Oleh:
Rahmawati
NIP. 198404092008122002
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II KACANG TANAH 4
BAB III CENDAWAN Aspergillus flavus 8
BAB IV KONTAMINASI AFLATOKSIN 13
DAFTAR PUSTAKA 27
BAB I
PENDAHULUAN
yang penting di Indonesia setelah beras, jagung dan kedelai. Kacang tanah
dibutuhkan oleh masyarakat sebagai bahan baku industri seperti minyak, tepung
kacang, bumbu sate, bahan pengisi kue kering dan roti, pakan ternak, maupun
produk olahan lain yang siap dikonsumsi seperti kacang rebus, kacang asin,
kacang atom, dan kacang garing. Adanya keragaman produk olahan kacang tanah
tersebut selain memacu usaha para petani untuk meningkatkan produksi kacang
penanganan pasca panen yang baik, seperti tempat penyimpanan dengan kondisi
lingkungan yang kurang tepat sehingga menyebabkan kerusakan pada hasil panen.
tanah dan biji-bijian yang lain. Biji kacang tanah yang mempunyai kelembaban
tinggi dan kulit biji yang pecah paling rentan terkontaminasi oleh cendawan. Pada
kondisi yang sesuai, spora-spora cendawan yang terbawa dari ladang akan masuk
Cendawan yang dapat ditemukan pada kacang tanah dan biji-bijian yang lain
bagi kesehatan, bahkan dapat menyebabkan kematian pada hewan dan manusia.
mengenai kandungan aflatoksin pada 35 sampel kacang tanah yang diperoleh dari
15 lokasi pengecer pada 3 pasar di Bogor, Jawa Barat, 80% dari kacang tanah
aflatoksin pada 30 sampel kacang tanah yang masih mentah dan telah diproses
yang diperoleh dari pedagang dan prosesor selama musim hujan dan musim
kering di sekitar Bogor (Jawa Barat) dan Denpasar (Bali), memberikan hasil
pada sampel kacang tanah mentah yang diperoleh dari pedagang kecil di musim
hujan sebesar 5,0 ppb dan aflatoksin B2 sebesar 25,0 ppb. Sedangkan sampel dari
pedagang besar pada musim kering terkontaminasi aflatoksin B1 sebesar 10,0 ppb
bahaya aflatoksin, maka para ahli di beberapa negara sangat menaruh perhatian
mengenai hal ini. Negara-negara maju seperti Amerika, Australia, Belanda, dan
Jepang telah menetapkan kadar aflatoksin sebagai salah satu kriteria mutu untuk
kacang tanah dan produk olahannya dengan batasan 0-20 ppb (Goto, 1990 dalam
total aflatoksin 35 ppb pada tahun 2002 (Dharmaputra et al., 1989; Rahmianna
berdiri tegak dengan tinggi 15-16 cm, mudah membentuk akar bila tertimbun
tanah dan membentuk cabang-cabang yang agak berambut di dekat leher akar.
Daun majemuk berbentuk oval sampai memanjang atau bulat telur terbalik. Bunga
memiliki kelopak berbentuk tangkai dengan panjang kelopak 0,5-6 cm dan bagian
tepi serupa selaput. Daun mahkota berbentuk lingkaran, berwarna kuning cerah,
berurat ungu dengan diameter 1-1,5 cm. Bunga ada yang terletak di ketiak daun,
tetapi lebih banyak di bagian leher akar. Polongan memanjang tanpa sekat antara,
berwarna kuning pucat, tidak membuka bila matang, dan panjangnya 2-7 cm
(Gambar 2.1). Biji berjumlah 1 sampai 5, berwarna merah kuning, coklat atau
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Leguminales
Family : Papilionaceae
Genus : Arachis
Kacang tanah merupakan bahan pangan yang sudah lama dimanfaatkan oleh
masyarakat Indonesia karena memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kacang tanah
digunakan di bidang industri sebagai bahan untuk membuat selai, keju, mentega,
misalnya kacang goreng, kacang rebus, kacang garing, kacang telur, dan enting-
enting gepuk. Ampas yang sudah diambil minyaknya dapat dibuat bungkil, oncom
dan tempe melalui fermentasi cendawan. Daun kacang tanah dapat dijadikan lalap
mentah atau direbus, juga sebagai bahan pakan ternak serta pupuk hijau (Ginting
Bahan pangan dan pakan ternak yang bergizi tinggi, kacang tanah
mengandung lemak 40%-50% dan rendah kolestrol, protein 25%-30%,
karbohidrat 12%, vitamin (A, B, C, D, E, dan K), juga mineral seperti Calcium
(Ca), Chlorida (Cl), Ferro(Fe), Magnesium (Mg), Phospor (P), Kalium (K), dan
Sulfur(S) dalam jumlah yang signifikan. Biji kacang tanah yang tidak diproses
dengan zat tambahan (aditif) tetap memperlihatkan kadar kolestrol nol persen
(Suprapto, 1991; Kasno, 2005). Minyak kacang tanah mengandung asam lemak
tidak jenuh dengan kadar hingga 80% dan di dalamnya terdapat 40%-45% asam
linoleat. Asam lemak tidak jenuh berperan untuk mengatasi stroke, depresi, dan
Kacang tanah ditanam oleh petani dilahan kering dan di lahan sawah.
Kacang tanah ditanam di lahan kering pada awal musim hujan (Oktober sampai
Nopember), sedangkan di lahan sawah dilakukan pada bulan April sampai Juni
atau Juli sampai September. Panen dilakukan setelah kacang tanah berumur 3-4
bulan (umur pendek) dan 5-6 bulan (umur panjang) tergantung dari varietas
(Kasno, 2005).
mulai mengeras, daun menguning dan mulai berguguran, kulit polong mengeras
dan telah berisi penuh, bagian dalam berwarna cokelat kehitaman, polong akan
pecah bila ditekan bagian ujungnya, serta kulit biji tipis. Apabila panen kacang
mengandung air, cepat membusuk, tidak dapat dipakai sebagai bibit, dan tidak
Setelah pemanenan, kacang tanah yang masih dalam bentuk polong maupun
biji yang sudah dibuang polongnya perlu disimpan pada kondisi yang baik untuk
biji kacang tanah tanpa polong, polong kacang tanah kering dikupas dengan
tangan atau alat pengupas kacang tanah, lalu biji kacang tanah dikeringkan dengan
pada semua substrat. Cendawan ini tumbuh pada buah yang busuk, sayuran, biji-
bijian dan bahan pangan lainnya. Spesies dari genus Aspergillus memiliki
kehitaman.
Gambar 3.1. Struktur Morfologi Aspergillus sp. A) Sel berbentuk kaki (Foot
cell). B) Konidiofor. C dan D) Vesikula. E1,E2,F) Perkembangan
sterigmata. G) Sterigmata dengan konidium (Raper and
Fennell, 1965; Samson et al., 1995).
Kingdom : Fungi
Divisi : Amastigomycota
Sub Divisi : Ascomycotina
Kelas : Ascomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Eurotiaceae
Genus : Aspergillus
Jaringan hifa dikenal sebagai miselium dapat mensekresi enzim yang merusak
sumber makanan yang kompleks. Molekul kecil yang dihasilkan diserap oleh
secara sendiri-sendiri, tetapi sering tampak mem flavus tampak berwarna kuning
(spora aseksual).
a b
tanah. Aspergillus flavus dapat bersifat patogen dengan menghasilkan toksin pada
beberapa spesies tanaman dan hewan, termasuk manusia dan hewan domestik.
Cendawan ini dapat menginfeksi biji kacang tanah dan pohon kacang tanah (www.
aspergillusflavus.org)
dan Parasiticus Agar (AFPA). Apabila diinkubasikan pada suhu 300C selama 42-
48 jam, koloni Aspergillus flavus dapat dikenal dari warnanya yang oranye-kuning
a. b.
Gambar 2.4 Koloni Aspergillus flavus pada media AFPA. a) Tampak dari
permukaan bawah media. b) Tampak dari permukaan atas
media
membentuk koloni berwarna hijau kekuningan setelah 7 hari dan berwarna hijau-
kuning kecoklatan dengan struktur konidium yang kasar pada media CYA suhu
Samson et al., (1995); Frisvad and Thrane (1996) dalam Priyono (2002)
yang bersekat dan bercabang disebut konidiofor dengan ujung bagian bawah
berbentuk seperti kaki (foot cell), sedangkan di bagian ujung atas memiliki sel
merupakan lapisan untuk menghasilkan sel konidium, terdiri dari dua lapisan atau
dua rangkaian (biseriat) berupa fialid dan metula (Gambar 2.6, 2.7, dan 2.8).
mempunyai arti ekonomi penting karena menyerang berbagai jenis bahan pangan
yang paling berbahaya dan sering ditemukan pada kacang tanah adalah aflatoksin,
Dharmaputra, 2004).
termostabil, termotolerans sampai suhu 250 0C, dan peka terhadap basa (NaOH,
Aflatoksin bersifat tahan panas, pada suhu 60 dan 80 0C jumlah aflatoksin yang
rusak tidak berarti, dan hanya sedikit yang rusak pada suhu 100 0C (Marth dan
Doyle, 1979., Betina, 1985 dalam Syarief et al., 2003). Suhu optimal Aspergillus
(Abbas, 2005).
lempeng khromatografi lapisan tipis dengan silika gel yang disinari dengan
khromatografi lapisan tipis dibubuhi tambahan indeks menjadi B1; B2; G1; dan G2
(Diener dan Davis, 1969, Anonim, 2000, Stroka et al., 2000, dalam Syarief, et al.,
violet, infra merah, nuclear magnetic resonance dan spektrum masa. Aflatoksin
induk merupakan aflatoxin B1; B2; G1. Rumus molekul dari aflatoksin B1; B2; G1;
dan G2 dinyatakan oleh Nesbit, dkk pada tahun 1962 sebagai C17H12O6; C17H14O6;
turunan dari aflatoksin. Karena aflatoksin jenis ini untuk pertama kalinya
ditemukan dalam susu, maka diberi nama aflatoksin M (dari kata Milk).
flavus, dikenal dua macam aflatoksin, yaitu aflatoksin M1 dan aflatoksin M2,
ditumbuhkan dalam media asam akan berfluoresensi biru dan hijau, diberi nama
aflatoxin B2a dan G2a. Turunan-turunan dari aflatoksin B1; B2; G1; dan G2 yang
Aflatoksin M1 dapat diubah secara kimia menjadi aflatoksin M2a dan aflatoksin
Aflatoksin B1, B2, G1, G2 dari 12 jenis aflatoksin yang telah diidentifikasi
merupakan aflatoksin yang umum ditemui pada bahan pangan dan pakan serta
Tabel 2.1. Beberapa sifat fisik dan kimia beberapa aflatoksin dan derifatnya
Aflatoksin Rumus Bobot Titik leleh Emisifluoresen
molekul Molekul (0C)
B1 C17H12O6 312 268-269 425
B2 C17H14O6 314 286-289 425
G1 C17H112O7 328 244-246 450
G2 C17H14O7 330 237-240 450
M1 C17H12O7 328 299 425
M2 C17H14O7 330 293 -
G2a C17H12O8 330 240 -
Ro C17H16O6 346 190 -
B3 C17H14O6 314 230-234 425
B3 C17H14O6 302 233-234 -
GM1 C17H12O6 344 276 -
P1 C16H10O6 298 >320 -
sifat pelarut. Walaupun aflatoksin peka terhadap sinar ultraviolet, tetapi racun ini
Menurut Bata et al., (1999) dalam Syarief et al. (2003) bahwa radiasi
matahari pada panjang gelombang cahaya tampak lebih efektif merusak aflatoksin
aflatoksin menjadi lebih sulit, yaitu hanya terjadi perusakan sekitar 50% dari
aflatoksin dalam tepung bungkil kacang tanah yang dikenakan perlakuan. Diduga
bahwa protein kacang tanah mempunyai sifat melindungi aflatoksin dari radiasi
(Syarief et al.,2003).
tumbuhan dan hewan. Pengaruh tersebut dapat berakibat akut atau kronis,
pada mencit yang baru lahir, tikus, ikan, bebek dan monyet, serta kanker pada
dosis aflatoxin dalam jumlah yang besar >600 mg menyebabkan toksisitas akut
dengan efek kematian dan dengan dosis kecil dapat menyebabkan karsinogenik
dalam periode yang lama (Groopmann et al. 1988 dalam Bommakanti and
Waliyar, 2005).
Efek aflatoksin terhadap hewan dapat dikategorikan dalam dua bentuk, yaitu
toksisitas akut dan toksisitas kronik. Toksisitas akut disebabkan jika dosis
aflatoksin yang dicerna dalam jumlah besar. Umumnya terjadi gangguan pada
hati. Setelah aflatoksin masuk ke dalam hati, lipid menginfiltrasi hepatosit dan
memberikan gejala nekrosis atau kematian pada sel hati. Sedangkan toksisitas
adalah menurunnya kecepatan pertumbuhan, produksi telur dan susu rendah, dan
Pada tahun 1960 beberapa laporan yang mengejutkan datang dari para
menyebabkan kematian sekitar 100 ribu kalkun dan 10 ribu ekor itik muda dan
oleh cendawan Aspergillus flavus yang tumbuh pada kacang tanah sebagai
Kontaminasi cendawan pada kacang tanah dapat terjadi sejak tanaman masih
Masuknya spora atau hifa cendawan pada kacang tanah dapat terjadi
sebelum panen, selama fase pengeringan dan setelah panen melalui bagian-bagian
tanaman kacang tanah yang dirusak oleh insekta dan dari udara. Kehadiran
2001). Pada musim dingin, miselium atau struktur cendawan yang resisten yaitu
dapat terdispersi ke dalam tanah atau udara. Spora atau hifa tersebut dibawa oleh
insekta yang merusak kacang tanah (Gambar 2.10 ). Hifa menyerap nutrien
Gambar 2.10 Siklus hidup cendawan Aspergillus flavus pada kacang tanah
(Http://www.aspergillusflavus.org)
Selain bersifat saprofit, cendawan juga dapat bersifat patogen pada beberapa
spesies tanaman, hewan, dan manusia. Banyak cendawan patogen pada tanaman
membentuk hifa yaitu sel berfilamen yang tumbuh di ujung, hifa dapat bercabang
tanah, sampah, tanaman, atau hidup di jaringan. Hifa yang tumbuh pada substrat
dan hasil dari proses tersebut diserap oleh hifa cendawan untuk dapat tumbuh di
Kacang tanah merupakan salah satu sumber makanan dan sumber energi
dan sumber energi tersebut berupa karbohidrat, asam amino, protein, dan lipid
1996; Syarief et al., 2003). Hasil dari metabolisme primer tersebut digunakan oleh
melalui siklus asam trikarboksilat (TCA). Siklus TCA dapat membentuk senyawa
(volatile) yang menyebabkan bau khas pada cendawan, pigmen yang memberikan
warna khusus pada cendawan, dan antibiotik serta mikotoksin yang dapat
berbahaya bagi organisme (Moore-Landecker, 1996).
panen, mulai saat pembentukan polong hingga polong masak. Cendawan akan
menginfeksi tanaman bila sistem ketahanan tanaman telah menurun akibat faktor
biji kacang tanah yang masih berada di dalam tanah, khususnya yang sedang
berkembang, peka terhadap infeksi cendawan. Selain pada biji muda, cendawan
menginfeksi biji yang telah masak apabila ada luka. Luka ini bisa terjadi mekanis
(alat-alat pertanian, periode basah dan kering pada saat cuaca kering) atau biologis
(serangan hama tanah dan nematoda) yang merupakan peluang bagi cendawan
infeksi cendawan (Kasno, 2004). Pada penanganan pasca panen, peluang infeksi
cendawan menjadi lebih besar bila dilakukan penundaan waktu panen, terlebih
pada pemanenan di musim hujan. Demikian pula pada proses pengeringan, harus
terutama pada musim hujan akan memberi peluang bagi pertumbuhan dan
penyimpanan dipengaruhi oleh suhu ruang penyimpanan, kadar air pada biji yang
dan ada atau tidaknya zat penghambat yang dihasilkan oleh mikroorganisme lain
(Makfoeld, 1993).
Cendawan dapat tumbuh pada bahan pangan seperti kacang tanah dengan
suhu berkisar 100C-400C, dengan suhu optimum sekitar 300C (Syarief et al.,
2003). Cendawan yang sering ditemukan di kacang tanah adalah cendawan dari
cendawan yang umum ditemukan pada kacang tanah, baik sebelum panen maupun
di tempat penyimpanan pasca panen. Menurut Tim Peneliti Faperta (1994) dan
Kasno (2004), masuknya spora pada kacang tanah dapat terjadi sejak masih di
maka dapat menginfeksi biji yang ada di dalam polong hingga ke tempat
berkisar 7,7%-100% dari sampel tanah yang diambil dari beberapa tempat
Kota Pontianak adalah cendawan Aspergillus flavus sebesar 42,22%. Hal ini
tidaknya cendawan untuk bertahan hidup, tumbuh dan membentuk spora. Faktor
yang mempengaruhi diantaranya adalah sumber makanan, air, oksigen, dan suhu
cendawan lainnya.
dan makanan. Untuk dapat mempertahankan hidup mereka pada kondisi tersebut,
tergantung pula pada komposisi kimia yang terkandung dalam bahan pangan
tersebut.
cendawan diantaranya lama penyimpanan, kadar air kacang tanah, suhu, dan
kacang tanah hingga bulan ke-3 penyimpanan, namun pertama kali terdeteksi
sebesar 2,73 ppb pada bulan ke-4 dengan kadar air meningkat hingga 8,42%.
daya tumbuh normal masih tetap 100% tetapi bila disimpan sampai 7 bulan daya
tumbuh akan turun menjadi 90%–85%. Tempat penyimpanan kacang tanah juga
menunjukkan gejala rusak seperti busuk kering, berwarna hitam atau kelabu, dan
bila Aspergillus flavus telah memproduksi aflatoksin, maka biji kacang tanah
akan terasa pahit bila dimakan, kandungan aflatoksin yang semakin tinggi dapat
dikenali dari warnanya yang semakin coklat dan rasanya semakin pahit pula
oleh kadar air biji kacang tanah (Syarief et al., 2003; Kasno, 2004). Aspergillus
flavus dapat memproduksi aflatoksin pada kadar air substrat 15%-30% dan
dalam Kasno (2004) menemukan bahwa 80% biji kacang tanah yang berkadar air
11% mengandung aflatoksin B1 lebih dari 30 ppb. Hasil dari penelitian tersebut
(2004) menemukan bahwa 80% biji kacang tanah dengan kadar air 11%
optimum 240C-280C (Syarief et al., 2003). Menurut Kasno (2004) dan Ginting et
al., (2005) suhu 250C-300C dan kelembaban 85% sangat sesuai bagi Aspergillus
35 sampel kacang tanah yang diperoleh dari 15 lokasi pengecer pada 3 pasar di
Bogor, Jawa Barat. Hasilnya adalah 0 – 1154 ppb, 80% dari kacang tersebut
aflatoksin pada 30 sampel kacang yang masih mentah dan telah diproses yang
diperoleh dari pedagang (besar, sedang, dan kecil) dan prosesor selama musim
hujan dan musim kering di dan sekitar Bogor (Jawa Barat) dan Denpasar (Bali),
diambil selama musim hujan, dan 5 sampel selama musim kering. Aflatoksin B2
aflatoksin B1 pada sampel kacang tanah mentah yang diperoleh dari pedagang
kecil di musim hujan sebesar 30,0 ppb dan aflatoksin B2 tidak terdeteksi, pada
musim kering kontaminasi aflatoksin B1 sebesar 5,0 ppb dan aflatoksin B2 sebesar
25,0 ppb. Sedangkan sampel yang diperoleh dari pedagang besar pada musim
kering terkontaminasi aflatoksin B1 sebesar 10,00 ppb dan tidak terdeteksi adanya
pedagang-pedagang kecil, meskipun tidak dapat dijamin bahwa kacang tanah dari
menjadi produk olahan dapat ditemukan adanya aflatoksin. Sampel kacang tanah
yang telah diproses diambil dari pedagang kecil tidak terdeteksi adanya aflatoksin
B1 dan B2, namun sampel kacang tanah yang diperoleh dari pedagang besar pada
musim hujan ditemukan adanya kontaminasi aflatoksin B1 15,0 ppb dan B2 5,0
ppb. Pada musim kering aflatoksin B1 ditemukan sebesar 2,5 ppb dan aflatoksin
pada tahun 2002 (Rahmianna dan Taufiq, 2003). Oleh karena itu, produksi kacang
tanah di Indonesia harus mengacu pada standar mutu yang ditetapkan, baik secara
lokal, nasional maupun internasional agar dapat bersaing di pasaran dan produk
AAK, 1974, Kacang Tanah dan Kedelai, Penerbit Kanisius (anggota IKAPI),
Yogyakarta.
Dharmaputra, O.S.; Putri, A.S.R.; Retnowati, I.; Ambarwati, S., 2001, Soil
2006).
Http://www.aspergillusflavus.org., (2005).
Http://warintek.progressio.or.id/ttg/pangan/kacang.htm
Http://www.aspergillusflavus.org/aflavus
Http://www.digilib.brawijaya.ac.id/virtual_library/mlg_warintek/ristek-pdii-lipi
Pertanian, 23:3.
Februari 2006).
Lucas, J.A., 1988, Plant Pathology and Plant Pathogens, Blackwell Science
Ltd, London.
Makfoeld, D., 1993, Mikotoksin Pangan, Pusat antar Universitas Pangan dan
PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia, 2006, Kacang Tanah yang Masuk Via
Pontianak.
Rahmianna, A.A., 2005, Pengelolaan Lengas Tanah dan Umur Panen pada
2006).
Raper, K.B. and Fennel, D.I., 1965, The Genus Aspergillus, The Williams &
Samson, R.A.; Hoekstra, E.S.; Frisvad, J.C.; Filtenborg, O., 1995, Introduction
Delft, Wageningen.
Steenis, C.G.G.J.V.; Hoed, D.D.; Bloembergen, S.; Eyma, P.J., 2005, Flora,
Syarief R., Ega L., Nurwitri C.C., 2003, Mikotoksin Bahan Pangan, IPB Press,
Bogor.