekonomian dapat dikendalikan tapi hal
ini bertahan lebih kurang 15 tahun.
b. Politik Sanering.
Pada masa ini dilakukan kebijaksanaan lebih dramatis lagi, menteri keuangan waktu itu
menganjurkan suatu kebijaksanaan baru untuk lebih menyehatkan perekonomian karena
pada waktu itu nilai uang sangat rendah. Isi dari kebijaksanaan itu adalah bahwa uang
dengan nilai Rp 1.000 nilainya disamakan dengan nilai Rp 1. Tindakan ini tentu bagi
sebagian masyarakat merugikan akan tetapi lama kelamaan masyarakat dapat
menerimanya karena tujuan diadakan tindakan ini adalah untuk menyehatkan
perekonomian negara yang berarti untuk kepentingan umum, ini terjadi pada tahun
1965.
Kebijakan moneter dikatakan efektif bila mampu mengendalikan tingkat output dan
atau harga, dan dengan pengaturan jumlah uang beredar dapat mempengaruhi kondisi
keseimbangan pasar uang-modal, kebijakan moneter mempengaruhi tingkat bunga dan
jumlah uang beredar, dan pengaruh kebijakan moneter dapat dilihat pada :
Diagram 15.2
(a) (b)
r6 F6 F6 LM0
LM1
r2 F2 F2
r5 F5 F5
r4 F4 F4
r1 F1 MD0(Y0) F1
r3 F3 F3
MD1(Y1)
0 Y2 Y0 Y1 Y 0 Y0 Y1 Y
i
LM
LM1
iE E
i1 E1
IS
0 YE Y1 Y
Bila dalam aplikasinya kebijaksanaan moneter yang tidak efektif menaikkan income atau
output maka akan terjadi ; tingkat bunga konstan yang menyebabkan kurva LM horizontal,
dan bila output yang konstan menyebabkan LM vertikal.
2. Pengertian.
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan oleh pemerintah untuk
mengelola / mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan
cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Jadi tujuan kebijakan fiskal
sama dengan tujuan kebijakan moneter, perbedaan terletak pada instrument yang
digunakan, jika dalam kebijakan moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar,
maka dalam kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluaran.
Penerimaan pemerintah diasumsikan berasal dari pajak (tax) yang dinotasikan
sebagai Tx, sedangkan untuk pengeluaran pemerintah (government expenditure)
dinotasikan sebagai G.
Pajak Nominal
Pajak nominal pertama kali mempengaruhi pendapatan disposibel, jika pendapatan adalah
Y dan pajak nominal adalah Tx, maka pendapatan disposibel : Yd = Y – Tx, fungsi
konsumsi menurut model Keynes adalah : C = C0 + bYd, dengan adanya pajak nominal,
maka Yd = Y – Tx, sehingga fungsi konsumsi menjadi :
C = C0 + bYd
= C0 + b (Y – Tx)
= C0 + bY - bTx
= C0 – bTx + bY
Dari persamaan diatas terlihat bahwa pajak nominal tidak mengubah nilai MPC, artinya
pajak nominal tidak mengubah sensitivitas konsumsi akibat perubahan pendapatan, yang
berubah adalah konsumsi otonomous, dimana pajak nominal menyebabkan konsumsi
otonomous menjadi lebih lecil sebesar bTx.
Gambar 15.1
Pajak nominal dengan fungsi konsumsi
C1 = 100 + 0,8 Y
C2 = 80 + 0,8Y
100
80
0 Y
Dari gambar dapat dilihat bahwa penurunan konsumsi otonomous dari 100 menjadi 80
akibta pajak nominal sebesar 25.
Pajak proporsional
Jika pajak penghasilan yang dikenakan dengan pajak proporsional ( t ) maka pendapatan
disposibel menjadi : Yd = Y – tY atau sama dengan Y ( 1-t ), akibtanya fungsi konsumsi
berubah menjadi :
C = C0 + bYd = C0 + b [ Y ( 1-t )]
C = C0 + bY – btY = C0 + (b – bt) Y
Ternyata pajak proporsional menyebabkan MPC menjadi (b-bt) atau lebih kecil sebesar bt,
sedangkan konsumsi otonomous tetap.
Contoh ;
Gambar 15.2
Pajak proporsional dengan fungsi konsumsi
C1 = 100 + 0,8 Y
C2 = 100 + 0,6Y
100
Pajak pendapatan 25 %
Mengubah MPC dari 0,8 menjadi 0,6
0 Y
Contoh :
Diketahui fungsi konsumsi; C = 100 + 0,8 Yd, investasi bersifat otonomous ; I = 150, jika
pengeluaran pemerintah ; G = 250, maka kondisi keseimbangan (Y) adalah :
Y =C+I+G
= 100 + 0,8 Yd + 150 + 250
= 500 + 0,8 Y
0,2Y = 500
Y = 2.500
A0
= A0 + bY sehingga dalam kondisi keseimbangan Y = A0 / (1-b)
Y =
= - 400
Hasil yang dicapai dari kebijaksanaan fiskal merupakan interaksi (resultan) dari
dampak pajak dan pengeluaran pemerintah terhadap output keseimbangan, pengaruh
perubahan pengeluaran pemerintah terhadap perubahan pendapatan keseimbangan adalah
Y = ,sedangkan pengaruh pajak terhadap pendapatan adalah Y =
Perbandingan nilai penerimaan (t) dan pengeluaran (G), politik anggaran dapat dibedakan
menjadi :
a. Anggaran tak berimbang, meliputi :
(a) Anggaran defisit (deficit budget), yaitu anggaran yang memang dirancang untuk
defisit, sebab pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari penerimaan
pemerintah ( t < G ) atau ( G > t ). Politik anggaran defisit biasanya ditempuh bila
perekonomian berada dalam kondisi resesi. Dengan asumsi awal anggaran
pemerintah adalah anggaran berimbang ( G = t ), bila pemerintah menempuh
anggaran defisit, maka ∆G > ∆t ( dimana ∆G ≥ 0 dan ∆t ≥ 0 ), maka jika
pemerintah menempuh politik anggaran defisit, pemerintah dianggap memilih
kebijakan fiskal ekspansif.
Y karena G = ,Y karena t = , sehingga total pengaruhnya
(karena ∆G dan ∆t) adalah : Y = + = karena
penyebutnya sama ( 1-b), maka pengaruhnya dapat ditulis sebagai berikut :
Y = , jika ∆G > ∆t maka dapat dikatakan ∆G = ∆t + W, dimana W = ∆G
- ∆t, sehingga : Y = = Jadi bila
politik anggarannya anggran defisit, maka pengaruhnya terhadap pertambahan
pendapatan lebih besar dibanding besarnya defisit pengeluaran yang direncanakan.
Bila ∆t = 0; ( W = ∆G) atau ∆G = 0; ( W = ∆T), maka : Y =
Contoh :
Diketahui fungsi konsumsi, C = 100 + 0,8 Yd, Investasi, I = 150, pengeluaran
pemerintah, G = 250, tingkat pajak, t = 250.
Y = C+ I + G
= - 220 + 0,8Y + 150 + 500
= 430 + 0,8 Y
Y – 0,8Y = 430
0,2Y = 430
Y = 430 / 0,2 = 2.150
∆Y = 2150 – 1500
= 650
(b) Anggaran surplus (surplus budget), yaitu anggaran yang memang dirancang untuk
surplus, sebab penerimaan pemerintah direncanakan lebih besar dari pengeluaran
pemerintah ( t > G ) atau ( G < t ). Politik anggaran surplus biasanya ditempuh bila
perekonomian berada dalam tahap ekspansi dan terus memanas (overheating).
Melalui anggaran surplus pemerintah mengerem pengeluarannya untuk
menurunkan tekanan permintaan atau mengurangi daya beli dengan menaikan
pajak, maka jika pemerintah menempuh politik anggaran surplus, pemerintah
dianggap memilih kebijakan fiskal kontraktif.
Contoh :
Diketahui fungsi konsumsi, C = 100 + 0,8 Yd, Investasi, I = 150, pengeluaran
pemerintah, G = 250, tingkat pajak, t = 250.
Y = C+ I + G
= - 300 + 0,8Y + 150 + 400
= 250 + 0,8 Y
Y – 0,8Y = 250
0,2Y = 250
Y = 250 / 0,2 = 1.250
∆Y = 1250 – 1500
= -250
b. Anggaran berimbang.
Anggaran berimbang adalah pengeluaran direncanakan akan sama dengan penerimaan
( G = t ) atau ( ∆G = ∆t ). Tak ada ketentuan pokok dalam kondisi ekonomi apa politik
anggaran berimbang ditempuh, namun bila pemerintah memilih politik anggaran
berimbang, dua hal yang ingin dicapai adalah : 1) peningkatan disiplin, 2) kepastian
anggaran.
Karena ∆G = ∆t, maka pengaruh anggaran terhadap keseimbangan ekonomi adalah :
∆Y karena ∆G = dan ∆Y karena ∆t = , oleh karena ∆G = ∆t, maka :
∆Y = atau ∆Y = = atau
∆Y = ∆t = ∆G, sehingga dapat dikatakan efek multiplier dari anggaran berimbang
adalah sama dengan satu (balance budget multiplier)
Contoh
Diketahui fungsi konsumsi, C = 100 + 0,8 Yd, Investasi, I = 150, pengeluaran
pemerintah, G = 250, tingkat pajak, t = 250.
Y = C+ I + G
= - 220 + 0,8Y + 150 + 400
= 330 + 0,8 Y
Y – 0,8Y = 330
0,2Y = 330
Y = 330 / 0,2 = 1.650
∆Y = 1650 – 1500
= 150
Angka 150 adalah ∆Y = ∆t = ∆G
Kebijakan fiskal dikatakan efektif bila mampu mengubah tingkat bunga (r) dan atau
output sesuai dengan yang diinginkan oleh pemerintah, pengaruh kebijakan fiskal terhadap
output keseimbangan terjadi melalui pengaruhnya terhadap keseimbangan pasar barang
jasa.
Fiskal fiskal
Kontraktif ekspansif ∆Y =
r1
Y
0 Y2 Y0 Y1
Gambar. 15.4a
Kebijakan kombinasi (moneter dan fiskal)
LM0
E2
r1
E0 E1
r0 fiskal ekspansif
IS0 IS1
0 Y0 Y2 Y1 Y
r
moneter
ekspansif
LM0
LM1
r1
r0 fiskal ekspansif
IS0 IS1
0 Y0 Y2 Y1 Y
Keseimbangan awal tercapai pada saat tingkat bunga adalah r0 dan output
keseimbangan adalah Y0. Bila pemerintah menempuh anggaran ekspansif yang
menyebabkan kurva IS bergeser ke IS1, tadinya yang diharapkan pemerintah adalah
bertambahnya output keseimbangan sebesar ( Y1 – Y0 ) sementara tingkat bunga tetap.
Jarak Y1 – Y0 adalah sebesar . Namun bila diperhatikan yang terjadi adalah output
keseimbangan hanya mencapai Y2 yang lebih kecil dari yang ditargetkan Y1 bahkan terjadi
inflasi dilihat dari tingkat bunga yang bergeser dari r0 ke r1.
Ternyata penambahan pengeluaran pemerintah telah menyebabkan naiknya
pengeluaran agregat, naiknya pengeluaran agregat menyebabkan keinginan sektor swasta
melakukan investasi semakin besar. Besarnya investasi swasta yang diharapkan pemerintah
disebut sebagai investasi yang diharapka (expected investment = IE, tapi peningkatan
investasi ini tidak disertai dengan kemampuan peningkatan kredit, jika permintaan investasi
meningkat sementara penawaran kredit tetap, maka terjadi kelebihan permintaan investasi
yang menyebabkan naiknya harga investasi, yaitu naiknya tingkat bunga, berarti naiknya
biaya modal, menyebabkan rencana-rencana investasi menjadi tidak layak (no feasible).
Dampak lanjutnya adalah permintaan investasi nyata (riil investment = IR) tidak sebesar
yang ditargetkan ( IR < IE ), maka pertumbuhan ekonomi riil juga lebih kecil dari yang
diharapkan , terlihat bahwa Y2 – Y0 atau ∆Y riil lebih kecil dari Y1 – Y0 atau ∆Y yang
diharapkan.
Asumsi I :
- Pergerakan modal sempurna (capital perpect mobility = CPM)
- Nilai tukar tetap (fixed exchange rate = FER)
Misal pemerintah melaksanakan kebijaksanaan moneter ekspansif, berupa penambahan
uang (stok uang), perhatikan gambar berikut :
Gambar. 15.5
Kebijaksanaan moneter
r LM
LM1
E
re = rf BP = 0
IS
Gambar. 15.6
Kebijaksanaan fiskal
LM
E2 LM1
E0 E1
re = rf BP = 0
IS IS1
0 Y0 Y2 Y1 Y
Asumsi II.
r
LM
E1
E0
re = rf BP = 0
IS IS1
0 Y0 Y1 Y
Maka : IS bergeser menjadi IS1
- Tingkat bunga naik
- Capital inflow
- Balance of payment surplus
- Nilai tukar naik (apresiasi)
- Ekspor turun
Dan IS1 kembali bergeser ke IS, kesimpulannya kebijaksanaan tidak efektif
r2 = rf E E2 BP = 0
E1
IS1
IS
0 YE Y1 Y2 Y
r6
r5 IS6
IS5
r4
r3 IS4
IS3
r1
IS1 IS2
0 Y0 Y1 Y2 Y3 Y4 (Yf) Y
Interval Keynes Interval Antara Interval Klasik
Kebijakan fiskal Y4 = Yf ( Full Employment)
Efektif sempurna Kebijakan fiskal tidak efektif
sempurna
Tabel 15.9a
Efektivitas Kebijaksanaan Fiskal Terhadap Output
Dan Tingkat Harga (Bunga)
1. Sistim Moneter.
Bank
sentral
Dalam sistem perbankan indonesia, di mana terdapat dewan moneter yang di ketuai oleh
Menteri Keuangan dengan anggota, Menteri Perdagangan / Perekonomian dan Gubernur
Bank Indonesia. Di bawah dewan moneter terdapat Bank Sentral (Bank Indonesia) di
samping berfungsi : mengatur, menjaga, memelihara kestabilan nilai rupiah, mengawasi
pelaksanaan kebijaksanaan moneter dan membina, mengkoordinir dan mengawasi
seluruh perbankan baik Bank Pemerintah / Bank Sentral Nasional.
Dewan moneter ini berakhir setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia, dan dari sini pula dimulai Independensi Bank Indonesia dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
Pada tahun 1834 seorang Perancis yang berkunjung ke Amerika Serikat menyebut
the Bank of United States (cikal bakal Federal Reserve Bank sebagai banque centrale). Dan
40 tahun kemudian Walter Bagehot menggunakan nama tersebut dalam bahasa Inggris
”central bank”, sebagai bank yang memiliki hak monopoli dalam percetakan dan
pengedaran uang (Marjorie and Pringle, dalam Suseno ; 2007 hal 4).
Mengapa bank sentral penting ? sesuai dengan predikat yang melekat pada nama
yaitu bank dan sentral, sentral disini dapat diartikan sebagai pengendali, sebagai pusat,
sebagai pembuat aturan bagi bank lain. Jadi bank sentral menjadi penting karena ; a)
sebagai otoritas moneter, kegiatan bank sentral terkait dan berpengaruh terhadap seluruh
sektor ekonomi lainnya (seperti fiskal, riil, luar negeri dan lainnya), b) bank sentral selain
bertugas menjaga kestabilan harga juga berperan penting dalam menjaga stabilitas sistem
keuangan, c) bank sentral sebagai mitra strategis dan penyeimbang bagi otoritas fiskal
dalam menjaga stabilitasekonomi makro suatu perekonomian.
Bank sentral merupakan fenomena abad ke 20, hanya ada beberapa bank sentral
yang ada sebelum abad 20 yaitu ; Inggris dan Swedia. Menurut Capie (1997) pada awal
abad 20 terdapat 18 bank sentral, pada tahun 1950 ada sebanyak 59 bank sentral dan pada
tahun 1990 telah menjadi 161 bank sentral didunia. Pada saat ini hampir setiap negara
memiliki sebuah bank sentral.
Munculnya bank sentral adalah melalui proses evolusi yang sangat panjang, akan
tetapi pada dasarnya bank sentral muncul sebagai konsekuensi dari adanya uang serta
berkembangnya sistim perbankan. Bank sentral muncul sejak ada bank yang ditunjuk dan
mempunyai monopoli untuk mencetak dan mengedarkan uang. Tetapi ada juga teori yang
menyatakan bahwa bank sentral muncul sejak sebuah bank berfungsi sebagai ”the lender of
the last resort”. Kalau harus memenuhi ke dua syarat tersebut maka sebelum abad 20
mungkin tidak ada lembaga yang memenuhi syarat sebagai suatu banksentral.
Sebelum dikenal adanya bank sentral, setiap bank dapat mengeluarkan uang (koin)
masing-masing dan uang tersebut tidak memakai standard (ukuran maupun kadar
kandungan emas atau peraknya). Pada tahun 1606 parlemen Belanda mengidentifikasikan
terdapat 341 jenis coin perak dan 505 jenis coin emas, dan paling tidak terdapat lembaga
yang mencetak (mints) coin (uang logam) di Belanda. Pada tahun 1609 Bank of
Amsterdam sebenarnya sudah mulai dengan monopoli mencetak kion, tetapi bank tersebut
bankrut karena kredit macet (terhadap Dutch East India Co).
West, struggle for West, but not in the East from the West “spill-over”to
independence in the East Nationalsm & cathing the East
up’from the East
Di Indonesia, bank sentral dikenal Bank Indonesia yang pada mulanya berkembang
dari suatu bank yang mempunyai tugas sebagaimana dilakukan oleh bank-bank pada
umumnya atau yang dikenal dengan sebutan bank komersial. Secara gradual bank sentral
diberi tugas dan tanggung jawab yang lebih besar dan berbeda dari bank komersial, yaitu
dalam pengaturan dan kebijakan seperti menerbitkan uang (kertas dan logam), dan
bertindak sebagai agen dan bankir pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya, bank
yang kemudian dikenal sebagai bank sentral memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih
terkait dengan pengaturan dan kebijakan, dan dilepaskan dari berbagai tugas dan tanggung
jawab yang pada umumnya dilakukan oleh bank komersial.
Tujuan dan tugas pokok Bank Indonesia sebagai bank sentral diatur secara jelas
dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 3 Tahun 2004. Tujuan Bank Indonesia ditetapkan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksudkan dalam UU tersebut
adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang negara
lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan dengan atau tercermin
pada perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain
diukur berdasarkan atau tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap
mata uang negara lain.
Perubahan penting pada Bank Indonesia, dimana Bank Indonesia mengalami
perubahan fungsi, peran, dan status yang penting sejak diberlakukannya UU No. 23 tahun
1999. Perubahan tersebut dipicu oleh perubahan sosial ekonomi dan politik setelah terjadi
krisis pada tahun 1997 / 1998. Beberapa perubahan penting yang dilakukan adalah ; a)
Bank Indonesia berstatus sebagai lembaga yang indenpenden (sebelumnya sebagai bagian
dari pemerintah / kabinet / Dewan Moneter, b) Bank Indonesia mempunyai sasaran dan
tujuan tunggal (stabilitas nilai rupiah), c) Bank Indonesia tidak dapat melakukan
pembiayaan (memberikan kredit kepada pemerintah, proyek-proyek pembangunan dan
sebagainya, d) Bank Indonesia lebih transparansi dan akuntabel, e) Bank Indonesia sebagai
research and knowledge based organization.
Beberapa aspek yang berkaitan dengan UU No. 3 Tahun 2004 yang merupakan
amandemen terhadap UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, antara lain ; a)
penetapan sasaran inflasi (inflation targeting) oleh pemerintah, b) penundaan pengalihan
tugas pengawasan bank, c) pengaturan fasilitas pembiayaan darurat bagi perbankan, d)
penyempurnaan mekanisme pencalonan Dewan Gubernur, e) penguatan akuntabilitas dan
transparansi, f) pembentukan badan supervisi, g) persetujuan anggaran operasional oleh
DPR. Kemudian tugas pokok Bank Indonesia dipertegas lagi dengan UU No. 3 Tahun
2004 yaitu ; a) Tujuan Bank Indonesia adalah untuk mencapai dan memelihara stabilitas
rupiah, b) Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia mempunyai tugas ; menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistim
pembayaran, mengatur dan mengawasi bank-bank.
MPR
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia sebagai bank sentral
Republik Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dalam melaksanakan tugasnya,
Dewan Gubernur dipimpin oleh seorang Gubernur, dengan Deputi Gubernur Senior sebagai
wakil dan minimal empat orang atau maksimal tujuh orang Deputi Gubernur sebagai
anggota. Saat ini Bank Indonesia memiliki seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur
Senior, dan enam Deputi Gubernur. Dewan Gubernur mempunyai masa jabatan maksimum
lima tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Untuk menjaga kesinambungan kebijakan bank sentral, penggantian Dewan Gubernur
diatur secara berkala, yaitu setiap tahun paling banyak dua orang yang diganti.
Deputi
Gubernur
Senior
Dewan gubernur diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan dari DPR, khusus Deputi Gubernur usul Presiden dilakukan
dengan rekomendasi dari Gubernur dengan bakal calon dari internal maupun eksternal
Bank Indonesia. Untuk menjadi anggota Dewan Gubernur, calon yang bersangkutan harus
memenuhi persyaratan antara lain ; a) warga negara Indonesia, b) memiliki akhlak dan
moral yang tinggi, c) memiliki keahlian dan pengalaman dibidang ekonomi, keuangan,
perbankan, atau hukum, khususnya yang berkaitan dengan tugas bank sentral.
Independensi adalah salah satu faktor penting dalam pencapai tujuan akhir suatu
bank sentral. Permasalahan independensi telah ada semenjak bank sentral pertama berdiri.
David Ricardo (1824) menganjurkan adanya otonomi bank sentral dan menganjurkan pula
agar bank sentral tidak membiayai defisit anggaran belanja pemerintah. Independensi bank
sentral sudah mulai banyak diterapkan dan diperkuat dengan undang-undang diberbagai
negara sejak tahun 1990-an.
Independensi didefinisikan sebagai kebebasan dari pengaruh, instruksi, pengarahan,
atau kontrol dari pihak-pihak lain, jadi diterapkan pada bank sentral. Meyer (2000)
mengartikan independensi sebagai kebebasan dari pengaruh, instruksi/pengarahan, atau
kontrol, baik dari badan eksekutif maupun badan legislatif. Sementara itu Fraser (1994)
mendefinisikan independensi bank sentral sebagai kebebasan bank sentral untuk dapat
melaksanakan kebijakan moneternya yang bebas dari pertimbangan-pertimbangan politik.
Yang tidak termasuk dalam pengertian independensi menurut Fraser adalah
konsultasi/koordinasi dengan Pemerintah dalam rangka menyelaraskan kebijakan yang
menjadi kewenangan masing-masing.
Independensi yang tinggi menuntut akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar
pula untuk menjamin bahwa pencapaian tujuan dan pelakanaan tugas-tugas yang sudah
ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik oleh bank sentral. Akuntabilitas dan
transparansi terkait erat. Bank sentral yang lebih transparan akan mempermudah kinerja
bank sentral menjadi lebih baik (Poole, 2001).
Secara umum Poole (2003) memberikan pengertian mengenai transparansi
kebijakan bank sentral sebagai pengungkapan informasi kepada publik secara akurat,
termasuk segala informasi yang dibutuhkan oleh para pelaku pasar dalam rangka
Terdapat beberapa cara dan media yang digunakan dalam transparansi kebijakan
bank sentral, seperti ; a) penjelasan melalui publikasi dokumen resmi, b) penjelasan kepada
media massa ataupun lembaga perwakilan rakyat (parlemen), c) penjelasan secara langsung
kepada masyarakat umum, d) cara penjelasan yang lain. Beberapa cara ini dapat
dipergunakan sekaligus sesuai dengan keinginan otoritas moneter dalam memperluas
transparansinya secara.efektif.
Kepada siapa transparansi dan komunikasi kebijakan bank sentral merupakan
cerminan dari penerapan prinsip akuntabilitas demokrasi seperti yang telah diuraikan
sebelumnya. Dalam kaitan ini, Blinder dkk (2003) mengemukakan empat pihak yang
menjadi target utama dari komunikasi bank sentral yaitu : a) media massa dan masyarakat,
b) pemerintah dan parlemen atau DPR, c) pasar keuangan, d) pemerhati bank sentral.
Cakupan informasi dan bagaimana metode keomunikasinya akan tergantung pada keempat
target komunikasi tersebut.
Akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia diatur secara jelas dalam UU No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun
2004. Dalam kaitan ini, amandemen UU Bank Indonesia memberikan penegasan bahwa
kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
dinilai oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Untuk itu Bank Indonesia diwajibkan untuk
menyampaikan laporan tahunan dan laporan triwulanan secara tertulis tentang pelaksanaan
tugas dan wewenangnya kepada DPR dan Pemerintah. Penyampaian laporan kepada DPR
adalah dalam rangka akuntabilitas, sedangkan laporan kepada Pemerintah adalah dalam
rangka informasi.
7. Inflasi.
Inflasi merupakan peristiwa moneter yang dijumpai hampir pada semua negara
didunia. Inflasi dalam moneter menyangkut pada barang, uang dan berkaitan dengan harga.
Harga-harga akan naik bila terjadi kondisi-kondisi yang mempengaruhi keadaan moneter
sebagai berikut ; a) bila suatu negara berusaha untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang
lebih cepat dari yang dibutuhkan, b) bila berbagai golongan dalam perekonomian berusaha
untuk memperoleh tambahan pendapatan relatif yang lebih besar dari kenaikan
produktivitasnya, c) bila pengharapan (expectation) yang terlalu bersemangat akan
menyebabkan permintaan barang atau jasa naik terlalu cepat dibandingkan pertambahan
output yang mungkin bisa dicapai perekonomian tersebut. Klasifikasi kenaikan harga-harga
yang dimaksud adalah ; a) bila harga-harga naik secara perlahan-lahan maka inflasi yang
terjadi disebut dengan creeping inflation, b) bila harga-harga naik secara cepat, maka inflasi
yang terjadi disebut hyper inflation.
Menurut A.P. Lerner (dalam Cornelis Rintuh, 1995) menyebutkan bahwa : inflasi
adalah kelebihan permintaan (exces demand) terhadap penyediaan barang-barang dalam
suatu perekonomian secara keseluruhan. Kelebihan tingkat pengeluaran atau permintaan
akan barang dan jasa dipandang sebagai :
a. Kelebihan tingkat pengeluaran (exces spending) dari barang akhir dibanding dengan
penyediaan output maksimum dengan sumber-sumber produksi yang tersedia, yang
dapat dicapai dalam jangka panjang, maksudnya adalah pengerjaan faktor-faktor
produksi yang normal.
b. Too much money is chasing the available goods yaitu barang-barang yang tersedia
terlalu sedikit dibandingkan dengan tingkat pengeluaran yang diharapkan.
Menurut F.W. Paish menyebutkan inflasi adalah keadaan dimana pendapatan
nominal jauh lebih cepat meningkat dibandingkan dengan pendapatan nasional riil. Atau
pendapatan nominal jauh lebih cepat meningkat dibandingkan dengan peningkatan arus
barang-barang dan jasa yang tersedia.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus
menerus. Inflasi merupakan suatu proses ketidak seimbangan (disequilibrium) yang mana
tingkat harga terus menerus mengalami peningkatan selama periode tertentu. Dari
pengertian inflasi diatas terkandung tiga unsur pokok yaitu ; a) adanya kecenderungan
(trend) harga-harga untuk meningkat, b) kenaikan harga-harga itu berlangsung
berkelanjutan (sustainable increase), c) kenaikan harga bukan pada satu atau beberapa
komoditi saja tetapi tingkat harga umum (general level of price).
Kejadian dan fenomena-fenomena yang ada pada inflasi dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang sebagai berikut :
a. Kondisi parah atau tidak parahnya inflasi
Inflasi yang terjadi dihubungkan dengan laju inflasi tersebut yaitu laju inflasi dibawah
10 % pertahun disebut inflasi ringan, laju inflasi antara 10 % sampai dengan 30 %
pertahun disebut inflasi sedang, laju inflasi antara 30 % sampai dengan 100 % pertahun
disebut inflasi berat, dan laju inflasi diatas 100 % pertahun disebut hyperinflasi. Misal
inflasi 10 % pertahun, maksudnya adalah kenaikan harga-harga secara umum 10 %
pertahun. Sedang dalam keadaan hiperinflasi masyarakat lebih cenderung memegang
barang, dan enggan memegang uang karena nilai mata uang menurun drastis sehingga
menambah keruwetan moneter, uang dibelanjakan untuk membeli barang menyebabkan
jumlah uang yang beredar semakin bertambah dan perputaran semakin cepat.
b. Didasarkan pada sebab awal inflasi, inflasi yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor-
faktor berikut :
- Demand full inflation
Inflasi yang terjadi karena permintaan konsumen atau masyarakat atas barang dan
jasa melebihi kemampuan produsen dalam menyediakan barang dan jasa dipasar.
Sehingga akibatnya terjadi kelangkaan barang atau jasa dipasar, dan berdampak
pada pergeseran harga yang bergerak naik. Bila dipandang dari sudut permintaan
agregat, akan terjadi peningkatan harga-harga bila terjadi exces demand dalam
keadaan full employment, adanya kelebihan permintaan inilah yang menyebabkan
terjadinya perubahan harga. Penyebab inflasi dari sudut permintaan ini melahirkan
beberapa pendapat (Mulia Nasution, 1998, hal 211) yaitu :
(a) Perbedaan harga ini terjadi karena adanya kelebihan permintaan dalam
masyarakat, pendapat ini menekankan adanya kelebihan permintaan tanpa
melihat faktor-faktor lain yang mempunyai kaitan dengan penyebab inflasi.
(b) (Neo Keynesian), bahwa penyebab utama terjadi inflasi akibat adanya ekspansi
penawaran uang (money supply)
(c) Kelompok monetaris mengatakan inflasi dapat terjadi akibat adanya
peningkatan konsumsi, investasi (PMA dan PMDN) dan pengeluaran
pemerintah, walaupun jumlah sirkulasi uang yang beredar tidak meningkat.
Peningkatan konsumsi mungkin diakibatkan pencairan tabungan masyarakat,
sedangkan pengeluaran pemerintah dan investasi diakibatkan oleh perubahan
suatu kebijakan. Perhatikan gambar dibawah ini :
P AS
P = price/harga
Q= output/barang jasa
P1 AD1
P0 AD0
0 Q0 Q
Gambar. 17.2
Inflasi dari sudut penawaran
P AS1
AS0
P1
P0
AD
0
Q1 Q0 Q
Pada output Q0 tingkat harga berada pada P0, bila terjadi kenaikan biaya produksi
maka berdampak terhadap kenaikan harga dari output yang dihasilkan produsen,
yaitu dengan bergesernya harga dari P0 ke P1 dan output pun bergeser dari Q0 ke Q1.
Model inflasi dorongan biaya ini merupakan suatu model dilema, karena tekanan
sisi penawaran akan menimbulkan kesulitan bekerjanya kebijaksanaan untuk
stablisasi, atau efek inflasi dorongan biaya akan mengakibatkan membatasi fungsi
penawaran agregat. Pergeseran kekiri akan menghasilkan tingkat harga naik dari P 0
menjadi P1 begitu juga pada output atau pendapatan dari Q0 menjadi Q1, dan
berdampak lanjutan yaitu terciptanya pengangguran.
Untuk mengatasi pengangguran ini pemerintah misalnya meningkatkan permintaan
agregat masyarakat (menambah jumlah uang beredar), ini akan menimbulkan inflasi
Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan dalam mengetahui laju
inflasi selama satu periode tertentu (dalam Prathama Rahardja, Mandala M, 2005 ; 184-
187), diantaranya adalah :
Tahun dasar
Kelompok Kepentingan Tahun 2009
1999
barang (weigths)
Harga Rp Weigths x Rp Harga Rp Weigths x Rp
A 50 1.000 50.000 2.000 100.000
B 20 5.000 100.000 11.000 220.000
C 5 5.000 25.000 16.000 80.000
D 25 3.000 75.000 8.000 200.000
100 250.000 600.000
Maka indeks harga tahun 2009, maka IHK = 600.000 / 250.000 x 100 % = 240 %
Indeks harga tahun dasar adalah 100 %, maka dalam rentang waktu 10 tahun telah
terjadi peningkatan harga sebanyak 140 %. Penghitungan tingkat inflasi dimaksudkan
untuk menggambarkan perubahan-perubahan harga dalam satu tahun tertentu.
Berdasarkan contoh diatas, misalkan pada tahun 2010 indeks harga konsumen adalah
251, berapakah tingkat inflasi dalam tahun 2010 ?. Maka tingkat inflasi tahun 2010 =
251 – 240 / 240 x 100 % = 4,6 %.
Tabel 17.2.
IHK Gabungan 27 Kota di Indonesia
Yang berarti periode 2004-2005 telah terjadi inflasi sebesar 4,28 %. Dilihat dari
cakupan komoditi yang dihitung, IHK kurang mencerminkan tingkat inflasi yang
sebenarnya. Tapi IHK sangat berguna karena menggambarkan besarnya kenaikan biaya
hidup bagi konsumen, sebab IHK memasukan komoditi-komoditi yang relevan
(pokok) yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat.
Tabel 17.4.
IHI 2000 – 2009
(tahun dasar 2000 = 100)
Akhir Periode IHI Perubahan IHI (%)
2000 110 -
2001 119 8,18
2002 125 5,04
2003 133 6,4
2004 135 1,50
2005 140 3,70
2006 149 6,43
2007 157 5,34
2008 168 7,00
2009 175 4,16
UK = Usia Kerja
BUK = Bukan Usia Kerja ( Sumber : Prathama Rahardja 2005 ; 193)
Angkatan kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian
pada suatu waktu tertentu. Untuk menentukan angkatan kerja diperlukan dua informasi
yaitu :
a) Jumlah penduduk yang berusia lebih dari 10 tahun (penduduk usia kerja)
b) Jumlah penduduk yang berusia lebih dari 10 tahun dan tak ingin bekerja
seperti ; pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, anak orang kaya yang tak bekerja atau
penganggur sukarela atau disebut juga penduduk bukan angkatan kerja.
Angkatan kerja dan tingkat partisipasi angkatan kerja dapat ditentukan dengan cara
berikut :
- Angkatan kerja = Jumlah penduduk usia kerja dikurang jumlah penduduk bukan
angkatan kerja.
- Tingkat partisipasi angkatan kerja = angkatan kerja dibagi penduduk usia kerja dikali
100 %.
Contoh :
Misalkan Indonesia berpenduduk 220 juta jiwa, dari jumlah 220 juta jiwa ini yang
tergolong sebagai penduduk usia kerja berjumlah 130 juta jiwa, tetapi hanya sebanyak
100 juta jiwa yang tergolong sebagai angkatan kerja. Diantara angkatan kerja tersebut
hanya sebanyak 90 juta jiwa yang mempunyai pekerjaan. Dari data tersebut tentukan ;
a) tingkat partisipasi angkatan kerja,
b) jumlah pengangguran.
Jawab :
JAK
a. TPAK = x100 %
JPUK
100 Juta
= x100 % = 76,92 %
130 Juta
TPAK = tingkat partisipasi angkatan kerja, JAK = jumlah angkatan kerja, JPUK =
jumlah penduduk usia kerja
Tabel 17.5.
Jumlah penduduk Indonesia
Bila dilihat dari sifatnya pengangguran itu dapat dibedakan pada dua sifat, adalah
sebagai berikut :
a. Pengangguran sukarela (voluntary unemployment)
Pengangguran sukarela adalah pengangguran yang bersifat sementara, karena
seseorang ingin mencari pekerjaan yang lebih cocok.
b. Pengangguran dukalara (involuntary unemployment)
Pengangguran dukalara adalah pengangguran yang terpaksa diterima oleh seseorang,
walaupun sebenarnya dia masih ingin bekerja.
Pengangguran sukarela maupun pengangguran dukalara erat kaitannya dengan jenis-
jenis pengangguran berikut :
a. Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment)
Bila suatu perekonomian yang terus mengalami perkembangan dan kemajuan, maka
pegangguran akan semakin menjadi rendah, dan akhirnya perekonomian mencapai
penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) yaitu pengangguran tidak melebihi
dari 4 %. Pengangguran friksional bukanlah wujud sebagai akibat dari
ketidakmampuan memperoleh pekerjaan, melainkan sebagai akibat dari keinginan
untuk mencari kerja yang lebih baik. Didalam proses mencari kerja yang lebih baik itu
adakalanya harus menganggur, namun pengangguran ini tidak serius karena bersifat
sementara.
b. Pengangguran Struktural (Structural Unemployment)
Adalah dimana pencari kerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan
untuk lowongan pekerjaan yang tersedia, karena spesifikasi pekerjaan, tehnologi,
pendidikan, pengalaman, dan kemampuan penguasaan bahasa (bahasa inggris).
Pengangguran struktural lebih sulit diatasi dibanding pengangguran friksional, selain
membutuhkan pendanaan yang besar, juga waktu yang lama
c. Pengangguran Siklis (Cyclical Unemployment)
Pengangguran siklis atau konjungtur adalah pengangguran yang diakibatkan oleh
perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian (seperti kegiatan ekonomi
yang lesu, stabil atau kondusif), kondisi ini akan mempengaruhi penggunaan tenaga
kerja pada sektor kegiatan ekonomi.
d. Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment)
Pengangguran yang terjadi sangat erat kaitannya dengan fluktuasi kegiatan ekonomi
jangka pendek (temporary), terutama disektor pertanian dan didaerah tertentu,
misalnya; diluar musim tanam dan musim panen pentani menganggur sampai musim
tanam berikutnya. Atau oleh kondisi alam seperti disaat musim hujan petani dapat
bekerja mengerjakan lahannya, dan bila musim kemarau petani tak dapat menggarap
lahan pertaniannya atau menganggur.
Dalam prakteknya suatu negara dianggap sudah mencapai tingkat penggunaan
tenaga kerja penuh apabila dalam perekonomian tingkat penganggurannya adalah kurang
dari 4 %. Contoh data tahun 1994 :
- Negara-negara di Eropa tingkat pengangguran antara 8 sampai 10 %
- Negara-negara di benua Amerika (seperti Amerika Serikat) tingkat pengangguran antara
6 sampai 7 %. Negara Jepang tingkat pengangguran adalah kurang dari 4 %.
Dari hasil penelitian Profesor A.W. Phillips (1958) di Inggris periode 1861-1957
menunjukkan adanya hubungan negative dan non linear antara kenaikan tingkat upah atau
inflasi tingkat upah (wage inflation) dengan pengangguran (unemployment), seperti pada
gambar dibawah ini :
Gambar 17.3
Hubungan tingkat upah dengan pengangguran
upah
A
W1
W2 B
W3
C
0 U1 U2 U3 Pengangguran
Misalkan kondisi awal yang dihadapi adalah titik B dimana tingkat upah W2 dan
tingkat pengangguran U2. Jika pengangguran ingin dikurangi menjadi U1 tingkat upah naik
menjadi W1 yang berarti terjadi inflasi. Seandainya ditargetkan adalah penurunan inflasi,
yang harus dilakukan adalah mengubah titik B ke titik C, karena W3 < W2, namun harga
yang harus dibayar adalah meningkatnya pengangguran.
4.3.1. Adopsi kaum Keynesian : Kurva Phillips jangka pendek (short run Phillips
Curve)
Hasil temuan Phillips ini diadopsi oleh ekonom Keynesian untuk menjelaskan
adanya trade off (imbang korban atau harga yang harus dibayar) antara tingkat inflasi dan
pengangguran, jika ingin mengurangi pengangguran harga yang harus dibayar adalah
meningginya inflasi. Hubungan ini oleh ekonomi Keynesian dapat dijelaskan dengan
menggunakan analisis kurva AD-AS dengan asumsi ; analisis AD-AS dalam jangka pendek
a. Faktor produksi umumnya bersifat tetap (fixed input)
b. Tenaga kerja dalam jangka pendek tak mudah ditambah
Gambar 17.4
Kurva Phillips berdasarkan Analisis Kurva AD-AS
P Inflasi (%/Th)
P2 C
B
P1 AD2 Kurva Phillips
P2
A
P0 AD1 P1
P0
AD0
0 Y0 Y1 Y2 Y 0 U2 U1 U0 Pengangguran
(a) (b)
Gambar diatas menunjukkan apa yang terjadi jika perekonomian terus bertumbuh.
Karena penawaran agregat (kurva AS) tidak bisa bertumbuh lebih cepat dari permintaan
agregat (kurva AD), maka pertumbuhan ekonomi jangka pendek diikuti oleh inflasi. Titik
keseimbangan A,B,C menunjukan bahwa output menjadi lebih besar ( Y2 > Y1 > Y0 ),
tetapi harga-harga umum juga menjadi lebih tinggi ( P2 > P1 > P0 ).
Jika dianggap ada hubungan yang tetap antara kesempatan kerja (N) dengan tingkat
output (Y), misalnya N = αY, dimana α > 0, maka bertambahnya output akan menambah
kesempatan kerja ( N2 > N1 > N0 ). Karena jumlah tenaga kerja juga dianggap tetap maka
penambahan kesempatan kerja akan mengurangi pengangguran (U) sehingga U2 < U1 < U0.
Untuk menderifasi kurva Phillips yang perlu dilihat adalah hubungan antara P dan U. Jika P
maka U. Hasilnya adalah seperti pada gambar b, dimana kurva Phillips diturunkan
berdasarkan analisis jangka pendek, sehingga disebut kurva Phillips jangka pendek.
4.3.2. Adopsi kaum Klasik : Kurva Phillips jangka panjang (long run Phillips Curve)
P
AS
LPC
P2
P1 AD2
AD1
P0
AD0
0
YF Y
Menurut kaum Klasik dalam jangka panjang perekonomian berada dalam keadaan
kesempatan kerja penuh (full employment), maka bentuk kurva AS menjadi tegak lurus,
sehingga peningkatan permintaan agregat hanya akan menyebabkan inflasi ( P2 > P1 > P0 ) ;
sementara output tidak bertambah. Karena itu pula kurva Phillips jangka panjang (long run
Phillips Curve disingkat LPC) berbentuk tegak lurus. Jadi menurut kaum Klasik, dalam
jangka panjang tidak ada trade of antara inflasi dan pengangguran.
Boediono Dr., Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2, Ekonomi Makro. Edisi
keempat, Cetakan kedelapan belas, BPFE-UGM Yogyakarta, 1998.
Deliarnov Drs., M.Sc., Pengantar Ekonomi Makro. Cetakan pertama, Penerbit
Universitas Indonesia ( UI Press), Jakarta, 1995.
Mankiw, Gregory N., Teori Makro Ekonomi. Alih bahasa, Imam Nurmawan, Edisi
keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2000.
Nopirin Dr., Pengantar Ilmu Ekonomi Makro & Mikro. Edisi pertama, Cetakan keenam,
BPFE UGM Yogyakarta, 2000.
Prathama, Rahardja, Mandala Manurung., Teori ekonomi makro suatu pengantar. Edisi
ketiga, Lembaga penerbit fakultas ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2005.
Reksoprayitno, Soediyono Prof.Dr., MBA., Ekonomi Makro (Pengantar Analisis
Pendapatan Nasional), Edisi kelima, Cetakan kedua, Penerbit Liberty,
Yogyakarta, 1992
Sukirno, Sadono SE., M.S.Sc., Pengantar Teori Makroekonomi. Cetakan ketiga belas,
Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Susanti, Hera, Moh. Ikhsan dan Widyanti., Indikator-Indikator Makroekonomi. Edisi
ketiga, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta, 2007.
Cornelis Rintuh., Pengantar Ekonomi Indonesia. Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit
Liberty, Yokyakarta, 1995.
Warjiyo, Perry (Editor)., Bank Indonesia (Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah
Pengantar), Edisi Pertama, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Jakarta,
2004.
Nasution, Mulia. SE., Ekonomi Moneter, Uang dan Bank. Jambatan, Jakarta, 1998
-------------------., Bahan perkuliahan Makro Ekonomi, Tingkat Sarjana, Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi “Tri Karya” Medan, 1990.
-------------------., Bahan perkuliahan Makro Ekonomi, Pascasarjana Program Studi PPn,
Universitas Andalas, Padang, 2002.