(DETERMINASI LINGKUNGAN)
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Seminar
Masalah-masalah/Isu-isu Lingkungan
Kelas B
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2011
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan dan kekuatan kepada kami untuk menyeleseikan makalah ini. Tidak
lupa sholawat serta salam tetap kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
uswah dan pembimbing kami dari zaman jahiliyyah menuju islam yang
membawa cahaya penerang
Sajian berupa makalah ini ditujukan untuk menyeleseikan tugas Seminar
Masalah/isu-isu Lingkungan. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat
memberikan wawasan bagi semua mahasiswa khususnya jurusan administrasi
publik.
Akhir kata penyususn mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga
kepada semua pihak yang telah membantu menyeleseikan makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwasannya makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu perbaikan yang lebih lanjut akan kami teruskan. Kami
menharap saran, kritik, dan masukan dari semua pihak untuk perbaikan makalah
ini. Semoga dalam makalah ini akan semakin membantu dalam memperkaya
khazanah ilmu.
2
DAFTAR ISI
Daftar gambar…………………………………………………………………………...4
Pendahuluan ……………………………………………………………………………5
Iklim ……………………………………………………………………………………..14
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar
4
PENDAHULUAN
5
benar maupun disenangi oleh orang banyak dan tentunya kita mempunyai
banyak teman yang selalu mendukung orang tersebut.
Sedangkan sebaliknya jika beradaptasi dan bergaul dengan pergaulan
lingkungan yang salah maka pastinya orang itu akan jadi individu yang salah
pula. Hal ini dikarenakan orang itu mencontoh dari tingkah laku lingkungannya
tersebut. Orang itu memperhatikan dari gerak gerik sikap masyarakat dan
lingkungan yang ada disekitarnya. Dengan hal ini yang membuat seseorang
menjadi mengikuti adaptasi pergaulan lingkungan tersebut. Dengan pergaulan
yang salah seperti ini mempunyai dampak yang buruk untuk orang tersebut,
seperti pastinya akan dijauhi banyak orang, tidak disenangi orang lain dan selalu
dikucilkan oleh orang banyak. Lingkungan banyak memberi kita motivasi dalam
diri kita. Lingkungan juga dapat memberikan kita semangat dan dapat juga
memberikan sebuah inspirasi kita dalam bertindak. Untuk selanjutnya tergantung
diri pribadi yang mengatur,menyaring dan mengembangkan setiap hal-hal yang
ada dilingkungan tersebut.
6
1.1 Gambar Hubungan Lingkungan Dengan Kebudayaan
kondisi biologis manusia, maka perlu untuk merunut migrasi dari kelompok untuk
melihat kondisi lingkungan tempat mereka berevolusi. Pendukung utama
pendapat ini diantaranya Ellen Churchill Semple, Ellsworth
Huntington, Thomas Griffith Taylor dan mungkin pula Jared Diamond, walau
statusnya sebagai pendukung determinisme lingkungan masih diperdebatkan.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Determinisme_lingkungan).
Teori determinisme lingkungan yang menyatakan bahwa lingkungan
dapat membentuk kebudayaan manusia ini berlangsung sampai tahun 1920an.
Faktor lingkungan bukan saja menentukan karakteristik kebudayaan tetapi juga
membentuk kebudayaan. Seluruh aspek kebudayaan manusia dan tingkah laku
disebabkan secara langsung oleh pengaruh lingkungan. (Mukhlis, Maulana
dalam http//:blog.unila.ac.id/maulana).
Determinisme (khususnya determinisme kausal) adalah konsep bahwa
peristiwa dalam diberikannya paradigma terkait oleh kausalitas sedemikian rupa
bahwa setiap negara (dari suatu obyek atau peristiwa) benar-benar, atau
setidaknya untuk beberapa derajat besar ditentukan oleh Negara-negara
sebelumnya. Dalam fisika prinsip ini dikenal sebagai penyebab-dan-efek atau
timbal balik. Determinisme juga merupakan nama yang lebih luas filosofis
pandangan, sebagai dugaan bahwa setiap jenis aktivitas, termasuk manusia
kognisi (perilaku, keputusan, dan tindakan) adalah kausal ditentukan oleh
peristiwa sebelumnya. Dalam argument filosofis, konsep determinisme dalam
domain tindakan manusia sering dikontraskan dengan kehendak bebas.
Argument disebut indeterminisme (dinyatakan “nondeterminism”) meniadakan
kausalitas deterministik sebagai factor dan menentang argument deterministic.
Determinis percaya setiap sistem ditentukan sepenuhnya diatur oleh hukum-
hukum sebab-akibat yang dihasilkan hanya dalam satu Negara mungkin setiap
titik waktu. Sebuah perdebatan dalam determinisme ada tentang ruang lingkup
7
1.2 Gambar Hubungan Manusia dengan Lingkungan
8
diperlukan untuk memenuhi tujuan kekuasaan kolonial. Determinisme iklim yang
sangat dipelajari oleh Ellsworth Huntington .
Determinisme lingkungan telah diadopsi oleh bidang desain perkotaan
untuk menggambarkan dampak lingkungan yang dibangun mungkin pada
perilaku. Ini adalah dasar dari konsep Pencegahan Kejahatan Melalui Desain
Lingkungan (CPTED) yang mencoba untuk memodifikasi perilaku mengganggu
melalui desain yang sesuai dari lingkungan fisik. Konsep ini juga merupakan
dasar ruang aktif yang mencoba untuk mendorong kegiatan melalui desain
sebuah ruang. Sepanjang studi geografi, ada sejumlah pendekatan yang
berbeda untuk menjelaskan perkembangan masyarakat dunia dan budaya. Salah
satu yang menerima banyak menonjol dalam sejarah geografis, tetapi telah
menurun dalam beberapa dekade terakhir penelitian akademik determinisme
lingkungan. Determinisme lingkungan adalah keyakinan bahwa lingkungan
(terutama faktor fisik seperti bentang alam dan / atau iklim) menentukan pola
kebudayaan manusia dan pembangunan sosial. Lingkungan determinis percaya
bahwa itu adalah faktor-faktor lingkungan, iklim, dan geografis saja yang
bertanggung jawab untuk budaya manusia dan keputusan individu dan / atau
kondisi sosial hampir tidak berdampak pada pengembangan kebudayaan.
Argumen utama determinisme lingkungan menyatakan bahwa
karakteristik fisik daerah seperti iklim memiliki dampak yang kuat terhadap
prospek psikologis penghuninya. Pandangan ini bervariasi kemudian menyebar
ke seluruh populasi dan membantu menentukan keseluruhan perilaku dan
budaya suatu masyarakat. Misalnya dikatakan bahwa wilayah di daerah tropis
kurang berkembang daripada lintang yang lebih tinggi karena cuaca terus hangat
di sana membuat lebih mudah untuk bertahan hidup dan dengan demikian, orang
yang hidup di sana tidak bekerja keras untuk menjamin kelangsungan hidup
mereka. Contoh lain dari determinisme lingkungan akan teori bahwa negara
kepulauan memiliki ciri-ciri budaya yang unik semata-mata karena isolasi mereka
dari masyarakat kontinental.
10
Semenanjung Arab. Ibnu Khaldun , seorang sosiolog Arab dan sarjana, secara
resmi dikenal sebagai salah satu determinis lingkungan pertama. Dia hidup
1332-1406, yang saat ia menulis sejarah dunia yang lengkap dan menjelaskan
bahwa kulit manusia gelap disebabkan oleh iklim panas Sub-Sahara Afrika.
11
yang terlihat dalam berbagai studi oleh para ahli antropologi, seperti Vayda
(1961; 1967), Rappaport (1967; 1968; 1971), Harris (1966), dan Leeds (1965).
Dua dari empat aliran ini (etnoekologi dan ekosistemik materialistik atau ekologi
fungsional) masih tetap populer hingga kini (Ahimsa, 1994; 1-6).
Sebagai sebuah pendekatan, masing-masing mereka memiliki sejumlah
asumsi-asumsi yang melatarbelakangi cara pandang terhadap persoalan dalam
studi antropologi ekologi, yang kemudian tentu saja mencirikan bagaimana
paparan dalam temuan-temuan studinya. Seperti apakah sejumlah asumsi
tersebut, dan bagaimanakah pandangan mereka tentang relasi manusia dan
lingkungannya? Hal inilah yang akan menjadi pembicaraan utama dalam tulisan
ini, dengan tulisannya Alfred L. Kroeber (Relations of Environmental and Cultural
Factors) sebagai acuan pembahasan. Apa yang dikemukakan oleh Kroeber
dalam tulisannya, akan coba diulas kembali dan diungkap melalui simplifikasi,
dengan penyertaan penalaran serta kritik pembelajaran yang hadir di beberapa
bagian dalam paper ini.
Jika coba diartikan, maka judul tulisan yang diajukan Kroeber ini memiliki
pengertian sebagai “Relasi-relasi dari Lingkungan dan Faktor-faktor
Kebudayaan”. Dalam tulisannya, Kroeber mengawali dengan mengajukan
asumsi tentang kebudayaan; bahwa di satu sisi, kebudayaan menempati posisi
keutamaan ketika dipahami dalam satuan faktor-faktor budaya, tetapi pada sisi
yang lain; kebudayaan ternyata tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa
referensi non-cultural yang dalam hal ini disebut dengan ‘Lingkungan’, yang
memiliki relasi besar terhadap kondisi dimaksud.
Kroeber kemudian mencoba membuktikan asumsinya melalui ilustrasi
fenomena sosial-budaya dengan setting enam negara bagian Amerika, dan
12
dengan aktivitas pertanian (khususnya jagung) sebagai basis tinjauan atas
praktik kebudayaan. Enam negara bagian dari Amerika Serikat yang merentang
selaksa peregangan sabuk (dari Ohio ke Nebraska), merupakan daerah produksi
tamanan jagung yang dapat memasok hampir separuh dari jumlah kebutuhan
dunia akan jagung. Rentangan ini juga merupakan wilayah yang didiami oleh
orang-orang Indian (American native people), yang juga menggemari tanaman
jagung sebagai salah satu sumber daya pangan.
Kroeber menyatakan bahwa telah terjadi perubahan (pasang-surut) dalam
hasil produksi pertanian tanaman jagung di rentangan wilayah tersebut. Akan
tetapi, menurut Kroeber ini bukan hanya pada persoalan tanaman maupun
sesuatu yang fundamental dalam metode peningkatannya. Ini merupakan faktor
ekstrinsik untuk budidaya itu sendiri yang telah mengubah wilayah pertumbuhan
jagung berskala rendah, menjadi salah satu spesialisasi yang sukses. Faktor-
faktor itu adalah: kebudayaan, hewan domestik, kebutuhan ekonomi dan fasilitas
distribusi, metode transportasi, serta mesin-mesin maupun perlengkapan yang
seringkali tidak terbukti. Di sini Kroeber menekankan pada kita, bahwa
lingkungan (alam) juga mengingatkan hal yang sama sebagaimana pandangan
maupun tanggapan kita terhadap kebudayaan tersebut.
Kegiatan pertanian jagung, perilaku ekonomi dan praktik subsistensi
lainnya, yang cenderung mengacu pada aktivitas budaya; menurut Kroeber
sangat jelas terkondisikan oleh faktor ‘alam’, seperti iklim, tanah, dan drainase.
Suatu musim dengan cuaca dingin (permukaan hamparan diselimuti es) harus
menghangat dan berlangsung cukup lama, kemudian curah hujan juga harus
mencukupi, dan berbagai hal terkait selanjutnya. Bilamana kondisi ini tidak
terpenuhi, maka keterbatasan pertumbuhan tanaman jagung akan terjadi.
Ketidakmampuan seperti ini cenderung berpeluang untuk mempengaruhi seluruh
kebudayaan menjadi tidak dapat melakukan aktivitas bertani. Akan tetapi, tentu
saja akan ada perbedaan yang terjadi sesuai situasi di suatu lokasi. Hal ini
diungkap oleh Kroeber dengan wilayah California (di timur) dan Kanada (di utara)
sebagai ilustrasi pembanding.
Di kawasan Teluk California, bentangan alam sangat mendukung dalam
menyediakan sumber daya pangan, sehingga dapat menyebabkan populasi
penduduk dengan wilayah non-pertanian menjadi lebih padat. Kroeber meyakini
bahwa budaya lokal dengan kondisi alam semacam ini akan mampu
berkembang dengan berbagai tingkat kekuatan dan dengan kemerdekaan, dan
tentu saja dengan tetap berada di sekitar lokus (alam dan budaya) tersebut.
Sementara itu di utara, tidak ada pasokan pangan (alam) yang sebanding, dan
diketahui bahwa jumlah populasi pemburu juga tergolong kecil. Hal ini kemudian
menempatkan mereka pada posisi ketergantungan, ‘keterbudayaan’, dan pada
populasi pertanian yang berdekatan. Pada nada yang sama, medium
kebudayaan menjadi tercairkan oleh kemunginan aktivitas subsistensi terkecil,
yakni banyaknya unsur/elemen dari budaya pertanian yang gagal untuk
mendapatkan atau menghasilkan tumpuan maupun pijakan ke wilayah timur.
Dengan ilustrasi singkat tersebut, Kroeber berusaha meyakinkan kita
bagaimana faktor lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan kebudayaan.
Ia kemudian mengatakan bahwa hal itu telah menunjukkan adanya kesepakatan
antara area (budaya dan alam) sebagai suatu satuan ‘ruang’.
13
Vegetasi Alam
Iklim
Iklim dianggap sebagai suatu hal yang bersifat insiden daripada
sistematis sebagai pertimbangan pemikiran dalam tulisan Kroeber, dan tentu
saja bukan suatu hal yang mudah untuk menyepakati pemikiran semacam ini.
Sebagian besar karena komposisinya; suhu udara, curah hujan, rezim musim,
dan faktor alam (minor) lainnya –kesemuanya merupakan varian dengan
berbagai pengaruhnya. Karakter suhu udara mungkin sama di dua daerah,
namun hujan menyebabkan mereka sangat bervariasi sebagai habitat budaya,
atau sebaliknya. Suatu klasifikasi iklim juga bertanggung jawab atas
pembentukan suatu kebudayaan, dan Kroeber mencoba menjelaskan
pemikirannya itu melalui monografi oleh Russell. Dari monografi itu, Kroeber
memproduksi kembali ‘dua peta’ dalam bentuk yang lebih disederhanakan. Peta
1, menunjukkan karakter iklim kering di Amerika Serikat yang diklasifikasikan
menjadi iklim dingin dan panas di daerah padang rumput (steppe/S); kemudian
iklim dingin dan panas (juga terik) di daerah gurun (desert/W). Peta ini mencoba
menunjukkan bagaimana hubungan antara geografi dan kebudayaan, distribusi,
dan juga keterhubungan dari beberapa area, sebagai berikut:
Batas barat padang rumput dan gurun berhadapan dengan iklim lembab
(humid) berada di bawah sebelah timur dari dinding Cascades-Sierra di
Nevada. Lembah (valley) San Joaquin merupakan lahan kering atau
tanah gersang yang di tengahnya merupakan gurun/padang pasir. Di
wilayah pesisir, iklim ker ing diawali dari perantaraan Santa Barbara dan
Los Angeles, berlanjut menuju ke Selatan. Maka, tidak hanya semua
wilayah pesisir di Northwest-Amerika Serikat, tapi ternyata sebagian
besar dari kebudayaan di California berkarakter lembab (humid);
sedangkan selatan-California cenderung beraneka ragam, baik lembab
maupun kering. Orang Achomawi dan Washo masih hidup terutama di
daerah yang beriklim lembab.
Di timur, batas wilayah padang rumput-lembab kerap mengikuti ratusan
meridian. Sebagian besar dataran (plains; suatu bentangan daerah yang
dibedakan dengan prairie; rumput yang luas sekali dan cenderung tanpa
pohon) itu terletak di padang rumput (stepa). Batas iklim yang diberikan
dapat dianggap tidak terlalu jauh dari batas timur dari rentang yang lama,
budaya prehorse bersandar pada habitat Rocky Mountain dengan
serangan musiman ke dataran.
14
Sejarah dan prasejarah budaya Pueblo terletak di padang rumput/steppe.
Wilayah garapan orang-orang Pueblo pada gurun/padang pasir yang
panas adalah di daerah paling bawah –Rio Grande, Chihuahua, Hulu dan
Gila (middle), dan bagian (phases) Selatan-Nevada, semuanya
cenderung merupakan orang pemondok sementara; Gurun dingin juga
meluas hingga ke San Juan yang memanjang seperti sebuah lengan.
Orang-orang purbakala non-Pueblo yang menggemari penggunaan
benda-benda budaya berkesan/berwarna merah (red-on-buff) berpusat di
‘Gua’ dan berbaring sepenuhnya di wilayah padang gurun; sebagaimana
sejarah budaya ‘Colorado’ dalam jumlah kecil, yang berada di padang
pasir terik. Wilayah budaya Great Basin sebagian besar terletak di
padang rumput dan hampir semua di lahan kering/ tanah gersang yang
beriklim dingin/sejuk. Di Nevada, iklim gurun berlaku, tapi rusak oleh
hampir selusin rentangan paralel yang menyebabkannya meningkat
menjadi iklim stepa.
Garis batas yang memisahkan iklim dingin dari iklim panas yang kering,
diperkirakan memisahkan suku-suku Plains utara dari suku-suku Plains
selatan. Hal ini juga memisahkan wilayah yang diduduki oleh Pueblos –
keduanya baik di awal dan akhir dari wilayah tersebut hingga ke selatan,
yang dimiliki oleh mereka hanya untuk sementara waktu (satu kali saja).
Tapi hal ini kelihatannya tidak sesuai dengan signifikansi etnis atau
budaya utama (menonjol) di Nevada dan California.
Peta kedua Russell menunjukkan variasi curah hujan musiman di wilayah
barat-Amerika Serikat. Pada peta kedua, Kroeber telah memadatkannya
(meringkas) menjadi tiga peta. Jenis pertama (wilayah barat) disesuaikan
dengan tipenya Russell ‘S’ dan ‘SF’ (musim panas yang kering, dan musim
dingin yang basah), dengan curah hujan dalam dua bulan musim dingin terbasah
berbanding 2:1 atau lebih, dan dibandingkan dengan dua bulan musim panas
paling basah. Kedua (area timur) disesuaikan dengan tipenya Russell ‘W’, ‘WF’,
‘FW’, ‘fw’ (musim dingin yang kering), dengan curah hujan pada bulan-bulan
yang sama memiliki perbandingan 4:7 atau lebih kecil; dan yang Ketiga (area
tengah) dengan tipenya Russell SF, sf, f, dengan rasio musim dingin-musim
panas di bulan yang sama dengan perbandingan antara 2:1 dan 4:7, atau
dianggap cukup berimbang. Untuk pemahaman yang lebih tepat atas skema ini,
Kroeber tetap mengingatkan kita agar merujuk pada teks asli selengkapnya.
Apakah peta ini dapat menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah
Pueblo yang kuno/purbakala dan modern, keberadaannya benar dalam suatu
wilayah tertentu dengan kelebihan hujan musim panas. Seperti itu ataupun tidak,
letaknya kemungkinan tidak jauh dari batas wilayah, yang kemudian termasuk
dalam rezim Russell berikutnya, "f," untuk yang mana masih ada kelebihan
musim panas, meskipun yang terendah berbanding sekitar 6:5 (batas barat
ditunjukkan oleh garis putus-putus pada peta 2; Dimana curah hujan
(deras/kabut putih) jelas berlebih, tetapi disana tidak ada kegiatan pertanian
orang lokal/asli (native) sama sekali, kecuali di sepanjang daratan yang diairi
melalui pengairan sendiri berupa potongan/bidang kecil (patch) di bagian
bawah/dataran rendah Colorado.
Setelah membahas keterkaitan antara klasifikasi iklim maupun distribusi
musim dan wilayah persebaran kelompok-kelompok budaya melalui peta 1 dan
2, selanjutnya kita akan mencoba memahami deskripsi peta 3 terkait dengan
musim pertumbuhan tanaman jagung, dan kebudayaan Pueblo sebagai acuan
pemahaman.
15
Dikatakan bahwa ketergantungan pertumbuhan tanaman jagung dalam
‘Kebudayaan Pueblo’ tetap terbatas pada suatu daerah dengan curah hujan yang
cukup selama musim pertumbuhan tanaman; yang dalam iklim kering berarti
akan kelebihan hujan musim panas. Ke arah selatan, suatu batas budaya seperti
ini mungkin ditetapkan oleh kegersangan, yang mencapai suatu titik di mana
bahkan konsentrasi musim panas yang cukup tinggi tidak lagi mencukupi. Ke
arah utara, batas itu jelas ditetapkan oleh musim dingin, hal ini seringkali
menyebabkan penutupan-penutupan permukaan oleh embun beku (pembekuan)
yang cukup fatal terhadap pembibitan dan juga aktivitas memanen jagung.
Selanjutnya, Kroeber menduga native California gagal menjadi
masyarakat pertanian disebabkan karakter musim panas kering di wilayah
mereka, yang sejauh ini masih berkenaan dengan tanaman jagung –tidak ada
jumlah curah hujan musim dingin yang bisa mengimbangi kerugian/kegagalan
tersebut. Umumnya/sebagian besar wilayah bagian timur di Amerika Serikat, cold
winters dan curah hujan di musim dingin tidaklah menjadi suatu permasalahan
besar, karena rendahnya elevasi (penaikan suhu) mengizinkan ‘summer’ menjadi
cukup panas dan berlangsung dengan waktu yang cukup lama pula. Dengan
amat memungkinkan dan juga secara relatif, terdapat curah hujan yang cukup
untuk turunnya hujan di musim panas, sehingga tanaman jagung dapat
berkembang dengan baik. Jelas sekali, kalau kondisi ini juga menentukan
distribusi jagung tahap modern, di mana California hari ini bukanlah negara
khusus/utama sebagai penanam jagung.
Seperti musim panas yang menyinari gurun di selatan New Mexico-
Arizona, dan musim panas-kering pada iklim stepa yang panas di selatan
California; Budaya Pueblo ternyata mampu dan telah merekat untuk membangun
pondasi tanaman jagung, dan tetap bertahan meskipun sebelumnya berada pada
situasi dan kondisi yang rawan/genting, tetapi tetap saja tidak mampu meskipun
menjadi mapan/kokoh di tahun-tahun selanjutnya/nantinya. Hal ini terkait dengan
kondisi banjir/luapan air alam lokal yang tidak dapat diprediksi, kecuali memiliki
teknik khusus dalam pembuatan irigasi dengan skala pengukuran-yang layak
atau tepat.
Kebudayaan memang memiliki kekuatan dan juga kuasa untuk menjaga
eksistensinya dengan segala keagungan maupun berbagai kecaman dalam
perjalanannya mengiringi kehidupan manusia. Kita adalah diri, dan budaya
adalah bayangan. Tetapi sebaiknya kita tidak lupa, bahwa lingkungan (alam)
juga mengingatkan hal yang sama selaksa budaya, bahwa kebudayaan tidak
sepenuhnya dapat dimengerti tanpa tumpuan referensi non-cultural, sebagai
ruang di mana manusia dan budaya saling berkelindan. Lajur pemikiran inilah
yang menjadi poin penting dalam sederet cerita (sains) oleh Alfred L. Kroeber,
sebagaimana telah kita telusuri sejak awal.
Sebagian dari kita boleh saja memandang asing atau klasik atas
pemikiran Kroeber yang dekat dengan aliran pandangan ‘environmental
determinism’, karena hadir pada abad 17 di belahan bumi eropa oleh para ahli
ilmu alam, khususnya oleh orang-orang Yunani (klasik). Meskipun gagasannya
tentang ‘pendiktean’ (mekanisme) lingkungan (alam) terhadap suatu kebudayaan
telah mengundang banyak kritikan, bahkan banyak yang menyatakan bahwa
aliran pemikiran ini telah berakhir, ternyata dalam dekade ini, aliran pemikiran ini
telah menemukan jalannya untuk hidup kembali.
Bagaimana mungkin? Tentu saja, kenapa tidak. Mari kita palingkan
sejenak ingatan kita pada beberapa peritiwa dalam kurun waktu terakhir, yakni
tentang berbagai peristiwa pergerakan alam yang sering kita dengungkan
sebagai peristiwa ‘bencana alam’. Mulai dari gempa ‘tektonik’ berkekuatan 9,0
16
skala Richter di wilayah Propinsi NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) yang diikuti
dengan gelombang tsunami begitu besar, sehingga menyebabkan wilayah ini
menjadi luluh lantak dan menyisakan deretan cerita lalu tentang negeri manusia
dengan kebudayaannya yang agung, yang selama ini merasa telah
menundukkan alam dan seakan-akan telah menaklukkannya dengan berbagai
cara –sampai dengan kisah bunda nestapa di ranah (tanah) minang yang
diguncang oleh gempa ‘tektonik’ berkekuatan 7,6 Skala Richter (BMG Indonesia)
atau 7,9 Skala Richter (BMG Amerika). Peristiwa bencana alam ini juga
meninggalkan berbagai kisah yang seakan-akan meruntuhkan suatu fase
peradaban manusi.
Tentu saja bukan suatu hal terlarang untuk menganggap pemikiran
tentang kebangkitan ‘environmental determinism’ seperti dipaksakan. Akan
tetapi, sepertinya bukan suatu hal yang salah juga jika beranggapan bahwa
‘environmental determinism’ telah menemukan jalannya untuk hidup atau bangkit
kembali, meskipun dengan wajah baru, dengan senyum dan bisikan-bisikan
argumentasi konstruksi pemikiran, untuk mendengungkan suara-suara
‘environmental determinism’ kekinian (Neo-environmentalism).
17
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia.2011.Environmentaldeterminism.
http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_determinism.Diakses pada
tanggal 13 Mei 2011
Wapedia.2011.Lingkungan.
http://wapedia.mobi/id/Lingkungan. Diakses pada tanggal aniendriani.2011.teori-
teori yang mempengaruhi, Http://aniendriani.blogspot.com/2011/02/teori-
teori-yang-mempengaruhi.html.Diakses pada tanggal 13 Mei 2011
Baehaqiarif.2009.geografi.http://baehaqiarif.files.wordpress.com/2009/12/geograf
i.pdf.diakses pada tanggal 13 Maret 2011
Wikipedia.tahun.determinismelingkungan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Determinisme_lingkunganhttp://www.scribd.co
m/doc/6330078/Manusia-Dan-Lingkungan-Hidup. Diakses pada Tanggal
18