Tujuan :
Untuk mendeteksi antigen virus Hepatitis B (HBsAg) di dalam serum/plasma secara kualititatif
Prinsip :
Untuk dekteksi HBsAg, WANTAI HBsAg ELISA menggunakan metode antibodi “sandwich”
ELISA dimana, strip polystyranne microwell (sumuran) sudah dilapisi terlebih dahulu (pre-
coated) dengan antobodi monoclonal yang spesifik terhadapp HBsAg. Serum/plasma pasien
ditambahkan ke dalam microwell bersamaan dengan antibodi sekunder berkonjugasi dengan
enzim horse radish peroksidase (HRP – conjugate) yang akan menempel pada berbagai epitop
pada HBsAg. Selama inkubasi, kompleks imun yang terbentuk karena adanya HBsAg yang
spesifik di dalam serum/plasma pasien, akan ditangkap/menempel pada bagian dasar (solid-
phase) microwell (sumuran). Setelah dicuci untuk membuang non-spesifik serum protein dan
HRP – conjugate yang tidak berikatan, larutan komogen yang mengandung tetramethyl-
benzidine (TMB) dan urea peroksida ditambahkan ke dalam sumuran. Adanya kompleks imun
“sandwich” antibodi – antigen – antibodi (HRP), kromogen yang semula tidak berwarna akan
dihidrolisis oleh HRP-conjugate dan berubah menjadi produk berwarna biru. Warna biru akan
berubah menjadi kuning ketika ditambahkan stop solution (asam sulfat) untuk menghentikan
reaksi hidrolisis enzim. Intensitas warna kuning yang dihasilkan dapat diukur dan kadar antigen
(HBsAg) yang terdapat dalam sumuran dapat dihitung, sesuai dengan proporsi intensitas warna
yang dihasilkan pada akhir reaksi. Kadar antigen yang didapat mewakili kadar antigen di dalam
sampel serum/plasma pasien. Sumuran yang tidak mengandung HBsAg (negative) akan tetap
tidak berwarna.
Kriteria sampel yang dapat digunakan untuk deteksi HBsAg dengan metode WANTAI
adalah :
- Serum
- Plasma (EDTA/ heparin/ Natrium Citrate)
- Tidak lisis, lipemik, atau ikterik
- Sampel tidak berasal dari cairan tubuh (urin, cairan spinal, pleura, sputum)
- Penyimpanan sampel pada suhu 2-8oC, untuk sampel yang akan diperiksa dalam
kurun waktu 1 minggu setelah diterima, disimpan pada suhu -200C
- Hindari penggunaan sampel yang sudah dicairkan dan dibekukan ulang
Komponen di dalam kit akan stabil sampai pada tanggal kadaluarsa (expiration date) yang tertera
pada kit dengan penyimpanan pada suhu 2 – 80C, jangan pada suhu freezer/beku. Untuk
memastikan kualitas dan akurasi pemeriksaan Wantai HBsAg, selama penyimpanan harus
meminimalkan adanya kontaminasi dari mikroorganisme atau cairan kimia lainnya.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
Pemeriksaan dengan metode ELISA sangat sensitif terhadap suhu dan waktu/masa inkubasi.
Untuk menghindari hasil yang tidak valid, seluruh tahapan dalam cara kerja harus dilakukan
dengan baik dan benar, tidak boleh diubah.
1. Jangan mengganti reagen dengan reagen dari lot yang berbeda atau dari komersial kit
lainnya (berbeda merk). Komponen yang ada di dalam kit sudah distandarisasi untuk
memberikan hasil yang optimal untuk pemeriksaan HBsAg
2. Pastikan semua reagen belum melewati tanggal kadaluarsa (expiration date) dan memiliki
lot yang sama. Jangan gunakan reagen yang sudah kadaluarsa.
3. PERHATIAN KHUSUS. Adaptasikan seluruh reagen pada suhu ruang (18-300C) terlebih
dahulu sebelum memulai pemeriksaan. Lakukan homogenisasi untuk setiap reagen dan
kembalikan ke dalam kulkas (2-80C) segera setelah selesai digunakan.
4. Volume sampel yang digunakan harus sesuai dengan yang tertera pada cara kerja. Jika
volume sampel kurang/lebih dapat mengurangi tingkat sensitivitas dari pemeriksaan ini.
5. Bagian bawah dari sumuran tidak boleh dipegang , hindarkan dari sidik jari atau goresan
karena dapat mengganggu pembacaan. Ketika proses pembacaan sedang berlangsung,
pastikan bagian bawah dari sumuran tidak basah dan tidak ada gelembung udara di dalam
sumuran
6. Setelah tahap pencucian pastikan sumuran tidak dibiarkan kering, segera lanjutkan ke
tahap selanjutnya. Hindari terbentuknya gelembung udara saat memasukan reagen ke
dalam sumuran.
7. Pastikan prosedur kerja pada semua sumuran dilakukan secara bersamaan
8. Kalibrasi mikropipet secara berkala untuk memastikan akurasi volume sampel dan reagen
yang dimasukan ke dalam sumuran. Gunakan mikrotip yang berbeda untuk setiap sampel
dan reagen yang berbeda untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang.
9. Pastikan suhu saat tahap inkubasi adalah 370C di dalam inkubator
10. Ketika menambahkan sampel/reagen ke dalam sumuran, pastikan mikrotip tidak
menyentuh bagian dasar sumuran
11. Ketika mengukur absorbansi dengan plate reader, tentukan panjang gelombangnya
450nm atau 450/630 nm
12. Aktivitas enzim HRP-conjugate dapat dipengaruhi oleh adanya debu atau bahan kimia
reaktif lainnya seperti natrium hipoklorit, asam, basa, dll. Jangan lakukan pemeriksaan
pada lingkungan yang mengandung bahan kimia tersebut.
13. Jika menggunakan alat otomatis, selama tahap inkubasi, jangan tutup sumuran dengan
penutup (plate cover). Setelah tahap pencucian, sisa-sisa cairan dari dalam sumuran dapat
dibersihkan dari penutup (plate cover)
14. Semua sampel yang berasal dari manusia harus dikategorikan sebagai sampel infeksius.
Perhatikan prosedur personal safety / laboratory safety pada Good Laboratory Practice.
15. PERINGATAN : Bahan yang berasal dari manusia kemungkinan besar digunakan dalam
persiapan negative control yang ada pada kit. Bahan-bahan ini telah diuji dan
memberikan hasil negative terhadap antibody HCV, HIV1/2, TP, dan HBsAg. Namun,
tidak ada metode pemeriksaan yang dapat memastikan bahwa antigen infeksius tersebut
benar-benar tidak ditemukan dalam reagen pada kit. Maka dari itu, perlakukan seluruh
reagen dan sampel sebagai bahan infeksius. Bovine serum telah digunakan untuk
menstabilkan negatif dan positif kontrol. Bovine Serum albumin (BSA) dan Fetal calf
sera (FCS) berasal dari hewan dari area geografis yang bebas BSE/TSE
16. Jangan makan, minum, merokok, atau menggunakan kosmetik di dalam laboratorium.
Jangan menggunakan pipet dengan mulut.
17. Bahan-bahan kimia harus ditangani dan dibuang dengan teknik yang baik dan benar
sesuai dengan GLP
18. Mikrotips, vial, strip, dan wadah specimen harus dikumpulkan dan di autoklaf selama 2
jam pada suhu 1210C atau direndam dengan natrium hipoklorit 10% selama 30 menit
untuk dekontaminasi sebelum dilakukan proses pembuangan. Cairan yang mengandung
natrium hipoklorit tidak boleh di autoklaf. MSDS (Material Safety Data Sheets) tersedia
jika dibutuhkan
19. Beberapa reagen dapat menyebabkan keracunan, iritasi, luka bakar, atau bersifat
karsinogenik. Hindari kontak dengan kulit atau selaput mukosa.
20. Stop solution mengandung 0.5M H2SO4 yang merupakan asam kuat. Gunakan dengan
sangat hati-hati. Bersihkan segera jika ada tumpahan atau jika terkena kulit/selaput
mukosa, segera bersihkan dengan air
21. ProClin 300 1% digunakan sebagai pengawet/ preservatives yang dapat mengakibatkan
iritasi kulit. Bersihkan dengan air segera jika terkena kulit/mata.
Cara Kerja :
Persiapan Reagen
2. Periksa reagen Wash-Buffer dari pembentukkan kristal garam, jika terbentuk kristal
hangatkan wash-buffer pada suhu 37oC sampai kristal terlarut kembali.
1. Teknik pencucian yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil yang benar dan
presisi.
2. Direkomendasikan untuk menggunakan ELISA microplate washer yang berkualitas baik.
Pada umumnya, tidak kurang dari 5 siklus pencucian otomatis (350-400 uL/well) cukup
untuk menghindari reaksi positif palsu
3. Untuk menghindari kontaminasi silang pada sampel atau HRP conjugat,setelah inkubasi,
jangan buang cairan di dalam sumuran tetapi biarkan plate washer mengaspirasi secara
otomatis.
4. Pastikan bahwa selang yang mengeluarkan microplate washer liquid (cairan pencuci
sumuran) tidak terkontaminasi dan terhambat, dan volume washer liquid yang
dikeluarkan cukup ke dalam setiap sumuran.
5. Jika melakukan tahap pencucian secara manual, lakukan 5 siklus pencucian, dengan 350-
400uL/sumuran dan aspirasi cairan tersebut sebanyak 5 kali. Jika didapatkan hasil yang
kurang baik, tambahkan siklus pencucian dan waktu perendaman per sumuran
6. Cairan yang diaspirasi dalam mikrotip harus dilarutkan dengan larutan natrium hipoklorit
2.5% selama 24 jam sebelum dibuang
7. Cairan wash buffer harus diencerkan dengan rasio 1 : 20 sebelum digunakan. Jika tidak
menggunakan seluruh sumuran dalam 1 plate, hitung volume larutan wash buffer yang
dibutuhkan saja.
Hasil :
Pembahasan :
Quality Control
Quality control harus dilakukan sebagai langkah validasi, memastikan bahwa
pemeriksaan telah dilakukan dengan teknik yang baik dan benar. Pada teknik WANTAI
HBsAg ELISA, digunakan 2 jenis control yaitu positive control dan negative control,
quality control dinyatakan valid jika :
- Nilai absorbansi Blanko (kromogen dan stop solution), < 0.080 pada panjang
gelombang 450 nm
- Nilai absorbansi Negative control ≤ 0.100 pada panjang gelombang 450-630 nm atau
450 nm dengan blanko
- Nilai absorbansi Positive control ≥0.800 pada panjang gelombang 450-630 nm atau
450 nm dengan blanko
Nilai cut off (value of C.O/NC) pada teknik ini adalah 2.1. NC adalah rata-rata nilai
absorbansi dari ketiga negative control. Jika nilai NC kurang dari 0.05 maka dianggap
nilainya sama dengan 0.05. Jika lebih dari satu nilai absorbansi pada negative control
tidak sesuai pada kriteria di atas, maka harus dilakukan pengulangan dan hasil
pemeriksaan tidak dapat diinterpretasikan karena belum valid.
a. Interpretasi Hasil
Setelah ditentukan nilai cut off (C.O) dan dibaca absorbansi pada setiap sampel,
hasilnya dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
Pengulangan (DUPLO) Pos(+) , Pos (+) Pos(+) , Neg (-) Neg (-) , Neg (-)
- Setelah dilakukan pengulangan (duplo), keduanya didapatkan hasil negative A/C.o < 0.9
maka sampel dapat dinyatakan tidak ada positif palsu dan dapat diinterpretasikan sebagai
NEGATIF
- Setelah dilakukan pengulangan (duplo), salah satu atau keduanya didapatkan hasil positif
maka dapat diinterpretasikan bahwa sampel POSITIF terhadap HBsAg dan pasien dapat
didiagnosa terinfeksi HBV
- Setelah dilakukan pengulangan (duplo), didapatkan nilai absorbansi yang mendekati nilai
cut off,maka hasil pemeriksaan tidak dapat diinterpretasikan dan dinyatakan masuk dalam
kategori borderline. Pasien dengan sampel dengan borderline harus dilakukan
pengulangan pemeriksaan pada kurun waktu tertentu.
WANTAI HBsAg ELISA mendeteksi HBsAg secara kualitatif, hasil yang dapat
diinterpretasikan hanya sebatas Positif atau Negatif saja, teknik ini tidak mampu memberikan
informasi titer/kadar antigen yang diperiksa di dalam sampel. (kuantitatif)
- Nilai clinical specificity 99.88 % pada pasien dan 99.64% pada donor, cukup spesifik
untuk mendeteksi HBsAg
- Nilai clinical sensitivity didapatkan dari pemeriksaan sampel pasien positif HBsAg
dari beberapa fase penyakit hepatitis (akut, kronik, dan pemulihan). Fase akut
memiliki nilai sensitivitas 100 %, fase kronik 99,75% dan fase pemulihan 100%
- Tidak ditemukan reaksi silang pada sampel dari pasien yang terinfeksi dengan HAV,
HCV, HIV, CMV, dan TP
- Tidak ada pengaruhi dari nilai rheumatoid factor hingga 2000 I/mL
- Sampel yang dibekukan telah diuji untuk menilai pengaruh dari penyimpanan dan
pengambilan sampel.
- Hasil positif harus dikonfirmasi dengan menggunakan teknik lain dan interpretasi
harus berdasarkan informasi kondisi klinis pasien
- Antigen HBsAg terkadang tidak dapat dideteksi pada awal infeksi HBV, karena titer
antigen yang sangat kecil. Teknik WANTAI hanya dapat mendeteksi secara
kualitatif, tidak mampu mengukur kadar antigen di dalam sampel.
Kesimpulan :
Pada praktikum ini praktikan dapat melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi HBsAg di dalam
serum pasien dengan metode WANTAI HBsAg ELISA.
Metode sandwich ELISA digunakan sebagai prinsip dasar teknik pemeriksaan WANTAI HBsAg
ELISA, meskipun teknik ini memiliki sensivitas dan spesifitas yang cukup tinggi untuk deteksi
HBsAg namun teknik ini hanya memberikan hasil secara kualitatif, titer antigen tidak dapat
diukur dengan teknik ini. Berbagai macam faktor dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan seperti
faktor teknik pemeriksaan, penyimpanan reagen, dan jenis sampel yang dipakai. Oleh karena itu,
dalam melakukan pemeriksaan ini harus selalu disertai dengan quality control baik positif
maupun negatif kontrol agar hasil yang dinterpretasikan valid dan dapat digunakan untuk
diagnosis dan prognosis pasien.