Anda di halaman 1dari 30

BUDIDAYA PADI (Oryza sativa L.

) DAN SELADA (Lactuca sativa)


ORGANIK
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem Pertanian
Berkelanjutan I Organik

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Amanda Elfas Reliandio

150510120071

Agus Fahmi Siregar

150510120072

Yusrina Imaniar

150510120073

Aida Fitira

150510120074

Nugrah Ridho M

150510120075

Alexander Ambarita

150510120077

Kelas Agroteknologi D
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya kami
berhasil menyelesaikan makalah yang telah kami susun sebelumnya berdasarkan
apa yang telah kami dapatkan dari perkuliah dan ditambah beberapa sumber
terpercaya yang kami anggap relevan untuk melengkapi isi makalah ini.
Makalah ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen jurusan Agroteknologi dalam mata kuliah Sistem Pertanian
Berkelanjutan I Organik. Makalah ini membahas mengenai proses budidaya
pertanian organik dari mulai pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen
dan pasca panen pada tanaman pangan yaitu padi, dan sayuran daun yaitu selada.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
baik dalam kandungan materi maupun cara penyusunannya. Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran agar menjadi pelajaran bagi kami lebih baik
untuk kedepannya.
Jatinangor, 2 Mei 2015

Penyusun,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................iii
DAFTAR TABEL......................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1 Latar belakang....................................................................................1
1.2 Tujuan

............................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................3


2.1 Botani dan Morfologi Padi.................................................................3
2.2 Syarat tumbuh tanaman padi..............................................................4
2.3 Botani dan Morfologi Selada.............................................................5
2.4 Syarat tumbuh tanaman selada...........................................................6
2.5 Pertanian Organik...............................................................................7
BAB III ISI

............................................................................................9

3.1 Pertanian Organik pada Padi..............................................................9


3.1.1 Pertanian Padi Organik Metode SRI (System Rice
Intensification)....................................................................................10
3.1.2 Budidaya Padi Organik dengan SRI (System Rice
Intensification)....................................................................................12
3.2.Pertanian Organik pada Selada.........................................................21
3.2.1 Budidaya Selada Organik Krop (Heading Lettuce)...................22
BAB IV PENUTUP..................................................................................24
4.1 Kesimpulan.......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................25

DAFTAR TABEL
No.

Judul

Hal

1. Perbedaan sistem tanam padi organik denhan sistem konvensonal.....11

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Jumlah populasi penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya, maka
pemenuhan terhadap produksi pangan pun juga harus ditingkatkan untuk
mencukupi kebutuhan didalam negeri. Sistem pertanian di Indonesia dalam
upayanya memenuhi kebutuhan pangan umumnya masih menggunakan teknik
konvensional yang apabila terus berlanjut akan menyebabkan terjadinya
percepatan kerusakan sumber daya, eksploitasi lingkungan seperti degradasi lahan
dan pencemaran oleh residu kimia pada tanah dan air. Dengan demikian,
diperlukan suatu pembangunan pertanian yang berkelanjutan dengan masukan
teknologi rendah input luar atau LEISA (Low Eksternal Input Sustainable
Agriculture). Alernatif untuk menciptakan pembangunan pertanian yang
berkelanjutan adalah dengan gerakan kembali ke alam yaitu sistem pertanian
organik.
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia buatan pabrik. Tujuan
utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama
bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak
merusak lingkungan (Nurhidayati,dkk,2008).

Dewasa ini, pertanian sudah

diarahkan

produktif

untuk

mengembangkan

usaha

yang

sustainable

(berkelanjutan) dan selaras dengan lingkungan yang dalam prakteknya


mengurangi atau bahkan tidak menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat
mencemari baik tanah, air, dan lingkungan pertanian yang dalam jangka panjang
akan memberikan dampak negatif terhadap manusia.
Budidaya pertanian organik sudah mulai diterapkan pada berbagai
tanaman di Indonesia, baik itu tanaman pangan dan tanaman sayuran. Tanaman
padi mempunyai peranan penting sebagai makanan pokok masyarakat. Menurut
Syam tahun 2008

di tengah gencarnya gerakan Peningkatan Produksi Beras

Nasional (P2BN) yang dicanangkan pemerintah akhir-akhir ini, sebagian kalangan


meyakini pemenuhan kebutuhan beras nasional bisa diatasi dengan budi daya padi

organik, baik melalui SRI (System of Rice Intensification) maupun cara budi daya
organik lainnya. Budidaya yang sepenuhnya menggunakan bahan organik sebagai
masukan ini mereka yakini mampu memberi produk yang lebih aman bagi
kesehatan dan lingkungan dan hasil panen yang lebih tinggi.
Budidaya tanaman sayuran, pada umumnya juga sudah diarahkan kepada
pertanian organik yang meminimalisis penggunaan input bahan-bahan kimia,
salah satunya adalah pada tanaman selada. Selada merupakan salah satu tanaman
sayuran eksotis yang memiliki harga ekonomi yang tinggi. Kebutuhan akan
komoditi selada semakin meningkat sejalan dengan tingkat kesadaran masyarakat
akan pentingnya gizi keluarga. Tanaman selada memiliki fungsi sebagai zat
pembangun tubuh, dengan kandungan zat gizi dan vitamin yang cukup banyak
dan baik untuk kesehatan masyarakat. Dengan penerapan budidaya organik pada
selada diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan input yang
berlebihan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas tanaman selada.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami bagaumana budidaya pertanian organik pada tanaman padi dan
tanaman selada.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani dan Morfologi Padi
Klasifikasi Ilmiah tanaman padi adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Keluarga

: Graminae (Poaceae)

Genus : Oryza Linn


Spesies

: Oryza sativa L.

Menurut Aak (1995), tanaman padi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu :
1. Bagian Vegetatif
a) Akar, merupakan bagian tanaman yang berfungsi untuk menyerap air dan
zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas
tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan menjadi akar tunggang,
akar serabut, akar rambut dan akar tajuk.
b) Batang, padi mempunyai batang yang beruas-ruas. Tinggi batang berkisar
antara 107-115 cm dan warna batangya hijau
c) Anakan, tanaman padi akan membentuk rumpun dengan anakannya,
biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan
terjadi secara bersusun yaitu anakan pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Umumnya padi mempunyai anakan produktif sekitar 14-17
batang.
d) Daun, ciri khas daun padi adalah sisik dan telinga daun. Daun padi dibagi
menjadi beberapa bagian yakni helaian daun, pelepah daun, dan lidah
daun. Daun berwarna hijau, muka daun sebelah bawah kasar, posisi daun
tegak dan daun benderanya tegak

2. Bagian Generatif
a. Malai, merupakan sekumpulan bunga padi (Spikelet) yang keluar dari
buku paling atas. Bulir padi terletak pada cabang pertama dan kedua.
Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dan cara
menanamnya.
Buah padi (Gabah), merupakan ovary yang sudah masak, bersatu dengan palea.
Buah ini adalah hasil penyerbukan dan pembuahan yang mempunyai bagianbagian seperti embrio (lembaga), endosperm, dan bekatul. Bentuk gabah padi
Ciherang adalah panjang ramping dan warna gabah kuning bersih. Gabah yang
sudah dibersihkan kulitnya disebut dengan beras. Beras mengandung berbagai zat
makanan yang penting untuk tubuh, antara lain : karbohidrat, protein, lemak, serat
kasar, abu, dan vitamin.

2.2 Syarat tumbuh tanaman padi


Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur 19270C , memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin
berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur
yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH tanah 4 - 7. Kondisi tanah yang
baik untuk pertumbuhan tanaman padi sangat ditentukan oleh oleh beberapa
faktor, yaitu posisi topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porositas
tanah yang rendah dan tingkat keasaman tanah yang netral, sumber air alam, serta
kanopinas modifikasi system alam oleh kegiatan manusia ( Suparyono et.al., 1997
) Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang
kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan
diperlukan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada
tanah yang ketebalan lapisan atasnya 18-22 cm dengan pH 4,0-7,0. Faktor iklim
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi disuatu
daerah melalui perbedaan curah hujan, suhu, kelembaban udara, sinar matahari,
kecepatan angin dan perbedaan gas dalam atmosfer. Rata rata curah hujan yang
baik adalah 200 mm/bulan atau 1500 2000 mm/tahun.
8

2.3 Botani dan Morfologi Selada


Klasifikasi tanaman selada adalah sebagai berikut:
Kingdom :Plantae
Divisio :Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Asterales Famili : Asteraceae
Genus : Lactuca
Spesies : Lactuca sativa L
Tanaman selada dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran
tinggi (pegunungan). Beberapa daerah di Indonesia cocok untuk daerah
penanaman selada karena kondisi lingkungannya (iklim dan tanah) yang
mendukung pertumbuhan yang optimal pada tanaman selada.
Morfologi tanamaan selada terdiri dri akar, batang, daun, dan bunga yang
memiliki sifat seperti dibawah ini
a) Akar
Tanaman selada memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar
serabut menempel pada batang, tumbuh menyebar, ke semua arah pada kedalaman
20-50 cm atau lebih. Sebagian besar unsur hara yang dibutuhkan tanaman diserap
oleh akar serabut. Sedangkan akar tunggangnya tumbuh lurus ke pusat bumi
(Rukmana, 1994).
b) Daun
Daun selada memiliki bentuk, ukuran dan warna yang beragam,
bergantung varietasnya. Daun selada krop berbentuk bulat dengan ukuran daun
yang lebar, berwarna hijau terang dan hijau agak gelap. Daun selada memiliki
tangkai daun lebar dengan tulang daun menyirip. Tangkai daun bersifat kuat dan
9

halus. Daun bersifat lunak dan renyah apabila dimakan, serta memiliki rasa agak
manis. Daun selada umumnya memiliki ukuran panjang 20-25 cm dan lebar 15
cm (Wicaksono, 2008).
c) Batang
Tanaman selada memiliki batang sejati. Batang selada krop sangat pendek
dibanding dengan selada daun dan selada batang. Batangnya hampir tidak terlihat
dan terletak pada bagian dasar yang berada di dalam tanah. Diameter batang
selada krop juga lebih kecil yaitu berkisar antara 2-3 cm dibanding dengan selada
batang yang diameternya 5,6-7 cm dan selada daun yang diameternya 2-3 cm
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
d) Bunga
Bunga selada berbentuk dompolan (inflorescence). Tangkai bunga
bercabang banyak dan setiap cabang akan membentuk anak cabang. Pada dasar
bunga terdapat daun - daun kecil, namun semakin ke atas daun tersebut tidak
muncul. Bunganya berwarna kuning. Setiap krop panjangnya antara 3-4 cm yang
dilindungi oleh beberapa lapis daun pelindung yang dinamakan volucre. Setiap
krop mengandung sekitar 10-25 floret atau anak bunga yang mekarnya serentak
(Ashari, 1995).
e) Biji
Biji tanaman selada berbentuk lonjong pipih, berbulu, agak keras,
berwarna coklat, serta berukuran sangat kecil, yaitu panjang empat milimeter dan
lebar satu milimeter. Biji selada merupakan biji tertutup dan berkeping dua, dan
dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

2.4 Syarat tumbuh tanaman selada


Daerah yang cocok untuk penanaman selada sekitar ketinggian 500-2.000
m dpl dan suhu rata-rata 15-20 C. Pertmbuhan optimum terjadi pada tanah yang
subur banyak mengandung humus, mengandung pasir atau lumpur dan pada
pH.tanah 5-6.5 (Sumpena,TN)

10

2.5 Pertanian Organik


Pertanian

organik

menurut

International

Federation

of

Organic

Agriculture Movements/IFOAM (2005) didefinisikan sebagai sistem produksi


pertanian yang
holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas
agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang
cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Pertanian organik adalah sistem pertanian
yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversitas, siklus biologi dan
aktivitas biologi tanah.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penggunaan sistem pertanian organik
menurut IFOAM antara lain: 1) mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam
sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna,
tanah, tanaman serta hewan; 2) memberikan jaminan yang semakin baik bagi para
produsen pertanian (terutama petani) dengan kehidupan yang lebih sesuai dengan
hak asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh
penghasilan dan kepuasan kerja, termasuk lingkungan kerja yang aman dan sehat,
dan 3) memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.
Pertanian organik menurut IFOAM merupakan sistem manajemen
produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan
hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Pertanian
organik di sisi lain juga berusaha meningkatkan kesehatan dan produktivitas di
antara flora, fauna, dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang
menyebabkan kerusakan sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai
pertanian organik, sebaliknya sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan
dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok
pertanian organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak mendapat sertifikasi
organik.
Kementerian Pertanian (2007) dalam Road Map Pengembangan Pertanian
Organik 2008-2015 mengemukakan, bahwa pertanian organik dalam praktiknya
dilakukan dengan cara, antara lain: 1) menghindari penggunaan benih/bibit hasil

11

rekayasa genetika (GMO = genetically modified organism); 2) menghindari


penggunaan pestisida kimia sintetis (pengendalian gulma, hama, dan penyakit
dilakukan dengan cara mekanis, biologis, dan rotasi tanaman); 3) menghindari
penggunaan zat pengatur tumbuh (growth regulator) dan pupuk kimia sintetis
kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan
menambahkan pupuk kandang dan batuan mineral alami serta penanaman legum
dan rotasi tanaman); dan 4) menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan
aditif sintetis dalam makanan ternak.
Cara-cara pertanian organik di setiap negara bervariasi, akan tetapi pada
dasarnya pertanian organik mempunyai tujuan yang sama yaitu merupakan usaha
perlindungan tanah, penganekaragaman hayati, dan memberikan kesempatan
kepada binatang ternak dan unggas untuk merumput di alam terbuka (Kerr, 2009).
Penelitian yang dilakukan di beberapa negara yang membandingkan pertanian
organik dan pertanian konvensional sebagian besar menyatakan bahwa
keuntungan yang didapat dari pertanian organik lebih besar daripada keuntungan
yang diperoleh dari pertanian konvensional, hal ini disebabkan karena pertanian
organik tidak banyak menggunakan biaya untuk pembelian pupuk, pestisida
kimia, dan input pertanian lain, di samping itu produk organik dijual dengan harga
yang lebih tinggi dari produk pertanian konvensional (Greer et al., 2008).
Pertanian organik berdasarkan beberapa konsep dan definisi yang telah
dijelaskan di atas dapat disimpulkan sebagai sistem usahatani yang mengelola
sumber daya alam secara bijaksana, holistik, dan terpadu untuk memenuhi
kebutuhan manusia khususnya pangan dengan memanfaatkan bahan-bahan
organik secara alami sebagai input dalam pertanian tanpa input luar tinggi
yang bersifat kimiawi, sehingga mampu menjaga lingkungan serta mendorong
terwujudnya pertanian yang berkelanjutan dengan prinsip atau hubungan timbal
balik.

12

BAB III
ISI
3.1 Pertanian Organik pada Padi
Indonesia masih termasuk pengimpor beras, meskipun hasil panen ratarata nasional sudah tergolong tinggi diantara negara tropis di Asia. Namun, untuk
memenuhi kebutuhan nasional yang tinggi, Indonesia menghadapi kesulitan pada
aspek lahan, dimana lahan mengalami penurunan, baik diakibatkan oleh
kerusakan lahan maupun alih fungsi lahan.
Kerusakan lahan dapat diakibatkan oleh penggunaan bahan kimia yang
mencemari tanah dan air. Bahan kimia tersebut dapat berupa bahan kimia
pertanian seperti pestisida dan pupuk yang anorganik atau sintetis. Penggunaan
pestisida dan pupuk kimia sintetis yang tidak pada dosis yang tepat atau
penggunaan secara berlebihan dapat menjadi racun bagi tanah dan mengakibatkan
kerusakan.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan beralih ke pertanian organik. Saat ini kesadaran masyarakat akan
pertanian organik sudah semakin tinggi. Selain karena faktor kesehatan, dimana
terjadi dampak negatif akibat adanya residu pestisida dan pupuk kimia anorganik
pada tubuh seperti timbulnya penyakit, juga karena faktor lingkungan yang sudah
membutuhkan perhatian intensif. Oleh karena itu, diperlukan budidaya padi
organik yang tidak hanya sehat bagi konsumen tapi juga dapat memelihara
lingkungan.
Padi organik adalah padi yang disahkan oleh suatu badan independen,
ditanamdan diolahmenurut standar yang telah ditetapkan. Pada umumnya padi
organik harusmemenuhi persyaratan berikut:
1. Tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia sepanjang budi daya dan
pengolahannya.
2. Kesuburan tanah dipelihara secara alami, antara lainmelalui penanaman
tanaman penutup (cover crop) dan penggunaan pupuk kandang yang
dikomposkan serta sisa tanaman.

13

3. Tanaman dirotasikan untuk menghindari penanaman komoditas yang sama


secara terus-menerus.
4. Pemanfaatan bahan nonkimia, seperti musuh alami untuk menekan
serangan hama dan penyakit tanaman serta penyebaran jerami untuk
menekan gulma.
(IRRI 2007 dalam Syam 2008)
Salah satu negara yang mengembangkan padi organik adalah Thailand.
Pemerintah Thailand mendorong pengembangan padi organik di negara itu dan
melalui Biro Standar Pangan dan Komoditas Pertanian Thailand telahmenetapkan
ketentuan berikut bagi padi organik:
1. Produksi bebas dari pestisida dan pupuk kimia dan bebas dari organisme
rekayasa genetik (GMO .genetically modified organism).
2. Kualitas air dan tanah untuk produksi komoditas terpelihara dengan baik.
3. Konservasi

biodiversitas

serta

pemeliharaan

keseimbangan

dan

keberlanjutan sistem ekologis.


4. Fitosanitari dan peduli akan kesehatan petani dan konsumen.
5. Pencegahan ledakan hama dan penyakit tanamanmelalui peningkatan
kesehatan tanaman.
6. Sertifikasi dan produk yang dapat ditelusuri.
(Vainruk 2005 dalam Syam 2008)
3.1.1 Pertanian Padi Organik Metode SRI (System Rice Intensification)
Budidaya yang dilakukan pada padi organik dapat melalui dua cara, yaitu
cara biasa atau konvensional dan metode SRI (System Rice Intensification). SRI
adalah budidaya tanaman padi organik yang dilakukan secara intensif dan efisien
dengan proses menejemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan
tanah, tanaman dan airPada dasarnya budidaya padi organik secara konvensional
dilakukan dengan cara yang sama dengan budidaya biasa yang non organik, hanya
saja pada pertanian padi organik tidak menggunakan bahan kimia sintetis. Saat ini,

14

budidaya padi organik lebih cenderung berkembang dengan metode SRI atau
(System Rice Intensification).
Pertanian padi organik metode SRI dianggap lebih baik, karena mampu
menghemat benih, hemat air, dan tidak mencemari lingkungan. Pupuk yang
digunakan dan pestisida untuk padi organik metode SRI dapat diperoleh dengan
cara memanfaatkan apa yang ada di lingkungan. Pestisida nabati dan pupuk
biasanya dibuat sendiri dengan memanfaatkan tanaman atau mikroorganisme.
Pembuatan kompos sebagai pupuk dilakukan dengan memanfaatkan kotoran
hewan, sisa tumbuhan dan sampah rumah tangga dengan menggunakan aktifator
MOL. Berikut ini adalah tabel perbedaan metode SRI dan konvensional.
Tabel 1. Perbedaan sistem tanam padi organik denhan sistem konvensonal

Sumber :Mutakin, 2009.


Prinsip Penanaman SRI :
-

Penanaman bibit muda;

Penanaman bibit tunggal dan jarak antar tanaman yang lebar;

Penanaman segera untuk menghindari trauma pada bibit;

Penanaman dangkal;

Lahan sawah tidak terus menerus direndam air;

Penyiangan mekanis;
15

Menjaga keseimbangan biologi tanah.

SRI memiliki beberapa keuntungan yang tidak dimiliki cara bertani organik biasa,
keuntungan tersebut antara lain:
1. Lebih hemat air, karena tanah tidak lagi digenagi air. Hal ini sangat
membantu bagi petani di daerah yang lahannya kekurangan air.
2. Lebih hemat benih, karena dari kebutuhan benih yang tadinya setiap
lobang tanam bisa 3-5 bibit maka pada cara SRI yang hanya 1 untuk satu
lobang tanam akan menghemat benih sekitar 17 kg/hektar.
3. Lebih hemat pupuk organik. Bila pada bertani organik biasa pupuk akan
mengalami penyusutan sehingga diperlukan pupuk susulan yang banyak.
Pada cara SRI pupuk akan lebih mudah diserap oleh tanah dan
kebutuhannya tidak terlalu banyak.
4. Tidak terlalu sering melakukan penyiangan. Artinya kelebihan tersebut
akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh petani.
(Nursinah dan Taryadi, 2009)
Hambatan-hambatan yang dapat menghambat pertanian SRI adalah sebagai
berikut :
1. Benih yang sudah ditanam masih sangat rentan, bila terjadi hujan lebat
dikhawatirkan akan hanyut. Hal ini dapa dihindari maka pada saat
penyemaian benih dihindari musim hujan
2. Kemampuan dan pemahaman petani yang kurang adaftif terhadap inovasi
baru. Kendala ini dapat diatasi dengan mengoptimalkan tugas penyuluh
pertanian dengan mengadakan pelatihan lepada petani agar paham
tenatang SRI.

3.1.2 Budidaya Padi Organik dengan SRI (System Rice Intensification)


1. Penyiapan Benih
Sebelum penanaman, benih diseleksi terlebih dahulu dengan air garam. Air
garam dipersiapkan dengan menguji telur terlebih dahulu. Apabila kandungan
16

garam untuk pengujian sudah cukup, telur yang bermutu bagus akan
mengambang, hal ini dikarenakan berat jenis telur menjadi lebih rendah dibanding
dengan air. Benih kemudian dimasukkan ke dalam air garam tersebut. Benih yang
dipilih adalah benih yang tenggelam. Setelah itu, benih yang tenggelam dan
artinya berkualitas baik tersebut dicuci dengan air bersih untuk membebaskan
benih dari garam yang mungkin menempel pada benih, kemudian benih direndam
dalam air biasa selama 24 jam. Benih yang sudah direndam kemudian diperam
sekitar 36 jam, dengan dibungkus karung goni atau kain basah. Setelah muncul
akar pendek atau sudah berkecambah, benih dapat disemai atau ditebar.
2. Penyemaian
Penyemaian dari benih padi yang sudah muncul akar dapat dilakukan di
sawah, ladang, atau dalam wadah yang diberi alas plastik atau daun pisang. Media
persemaian bukan tanah sawah, tetapi dapat berupa campuran antara tanah darat
dan kompos menggunakan perbandingan 2:1 atau 1:1. Media persemaian juga
dapat ditambah dengan arang sekam untuk menambah kegemburan media
persemaian sehingga ketika dipindah tanamkan dapat meminimalisir resiko
kerusakan akar.
Apabila penyemaian dilakukan di sawah, tempat penyemaian dibuat
menjadi berupa tegalan/guludan seperti untuk penanaman sayuran dengan
ketinggian tanahnya sekitar 15 cm, lebar sebaiknya sekitar 125 cm dan seluruh
pinggirannya ditahan dengan papan, triplek atau batang pisang untuk mencegah
erosi. Benih yang sudah ditebar sebaiknya kemudian ditutup lagi dengan lapisan
tipis tanah atau kompos atau abu bakar untuk mempertahankan kelembabannya
kemudian ditutup lagi dengan jerami atau daun kelapa untuk menghindari
dimakan burung dan gangguan dari air hujan sampai tumbuh tunas dengan tinggi
sekitar 1 cm. Untuk perawatan dilakukan penyiraman setiap pagi dan sore. benih
siap di tanam ke sawah saat usianya belum mencapai 15 hari dan sebaiknya antara
umur 8-10 hari setelah tebar yaitu saat baru memiliki dua helai daun.
3. Penyiapan Lahan
Lahan sawah yang akan ditanami digenangi terlebih dahulu selama
beberapa hari agar tanah menjadi lunak. Setelah penggenangan, tanah dibajak,

17

yaitu kegiatan membalikkan tanah dan memecah tanah menjadi bongkahan kecil
juga menghancurkan gulma. Bila diperlukan setelah pembajakan pertama lahan
sawah dibiarkan tergenang beberapa hari dan kemudian dilakukan pembajakan
kedua. Kedalaman dari pelumpuran lahan turut menentukan pertumbuhan
tanaman dan sebaiknya kedalaman pelumpuran tersebut setidaknya mencapai 30
cm.
Apabila diperlukan, pematang sawah dapat diperbaiki untuk menghindari
kebocoran dan tidak ditumbuhi tanaman liar. Perbaikan pematang juga dilakukan
untuk menghindari tikus yang dapat bersarang di pematang sawah. Setelah itu
kompos ditebar di lahan sebelum dilakukan penggaruan, sehingga pada saat
dilakukan penggaruan kompos dapat bercampur dengan tanah sawah. Kompos
harus tercampur secara merata pada tanah dan tidak terbuang karena terbawa
aliran air. Jumlah kompos yang cukup ideal adalah sebanyak 1 kg untuk setiap 1
m2 luas lahan. Penggaruan selain untuk makin memperhalus butiran tanah
sehingga menjadi lumpur juga sekaligus bertujuanuntuk meratakan lahan.
Lahan kemudian diratakan. Perataan lahan ini penting karena lahan harus
rata dan datar sehingga mudah dalam pengaturan air untuk diberikan sesuai
keperluan tanaman, tidak melimpah di satu bagian saja. Area penanaman padi juga
dibuat dalam baris-baris atau petakan yang dipisahkan dengan jalur pengairan
dengan lebar petakan sekitar 2m agar memudahkan dan meratakan rembesan air
ke seluruh area tanaman padi selain untuk lebih memudahkan saat penanaman.
Pekerjaan terakhir di lahan untuk persiapan penanaman adalah pembuatan tanda
lokasi penanaman bibit yang berjarak minimal 25 cm atau lebih (pencaplakan).
Dengan teraturnya penanaman padi akan memudahkan dalam penyiangan secara
mekanis pada waktu pemeliharaan. Penandaan titik penanaman ini selain dengan
membuat garis-garis di tanah menggunakan alat yang bisa dibuat secara sederhana
dari kayu atau bambu dapat juga menggunakan tali yang diberi tanda.
4. Penanaman
Penanaman bibit dilakukan dengan hati-hati. Bibit yang ditanam di persemaian
sawah atau ladang diambil dengan cara dikeduk bagian bawah tanahnya sehingga
tanahnya ikut terbawa. Kemudian tempatkan kumpulan bibit ini dalam suatu

18

wadah misalkan pelepah pisang, bambu atau lainnya untuk di bawa ke tempat
penanaman. Pemindahan harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu sekitar
15-30 menit untuk menghindari trauma dan shok. Untuk bibit yang ditanam
menggunakan wadah akan lebih mudah membawanya ke tempat penanaman.
Ciri bibit yang sehat untuk penanaman adalah lebih tinggi/ besar dan daunnya
lebih tegak ke atas atau daunnya tidak terlalu terkulai. Penanaman padi dilakukan
secara dangkal dan hanya cukup satu sampai 3 bibit untuk satu titik. Bibit
ditanamkan dengan menggesernya di atas permukaan tanah, yang lebih mudah
menggunakan jari jempol dan telunjuk. Sisa dari bibit dapat ditanam tunggal
dibagian terluar diantara tanaman padi lainnya dari tiap petakan sebagai cadangan
bila di kemudian hari ada tanaman yang tidak baik tumbuhnya. Penyulaman
dilakukan menggunakan tanaman yang disiapkan sebagai cadangan di antara
tanaman utama atau mengambil dari rumpun yang sewaktu ditanam berasal dari 2
atau 3 bibit.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan untuk padi adalah sebagai berikut :
a. Pengaturan air agar hanya macak-macak atau mengalir di saluran air saja,
perendaman lahan selama beberapa saat dilakukan bila lahan sawah
terlihat kering dan adanya retakan halus pada tanah.
b. Penanganan gulma dilakukan dengan penyiangan mekanis sampai gulma
tersebut tercabut dari tanah untuk kemudian dibenamkan menggunakan
tangan atau kaki sedalam mungkin agar tidak mampu tumbuh lagi.
Sebelum penyiangan tanah sebaiknya direndam untuk melunakkan tanah
dan setelah dilakukan penyiangan air kembali dibuang dan sawah dalam
keadaan macak-macak.
c. Untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik dari gulma maka
perlu dilakukan penyemprotan MOL (mikro-organisma lokal) setelah
proses penyiangan. Penyemprotan MOL di arahkan ke tanah bukan ke
tanaman karena maksudnya adalah penambahan jumlah bakteri pengurai
ke dalam tanah untuk melakukan proses dekomposisi bahan organik. MOL
ini dapat juga di campur dengan pupuk organik cair (POC) untuk
19

memberikan tambahan unsur hara ke dalam tanah. Konsentrasi larutan


untuk penyemprotan baik MOL, POC maupun campuran MOL dan POC
jangan terlalu pekat untuk menghindari terjadinya proses dekomposisi
yang berlebihan pada tanah yang mengakibatkan akan menguningnya
tanaman untuk sementara karena unsur N yang ada dipergunakan oleh
bakteri pengurai untuk aktivitasnya.
d. Penyemprotan POC kaya N dapat dilakukan pada usia padi 20 hari setelah
semai (hss), 30 hss, 40 hss dan 50 hss. Namun penyemprotan POC kaya N
ini dapat dilakukan kapanpun juga bila diperlukan pada kondisi padi
terlihat mengalami kahat/kekurangan N dengan gejala daun menguning
terutama antara 40 hss 60 hss. Gabungan POC kaya P dan K
disemprotkan 2 atau 3 kali saat padi sudah memasuki usia sekitar 70 hss
untuk

memperbaiki

kualitas

pengisian

gabah

dengan

interval

penyemprotan 10 hari. Frekuensi penyemprotan POC dapat disesuaikan


dengan kondisi di lapangan berdasarkan pengamatan dari pertumbuhan
tanaman. Penyemprotan POC atau MOL harus dilakukan dalam kondisi
lahan tidak tergenang dan diusahakan pada saat padi mulai berbunga
penyemprotan POC sudah dihentikan agar tidak mengganggu proses
penyerbukan.
e. Penanganan organisma pengganggu tanaman (OPT) berupahama/penyakit
dilakukan

dengan

penggunaan

atau

penyemprotan

pestisida

nabati/pestisida organik lokal (POL) yang diarahkan ke tanaman.


Penyemprotan dapat dilakukan sebagai usaha preventif/pencegahan secara
berkala ataupun untuk penanggulangan.
Hama dan Penyakit Tanaman Padi
a. Hama
-

Hama di Persemaian Basah (untuk padi sawah)


1. Hama putih (Nymphula depunctalis)
Gejala penyerangan : menyerang daun bibit, kerusakan berupa titik-titik
yang memanjang sejajar tulang daun, ulat menggulung daun padi. Hama

20

ini dapat dikendalikan dengan pengaturan air yang baik, penggunaan bibit
sehat, melepaskan musuh alami, menggugurkan tabung daun.
2. Padi trip (Trips oryzae)
Gejala penyerangan : daun menggulung dan berwarna kuning sampai
kemerahan, pertumbuhan bibit terhambat, pada tanaman dewasa gabah
tidak berisi.
3. Ulat tentara (Pseudaletia unipuncta, berwarna abu-abu; Spodoptera litura,
berwarna coklat hitam; S. exempta, bergaris kuning)
Gejala penyerangan : ulat memakan helai daun, tanaman hanya tinggal
tulang-tulang daun.
-

Hama Lahan Sawah

1. Tikus
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan spesies dominan pada pertanaman
padi. Selain itu, dapat pula ditemukan tikus semak R. Exulans. Penanganan pada
hama tikus adalah sebagai berikut :
a. Sanitasi lingkungan dan manipulasi habitat
-

Membersihkan dan memperbaiki lingkungan di sekitar areal pertanaman


padi.

Memperkecil ukuran pematang sawah (tinggi dan lebar + 30 cm) dapat


menghambat perkembangan populasi tikus karena tikus tidak nyaman
untuk membuat sarang.

b. Kultur teknis
-

Pengaturan pola tanam. Pada lahan sawah irigasi dilakukan pergiliran


tanaman, seperti: padi-padi-palawija, padi-padi-bera, padi-palawija ikanpadi. Ini akan mengakibatkan terganggunya siklus hidup tikus akibat
terbatasnya ketersediaan makanan.

Pengaturan waktu tanam. Penanaman padi sawah yang serentak pada satu
hamparan (minimal 100 hektar) dapat meminimalkan kerusakan karena

21

serangannya tidak terkonsentrasi pada satu lokasi tetapi tersebar sehingga


kerusakan rata-rata akan lebih rendah.
-

Pengaturan jarak tanam. Bertujuan menciptakan lingkungan terbuka


sehingga tikus tidak merasa puas dalam mencari makanan.

Penanaman padi agak jarang atau sistem tanam jajar legowo kurang
disukai oleh tikus sawah (suasana terang) karena takut adanya musuh
alami (predator).

c. Biologi
Tanaman perangkap adalah padi yang ditanam pada lahan berukuran
20x20 m atau 50x50 m di tengah hamparan. Penanaman dilakukan 3
minggu lebih awal, pada saat petani disekitarnya membuat pesemaian.
Tanaman perangkap dipagar dengan plastik setinggi 60 cm, disetiap sisi
pagar ditaruh satu unit perangkap bubu berukuran 25x25x60 cm. Di
sekeliling tanaman perangkap dibuat parit agar bagian bawah pagar selalu
tergenang air, sehingga tikus diharapkan tidak dapat melubangi pagar atau
menggali lubang di bawah pagar.
2. Penggerek Batang
Empat jenis penggerek batang padi yang umum ditemukan adalah;
Penggerek batang padi kuning (Tryporyza incertulas), penggerak batang padi
bergaris (Chilo suppressalis), penggerek batang padi putih (Tryporyza innotata),
dan penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens). Kerusakan tanaman
yang diakibatkan oleh semua jenis hama penggerek batang adalah sama, yaitu
matinya pucuk tanaman pada stadia vegetatif (sundep) dan malai yang keluar
hampa pada stadia generatif (beluk). Pengendaliannya adalah:
-

Panen padi sawah dengan cara memotong tunggul jerami rendah supaya
hidup larvanya terganggu dimana larva yang ada dibagian bawah tanaman
tertinggal dan membusuk bersama jerami.

Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan mengambil kelompok telur


pada saat tanaman berumur 10-17 hari setelah semai, karena hama

22

penggerek batang sudah mulai meletakkan telurnya pada tanaman padi


sejak di pesamaian.
3. Wereng Coklat
Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) memiliki tingkat kemampuan
reproduksi yang tinggi jika keseimbangan populasinya terganggu oleh penanaman
varietas peka dan perubahan iklim (curah hujan). Wereng coklat mampu merusak
tanaman padi dalam skala luas pada waktu yang relatif singkat. Wereng coklat dan
wereng punggung putih (Sogatella furcifera H.) seringkali menyerang tanaman
secara bersamaan pada tanaman stadia vegetatif.
Pengendaliannya adalah gunakan berbagai cara pengendalian, mulai dari
penyiapan lahan, tanam jajar legowo, pengairan inttermitten. Bila populasi hama
dibawah ambang ekonomi, gunakan insektisida botani atau jamur entomopatogenik (Metarhizium annisopliae atau Beauveria bassiana).
4. Siput murbei atau keong mas (Pomace canaliculata Lamarck)
Kerusakan terjadi ketika tanaman masih muda. Pengendalian dapat
dilakukan secara mekanis dapat dilakukan dengan mengambil dan memusnahkan
telur dan keong mas baik dipesemaian atau di pertanaman secara bersama-sama,
membersihkan saluran air dari tanaman air seperti kangkung, dan mengembalakan
itik setelah panen. Pengendalian juga dapat dengan memberikan pemupukan P dan
K sebelum tanam dengan pupuk organik cair. Mengambil keong mas atau telur
untuk dimusnahkan. Memasang saringan pada pemasukan air untuk menjaring
siput, serta mengumpan dengan menggunakan daun talas atau daun pepaya;
5. Walang sangit (Leptocoriza acuta)
Hama walang sangit Menyerang buah padi yang masak susu dan
menyebabkan buah hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna
coklat dan tidak enak; pada daun terdapat bercak bekas isapan dan buah padi
berbintik-bintik hitam. Pengendalian secara kultur teknis dengan bertanam
serempak, peningkatan kebersihan, mengumpulkan dan memunahkan telur,
melepas musuh alami seperti jangkrik;
6. Kepik hijau (Nezara viridula)

23

Hama kepik hijau menyerang batang dan buah padi. Pada batang tanaman
terdapat bekas tusukan, buah padi yang diserang memiliki noda bekas isapan
dan

pertumbuhan

tanaman

terganggu.

Pengendalian

dapat

dengan

mengumpulkan dan memusnahkan telur-telurnya.


b. Penyakit
1. Bercak daun coklat
Disebabkan oleh jamur Helmintosporium oryzae). Jamur menyerang
pelepah, malai, buah yang baru tumbuh dan bibit yang baru berkecambah. Biji
berbercak-bercak coklat tetapi tetap berisi, padi dewasa busuk kering, biji
kecambah busuk dan kecambah mati. Pengendalian yang dapat dilakukan
merendam benih di dalam air panas dan pemupukan berimbang.
2. Blast
Penyebabnya jamur Pyricularia oryzae. Gejala: menyerang daun, buku
pada malai dan ujung tangkai malai. Serangan menyebabkan daun, gelang buku,
tangkai malai dan cabang di dekat pangkal malai membusuk. Proses pemasakan
makanan terhambat dan butiran padi menjadi hampa. Untuk mengendalikan
penyakit ini dapat dengan membakar sisa jerami, menggenangi sawah
3. Penyakit garis coklat daun (Narrow brown leaf spot)
Penyebab penyakit adalah jamur Cercospora oryzae. Gejala penyerangan adalah
jamur ini menyerang daun dan pelepah. Tampak gari-garis atau bercak-bercak
sempit memanjang berwarna coklat sepanjang 2-10 mm. Proses pembungaan dan
pengisian biji terhambat.
4. Busuk pelepah daun
Penyebab penyakit adalah jamur Rhizoctonia sp. Jamur ini menyerang
daun dan pelepah daun, gejala terlihat pada tanaman yang telah membentuk
anakan dan menyebabkan jumlah dan mutu gabah menurun. Penyakit ini tidak
terlalu merugikan secara ekonomi.
5. Penyakit kresek/hawar daun

24

Disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae). Jamur ini


menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis-garis di antara tulang daun, garis
melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun mengering dan mati. Serangan
menyebabkan gagal panen.
6. Penyakit fusarium
Penyebabnya adalah jamur Fusarium moniliforme. Jamur menyerang
malai dan biji muda, malai dan biji menjadi kecoklatan hingga coklat ulat, daun
terkulai, akar membusuk, tanaman padi. Kerusakan yang diderita tidak terlalu
parah.
7. Penyakit bakteri daun bergaris/Leaf streak
Penyebabnya bakteri X. Translucens, menyerang daun dan titik tumbuh.
Terdapat garis basah berwarna merah kekuningan pada helai daun sehingga daun
seperti terbakar.
8. Penyakit tungro dan wereng hijau
Wereng hijau (Nephotettix virescens Distant) umumnya tidak langsung
merusak tanaman padi, tetapi bertindak sebagai penular atau vektor penyakit virus
tungro. Pengendalian dapat dilakukan dengan penanaman serentak, Buat
persemaian setelah lahan dibersihkan dari gulma teki dan eceng gondok. Buang
tanaman padi yang terinfeksi agar tidak menjadi sumber virus.
Selain dari pengendalian secara kultur teknis dengan perenggangan jarak
tanam, sanitasi, pemupukan pada dosis yang tepat, penggunaan musuh alami, dan
pengendalian mekanis, dapat juga digunakan pestisida organik yang terbuat dari
nabati sesuai dengan hama atau penyakit yang menyerang.
6. Pemanenan
Panen dilakukan saat padi mencapai umur panen sesuai deskripsi untuk
masing-masing varietas dihitung dari saat tebar/semai di penyemaian atau sekitar
30-35 hari setelah berbunga atau ketika sekitar 90% padi sudah menguning.

25

3.2.Pertanian Organik pada Selada


Selada merupakan tanaman sayuran daun yang tumbuh dengan baik di
dataran tinggi. Tanaman sayuran semusim ini tidak kalah penting dengan tanaman
sayuran lainnya. Menurut para vegetarian, selada tidak hanya membuat tubuh
sehat karena tidak mengandung lemak namun juga dapat menghaluskan kulit
(Litbang Jambi, 2009). Sayuran selada biasa digunakan sebagai makanan lalapan,
salad, maupun kreasi makanan sayuran lainnya. Konsumsi sayuran selada di
Indonesia termasuk yang cukup tinggi namun selada dari pertanian modern yang
beredar di pasaran termasuk yang kurang layak untuk di konsumsi karena
mengandung banyak residu pestisida dilihat dari praktik budidaya yang kurang
sehat.
Pada pertanian modern input yang diberikan untuk pembentukan dan
perkembangan daun selada berasal dari bahan kimia sintetis yang akan
meninggalkan residu bahan kimia pada sayuran selada, disamping itu cara
mengkonsumsi sayuran selada secara mentah dapat berakibat fatal dan berdampak
buruk bagi kesehatan tubuh. Pertanian organik menjadi solusi dalam
menghasilkan sayuran selada yang baik bagi kesehatan karena tidak mengandung
zat kimia sintetis dan aman dikonsumsi bagi tubuh.

3.2.1 Budidaya Selada Organik Krop (Heading Lettuce)


1. Kebutuhan benih
Kebutuhan benih pada selada jenis krop sama dengan selada jenis mentega
yakni + 400 gram benih/ha.
2. Pengolahan Lahan
Sebelum

penanaman

dilakukan

pengolahan

lahan

yakni

dengan

mencangkul dan membolak-balikkan tanah sedalam 20-30 cm supaya gembur dan


hama penyakit didalam tanah dikurangi dengan sinar matahari. Selanjutnya dibuat
bedengan dengan lebar 100 cm dan tinggi 30 cm, untuk panjang disesuaikan

26

dengan keadaan lahan. Bentuk bedeng membujur dari timur ke barat agar
mendapat sinar matahari penuh.
3. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan menanam benih yang sudah disemai dengan
umur sekitar 3-4 minggu atau sudah memiliki sekitar 4-5 helai daun. Tanaman
dipindahkan ke bedengan dengan jarak tanam sekitar 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm.
4. Pemeliharaan

Pemupukan
Pada praktik pertanian organik maupun non organik, pemberian pupuk

sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman


selada. Pemberian pupuk dilakukan 3 hari sebelum penanaman. Pemberian pupuk
kompos berupa kotoran hewan diberikan sekitar 20 ton/ha. Cara pemberian pupuk
yakni dengan menyampurkan pada lahan penanaman dan diaduk rata dengan
tanah.

Penyiraman dan Penyiangan


Penyiraman dilakukan 2 kali sehari setiap hari yakni pagi dan sore.

Penyiraman dilakukan dengan cara semprot (spray), penyiraman berfungsi juga


menjaga kelembaban tanah namun tidak sampai tergenang air karena dapat
menjadi sarang penyakit.
Penyiangan dilakukan seminggu sekali atau pada saat dibutuhkan (gulma
tumbuh banyak).

Pengendalian Hama dan Penyakit


Hama yang sering ditemui pada tanaman selada adalah hama pemakan

daun seperti ulat daun dan belalang. Cara pengendaliannya dapat dilakukan secara
mekanik, jika cara mekanik sulit dilakukan misalnya pada belalang maka dapat
dilakukan penyemprotan pestisida nabati. Pestisida nabati yang dapat digunakan
adalah bawang putih karena dapat bersifat sebagai repellent juga dapat berfungsi
sebagai insektisida, nematisida, fungisida dan antibiotik (Litbang Bengkulu,
2013).

27

Penyakit yang sering menyerang tanaman kubis adalah bercak hitam daun
dan cacar daun. Cara pengendaliannya adalah dengan menjaga kelembaban tanah
dan iklim mikro pada pertanaman selada.
5. Panen dan Pasca Panen
Selada dapat dipanen pada umur + 2 bulan. Ciri-ciri tanaman selada yang
dapat dipanen adalah daun lebar dan besar, daun sudah banyak dan lebat serta
berwarna hijau cerah. Pemanenan dilakukan dengan memotong batang bawah
tanaman. Pemanenan dilakukan pada pagi hari saat tanaman masih segar.
Untuk menjaga kualitas tanaman selada maka tanaman selesai dipanen
dapat langsung dipasarkan. Jika akan disimpan terlebih dahulu maka dapat
direndam bagian bawah tanaman untuk menjaga kesegarannya.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

28

DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1995. Berbudidaya Tanaman Padi. Kanisisus, Yogyakarta
Ashari, S., 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press, Jakarta.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. 2009. Budidaya Selada Semi
Organik. Jambi.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. 2013. Petunjuk Teknis
Pembuatan Pestisida Nabati. ISBN 978-602-9064-13-1. Bengkulu.
Kurniadiningsih, Yanti. 2012. Evaluasi Untung Rugi Penerapan Metode SRI
(System of Rice Intensification) Di D.I. Cihea Kabupaten Cianjur Jawa
Barat.

Diakses

pada

laman

http://www.ftsl.itb.ac.id/wp-

content/uploads/2012/07/95009304-Yanti-Kurniadiningsih.pdf

pada

tanggal 1 Mei 2015 pukul 07.27 WIB


Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.

Tanpa Tahun. Padi (Oryza sativa). Diakses pada website

www.ristek.go.id pada 29 April 2015 pukul 17.25 WIB.


Mutakin, Jenal. 2012. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI
(System

Rice

Intensification).

Diakses

pada

laman

29

http://www.mb.ipb.ac.id/uploads/File/Artikel/2012/ARTIKEL%2520SRI
.pdf
Nursinah, Is Zunaini. Taryadi. 2009. Penerapan SRI (System of Rice
Intensification) Sebagai Alternatif Budidaya Padi Organik. Diakses pada
laman

berikut

pada

tanggal

Mei

2015

pukul

08.20

WIB.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=19672&val=1236
Nurhidayati., Istirochah P., Anis S., Djuhar.,dan i Abd. Basit . 2008.Pertanian
Organik (e-book). Diakses melalui http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/
pada 01 Mei 2015
Rukmana, R. 1994. Bawang Merah Budidaya dan Pengolahan Pacapanen.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rubetzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Sumpena,U.TN. Budidaya Selada. Balai Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian

Kementrian

Pertanian.

Diakses

melalui

http://balitsa.litbang.pertanian.go.id pada 01 Mei 2015


Suparyono, dkk., 1997. Budidaya Padi. Penebar Swadaya. Jakarta
Syam,M.2008. Padi Organik dan Tuntutan Peningkatan Produksi Beras. Iptek
Tanaman

Pangan

Vol.

No.

1.

Diakese

melalui

http://pangan.litbang.pertanian.go.id/files/01-Mahyuddin.pdf pada 01 Mei


2015
Syam, Mahyuddin. 2008. Padi Organik dan Tuntutan Peningkatan Produksi
Beras. Diakses pada laman http://pangan.litbang.pertanian.go.id/files/01Mahyuddin.pdf pada 30 April 2015 pukul 18.18 WIB
Wicaksono, A. 2008. Penyimpanan Bahan Makanan Serta Kerusakan Selada.
Skripsi . Fakultas Politeknik Kesehatan. Yogyakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai