Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KONFUSI AKUT


DI RUANG TERATAI IRNA IV RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Jiwa Tahap Profesi
Program Studi Ilmu Keperawatan

Disusun oleh :
Ivo Fridina
16/406334/KU/19340

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
I. KONSEP PSIKOSIS POST PARTUM
1. Pengertian Psikosis Postpartum
Psikosis postpartum merupakan suatu episode psikotik akut pada wanita yang
timbul tidak lama setelah persalinan (Harold,1998). Psikosis terjadi kurang lebih 2-
3 per 1000 kelahiran, meskipun psikosis postpartum merupakan sindrom yang
sangat jarang terjadi namun gangguan ini merupakan gangguan yang paling berat
yang terjadi pada periode postpartum (Kendell, et al. dalam Milles, 2005).
Penderita psikosis post partum biasanya mengalami depresi berat seperti gangguan
yang dialami penderita depresi postpartum ditambah adanya gejala proses pikir
(delusion, hallucinations and incoherence of association) yang dapat mengancam
dan membahayakan keselamatan jiwa ibu dan bayinya, sehingga sangat
memerlukan pertolongan dari tenaga professional (Lynn & Pierre, 2007).
2. Gambaran Klinis Psikosis Postpartum
Gejala psikosis postpartum biasanya terjadi pada minggu pertama postpartum
dan jarang terjadi pada 3 hari sebelum postpartum dengan mayoritas kejadian
sebelum 16 hari dari postpartum. Gambaran klinis pada pada penderita psikosis
postpartum (Kendell, et al. dalam Milles, 2005), antara lain:
a. Keresahan dan agitasi,
b. Kebingungan dan konfusi
c. Rasa curiga, ketakutan, dan insomnia
d. Episode mania (hipnaktif), misalnya berbicara dengan cepat terus menerus,
e. Pengabaian kebutuhan nutrisi,
f. Halusinasi, gangguan perilaku mayor,
g. Suasana hati depresi mendalam.
Selain itu, gejala yang khas dari psikosis postpartum, meliputi: perubahan
suasana hati, ketakutan, kebingungan, perilaku tidak rasional, agitasi, gelisah,
menangis, bingung, dan akhirnya timbul episoda psikotik yang gawat dengan
gambaran mania dan delirium. Peristiwa mencederai hingga bunuh diri dan
membunuh bayi mencapai 10% dari kasus yang tidak diobati (Kendell, et al. dalam
Milles, 2005).
3. Pathway Psikosis Postpartum

Gambar 1. Pathway psikosis postpartum


4. Penatalaksanaan Psikosis Postpartum
Respon yang terbaik dalam menangani kasus psikosis postpartum ini adalah
kombinasi antara psikoterapi, lingkungan sekitar ibu dan medikasi seperti
antipsikotik, antidepresan, dan antiansietas, jika tidak memungkinkan untuk ibu
dirawat dirumah sebaiknya ibu dirawat dirumah sakit. Libatkan anggota keluarga
dalam penanganan terutama suami, sehingga dapat dibangun pemahaman dari
orang-orang terdekat ibu terhadap apa yang dirasakan dan dibutuhkan ibu (Pilliteri,
2003). Secara lebih rinci mengenai perbedaan antara postpartum blues, depresi
postpartum, dan psikosis postpartum dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Jenis Gangguan Postpartum Blues, Depresi Postpartum
dan Postpartum Psikosis
Karakteristik Postpartum Depresi postpartum Psikosis postpartum
blues
Insiden 60-80% 10-20% 3-5%
Gejala Labilitas Cemas, rasa Semua gejala yang
mood, mudah kehilangan, sedih, ada di depresi
menangis, kehilangan harapan postpartum,
nafsu makan (hopelessness), ditambah gejala:
menurun, menyalahkan diri halusinasi, delusi
gangguan sendiri, gangguan dan agitasi.
tidur, biasanya percaya diri,
terjadi dalam 2 kehilangan tenaga,
minggu atau lemah, gangguan
kurang dari nafsu makan
minggu. (appetite), BB
menurun, insomnia,
rasa khawatir yang
berlebihan, perasaan
bersalah dan ada ide
bunuh diri.
Kejadian 1-10 hari 1-12 bulan setelah Umumnya terjadi
setelah melahirkan pada bulan pertama
melahirkan setelah melahirkan
Penyebab Perubahan Ada riwayat depresi, Ada riwayat
hormonal dan respon hormonal, penyakit mental,
perubahan/ada kurangnya dukungan perubahan hormon,
nya stressor sosial. ada riwayat keluarga
dalam hidup dengan penyakit
bipolar.
Tindakan Support dan Konseling Psychotherapy dan
empati therapy obat
(Dikutip dari : Lynn & Pierre, 2007; Pillitteri, 2003)

II.KONSEP KONFUSI AKUT


1. Pengertian Konfusi Akut
Konfusi akut yaitu awitan mendadak gangguan kesadaran, perhatian, kognisi,
dan persepsi yang reversible dan terjadi dalam periode waktu yang singkat.
melibatkan adanya gangguan kesadaran dengan atensi terganggu. Secara klinis
bermanifestasi dengan letargi yang waxing dan memudar atau pembangkitan yang
berkurang, dengan atau tidak dengan periode agitasi yang berselang-seling
(Herdman & Kamitsuru, 2015).
2. Etiologi Konfusi Akut
Konfusi akut dapat terjadi pada lansia, penderita penyakit (infeksi, gagal
jantung, dll), serta akibat intoksikasi obat (Ingram, et al., 1995). Diagnosis
diferensialnya meliputi kondisi dengan:
a. Hipoperfusi serebral (mis: hipotensi, infark miokardial, kondisi curah jantung
rendah, aritmia)
b. Hipoxia serebral (mis: pneumonia, PPOK, gagal jantung kongestif, emboli
paru) atau hiperkarbia
c. Dehidrasi (dehidrasi ringan, kekurangan volume intravascular)
d. Gangguan elektrolit (mis: hipo dan hipernatremia, hipo dan hipercalcemia,
hipo dan hipermagnesemia)
e. Hipo dan hipercalcemia dan kondisi hiperosmolar
f. Infeksi (mis: sistitis, urosepsis, pneumonia, peritonitis, dan infeksi SSP seperti
meningitis dan encephalitis)
g. Demam atau hipotermia
h. Nyeri atau ketidaknyamanan (termasuk rretensi urin atau konstipasi atau
impaksi fecal berat)
i. Proses intrakranial (mis: stroke, hematoma subdural, neoplasma, infeksi)
j. Intoksikasi atau “withdrawal states” (mis: alkohol, dan obat lainnya)
k. Efek obat yang tidak diinginkan (mis: efek kolinergik sentral, antihistamin)
daftar kemungkinan penyebab termasuk kondisi yang biasa terjadi pada lanjut
usia ini kemungkinan tidak menyeluruh. Pada kebanyakan kasus konfusi akut
atau delirium, tidak mungkin untuk mengidentifikasi atau memastikan
penyebab tunggalnya. Lebih sering, mengidentifikasi dengan faktor-faktor
multipel yang mengakibatkan, membatu ataupun memperburuk konfusi.
3. Tanda dan Gejala Konfusi Akut
Tanda dan gejala konfusi akut (Herdman & Kamitsuru, 2015), meliputi:
a. Agitasi
b. Gangguan fungsi kognitif
c. Gangguan fungsi psikomotor
d. Gangguan tingkat kesadaran
e. Gelisah
f. Halusinasi
g. Ketidaktepatan mengikuti perilaku berorientasi tujuan
h. Ketidaktepaten mengikuti perilaku terarah
i. Salah persepsi
j. Tidak mampu memulai perilaku berorientasi tujuan
k. Tidak mampu memulai perilaku terarah
4. Rentang Respon Neurobiologis

5. Pemeriksaan Konfusi Akut


Pemeriksaan untuk konfusi akut seharusnya (Maramis, 2000), meliputi:
a. Riwayat penyakit lengkap
b. Review bagan (dengan perhatian pada obat-obatan yang diadministrasi)
c. Pemeriksaan fisik dan mental
b. Evaluasi laboratorium, meliputi: urinalisis, darah lengkap, biokimia (dengan
elektrolit termasuk kalsium dan magnesium), elektrokardiogram. Pemeriksaan
selanjutnya seperti: rontgen toraks, pemeriksaan likuor cerebrospinalis,
elektroencephalogram,atau pemeriksaan citra otak, dapat dilakukan setelah
mendapat arahan dari riwayat, review pencatatan, dan pemeriksaan pasien.
6. Strategi Merawat Pasien Dengan Konfusi Akut
Bagi para pasien dengan konfusi akut yang dibarengi letargi atau agitasi. Para
pasien yang tingkat responsivitasnya menurun mungkin memerlukan perlindungan
jalan nafas atau pencegahan aspirasi. Bagi yang agitasi, mungkin memerlukan
pengamanan terhadap pencegahan jatuh; restriksi akses jalan arteri, kateter urinari,
kanula trakeostomi, dan selang ventilator; pencegahan prostesis sendi baru,
penghindaran trauma dari kegelisahan motorik dan pengawasan untuk menghindari
situasi yang tidak aman (Stuart & Sundeen, 2007). Selain cara-cara keamanan yang
segera, staf perawatan dapat sebagai penolong dalam mengurangi konfusi dengan
meletakkan kalendar dan jam di lapangan visual pasien, dan barang-barang dari
rumah dan meminta bantuan dari keluarga dan teman untuk menyediakan
kenyamanan dan penenteraman hati. Pengaturan tingkat stimulasi sensorik dapat
berguna, meningkatkan jumlah stimulus pada pasien yang mempunyai kelemahan
atau deprivasi sensorik dan mengurangi level bagi yang terbebani dengan stimulus
eksternal. Staf perawatan dapat juga menggunakan tindakan-tindakan higienitas
tidur untuk mengelola siklus gangguan tidur-bangun yang muncul pada pasien
dengan delirium (Videbeck, 2008).

III. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Menurut Bobak et al. (2005), pengkajian dapat dilakukan pada pasien dengan
syndrome postpartum, antara lain:
1. Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu
sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi
diri. Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana
tertentu tentang kelahiran anak mereka, misalnya hal–hal yang mencakup kelahiran
pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam
persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan, orang tua bisa merasa kecewa
karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang
dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan
mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
2. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu.
Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat
mempengaruhi perilaku dan adaptasinya. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga
dapat mempengaruhi seksualitasnya.
3. Interaksi Orang tua–bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi
orang tua dengan bayi baru lahir. Respon orang tua terhadap kelahiran anak
meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah
menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya
berfokus pada ibu.
4. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai
akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapakan pada
perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda–tanda yang
menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan,
saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk
menegakkan hubungan mereka.
5. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap
kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon
sosial yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan
perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya.
Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan
bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak
mereka. Bayi–bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar.
6. Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien syndrome post partum ialah
melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap
perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya,
ibunya dengan keluarga lain, dan anak–anak lain. Perawat dapat membantu
meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan
konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu
merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari
rumah sakit.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Konfusi akut
2. Hambatan interaksi sosial
3. Risiko perilaku kekerasaan terhadap diri sendiri dan orang lain
4. Ansietas
5. Harga diri rendah situasional
6. Ketidakefektifan koping
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, I.M., Lowdermik, D.L., Jensen, M.D. & Perry, S.E. 2005. Keperawatan
Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.

Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. 2013. Nursing


Interventions Classification (NIC) 6th Edition. USA: Elsevier Mosby.

Harold, K. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta:Widya Medika.

Herdman, T. H., Kamitsuru, S. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses:


Definition & Classification 2015-2017. Oxford: Wiley Blakwell.

Lynn, C.E. & Pierre, C.M. 2007. The Taboo of Motherhood: Postpartum Depression.
International Journal of Human Caring, 11 (2); 22-31.

Maramis, W.F. 2000. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga Universitay Press:
Surabaya.

Milles. 2009. Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA: Elsevier Mosby.

Nurjannah, I. 2014. ISDA : Intan’s Screening Diagnoses Assesment. Versi Bahasa


Indonesia. Yogyakarta: Moco Media.

Pilliteri. 2003. Maternal and Child Health Nursing Care of Childbearing and
Childbearing Family 3rd edition. Lippincott: Philadelphia.

Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.

Videbeck, S. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai