BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang paling banyak dijumpai pada anak usia sekolah dasar (Kinsborne, 1996).
Pada tahun 1902 sindrom hiperaktivitas pada anak sudah mulai dikenal (Goldman
dkk., 1998). Anak yang mengalami hiperaktivitas dapat dikaitkan dengan anak
1997). Sebelum tahun 1980 para klinikus yang bukan berasal dari Amerika
mengalami kesulitan dalam melakukan diagnosis karena tidak ada kriteria yang
jelas. Sekitar tahun 1987, para ahli kesehatan Amerika Serikat memasukkan
diagnosis ADHD ini dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
kejadiannya 1-12%, Inggris kurang dari 1%, dan Cina berkisar 3-12% (Man,
1992). Sementara di Indonesia, dalam populasi anak sekolah, ada 2-4 % anak
sebesar 6,68%. Setiap kelas sekolah dasar diperkirakan 2-3 anak dengan
1
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA TERAPI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER DI RSUP DR. 2
SARDJITO YOGYAKARTA
TIFFANI ESTHA PRAMUDITA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
ADHD atau 1-2 di antara 10 anak sekolah dasar mengalami ADHD (Wiguna,
Hiperaktif (SPPAHI) adalah sebesar 26,2%. Dari data yang ada kasus anak
dengan ADHD dapat dibilang cukup besar, namun kesadaran masyarakat akan
dr. Sardjito tahun 2011 menunjukkan bahwa kasus ADHD merupakan kasus
kedua terbesar setelah gangguan emosi dan perilaku. Hal tersebut mendukung
satu gangguan perkembangan paling sering dijumpai di masa anak (Anglod dkk.,
2002; Barkley, 2006). Selain itu ADHD juga merupakan kondisi kesehatan
kronik anak (berusia muda sampai sekolah) yang paling sering terjadi dan
obat untuk anak ADHD masih sulit ditemukan. Sebagian besar penelitian
memiliki fokus pada aspek sosial seperti peran serta orang tua dan guru pada
farmasis, pengetahuan tentang obat yang tepat digunakan untuk terapi menjadi
kebutuhan yang sangat penting, melihat dari banyaknya kasus ADHD yang
farmasis dapat memberikan informasi yang sesuai kepada orang tua agar dapat
B. Rumusan Masalah
ADHD di RSUP Dr. Sardjito pada periode 2014 sudah tepat berdasarkan
standar terapi pada Standar Pelayanan Medik yang disusun oleh Ikatan
Keseharan (PMK) RI no. 330 tahun 2011 tentang Pedoman Deteksi Dini
GPPH pada Anak serta Penanganannya, yang meliputi tepat indikasi, tepat
C. Tujuan Penelitian
Sardjito
Instalasi Tumbuh Kembang Anak RSUP Dr. Sarjdito selama periode 2014.
Standar Pelayanan Medik yang disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia edisi
3 cetakan 2 tahun 1998 dan PMK no. 330 tahun 2011 tentang Pedoman
Deteksi Dini GPPH pada Anak serta Penanganannya, yang meliputi tepat
D. Manfaat Penelitian
2. Sebagai bahan evaluasi penggunaan obat pada terapi anak ADHD di RSUP
Dr. Sardjito.
penelitian selanjutnya.
E. Tinjauan Pustaka
psikiatri yang paling sering dijumpai pada anak usia prasekolah, meliputi
dari 1%, dan Cina berkisar 3-12% (Man, 1992). Penelitian yang dilakukan
Gamayanti (2000) didapatkan prevalensi ADHD pada murid TK nol kecil se-
3 anak dengan ADHD atau 1-2 dari 10 anak sekolah dasar mengalami ADHD
(Wiguna, 2007).
perkembangan yang paling sering dijumpai di masa anak (Anglod dkk., 2002;
Barkley, 2006). Selain itu ADHD juga merupakan kondisi kesehatan kronik
anak (berusia muda sampai sekolah) yang paling sering terjadi dan dijumpai
Saputro, 2004).
Penyebab dari ADHD sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Faktor genetik masih menjadi peran utama yang penting dalam terjadinya
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak (Wender & Solanto,
1996). Menurut Biederman dkk (1995), dalam Davison dkk., (2006), bila orang
otak yang berhubungan dengan fungsi pelaksana aktivitas dan pengaturan diri
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA TERAPI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER DI RSUP DR. 6
SARDJITO YOGYAKARTA
TIFFANI ESTHA PRAMUDITA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
(Rief, 2008). Ibu hamil yang merokok juga memiliki risiko yang lebih besar
anaknya terkena ADHD daripada ibu hamil yang tidak merokok. Penelitian yang
yang lebih parah 2,5 kalinya dibandingkan dengan ibu yang tidak merokok
korteks serebri dan adanya resistensi terhadap hormon tiroid disebut juga dapat
(Kinsborne, 1996). Namun hanya sekitar 5-10 % dari kasus anak-anak ADHD
ADHD. Beberapa tempat di otak yang berfungsi abnormal pada individu ADHD
callosum dan dua daerah ganglia basalis yaitu globus pallidus dan nucleus
di USA telah menunjukkan bahwa anak ADHD memiliki area globus pallidus dan
nucleus caudatus yang secara bermakna lebih kecil daripada anak pada umumnya.
Kedua jaringan ini di otak berfungsi melakukan koordinasi lalu lintas transmisi
rangsang saraf pada berbagai area di korteks (Noe dkk., 2000). Hipofungsi
dopamin dan noradrenalin juga ditemukan pada anak ADHD, yang mana
gejala ADHD pada anak yang telah memiliki faktor bawaan. Beberapa faktor
penyebab ADHD seperti ibu yang merokok, anak terlalu banyak mengkonsumsi
(Durand dan Barlow, 2006); serta keracunan logam berat pada anak yang sudah
tugas. Seringkali pikiran mereka tampak berada di tempat berbeda dan seolah
tidak mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh orang lain. Mungkin akan
sering berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain tanpa adanya penyelesaian.
penuh seperti tugas sekolah atau karya ilmiah. Dalam konteks sosial, gejala yang
orang lain, dan tidak mengikuti detail atau aturan dari suatu permainan maupun
dapat duduk tenang, berlarian kesana kemari dalam kondisi dan situasi yang tidak
tepat (seperti berada dalam kelas), atau berbicara dengan antusiasme tinggi.
Gejala yang muncul bervariasi sesuai dengan umur dan tingkat perkembangan
individu. Anak-anak usia belum sekolah memiliki keaktifan yang lebih jika
hal-hal tidak terduga seperti melompat dan memanjat perabotan rumah tangga
(lemari, meja, kursi), berlarian di dalam ruangan dan sulit untuk berbaur dengan
teman sebayanya. Pada anak usia sekolah, mereka memiliki symptom yang serupa
namun lebih rendah intensitasnya. Tiba-tiba berdiri saat makan, menonton tv, atau
ketika mengerjakan tugas sekolah, dan membuat suara-suara dalam kegiatan yang
Permasalahan lain yang timbul akibat ADHD ini antara lain adalah
orangtua dan guru pada umumnya sulit untuk memahami dan menerima anak
dengan ADHD, guru menganggap anak-anak ini bodoh, malas atau acuh tak
acuh di dalam kelas. Hal ini akan semakin parah bila problem perilaku
melingkar seperti lingkaran setan, yang sebenarnya dapat dihindari. Anak dapat
(Flanagen, 2005).
antaranya adalah:
justru akan berkembang semakin jelas pada usia-usia selanjutnya (Durand dan
ketahui tanpa menghilangkan informasi yang lama (Taylor dan Houghton, 2008).
sosialnya jika tidak teratasi maka ke depannya dia akan menjadi pribadi yang anti
sosial.
dan impulsif (Hadman, 1990). Banyak kasus anak-anak ADHD yang tidak sadar
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA TERAPI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER DI RSUP DR. 10
SARDJITO YOGYAKARTA
TIFFANI ESTHA PRAMUDITA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
bahwa ia dikucilkan oleh komunitas dan tidak memiliki pertemanan yang ‘setia’
(Rief, 2008). Mereka akan kehilangan perhatian dan konsentrasi pada pelajaran
dinding, suara di luar kelas, dan sebagainya (Rief, 2008). Masalah lain yang
membedakan huruf ‘b’ dengan ‘d’, ‘p’ dengan ‘d’, dan ‘w’ dengan ‘m’
Kunci dari tindakan yang diambil untuk evaluasi, diagnosis, terapi dan
monitoring anak ADHD adalah deteksi sejak dini bagi mereka yang berusia 4-18
ADHD adalah gangguan neurobehavioral yang paling sering muncul pada anak
dan remaja yaitu mencapai 8% dari populasi (Visser dkk., 2007). Jumlah ini jauh
lebih besar dari kapasitas yang dapat ditampung oleh lembaga kesehatan mental.
ADHD bagi anak usia prasekolah (4-5 tahun) dan remaja (Egger dkk., 2006).
Acuan yang sering digunakan oleh para profesional dalam diagnosis ADHD
penelitian yang dilakukan menyeluruh (APA, 2000). Susunan proses diagnosa dan
Tabel II. Susunan pemeriksaan ADHD berdasarkan PMK no. 330 tentang Pedoman Deteksi
Dini GPPH pada Anak serta Penanganannya tahun 2011
Susunan urutan (algorithm) pemeriksaan ADHD :
c. Dirujuk pada Psikiater anak atau Dokter spesialis anak atau keduanya untuk
dilakukan pemeriksaan:
1) Pemeriksaan fisik:
- Skrining terhadap keracunan timah hitam, anemia defisiensi Fe, dan defisiensi
nutrisi lainnya
- Pemeriksaan neurologik lengkap, termasuk tes perseptual motorik untuk
menyingkirkan defisit neurologik fokal
- Pemeriksaan kelenjar gondok
2) Wawancara riwayat penyakit
- Riwayat antenatal dan peri natal
- Riwayat perkembangan psikomotorik
- Riwayat ritme tidur
- Riwayat keluarga
- Riwayat sekolah (rapor, skrining potensi-prestasi)
- Riwayat medik terutama trauma kepala, infeksi, alergi dan neurologik
3) Pemeriksaan intelegensi, kesulitan belajar dan sindrom otak organik
- Tes Intelegensi (Weschler Intelligence Scale for Children)
- Tes Woodcock-Johnson
4) Pemeriksaan psikometrik/kognitif-peseptual
- Continous Performance Test (Test of Variable of Attention/TOVA)
- Wisconsin Card Sort
- Stroop Color Word Test
5) Evaluasi situasi rumah untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh lingkungan
6) Apabila hasil pemeriksaan sesuai kriteria diagnosa ADHD (berdasarkan DSM-IV
atau PPDGJ III) segera dimulai pengobatan dengan psikostimulan.
7) Pemeriksaan dan monitor efek samping , efektifitas pengobatan setiap 3 bulan.
Pengobatan dengan farmakoterapi lain dapat dipertimbangkan.
impulsif, dan tipe campuran. Tipe inatensi didapat jika terdapat minimal enam
dari sembilan kriteria selama jangka waktu enam bulan. Sembilan kriteria tersebut
yaitu:
2. Sulit memperhatikan
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA TERAPI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER DI RSUP DR. 12
SARDJITO YOGYAKARTA
TIFFANI ESTHA PRAMUDITA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3. Tidak mendengarkan
8. Beralih ke stimulus
9. Melupakan aktivitas
Tipe hiperaktif bila terdapat enam kriteria selama enam bulan yaitu:
1. Gelisah
4. Sulit diam
6. Bercakap-cakap berlebihan
kriteria yaitu enam dari kriteria hiperaktif ditambah tiga kriteria tambahan,
meliputi:
tambahan/khusus yang akan diperoleh dari sekolah. Meskipun saat ini banyak
anak-anak yang sudah mendapat pendidikkan usia dini, biasanya para staf
(DuPaul, 2007). Alat ukur yang dapat digunakan untuk diagnosis standar adalah
daftar tilik yang berisi gejala-gejala klinis GPPH pada anak yang berusia 6-
13 tahun yang dapat digunakan oleh guru, dokter, dan orangtua. SPPAHI
terdiri dari 35 butir pernyataan ini dikembangkan oleh Dr. dr. Dwijo Saputro,
gejala klinis ADHD yang dinilai dari waktu ke waktu (Saputro, 2004). Kondisi
khusus yang terjadi saat gejala ADHD tampak pada masa remaja sangat
2. Terapi ADHD
menunjukkan bahwa pengobatan multi modal memberikan hasil yang lebih baik
Dalam PMK RI no. 330 tahun 2011 disebutkan bahwa terapi obat
psikostimulan atau stimulan telah lama digunakan dalam pengobatan anak dengan
obat stimulan dilakukan (Chiarello dan Cole, 1987). Pemakaian obat stimulan
untuk anak ADHD di Amerika Serikat lebih kurang 750.000 anak per hari
(Greenhill, 1992). Obat-obatan yang sering digunakan pada golongan ini yaitu
(Wilens dan Biederman, 1992). Metilfenidat merupakan salah satu obat golongan
stimulan sistem saraf pusat ringan yang memiliki sistem kerja serupa dengan
amfetamin. Obat ini akan melepaskan amin bogenik (noradrenalin, dopamin, dan
masuk akal, namun pada satu hasil percobaan terdapat peningkatan keuntungan
dilaporkan adalah meurunnya nafsu makan, sulit tidur, ansietas, dan irritability.
Beberapa anak juga dilaporkan mengalami nyeri perut dan sakit kepala ringan.
Sebagian besar efek samping tidak pernah menjadi masalah besar dan akan hilang
dengan penurunan dosis (NIMH, 2015). Obat lain yang bukan golongan stimulan
atomoxetine lebih cenderung memiliki pikiran untuk bunuh diri daripada anak-
anak dan remaja dengan ADHD yang tidak (FDA, 2005). Efek ini dapat muncul
tiba-tiba sehingga sangat penting untuk memperhatikan perilaku anak setiap hari.
Tanyakan jika ada orang lain yang menghabiskan banyak waktu dengan anak
dokter segera apabila terlihat perilaku yang tidak biasa. Sementara konsumsi
atomoxetine , anak harus sering dibawa ke dokter terutama pada awal pengobatan
(NIMH, 2015).
Obat-obatan lain yang dapat diberikan pada terapi anak ADHD yaitu
dosis rendah, dengan peningkatan dilihat dari perkembangan yang dicapai dan
efek samping yang ada (Anonim, 2011). Pada awal pengobatan, biasanya anak
dengan diagnosa ADHD tidak langsung diberikan metilfenidat sebagai terapi obat.
jika perlu sebagai suplemen otak untuk menunjang kinerja anak. Pemberian
beberapa neurotransmiter pada otak (Arnold & Jensen, 2003). Kekurangan tiamin
(vitamin B1) dapat menyebabkan timbulnya ansietas pada anak. Penelitian yang
norefinefrin yang berperan dalam pembentukan DNA dan sel baru (Barkley,
2001). Asam folat merupakan kelompok vitamin B kompleks yang juga menjadi
unsur penting dalam pembentukan DNA dan sel baru terutama sel darah merah.
dkk., 1991).
suatu pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA TERAPI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER DI RSUP DR. 17
SARDJITO YOGYAKARTA
TIFFANI ESTHA PRAMUDITA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. Salah satu syarat utama untuk
Besar Ikatan Dokter Indonesia (tahun 1998) pertimbangan terapi pada anak
1. Gangguan Penyesuaian
stresor psikososial yang nyata yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari
akan tetapi tidak bertaraf malapetaka, yang awal timbulnya dlam waktu kurang
Tatalaksana terapi:
diri sendiri atau orang lain. Konsultasi bisa kepada Dokter Spesialis Penyakit Jiwa
Lama pengobatan minimal 1 minggu dan masa pemulihannya paling sedikit dua
2. Gangguan Hiperkinatik
memusatkan perhatian dan aktivitas berlebihan, terjadi pada lebih dari satu situasi
(misalnya di rumah, sekolah, atau klinik). Gangguan ini memiliki definisi yang
paling dekat dengan ADHD yang dijelaskan dalam DSM-IV dan PMK RI no. 330
Tatalaksana terapi:
Perawatan di rumah sakit secara rawat jalan dengan konsultasi pada Dokter
Spesialis Penyakit Jiwa dan Dokter Spesialis Saraf. Terapi farmakologinya yaitu
menjelang remaja, atau muncul gangguan tingkah laku dan gangguan kepribadian
antisosial.
Tatalaksana terapi:
Rawat inap di rumah sakit jika membahayakan diri dan lingkungan. Terapi
farmakologis yang diberikan yaitu haloperidol 1-6 mg/hari atau imipramin 25-75
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA TERAPI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER DI RSUP DR. 19
SARDJITO YOGYAKARTA
TIFFANI ESTHA PRAMUDITA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mg/hari, dan Metilfenidat (Ritalin) 2,5-10 mg/hari (bila kondisi ini didasari atau
terapi perilaku dan terapi keluarga. Lama perawatan minimal dua minggu dan
masa pemulihan paling cepat 6 bulan. Konsultasi dengan dokter spesialis penyakit
jiwa, dokter spesialis saraf dan psikolog untuk mendukung proses terapi. Outcome
Dibagi menjadi 2 yaitu gangguan cemas perpisahan pada anak dan gangguan
Tatalaksana terapi:
Perawatan rumah sakit rawat jalan disertai konsultasi dengan dokter spesialis
penyakit jiwa, dokter spesialis saraf, dokter spesialis anak, dan psikolog. Terapi
Dini GPPH pada Anak serta Penanganannya tujuan dari terapi adalah
memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-
pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk suatu kemampuan
adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai tingkat perkembangan anak.
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA TERAPI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER DI RSUP DR. 20
SARDJITO YOGYAKARTA
TIFFANI ESTHA PRAMUDITA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Tabel III. Obat-obat yang digunakan dalam terapi Psikofarmaka pada anak GPPH
berdasarkan PMK No. 330 tahun 2011
Metilfnidat
(Extended
Release)
1.Sodas
Dosis dimulai dengan Insomnia, Tidak dianjurkan
(Spheroidal Oral
Drug Absorption 20 mg/hari. penurunan nafsu pada pasien dengan
System) 20 mg.
Umumnya diberikan makan dan berat kecemasan tinggi,
satu kali sehari pada badan, sakit tics motorik, dan
pagi hari. Dosis kepala, iritabel. riwayat keluarga
ditingkatkan sampai dengan sindrom
maksimal 60 mg/hari. Tourette.
Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat yang sesuai
dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang
paling murah untuk pasien dan masyarakat (WHO, 1985). Dalam Modul
tahun 2011 secara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi
kriteria:
a. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika
diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA TERAPI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER DI RSUP DR. 22
SARDJITO YOGYAKARTA
TIFFANI ESTHA PRAMUDITA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga
diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya
dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek
d. Tepat Dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi
obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan
rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping.
Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi
yang diharapkan.
Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik
tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar
mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari
(misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang
harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum
Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama
pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat
yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan
yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah
pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat
pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita
j. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta
tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Untuk efektif dan aman serta
terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam
keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis. Untuk
jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan CPOB
(Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen
k. Tepat informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam
tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami
efek samping.
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan
pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT PADA TERAPI ANAK ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY
DISORDER DI RSUP DR. 25
SARDJITO YOGYAKARTA
TIFFANI ESTHA PRAMUDITA
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien.
Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien
minum/menggunakan obat
6) Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau
efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan
F. Keterangan Empiris
penggunaan obat pada terapi anak ADHD yang menjalani rawat jalan di RSUP
Dr. Sardjito, dan kesesuaiannya berdasarkan Standar Pelayanan Medik oleh Ikatan
Dokter Indonesia tahun 1998 dan PMK RI Nomor 330 tahun 2011 tentang
Pedoman Deteksi Dini GPPH pada Anak serta Penanganannya yang meliputi