Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Amanda Elfas Reliandio
150510120071
150510120072
Yusrina Imaniar
150510120073
Aida Fitira
150510120074
Nugrah Ridho M
150510120075
Alexander Ambarita
150510120077
Kelas Agroteknologi D
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya kami
berhasil menyelesaikan makalah yang telah kami susun sebelumnya berdasarkan
apa yang telah kami dapatkan dari perkuliah dan ditambah beberapa sumber
terpercaya yang kami anggap relevan untuk melengkapi isi makalah ini.
Makalah ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen jurusan Agroteknologi dalam mata kuliah Sistem Pertanian
Berkelanjutan I Organik. Makalah ini membahas mengenai proses budidaya
pertanian organik dari mulai pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen
dan pasca panen pada tanaman pangan yaitu padi, dan sayuran daun yaitu selada.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
baik dalam kandungan materi maupun cara penyusunannya. Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran agar menjadi pelajaran bagi kami lebih baik
untuk kedepannya.
Jatinangor, 2 Mei 2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................iii
DAFTAR TABEL......................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1 Latar belakang....................................................................................1
1.2 Tujuan
............................................................................................2
............................................................................................9
DAFTAR TABEL
No.
Judul
Hal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Jumlah populasi penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya, maka
pemenuhan terhadap produksi pangan pun juga harus ditingkatkan untuk
mencukupi kebutuhan didalam negeri. Sistem pertanian di Indonesia dalam
upayanya memenuhi kebutuhan pangan umumnya masih menggunakan teknik
konvensional yang apabila terus berlanjut akan menyebabkan terjadinya
percepatan kerusakan sumber daya, eksploitasi lingkungan seperti degradasi lahan
dan pencemaran oleh residu kimia pada tanah dan air. Dengan demikian,
diperlukan suatu pembangunan pertanian yang berkelanjutan dengan masukan
teknologi rendah input luar atau LEISA (Low Eksternal Input Sustainable
Agriculture). Alernatif untuk menciptakan pembangunan pertanian yang
berkelanjutan adalah dengan gerakan kembali ke alam yaitu sistem pertanian
organik.
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia buatan pabrik. Tujuan
utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama
bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak
merusak lingkungan (Nurhidayati,dkk,2008).
diarahkan
produktif
untuk
mengembangkan
usaha
yang
sustainable
organik, baik melalui SRI (System of Rice Intensification) maupun cara budi daya
organik lainnya. Budidaya yang sepenuhnya menggunakan bahan organik sebagai
masukan ini mereka yakini mampu memberi produk yang lebih aman bagi
kesehatan dan lingkungan dan hasil panen yang lebih tinggi.
Budidaya tanaman sayuran, pada umumnya juga sudah diarahkan kepada
pertanian organik yang meminimalisis penggunaan input bahan-bahan kimia,
salah satunya adalah pada tanaman selada. Selada merupakan salah satu tanaman
sayuran eksotis yang memiliki harga ekonomi yang tinggi. Kebutuhan akan
komoditi selada semakin meningkat sejalan dengan tingkat kesadaran masyarakat
akan pentingnya gizi keluarga. Tanaman selada memiliki fungsi sebagai zat
pembangun tubuh, dengan kandungan zat gizi dan vitamin yang cukup banyak
dan baik untuk kesehatan masyarakat. Dengan penerapan budidaya organik pada
selada diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan input yang
berlebihan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas tanaman selada.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami bagaumana budidaya pertanian organik pada tanaman padi dan
tanaman selada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani dan Morfologi Padi
Klasifikasi Ilmiah tanaman padi adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Keluarga
: Graminae (Poaceae)
: Oryza sativa L.
Menurut Aak (1995), tanaman padi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu :
1. Bagian Vegetatif
a) Akar, merupakan bagian tanaman yang berfungsi untuk menyerap air dan
zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas
tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan menjadi akar tunggang,
akar serabut, akar rambut dan akar tajuk.
b) Batang, padi mempunyai batang yang beruas-ruas. Tinggi batang berkisar
antara 107-115 cm dan warna batangya hijau
c) Anakan, tanaman padi akan membentuk rumpun dengan anakannya,
biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan
terjadi secara bersusun yaitu anakan pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Umumnya padi mempunyai anakan produktif sekitar 14-17
batang.
d) Daun, ciri khas daun padi adalah sisik dan telinga daun. Daun padi dibagi
menjadi beberapa bagian yakni helaian daun, pelepah daun, dan lidah
daun. Daun berwarna hijau, muka daun sebelah bawah kasar, posisi daun
tegak dan daun benderanya tegak
2. Bagian Generatif
a. Malai, merupakan sekumpulan bunga padi (Spikelet) yang keluar dari
buku paling atas. Bulir padi terletak pada cabang pertama dan kedua.
Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dan cara
menanamnya.
Buah padi (Gabah), merupakan ovary yang sudah masak, bersatu dengan palea.
Buah ini adalah hasil penyerbukan dan pembuahan yang mempunyai bagianbagian seperti embrio (lembaga), endosperm, dan bekatul. Bentuk gabah padi
Ciherang adalah panjang ramping dan warna gabah kuning bersih. Gabah yang
sudah dibersihkan kulitnya disebut dengan beras. Beras mengandung berbagai zat
makanan yang penting untuk tubuh, antara lain : karbohidrat, protein, lemak, serat
kasar, abu, dan vitamin.
halus. Daun bersifat lunak dan renyah apabila dimakan, serta memiliki rasa agak
manis. Daun selada umumnya memiliki ukuran panjang 20-25 cm dan lebar 15
cm (Wicaksono, 2008).
c) Batang
Tanaman selada memiliki batang sejati. Batang selada krop sangat pendek
dibanding dengan selada daun dan selada batang. Batangnya hampir tidak terlihat
dan terletak pada bagian dasar yang berada di dalam tanah. Diameter batang
selada krop juga lebih kecil yaitu berkisar antara 2-3 cm dibanding dengan selada
batang yang diameternya 5,6-7 cm dan selada daun yang diameternya 2-3 cm
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
d) Bunga
Bunga selada berbentuk dompolan (inflorescence). Tangkai bunga
bercabang banyak dan setiap cabang akan membentuk anak cabang. Pada dasar
bunga terdapat daun - daun kecil, namun semakin ke atas daun tersebut tidak
muncul. Bunganya berwarna kuning. Setiap krop panjangnya antara 3-4 cm yang
dilindungi oleh beberapa lapis daun pelindung yang dinamakan volucre. Setiap
krop mengandung sekitar 10-25 floret atau anak bunga yang mekarnya serentak
(Ashari, 1995).
e) Biji
Biji tanaman selada berbentuk lonjong pipih, berbulu, agak keras,
berwarna coklat, serta berukuran sangat kecil, yaitu panjang empat milimeter dan
lebar satu milimeter. Biji selada merupakan biji tertutup dan berkeping dua, dan
dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
10
organik
menurut
International
Federation
of
Organic
11
12
BAB III
ISI
3.1 Pertanian Organik pada Padi
Indonesia masih termasuk pengimpor beras, meskipun hasil panen ratarata nasional sudah tergolong tinggi diantara negara tropis di Asia. Namun, untuk
memenuhi kebutuhan nasional yang tinggi, Indonesia menghadapi kesulitan pada
aspek lahan, dimana lahan mengalami penurunan, baik diakibatkan oleh
kerusakan lahan maupun alih fungsi lahan.
Kerusakan lahan dapat diakibatkan oleh penggunaan bahan kimia yang
mencemari tanah dan air. Bahan kimia tersebut dapat berupa bahan kimia
pertanian seperti pestisida dan pupuk yang anorganik atau sintetis. Penggunaan
pestisida dan pupuk kimia sintetis yang tidak pada dosis yang tepat atau
penggunaan secara berlebihan dapat menjadi racun bagi tanah dan mengakibatkan
kerusakan.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan beralih ke pertanian organik. Saat ini kesadaran masyarakat akan
pertanian organik sudah semakin tinggi. Selain karena faktor kesehatan, dimana
terjadi dampak negatif akibat adanya residu pestisida dan pupuk kimia anorganik
pada tubuh seperti timbulnya penyakit, juga karena faktor lingkungan yang sudah
membutuhkan perhatian intensif. Oleh karena itu, diperlukan budidaya padi
organik yang tidak hanya sehat bagi konsumen tapi juga dapat memelihara
lingkungan.
Padi organik adalah padi yang disahkan oleh suatu badan independen,
ditanamdan diolahmenurut standar yang telah ditetapkan. Pada umumnya padi
organik harusmemenuhi persyaratan berikut:
1. Tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia sepanjang budi daya dan
pengolahannya.
2. Kesuburan tanah dipelihara secara alami, antara lainmelalui penanaman
tanaman penutup (cover crop) dan penggunaan pupuk kandang yang
dikomposkan serta sisa tanaman.
13
biodiversitas
serta
pemeliharaan
keseimbangan
dan
14
budidaya padi organik lebih cenderung berkembang dengan metode SRI atau
(System Rice Intensification).
Pertanian padi organik metode SRI dianggap lebih baik, karena mampu
menghemat benih, hemat air, dan tidak mencemari lingkungan. Pupuk yang
digunakan dan pestisida untuk padi organik metode SRI dapat diperoleh dengan
cara memanfaatkan apa yang ada di lingkungan. Pestisida nabati dan pupuk
biasanya dibuat sendiri dengan memanfaatkan tanaman atau mikroorganisme.
Pembuatan kompos sebagai pupuk dilakukan dengan memanfaatkan kotoran
hewan, sisa tumbuhan dan sampah rumah tangga dengan menggunakan aktifator
MOL. Berikut ini adalah tabel perbedaan metode SRI dan konvensional.
Tabel 1. Perbedaan sistem tanam padi organik denhan sistem konvensonal
Penanaman dangkal;
Penyiangan mekanis;
15
SRI memiliki beberapa keuntungan yang tidak dimiliki cara bertani organik biasa,
keuntungan tersebut antara lain:
1. Lebih hemat air, karena tanah tidak lagi digenagi air. Hal ini sangat
membantu bagi petani di daerah yang lahannya kekurangan air.
2. Lebih hemat benih, karena dari kebutuhan benih yang tadinya setiap
lobang tanam bisa 3-5 bibit maka pada cara SRI yang hanya 1 untuk satu
lobang tanam akan menghemat benih sekitar 17 kg/hektar.
3. Lebih hemat pupuk organik. Bila pada bertani organik biasa pupuk akan
mengalami penyusutan sehingga diperlukan pupuk susulan yang banyak.
Pada cara SRI pupuk akan lebih mudah diserap oleh tanah dan
kebutuhannya tidak terlalu banyak.
4. Tidak terlalu sering melakukan penyiangan. Artinya kelebihan tersebut
akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh petani.
(Nursinah dan Taryadi, 2009)
Hambatan-hambatan yang dapat menghambat pertanian SRI adalah sebagai
berikut :
1. Benih yang sudah ditanam masih sangat rentan, bila terjadi hujan lebat
dikhawatirkan akan hanyut. Hal ini dapa dihindari maka pada saat
penyemaian benih dihindari musim hujan
2. Kemampuan dan pemahaman petani yang kurang adaftif terhadap inovasi
baru. Kendala ini dapat diatasi dengan mengoptimalkan tugas penyuluh
pertanian dengan mengadakan pelatihan lepada petani agar paham
tenatang SRI.
garam untuk pengujian sudah cukup, telur yang bermutu bagus akan
mengambang, hal ini dikarenakan berat jenis telur menjadi lebih rendah dibanding
dengan air. Benih kemudian dimasukkan ke dalam air garam tersebut. Benih yang
dipilih adalah benih yang tenggelam. Setelah itu, benih yang tenggelam dan
artinya berkualitas baik tersebut dicuci dengan air bersih untuk membebaskan
benih dari garam yang mungkin menempel pada benih, kemudian benih direndam
dalam air biasa selama 24 jam. Benih yang sudah direndam kemudian diperam
sekitar 36 jam, dengan dibungkus karung goni atau kain basah. Setelah muncul
akar pendek atau sudah berkecambah, benih dapat disemai atau ditebar.
2. Penyemaian
Penyemaian dari benih padi yang sudah muncul akar dapat dilakukan di
sawah, ladang, atau dalam wadah yang diberi alas plastik atau daun pisang. Media
persemaian bukan tanah sawah, tetapi dapat berupa campuran antara tanah darat
dan kompos menggunakan perbandingan 2:1 atau 1:1. Media persemaian juga
dapat ditambah dengan arang sekam untuk menambah kegemburan media
persemaian sehingga ketika dipindah tanamkan dapat meminimalisir resiko
kerusakan akar.
Apabila penyemaian dilakukan di sawah, tempat penyemaian dibuat
menjadi berupa tegalan/guludan seperti untuk penanaman sayuran dengan
ketinggian tanahnya sekitar 15 cm, lebar sebaiknya sekitar 125 cm dan seluruh
pinggirannya ditahan dengan papan, triplek atau batang pisang untuk mencegah
erosi. Benih yang sudah ditebar sebaiknya kemudian ditutup lagi dengan lapisan
tipis tanah atau kompos atau abu bakar untuk mempertahankan kelembabannya
kemudian ditutup lagi dengan jerami atau daun kelapa untuk menghindari
dimakan burung dan gangguan dari air hujan sampai tumbuh tunas dengan tinggi
sekitar 1 cm. Untuk perawatan dilakukan penyiraman setiap pagi dan sore. benih
siap di tanam ke sawah saat usianya belum mencapai 15 hari dan sebaiknya antara
umur 8-10 hari setelah tebar yaitu saat baru memiliki dua helai daun.
3. Penyiapan Lahan
Lahan sawah yang akan ditanami digenangi terlebih dahulu selama
beberapa hari agar tanah menjadi lunak. Setelah penggenangan, tanah dibajak,
17
yaitu kegiatan membalikkan tanah dan memecah tanah menjadi bongkahan kecil
juga menghancurkan gulma. Bila diperlukan setelah pembajakan pertama lahan
sawah dibiarkan tergenang beberapa hari dan kemudian dilakukan pembajakan
kedua. Kedalaman dari pelumpuran lahan turut menentukan pertumbuhan
tanaman dan sebaiknya kedalaman pelumpuran tersebut setidaknya mencapai 30
cm.
Apabila diperlukan, pematang sawah dapat diperbaiki untuk menghindari
kebocoran dan tidak ditumbuhi tanaman liar. Perbaikan pematang juga dilakukan
untuk menghindari tikus yang dapat bersarang di pematang sawah. Setelah itu
kompos ditebar di lahan sebelum dilakukan penggaruan, sehingga pada saat
dilakukan penggaruan kompos dapat bercampur dengan tanah sawah. Kompos
harus tercampur secara merata pada tanah dan tidak terbuang karena terbawa
aliran air. Jumlah kompos yang cukup ideal adalah sebanyak 1 kg untuk setiap 1
m2 luas lahan. Penggaruan selain untuk makin memperhalus butiran tanah
sehingga menjadi lumpur juga sekaligus bertujuanuntuk meratakan lahan.
Lahan kemudian diratakan. Perataan lahan ini penting karena lahan harus
rata dan datar sehingga mudah dalam pengaturan air untuk diberikan sesuai
keperluan tanaman, tidak melimpah di satu bagian saja. Area penanaman padi juga
dibuat dalam baris-baris atau petakan yang dipisahkan dengan jalur pengairan
dengan lebar petakan sekitar 2m agar memudahkan dan meratakan rembesan air
ke seluruh area tanaman padi selain untuk lebih memudahkan saat penanaman.
Pekerjaan terakhir di lahan untuk persiapan penanaman adalah pembuatan tanda
lokasi penanaman bibit yang berjarak minimal 25 cm atau lebih (pencaplakan).
Dengan teraturnya penanaman padi akan memudahkan dalam penyiangan secara
mekanis pada waktu pemeliharaan. Penandaan titik penanaman ini selain dengan
membuat garis-garis di tanah menggunakan alat yang bisa dibuat secara sederhana
dari kayu atau bambu dapat juga menggunakan tali yang diberi tanda.
4. Penanaman
Penanaman bibit dilakukan dengan hati-hati. Bibit yang ditanam di persemaian
sawah atau ladang diambil dengan cara dikeduk bagian bawah tanahnya sehingga
tanahnya ikut terbawa. Kemudian tempatkan kumpulan bibit ini dalam suatu
18
wadah misalkan pelepah pisang, bambu atau lainnya untuk di bawa ke tempat
penanaman. Pemindahan harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu sekitar
15-30 menit untuk menghindari trauma dan shok. Untuk bibit yang ditanam
menggunakan wadah akan lebih mudah membawanya ke tempat penanaman.
Ciri bibit yang sehat untuk penanaman adalah lebih tinggi/ besar dan daunnya
lebih tegak ke atas atau daunnya tidak terlalu terkulai. Penanaman padi dilakukan
secara dangkal dan hanya cukup satu sampai 3 bibit untuk satu titik. Bibit
ditanamkan dengan menggesernya di atas permukaan tanah, yang lebih mudah
menggunakan jari jempol dan telunjuk. Sisa dari bibit dapat ditanam tunggal
dibagian terluar diantara tanaman padi lainnya dari tiap petakan sebagai cadangan
bila di kemudian hari ada tanaman yang tidak baik tumbuhnya. Penyulaman
dilakukan menggunakan tanaman yang disiapkan sebagai cadangan di antara
tanaman utama atau mengambil dari rumpun yang sewaktu ditanam berasal dari 2
atau 3 bibit.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan untuk padi adalah sebagai berikut :
a. Pengaturan air agar hanya macak-macak atau mengalir di saluran air saja,
perendaman lahan selama beberapa saat dilakukan bila lahan sawah
terlihat kering dan adanya retakan halus pada tanah.
b. Penanganan gulma dilakukan dengan penyiangan mekanis sampai gulma
tersebut tercabut dari tanah untuk kemudian dibenamkan menggunakan
tangan atau kaki sedalam mungkin agar tidak mampu tumbuh lagi.
Sebelum penyiangan tanah sebaiknya direndam untuk melunakkan tanah
dan setelah dilakukan penyiangan air kembali dibuang dan sawah dalam
keadaan macak-macak.
c. Untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik dari gulma maka
perlu dilakukan penyemprotan MOL (mikro-organisma lokal) setelah
proses penyiangan. Penyemprotan MOL di arahkan ke tanah bukan ke
tanaman karena maksudnya adalah penambahan jumlah bakteri pengurai
ke dalam tanah untuk melakukan proses dekomposisi bahan organik. MOL
ini dapat juga di campur dengan pupuk organik cair (POC) untuk
19
memperbaiki
kualitas
pengisian
gabah
dengan
interval
dengan
penggunaan
atau
penyemprotan
pestisida
20
ini dapat dikendalikan dengan pengaturan air yang baik, penggunaan bibit
sehat, melepaskan musuh alami, menggugurkan tabung daun.
2. Padi trip (Trips oryzae)
Gejala penyerangan : daun menggulung dan berwarna kuning sampai
kemerahan, pertumbuhan bibit terhambat, pada tanaman dewasa gabah
tidak berisi.
3. Ulat tentara (Pseudaletia unipuncta, berwarna abu-abu; Spodoptera litura,
berwarna coklat hitam; S. exempta, bergaris kuning)
Gejala penyerangan : ulat memakan helai daun, tanaman hanya tinggal
tulang-tulang daun.
-
1. Tikus
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan spesies dominan pada pertanaman
padi. Selain itu, dapat pula ditemukan tikus semak R. Exulans. Penanganan pada
hama tikus adalah sebagai berikut :
a. Sanitasi lingkungan dan manipulasi habitat
-
b. Kultur teknis
-
Pengaturan waktu tanam. Penanaman padi sawah yang serentak pada satu
hamparan (minimal 100 hektar) dapat meminimalkan kerusakan karena
21
Penanaman padi agak jarang atau sistem tanam jajar legowo kurang
disukai oleh tikus sawah (suasana terang) karena takut adanya musuh
alami (predator).
c. Biologi
Tanaman perangkap adalah padi yang ditanam pada lahan berukuran
20x20 m atau 50x50 m di tengah hamparan. Penanaman dilakukan 3
minggu lebih awal, pada saat petani disekitarnya membuat pesemaian.
Tanaman perangkap dipagar dengan plastik setinggi 60 cm, disetiap sisi
pagar ditaruh satu unit perangkap bubu berukuran 25x25x60 cm. Di
sekeliling tanaman perangkap dibuat parit agar bagian bawah pagar selalu
tergenang air, sehingga tikus diharapkan tidak dapat melubangi pagar atau
menggali lubang di bawah pagar.
2. Penggerek Batang
Empat jenis penggerek batang padi yang umum ditemukan adalah;
Penggerek batang padi kuning (Tryporyza incertulas), penggerak batang padi
bergaris (Chilo suppressalis), penggerek batang padi putih (Tryporyza innotata),
dan penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens). Kerusakan tanaman
yang diakibatkan oleh semua jenis hama penggerek batang adalah sama, yaitu
matinya pucuk tanaman pada stadia vegetatif (sundep) dan malai yang keluar
hampa pada stadia generatif (beluk). Pengendaliannya adalah:
-
Panen padi sawah dengan cara memotong tunggul jerami rendah supaya
hidup larvanya terganggu dimana larva yang ada dibagian bawah tanaman
tertinggal dan membusuk bersama jerami.
22
23
Hama kepik hijau menyerang batang dan buah padi. Pada batang tanaman
terdapat bekas tusukan, buah padi yang diserang memiliki noda bekas isapan
dan
pertumbuhan
tanaman
terganggu.
Pengendalian
dapat
dengan
24
25
penanaman
dilakukan
pengolahan
lahan
yakni
dengan
26
dengan keadaan lahan. Bentuk bedeng membujur dari timur ke barat agar
mendapat sinar matahari penuh.
3. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan menanam benih yang sudah disemai dengan
umur sekitar 3-4 minggu atau sudah memiliki sekitar 4-5 helai daun. Tanaman
dipindahkan ke bedengan dengan jarak tanam sekitar 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm.
4. Pemeliharaan
Pemupukan
Pada praktik pertanian organik maupun non organik, pemberian pupuk
daun seperti ulat daun dan belalang. Cara pengendaliannya dapat dilakukan secara
mekanik, jika cara mekanik sulit dilakukan misalnya pada belalang maka dapat
dilakukan penyemprotan pestisida nabati. Pestisida nabati yang dapat digunakan
adalah bawang putih karena dapat bersifat sebagai repellent juga dapat berfungsi
sebagai insektisida, nematisida, fungisida dan antibiotik (Litbang Bengkulu,
2013).
27
Penyakit yang sering menyerang tanaman kubis adalah bercak hitam daun
dan cacar daun. Cara pengendaliannya adalah dengan menjaga kelembaban tanah
dan iklim mikro pada pertanaman selada.
5. Panen dan Pasca Panen
Selada dapat dipanen pada umur + 2 bulan. Ciri-ciri tanaman selada yang
dapat dipanen adalah daun lebar dan besar, daun sudah banyak dan lebat serta
berwarna hijau cerah. Pemanenan dilakukan dengan memotong batang bawah
tanaman. Pemanenan dilakukan pada pagi hari saat tanaman masih segar.
Untuk menjaga kualitas tanaman selada maka tanaman selesai dipanen
dapat langsung dipasarkan. Jika akan disimpan terlebih dahulu maka dapat
direndam bagian bawah tanaman untuk menjaga kesegarannya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
28
DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1995. Berbudidaya Tanaman Padi. Kanisisus, Yogyakarta
Ashari, S., 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press, Jakarta.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. 2009. Budidaya Selada Semi
Organik. Jambi.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. 2013. Petunjuk Teknis
Pembuatan Pestisida Nabati. ISBN 978-602-9064-13-1. Bengkulu.
Kurniadiningsih, Yanti. 2012. Evaluasi Untung Rugi Penerapan Metode SRI
(System of Rice Intensification) Di D.I. Cihea Kabupaten Cianjur Jawa
Barat.
Diakses
pada
laman
http://www.ftsl.itb.ac.id/wp-
content/uploads/2012/07/95009304-Yanti-Kurniadiningsih.pdf
pada
Rice
Intensification).
Diakses
pada
laman
29
http://www.mb.ipb.ac.id/uploads/File/Artikel/2012/ARTIKEL%2520SRI
.pdf
Nursinah, Is Zunaini. Taryadi. 2009. Penerapan SRI (System of Rice
Intensification) Sebagai Alternatif Budidaya Padi Organik. Diakses pada
laman
berikut
pada
tanggal
Mei
2015
pukul
08.20
WIB.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=19672&val=1236
Nurhidayati., Istirochah P., Anis S., Djuhar.,dan i Abd. Basit . 2008.Pertanian
Organik (e-book). Diakses melalui http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/
pada 01 Mei 2015
Rukmana, R. 1994. Bawang Merah Budidaya dan Pengolahan Pacapanen.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rubetzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Institut Teknologi
Bandung. Bandung.
Sumpena,U.TN. Budidaya Selada. Balai Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian
Kementrian
Pertanian.
Diakses
melalui
Pangan
Vol.
No.
1.
Diakese
melalui
30