Anda di halaman 1dari 22

1 struktur asam amino

Histidin (His)

Alanin (Ala)

Valin (Val)
leusin (Leu)

Isoleusin (Ile)
Metionin (Met)

Fenilalanin (Phe)
Triptofan (Trp)

Prolin (Pro)
Serin (Ser)

Treonin (Thr)

Sistein (Cys)
Tirosin (Tyr)

Asparagin (Asn)

Glutamin (Gln)
Asam Aspartat (Asp)

Asam Glutamat (Glu)


Lisin (Lys)

Arginin (Arg)
Glisin (Gly)
2 pilih salah satu asam amino kemudian reaksikan

Asam amino dapat menjalin reaksi pada gugus asam karboksilat atau amino.

a) Reaksi esterifikasi pada gugus karboksilat, dapat dituliskan seperti berikut.

b) Reaksi diasilasi gugus amino menjadi amida.

Kedua jenis reaksi ini bermanfaat dalam modifikasi atau pelindung sementara bagi kedua gugus
tersebut, terutama sewaktu mengendalikan penautan asam amino untuk membentuk peptida atau
protein.

c) Reaksi Ninhidrin

Ninhidrin adalah reagen yang berguna untuk mendeteksi asam amino dan menetapkan
konsentrasinya dalam larutan. Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik. Bila bereaksi
dengan asam amino akan menghasilkan zat warna ungu. Perhatikan reaksi seperti berikut.

Hanya atom nitrogen dari zat ungu yang berasal dari asam amino, selebihnya terkonversi
menjadi aldehida dan karbondioksida. Jadi, zat warna ungu yang dihasilkan dari asam amino α
dengan gugus amino primer, intensitas warnanya berbanding lurus dengan konsentrasi asam
amino yang ada. Adapun prolina yang mempunyai gugus amino sekunder bereaksi dengan
ninhidrin menghasilkan warna kuning.

3 cara kerja analisis asam amino

Cara Menggunakan KLT

KLT sangat berguna untuk mengetahui jumlah komponen dalam sampel. Peralatan yang
digunakan untuk KLT adalah chamber (wadah untuk proses KLT), pinset, plat KLT, dan eluen.
Inilah langkah-langkah memakai KLT:

1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat selebar 1 cm. Berarti
jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan plat selebar 3 cm.
2. Buat garis dasar (base line) di bagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung bawah plat, dan garis
akhir di bagian atas.
3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat di atas
base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut tertentu. Keringkan totolan.
4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam chamber dan campurkan.
5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh eluen.
Tutuplah chamber.
6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana pemisahan akan terlihat.
7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset, keringkan dan ukur jarak spot. Jika spot
tidak kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat, semprot dengan pewarna tertentu
seperti kalium kromat, asam sulfat pekat dalam alkohol 96%, atau ninhidrin.

CARA KERJA KROMATOGRAFI KERTAS


8. Setetes larutan cuplikan yang mengandung campuran yang akan dipisahkan ditotolkan
pada daerah yang telah diberi tanda di atas sepotong kertas kromatografi dimana totolan
tersebut akan meluas membentuk noda yang bulat. Bila noda telah kering, kertas
dimasukkan dalam bejana tertutup yang sesuai dengan satu ujung, dimana totolan
ditempatkan, tercelup dalam pelarut yang telah dipilih sebagai fasa gerak. Totolan noda
tidak boleh tercelup karena apabila tercelup berarti senyawa yang dipisahkan akan
terlarut dari kertas.
9. Pelarut bergerak melalui serat-serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan
komponen-komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan jarak dalam arah aliran
pelarut. Perlu diperhatikan bahwa permukaan dari kertas jangan sampai terlalu basah
dengan pelarut karena akan menyebabkan daerah noda menjadi kabur atau bahkan tidak
akan terpisah sama sekali.
10. Apabila permukaan pelarut telah bergerak sampai jarak yang cukup jauh atau setelah
waktu yang ditentukan, maka kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari permukaan
pelarut diberi tanda dan lembaran kertas dibiarkan kering. Jika senyawa-senyawa
berwarna, maka senyawa tersebut akan terlihat sebagai pita-pita atau noda-noda seperti
Gambar 2.
11.
12. Gambar 2. Senyawa yang terpisah sebagai pita-pita atau noda-noda pada kertas
kromatogram
13.  Cara kerja Kromatografi kertas
14.  Potong kertas saring 2×12 cm.
15.  Tandai dengan menggunakan pensil dari tepi bawah (2 cm) dan tepi atas (1cm).
16.  Totolkan tinta pada garis tepi bawah.
17.  Masukkan akuades dalam gelas ukur.
18.  Masukkan kertas saring ke dalam gelas ukur dengan posisi totolan tinta berada
dibawah (totolan tinta jangan sampai masuk ke dalam akuades).
19.  Biarkan sampai terjadi elusi.
20.  Tandai bercak dengan menggunakan pensil.
21.  Ulangi cara kerja nomer 1 hingga 7 dengan menggunakan pelarut isopropyl alcohol

Prinsip Metode Kromatografi Kertas


Prinsip kromatografi kertas adalah adsorbsi dan kepolaran, di mana adsorbsi didasarkan pada
panjang komponen dalam campuran yang diadsorbsi pada permukaan fase diam. dan
kepolaran komponen berpengaruh karena komponen akan larut dan terbawa oleh pelarut jika
memiliki kepolaran yang sama serta kecepatan migrasi pada fase diam dan fase gerak (Yazid,
2005).

Suatu atomiser umumnya digunakan sebagai reagent penyemprot bila batas permukaan
pelarut dan zat terlarut dalam kertas ingin dibuat dapat dilihat. Atomiser yang halus lebih
disukai. Gas - gas juga dapat digunakan sebagai penanda bercak, untuk karbohidrat notasi Rg
digunakan untuk menggantikan Rf. Setelah penandaan bercak batas permukaan, selanjutnya
dapat dilakukan analisis kalorimetri atau spektroskopi reflektansi bila sampel berupa logam.
Materi yang terdapat di dalam kertas dapat ditentukan secara langsung dengan pelarutan.
Kromatografi kertas selain untuk pemisahan dan analisis kuantitatif, juga sangat bermanfaat
untuk identifikasi. Hal ini dapat dilakukan misalkan dengan membuat grafik antara Rm α
terhadap jumlah kation dalam suatu deret homolog (Khopkar, 2008).

Susunan serat kertas membentuk medium berpori yang bertindak sebagai tempat untuk
mengalirnya fase gerak. Berbagai macam kertas yang secara komersial tersedia adalah
whatman 1, 2, 31 dan 3 MM, kertas asam asetil, kertas kieselgurh, kertas silikon dan kertas
penukar ion juga digunakan. Tersedia juga kertas selulosa murni, kertas selulosa yang
dimodifikasi dan kertas serat kaca. Zat - zat hidrofobik dapat dipisahkan pada kedua jenis
kertas terakhir ini. Kertas asam asetil atau kertas silikon dapat digunakan untuk zat - zat
hidrofobik, sedangkan untuk reagent yang korosif, kertas serat kaca dapat digunakan. Untuk
memilih kertas, yang menjadi pertimbangan adalah tingkat dan kesempurnaan pemisahan,
difusivitas pembentukan spot, efek tailing dan pembentukan komet serta laju pergerakan
pelarut terutama untuk teknik descending (Khopkar, 2008).

4 struktur Pemisahan protein

Struktur Primer Protein

Struktur primer protein mengacu pada urutan asam amino linier dari rantai polipeptida. Struktur
primer disebabkan oleh ikatan kovalen atau peptida, yang dibuat selama proses biosintesis
protein atau disebut dengan proses translasi. Kedua ujung rantai polipeptida yang disebut sebagai
ujung karboksil (C-terminal) dan ujung amino (N-terminal) berdasarkan sifat dari gugus bebas.
Perhitungan residu selalu dimulai pada akhir N-terminal (gugus amino, -NH2), yang merupakan
akhir dimana gugus amino tidak terlibat dalam ikatan peptida. Struktur primer protein ditentukan
oleh gen yang berhubungan dengan protein. Sebuah urutan tertentu dari nukleotida dalam DNA
ditranskripsi menjadi mRNA, yang dibaca oleh ribosom dalam proses yang disebut translasi.
Urutan protein dapat ditentukan dengan metode seperti degradasi Edman.

Struktur Sekunder Protein

Struktur sekunder mengacu sub-struktur reguler. Dua jenis utama dari struktur sekunder yaitu
alfa heliks dan beta sheet, yang diusulkan pada tahun 1951 oleh Linus Pauling. Struktur sekunder
ditentukan oleh pola ikatan hidrogen antara gugus peptida rantai utama. Struktur sekunder
mempunyai geometri reguler, yang dibatasi untuk nilai-nilai tertentu dari sudut dihedral ψ dan φ
pada plot Ramachandran.

Struktur Tersier Protein

Struktur tersier mengacu pada struktur tiga dimensi molekul protein tunggal. Alfa heliks dan beta
sheet dilipat menjadi suatu bulatan. Lipatan tersebut dikendalikan oleh interaksi hidrofobik, tapi
struktur tersebut dapat stabil hanya bila bagian-bagian protein terkunci pada tempatnya oleh
interaksi tersier yang spesifik, seperti jembatan garam, ikatan hidrogen , dan kemasan ketat rantai
samping dan ikatan disulfida.
Struktur Kuartener Protein

Struktur kuartener adalah struktur tiga dimensi dari beberapa subunit protein yang terikat
bersama. Dalam konteks ini, struktur kuaterner distabilkan oleh interaksi non-kovalen yang sama
dan ikatan disulfida sebagai struktur tersier. Kompleks dari dua atau lebih polipeptida disebut
multimer.

STRUKTUR PROTEIN
Protein yang tersusun dari rantai asam amino akan memiliki berbagai macam struktur yang khas
pada masing-masing protein. Karena protein disusun oleh asam amino yang berbeda secara
kimiawinya, maka suatu protein akan terangkai melalui ikatan peptida dan bahkan terkadang
dihubungkan oleh ikatan sulfida. Selanjutnya protein bisa mengalami pelipatan-pelipatan
membentuk struktur yang bermacam-macam. Adapun struktur protein meliputi struktur primer,
struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener (Gambar 2).

Gambar 3. Reaksi pembentukan peptida melalui reaksi dehidrasi (Voet & Judith, 2009).
Gambar 4. Struktur primer dari protein (Campbell et al., 2009).
Struktur primer merupakan struktur yang sederhana dengan urutan-urutan asam amino yang
tersusun secara linear yang mirip seperti tatanan huruf dalam sebuah kata dan tidak terjadi
percabangan rantai (Gambar 4). Struktur primer terbentuk melalui ikatan antara gugus α–amino
dengan gugus α–karboksil (Gambar 3). Ikatan tersebut dinamakan ikatan peptida atau ikatan
amida (Berg et al., 2006; Lodish et al., 2003). Struktur ini dapat menentukan urutan suatu asam
amino dari suatu polipeptida (Voet & Judith, 2009).
Struktur sekunder merupakan kombinasi antara struktur primer yang linear distabilkan oleh
ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di sepanjang tulang belakang polipeptida. Salah satu
contoh struktur sekunder adalah α-heliks dan β-pleated (Gambar 5 dan 6). Struktur ini memiliki
segmen-segmen dalam polipeptida yang terlilit atau terlipat secara berulang. (Campbell et al.,
2009; Conn, 2008).
Gambar 5. Struktur sekunder α-heliks (Murray et al, 2009).

Gambar 6. Struktur sekunder β-pleated (Campbell et al., 2009).


Struktur α-heliks terbentuk antara masing-masing atom oksigen karbonil pada suatu ikatan
peptida dengan hidrogen yang melekat ke gugus amida pada suatu ikatan peptida empat residu
asam amino di sepanjang rantai polipeptida (Murray et al, 2009).
Pada struktur sekunder β-pleated terbentuk melalui ikatan hidrogen antara daerah linear rantai
polipeptida. β-pleated ditemukan dua macam bentuk, yakni antipararel dan pararel (Gambar 7
dan 8). Keduanya berbeda dalam hal pola ikatan hidrogennya. Pada bentuk konformasi
antipararel memiliki konformasi ikatan sebesar 7 Å, sementara konformasi pada bentuk pararel
lebih pendek yaitu 6,5 Å (Lehninger et al, 2004). Jika ikatan hidrogen ini dapat terbentuk antara
dua rantai polipeptida yang terpisah atau antara dua daerah pada sebuah rantai tunggal yang
melipat sendiri yang melibatkan empat struktur asam amino, maka dikenal dengan istilah β turn
yang ditunjukkan dalam Gambar 9 (Murray et al, 2009).
Gambar 7. Bentuk konformasi antipararel (Berg, 2006).
Gambar 8. Bentuk konformasi pararel (Berg, 2006).

Gambar 9. Bentuk konformasi β turn yang melibatkan empat residu asam amino (Lehninger et al., 2004).
Struktur tersier dari suatu protein adalah lapisan yang tumpang tindih di atas pola struktur
sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antara rantai samping (gugus
R) berbagai asam amino (Gambar 10). Struktur ini merupakan konformasi tiga dimensi yang
mengacu pada hubungan spasial antar struktur sekunder. Struktur ini distabilkan oleh empat
macam ikatan, yakni ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen, dan ikatan hidrofobik. Dalam
struktur ini, ikatan hidrofobik sangat penting bagi protein. Asam amino yang memiliki sifat
hidrofobik akan berikatan di bagian dalam protein globuler yang tidak berikatan dengan air,
sementara asam amino yang bersifat hodrofilik secara umum akan berada di sisi permukaan luar
yang berikatan dengan air di sekelilingnya (Murray et al, 2009; Lehninger et al, 2004).
Gambar 10. Bentuk struktur tersier dari protein denitrificans cytochrome C550 pada bakteri Paracoccus
denitrificans (Timkovich and Dickerson, 1976).
Struktur kuarterner adalah gambaran dari pengaturan sub-unit atau promoter protein dalam
ruang. Struktur ini memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan struktur tersier yang
akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan dalam struktur ini
adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen, dan hidrofobik. Protein dengan
struktur kuarterner sering disebut juga dengan protein multimerik. Jika protein yang tersusun dari
dua sub-unit disebut dengan protein dimerik dan jika tersusun dari empat sub-unit disebut
dengan protein tetramerik (Gambar 11) (Lodish et al., 2003; Murray et al, 2009).

Gambar 11. Beberapa contoh bentuk struktur kuartener.


5 jelaskan serta metode kerja pemisahan larutan protein beserta coth

 Kromatografi fase-balik (RPC) memisahkan protein berdasarkan hydrophobicities


relatif mereka. Teknik ini sangat selektif tetapi membutuhkan penggunaan pelarut
organik. Beberapa protein didenaturasi dengan pelarut secara permanen dan akan
kehilangan fungsi selama RPC, karena metode ini tidak direkomendasikan untuk semua
aplikasi, terutama jika diperlukan untuk protein target untuk mempertahankan aktivitas.
 · Pertukaran ion kromatografi mengacu pada pemisahan protein berdasarkan biaya.
Kolom baik dapat disiapkan untuk pertukaran anion atau kation anion exchange rates
kolom berisi fase diam dengan muatan positif yang menarik protein bermuatan negatif
kation kolom pertukaran sebaliknya.,. Manik-manik bermuatan negatif yang menarik
protein bermuatan positif. Elusi dari protein target (s) dilakukan dengan mengubah pH
dalam kolom, yang menghasilkan perubahan atau netralisasi kelompok fungsional protein
bermuatan masing-masing.

 Ukuran-pengecualian kromatografi (filtrasi gel) memisahkan protein yang lebih besar


dari yang kecil, karena molekul yang lebih besar perjalanan lebih cepat melalui polimer
cross-linked dalam kolom kromatografi. Protein besar tidak masuk ke pori-pori polimer
sedangkan protein yang lebih kecil, dan lebih lama untuk melakukan perjalanan melalui
kolom kromatografi, melalui rute kurang langsung mereka. Eluat dikumpulkan dalam
serangkaian tabung memisahkan protein berdasarkan waktu elusi. Filtrasi gel adalah alat
yang berguna untuk berkonsentrasi sampel protein, karena protein target adalah
mengumpulkan dalam volume elusi lebih kecil dari pada awalnya ditambahkan ke kolom.
Teknik filtrasi yang sama dapat digunakan selama protein skala produksi besar karena
efektivitas biaya mereka.

 Afinitas kromatografi adalah teknik yang sangat berguna untuk "memoles" atau
menyelesaikan proses pemurnian protein. Manik-manik dalam kolom kromatografi
adalah cross-linked untuk ligan yang mengikat khusus untuk protein target. Protein ini
kemudian dihapus dari kolom dengan berkumur dengan larutan yang mengandung ligan
bebas. Metode ini umumnya memberikan hasil paling murni dan tertinggi aktivitas
spesifik dibandingkan dengan teknik lain.
 a. Dialisis
 Protein dapat dipisahkan dari senyawa dengan berat molekul rendah yang ada di dalam
ekstrak sel atau jaringan dengan proses dialisis. Molekul besar seperti protein ditahan di
dalam kantong terbuat dari senyawa berpori amat halus, seperti selopan. Jadi, jika
kantong yang mengandung ekstrak sel atau jaringan dimasukkan ke dalam air, molekul
kecil di dalam ekstrak jaringan, seperti garam, akan melalui pori-pori, tetapi protein
dengan berat molekul tinggi akan tertahan di dalam kantong (Lehninger, 1982).


 b. Elektroforesis
 Protein dapat juga dipisahkan satu dari yang lain oleh elektroforesis berdasarkan tanda
dan jumlah muatan listrik pada gugus R dan gugus termal asam amino dan terminal
karboksil yang bermuatan. Seperti peptida sederhana, rantai polipeptida protein
mempunyai titik isoelektrik yang khas, yang akan mencerminkan jumlah relatif gugus R
asam dan basa Kecepatan migrasi protein dalam medan listrik tergantung pada kekuatan
medan listrik, muatan protein, dan koefisian pergesekan.

 a. Kromatografi Pertukaran ion


 Kromatografi pertukaran ion merupakan metoda paling banyak yang di pergunakan untuk
memisahkan, mengidentifikasi, dan menghitung jumlah tiap-tiap asam amino di dalam
suatu campuran. Metode ini juga memanfaatkan perbedaan dalam tingkah laku asam-basa
dari asam amino, tetapi terdapat factor tambahan yang menyebabkan prosedur ini efektif.
Kolom kromatografi terdiri ari tabung panjang yang diisi oleh granula resin sintetik yang
mengandung gugus bermuatan tetap. Resin dengan gugus anion tersebut disebut resin
penukar kation, resin dengan gugus kation disebut gugus penukar anion. Dalam bentuk
kromatografi penukar ion yang paling sederhana, asam amino dapat dipisahkan pada
kolom resin penukar kation. Dalam hal ini gugus anionnya terikat.

 A. Filtrasi gel
 Merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran. Perangkaian otomatis memanfaatkan
sejumlah kecil peptida yang berukuran besar(30 sampai 100 residu). Walaupun demikian, banyak
polipeptida berbobot molekul tinggi yang telah mengalami denaturasi mengkin tidak bisa larut
karena selama denaturasi terpapar pada residu hidrofobik yang sebelumnya masih terpendam.
Meskipun ketidak larutan dapat diatasi dengan pemberian urea, alcohol, asam atau basa organic,
keadaan ini membatasi penggunaan selanjutnya teknik pertukaran ion untuk permurnian peptida.
Namun, filtrasi gel terhadap peptida hidrofobik yang besar dapat dilakukan dalam asam asetat
atau asam format 1-4 molar.

Anda mungkin juga menyukai