PBL FORENSIK KLP 4 Modul 2
PBL FORENSIK KLP 4 Modul 2
MODUL KDRT
BLOK KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
Tutor:
dr. Zulfahmidah
DISUSUN OLEH:
Kelompok 4:
Resky Asfiani Rahman 110 2016 0051
Nur Ainun Pateda 110 2016 0135
A.Siti Nur Pranana Ummah F. 110 2016 0043
Halisa Rahmasari 110 2016 0133
Muh. Syawal Rahis 110 2016 0079
Anastasia Nugraha Pratiwi 110 2016 0056
Firda Luthfiani Safna 110 2016 0045
Andi Nurul Fadillah 110 2016 0123
Andi Indah Khairunnisa 110 2016 0134
Dewi Putri Pratiwi 110 2016 0068
Syapitri Syamsul 110 2016 0162
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
Skenario 2.2
Seorang anak laki-laki diantar oleh gurunya ke IGD dengan keluhan perdarahan dari
anus. Menurut pasien, kejadian tersebut disebabkan karena pamannya memaksa
memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus pasien. Pasien tinggal serumah dengan
paman dan bibinya karena sudah tidak memiliki orangtua. Sebelum dipaksa
melakukan hubungan seksual, pasien mengaku dijanjikan uang jajan dan diancam
agar tidak memberitahukan kejadian tersebut kepada siapapun.
Luka lecet pada paha kanan sisi belakang Luka bekas gigitan pada punggung sisi kiri
C. Jawaban Pertanyaan
1. Deskripsi luka/trauma yang dialami oleh pasien
Jawab:
Deskripsi Luka :
5. Bentuk : Lonjong
Permukaan rata
Kesimpulan : Terdapat 1 (satu) buah luka tertutup di regio tungkai atas kanan
sisi belakang akibat kekerasan trauma tumpul.
6. Ukuran : Panjang : 5 cm
Lebar : 4 cm
Kedalaman : Tidak dapat diidentifikasi
7. Karakteristik luka :
Permukaan rata
Kesimpulan : Terdapat 1 (satu) buat luka tertutup di punggung sisi kiri disertai
memar di sekitar batas luka akibat kekerasan trauma tumpul.
6. Karakteristik luka :
Kesimpulan : Terdapat satu buah luka terbuka di anus disertai luka lecet di
wilayah sekitar luka akibat kekerasan trauma tumpul.
Tiga mekanisme utama yang terkait dengan produksi bekas gigitan adalah;
tekanan gigi, tekanan lidah dan gesekan gigi.1
Tanda tekanan gigi disebabkan oleh aplikasi tekanan langsung oleh tepi insisal
gigi anterior / tepi oklusal gigi posterior .Tingkat keparahan tanda gigitan
tergantung pada durasi, tingkat kekuatan yang diterapkan dan tingkat pergerakan
antara gigi dan jaringan. Presentasi klinis dari tekanan gigi menunjukkan area
pucat yang mewakili tepi insis dan memar yang mewakili margin insisal. 1
Mengikis gigi disebabkan oleh gesekan gigi dengan gigi permukaan yang
umumnya melibatkan gigi anterior. Presentasi klinis dapat berupa goresan dan
lecet. Goresan dan lecet yang mengindikasikan ketidakteraturan dan kekhasan
tepi insisal berguna dalam identifikasi. 1
Karena tekanan yang diciptakan oleh gigitan gigi dan tekanan negatif yang
diciptakan oleh lidah dan efek pengisapan, ada perdarahan ekstra-vaskular yang
menyebabkan memar di bagian tengah luka bekas gigitan. Memar ini
menunjukkan perubahan warna selama periode waktu karena cedera mengalami
proses penyembuhan pada kulit individu yang hidup.1
FASE PENYEMBUHAN LUKA
Tubuh mempunyai pelindung dalam menahan perubahan lingkungan yaitu
kulit. Apabila faktor dari luar tidak mampu ditahan oleh pelindung tersebut maka
terjadilah luka. Dalam merespon luka tersebut, tubuh memiliki fungsi fisiologis
penyembuhan luka. Proses penyembuhan ini terdiri dari fase awal, intermediatedan
fase lanjut. Masing – masing fase memiliki proses biologis dan peranan sel yang
berbeda. Pada fase awal, terjadi hemostasis dimana pembuluh darah yang terputus
pada luka akan dihentikan dengan terjadinya reaksi vasokonstriksi untuk memulihkan
aliran darah serta inflamasi untuk membuang jaringan rusak dan mencegah infeksi
bakteri. Pada fase intermediate, terjadi proliferasi sel mesenkim, epitelialisasi dan
angiogenesis. Selain itu terjadi pula kontraksi luka dan sintesis kolagen pada fase ini.
Sedangkan untuk fase akhir, terjadi pembentukan luka / remodelling.2
Fase Awal (Hemostasis dan Inflamasi)
Pada luka yang menembus epidermis, akan merusak pembuluh darah
menyebabkan pendarahan. Untuk mengatasinya terjadilah proses hemostasis. Proses
ini memerlukan peranan platelet dan fibrin. Pada pembuluh darah normal, terdapat
produk endotel seperti prostacyclin untuk menghambat pembentukan bekuan darah.
Ketika pembuluh darah pecah, proses pembekuan dimulai dari rangsangan collagen
terhadap platelet. Platelet menempel dengan platelet lainnya dimediasi oleh protein
fibrinogen dan faktor von Willebrand. Agregasi platelet bersama dengan eritrosit akan
menutup kapiler untuk menghentikan pendarahan. 2
Saat platelet teraktivasi, membran fosfolipid berikatan dengan faktor
pembekuan V, dan berinteraksi dengan faktor pembekuan X. Aktivitas protrombinase
dimulai, memproduksi trombin secara eksponensial. Trombin kembali mengaktifkan
platelet lain dan mengkatalisasi pembentukan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin
berlekatan dengan sel darah merah membentuk bekuan darah dan menutup luka.
Fibrin menjadi rangka untuk sel endotel, sel inflamasi dan fibroblast. 2
Fibronectin bersama dengan fibrin sebagai salah satu komponen rangka
tersebut dihasilkan fibroblast dan sel epitel. Fibronectin berperan dalam membantu
perlekatan sel dan mengatur perpindahan berbagai sel ke dalm luka. Rangka fibrin -
fibronectin juga mengikat sitokin yang dihasilkan pada saat luka dan bertindak
sebagai penyimpan faktor – faktor tersebut untuk proses penyembuhan. 2
Reaksi inflamasi adalah respon fisiologis normal tubuh dalam mengatasi luka.
Inflamasi ditandai oleh rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (hangat),
dan dolor (nyeri). Tujuan dari reaksi inflamasi ini adalah untuk membunuh bakteri
yang mengkontaminasi luka. 2
Pada awal terjadinya luka terjadi vasokonstriksi lokal pada arteri dan kapiler
untuk membantu menghentikan pendarahan. Proses ini dimediasi oleh epinephrin,
norepinephrin dan prostaglandin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera. Setelah 10-
15 menit pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi yang dimediasi oleh
serotonin, histamin, kinin, prostaglandin, leukotriene dan produk endotel. Hal ini
yang menyebabkan lokasi luka tampak merah dan hangat. Sel mast yang terdapat
pada permukaan endotel mengeluarkan histamin dan serotonin yang menyebabkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Hal ini mengakibatkan plasma
keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler. 2
Leukosit berpindah ke jaringan yang luka melalui proses aktif yaitu
diapedesis. Proses ini dimulai dengan leukosit menempel pada sel endotel yang
melapisi kapiler dimediasi oleh selectin. Kemudian leukosit semakin melekat akibat
integrin yang terdapat pada permukaan leukosit dengan intercellular adhesion
moleculer (ICAM) pada sel endotel. Leukosit kemudian berpindah secara aktif dari
sel endotel ke jaringan yang luka. Agen kemotaktik seperti produk bakteri,
complement factor , histamin, PGE2, leukotriene dan platelet derived growth factor
(PDGF) menstimulasi leukosit untuk berpindah dari sel endotel. Leukosit yang
terdapat pada luka di dua hari pertama adalah neutrofil. Sel ini membuang jaringan
mati dan bakteri dengan fagositosis. Netrofil juga mengeluarkan protease untuk
mendegradasi matriks ekstraseluler yang tersisa. Setelah melaksanakan fungsi
fagositosis, neutrofil akan difagositosis oleh makrofag atau mati. Meskipun neutrofil
memiliki peran dalam mencegah infeksi, keberadaan neutrofil yang persisten pada
luka dapat menyebabkan luka sulit untuk mengalami proses penyembuhan. Hal ini
bisa menyebabkan luka akut berprogresi menjadi luka kronis. 2
Pada hari kedua / ketiga luka, monosit / makrofag masuk ke dalam luka
melalui mediasi monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag sebagai sel
yang sangat penting dalam penyembuhan luka memiliki fungsi fagositosis bakteri dan
jaringan mati. Makrofag mensekresi proteinase untuk mendegradasi matriks
ekstraseluler (ECM) dan penting untuk membuang material asing, merangsang
pergerakan sel, dan mengatur pergantian ECM. Makrofag merupakan penghasil
sitokin dan growth factor yang menstimulasi proliferasi fibroblast, produksi
kolagen, pembentukan pembuluh darah baru, dan proses penyembuhan lainnya. 2
Limfosit T muncul secara signifikan pad hari kelima luka sampai hari ketujuh.
Limfosit mempengaruhi fibroblast dengan menghasilkan sitokin, seperti IL-2 dan
fibroblast activating factor . Limfosit T juga menghasilkan interferon-γ (IFN- γ),
yang menstimulasi makrofag untuk mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan TNF-α. Sel
T memiliki peran dalam penyembuhan luka kronis. 2
Fase Intermediate (Proliferasi)
Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel – sel inflamasi, tanda – tanda
radang berkurang, munculnya sel fibroblast yang berproliferasi, pembentukan
pembuluh darah baru, epitelialisasi dan kontraksi luka. Matriks fibrin yang dipenuhi
platelet dan makrofag mengeluarkan growth factor yang mengaktivasi fibroblast.
Fibroblast bermigrasi ke daerah luka dan mulai berproliferasi hingga jumlahnya
lebih dominan dibandingkan sel radang pada daerah tersebut. Fase ini terjadi pada
hari ketiga sampai hari kelima. 2
Dalam melakukan migrasi, fibroblast mengeluarkan matriks mettaloproteinase
(MMP) untuk memecah matriks yang menghalangi migrasi. Fungsi utama dari
fibroblast adalah sintesis kolagen sebagai komponen utama ECM. Kolagen tipe I dan
III adalah kolagen utama pembentuk ECM dan normalnya ada pada dermis manusia.
Kolagen tipe III dan fibronectin dihasilkan fibroblast pada minggu pertama dan
kemudian kolagen tipe III digantikan dengan tipe I. Kolagen tersebut akan bertambah
banyak dan menggantikan fibrin sebagai penyusun matriks utama pada luka.2
Setelah trauma, sel endotel yang aktif karena terekspos berbagai substansi
akan mendegradasi membran basal dari vena postkapiler, sehingga migrasi sel dapat
terjadi antara celah tersebut. Migrasi sel endotel ke dalam luka diatur oleh fibroblast
growth factor (FGF), platelet-derived growth factor (PDGF), dan transforming
growth factor- β (TGF-β). Pembelahan dari sel endotel ini akan membentuk lumen.
Kemudian deposisi dari membran basal akan menghasilkan maturasi kapiler. 2
Angiogenesis distimulasi dan diatur oleh berbagai sitokin yang kebanyakan
dihasilkan oleh makrofag dan platelet. Tumor necrosis factor-α (TNF-α) yang
dihasilkan makrofag merangsang angiogenesis dimulai dari akhir fase inflamasi.
Heparin, yang bisa menstimulasi migrasi sel endotel kapiler, berikatan dengan
berbagai faktor angiogenik lainnya. Vascular endothelial growth factor (VEGF)
sebagai faktor angiogenik yang poten dihasilkan oleh keratinosit, makrofag dan
fibroblast selama proses penyembuhan. 2
Pada fase ini terjadi pula epitelialisasi yaitu proses pembentukan kembali
lapisan kulit yang rusak. Pada tepi luka, keratinosit akan berproliferasi setelah kontak
dengan ECM dan kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan yang baru
terbentuk. Ketika bermigrasi, keratinosis akan menjadi pipih dan panjang dan juga
membentuk tonjolan sitoplasma yang panjang. Pada ECM, mereka akan berikatan
dengan kolagen tipe I dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik integrin.
Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit akan mendisosiasi sel dari matriks dermis
dan membantu pergerakan dari matriks awal. Keratinosit juga mensintesis dan
mensekresi MMP lainnya ketika bermigrasi. Matriks fibrin awal akan digantikan oleh
jaringan granulasi. Jaringan granulasi akan berperan sebagai perantara sel – sel
untuk melakukan migrasi. Jaringan ini terdiri dari tiga sel yang berperan penting yaitu
fibroblast, makrofag dan sel endotel. Sel – sel ini akan menghasilkan ECM dan
pembuluh darah baru sebagai sumber energi jaringan granulasi. Jaringan ini muncul
pada hari keempat setelah luka. Fibroblast akan bekerja menghasilkan ECM untuk
mengisi celah yang terjadi akibat luka dan sebagai perantara migrasi keratinosit.
Matriks ini akan tampak jelas pada luka. Makrofag akan menghasilkan growth factor
yang merangsang fibroblast berproliferasi. Makrofag juga akan merangsang sel
endotel untuk membentuk pembuluh darah baru. 2
Kontraksi luka adalah gerakan centripetal dari tepi leka menuju arah tengah
luka. Kontraksi luka maksimal berlanjut sampai hari ke-12 atau ke-15 tapi juga bisa
berlanjut apabila luka tetap terbuka. Luka bergerak ke arah tengah dengan rata –
rata 0,6 sampai 0,75 mm / hari. Kontraksi juga tergantung dari jaringan kulit sekitar
yang longgar. Sel yang banyak ditemukan pada kontraksi luka adalah myofibroblast.
Sel ini berasal dari fibroblast normal tapi mengandung mikrofilamen di
sitoplasmanya. 2
Fase Akhir (Remodelling)
Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses penyembuhan
Proses ini dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun. Pembentukan kolagen akan
mulai menurun dan stabil. Meskipun jumlah kolagen sudah maksimal, kekuatan
tahanan luka hanya 15 % dari kulit normal. Proses remodelling akan meningkatkan
kekuatan tahanan luka secara drastis. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe
III menjadi kolagen tipe I. Peningkatan kekuatan terjadi secara signifikan pada
minggu ketiga hingga minggu keenam setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal
akan mencapai 90% dari kekuatan kulit normal. 2
Patomekanisme luka/trauma
Anatomi Anorektal
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian
proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan
oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian
posterior.3
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai
pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani
(eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar.
Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.3
Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis
(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh
n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan
m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi
sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia
sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf
parasimpatis).3
Patofisiologi Trauma
Mekanisme luka
Faktor lain yang penting adalah daerah yang mendapatkan kekuatan. kekuatan
dari masa dan kecepatan yang sama yang terjadi pada dareah yang lebih kecil
menyebabkan pukulan yang lebih besar pada jaringan. Pada luka tusuk, semua energi
kinetik terkonsentrasi pada ujung pisau sehingga terjadi perlukaaan, sementara
dengan energi yang sama pada pukulan oleh karena tongkat pemukul kriket mungkin
bahkan tidak menimbulkan memar. 4,5
Efek dari kekuatan mekanis yang berlebih pada jaringan tubuh dan
menyebabkan penekanan, penarikan, perputaran, luka iris. Kerusakan yang terjadi
tergantung tidak hanya pada jenis penyebab mekanisnya tetapi juga target
jaringannya. 4,5
Klasifikasi luka
a. Abrasi
b. Kontusi
c. Laserasi
d. Luka insisi
Patomekanisme Luka Lecet
Apabila feses yang keras melewati anal canal akan terjadi perenggangan dan
merobek mucosa anal. Fissura ani biasanya terjadi pada bagian anterior dan posterior,
diduga daerah ini merupakan daerah lemah.. Ketika feses tersebut melewati anal
canal, massa akan disalurkan ke bagian anterior dan posterior oleh karena adanya otot
pada bagian lateral. Fissura akan meningkatkan kontraksi internal anal sphincter dan
meningkatkan tekanan istirahat pada anal canal. Peningkatan tekanan menyebabkan
iskemia pada area disekitar fissura. Adanya spasme yang berulang pada anal canal
dan adanya iskemia yang berlanjut akan menyebabkan fissura menjadi kronis oleh
karena ulkus yang tidak dapat sembuh.5,6
Dasar fissura ani akut merupakan suatu lapisan tipis putih yang melapisi
jaringan ikat submucosa dan otot longitudinal, yang menyebar dari intersphinteric
groove kemudian melapisi otot sirkular sphincter interna. Pada fissura ani akut ulkus
tampak berbatas tegas,tidak terdapat indurasi,odema atau kavitasi. 5,6
Struktur dan fungsi sistem reproduksi pria dan wanita pada hakikatnya saling
melengkapi. Secara anatomi vagina dirancang untuk menerima penis. Struktur vagina
yang terdiri atas epitel skuamosa dan dikelilingi oleh otot yang berbentuk seperti
tabung yang berfungsi untuk masuknya penis ke dalam vagina wanita. Sedangkan,
rektum, dilapisi dengan permukaan mukosa yang halus dan satu lapisan epitel
kolumnar terutama untuk reabsorpsi air dan elektrolit. Rektum tidak memiliki
kemampuan untuk proteksi mekanis terhadap abrasi dan kerusakan parah pada
mukosa kolon dapat terjadi jika benda yang besar, tajam, atau runcing dimasukkan ke
dalam rektum. Anus dan rektum, tidak seperti vagina. Anus dan rectum tidak
mengandung fungsi pelumas alami. Pemasukan benda yang tidak dilubrikasi atau
pelebaran anus yang tidak adekuat sebelum pemasukan benda besar dapat
menyebabkan jaringan laserasi. Sfingter anal internal dan eksternal adalah cincin
elastis otot yang umumnya tetap tertutup, kecuali saat defekasi. Sfingter anal juga
berfungsi dalam pengeluaran feses yang mengarah keluar dari tubuh. Ketika terjadi
suatu usaha yang dilakukan untuk memasukkan sesuatu ke arah sebaliknya, otot-otot
sphincter akan berkonstriksi. 5,6
3. Agen penyebab luka/trauma pada kasus berdasarkan Cause of Damage (COD)?
Jawab:
COD1
Current Finding : Satu buah luka lecet pada paha kanan sisi belakang
B: -
COD2
Current Finding : Satu buah luka bekas gigitan pada punggung sisi kiri
B: -
COD3
1) Faktor Ekonomi
2) Faktor Pendidikan
Faktor ini mempengaruhi pola berpikir (intelegensi) dalam diri si pelaku.
Dimana pendidikan rendah atau tidak berpendidikan sama sekali dapat
mempengaruhi cara berfikir manusia serta mempengaruhi pelaku dalam
kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini si pelaku tidak mempunyai rasa malu
dalam melakukan tindakan kejahatan, dengan minimnya pendidikan dan
keterampilan yang dimiliki mengakibatkan sulitnya mendapatkan lapangan
pekerjaan, disamping itu memang lapangan pekerjaan yang tersedia juga sangat
terbatas.7
Disisi lain karena rendahnya tingkat intelegensi si pelaku sehingga kurangnya
kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta
prilakunya sering dikuasai oleh emosional dari pada rasio.7
3) Faktor Agama/moral
4) Faktor Kejiwaan
Faktor Korban
- daerah pubis (kemaluan bagian luar), yaitu adanya perlukaan pada jaringan
lunak atau bercak cairan mani;
- penyisiran rambut pubis (rambut kemaluan), yaitu apakah adanya rambut
pubis yang terlepas yang mungkin berasal dari pelaku, penggumpalan atau
perlengketan rambut pubis akibat cairan mani;
- daerah vulva dan kulit sekitar vulva/paha bagian dalam (adanya perlukaan
pada jaringan lunak, bercak cairan mani);
- labia mayora dan minora (bibir kemaluan besar dan kecil), apakah ada
perlukaan pada jaringan lunak atau bercak cairan mani;
- vestibulum dan fourchette posterior (pertemuan bibir kemaluan bagian
bawah), apakah ada perlukaan;
- hymen (selaput dara), catat bentuk, diameter ostium, elastisitas atau
ketebalan, adanya perlukaan seperti robekan, memar, lecet, atau hiperemi).
Apabila ditemukan robekan hymen, catat jumlah robekan, lokasi dan arah
robekan (sesuai arah pada jarum jam, dengan korban dalam posisi litotomi),
apakah robekan mencapai dasar (insersio) atau tidak, dan adanya perdarahan
atau tanda penyembuhan pada tepi robekan;
- vagina (liang senggama), cari perlukaan dan adanya cairan atau lendir;
- serviks dan porsio (mulut leher rahim), cari tanda-tanda pernah melahirkan
dan adanya cairan atau lendir;
- uterus (rahim), periksa apakah ada tanda kehamilan;
- anus (lubang dubur) dan daerah perianal, apabila ada indikasi berdasarkan
anamnesis;
- mulut, apabila ada indikasi berdasarkan anamnesis,
- daerah-daerah erogen (leher, payudara, paha, dan lain-lain), untuk mencari
bercak mani atau air liur dari pelaku; serta
- tanda-tanda kehamilan pada payudara dan perut.
Pemeriksaan penunjang
Pada kasus kekerasan seksual, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai
indikasi untuk mencari bukti-bukti yang terdapat pada tubuh korban. Sampel
untuk pemeriksaan penunjang dapat diperoleh dari, antara lain:
pakaian yang dipakai korban saat kejadian; diperiksa lapis demi lapis
untuk mencari adanya trace evidence yang mungkin berasal dari pelaku,
seperti darah dan bercak mani, atau dari tempat kejadian, misalnya bercak
tanah atau daun-daun kering;
rambut pubis; yaitu dengan menggunting rambut pubis yang menggumpal
atau mengambil rambut pubis yang terlepas pada penyisiran
kerokan kuku; apabila korban melakukan perlawanan dengan mencakar
pelaku maka mungkin terdapat sel epitel atau darah pelaku di bawah kuku
korban;
swab; dapat diambil dari bercak yang diduga bercak mani atau air liur
dari kulit sekitar vulva, vulva, vestibulum, vagina, forniks posterior, kulit
bekas gigitan atau ciuman, rongga mulut (pada seks oral), atau lipatan-
lipatan anus (pada sodomi), atau untuk pemeriksaan penyakit menular
seksual;
darah; sebagai sampel pembanding untuk identifi kasi dan untuk mencari
tanda-tanda intoksikasi NAPZA; dan
urin; untuk mencari tanda kehamilan dan intoksikasi NAPZA.
BAB VI PERLINDUNGAN
Pasal 17
Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerja sama dengan
tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani
untuk mendampingi korban. 8
Pasal 21
1) Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus:
a. memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya;
b. membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korbandan visum et
repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau suratketerangan medis
yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti. 8
2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan disarana
kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. 8
Pasal 40
1) Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya.
2) Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajibmemulihkan
dan merehabilitasi kesehatan korban. 8
1. Trauma Fisik
Tangani luka (bersihkan, perban atau jahit)
Bersihkan segala Lukas obek, luka, tinja, dan jaringan yang mati atau
rusak. Pastikan apakah ada luka yang perlu dijahit. Jahit luka bersih
dalam waktu 24 jam. Setelah waktu ini, mereka harus sembuh dengan
tindakan selanjutnya atau jahitan primer tertunda. Jangan menjahit
luka yang sangat kotor. Jika ada luka besar yang terkontaminasi,
pertimbangkan pemberian antibiotik yang tepat dan analgesik.
Analgesik (Paracetamol)
Antibiotik jika diperlukan (lukadalam yang terkontaminasi / luka lama
> 24 jam / luka septic). 9,10
2. Pencegahan penyakit menula rseksual
Ceftriaxone 125 mg inj IM
Metronidazole 15 mg/Kg/hariselama 7 hari. 9,10
3. Jika ada kerusakan pada kulit atau mukosa, tetanus profilaksis harus diberikan
kecuali jika korban telah sepenuhnya divaksinasi. 9,10
4. Pencegahan Penularan HIV
2 atau 3 obat antiretroviral (ARV) diberikan selama 28 hari. 9,10
11. Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan dalam Rumah Tangga. Op.Cit, Hlm 80-81
12. Budijanto A, Sudiono S, Purwadianto A. Kejahatan seks dan aspek
medikolegal gangguan psikoseksual. Jakarta: Kalman Media Pusaka; 1982. p.
5-34.