Anda di halaman 1dari 10

Klasifikasi Perumusan Teori Akuntansi

Teori akuntansi dapat diklasifikasikan berdasarkan metoda penalaran yang


digunakan, sistem bahasa yang digunakan, dan tujuan perumusan.

A. Klasifikasi Teori Akunansi Menurut Metode Penalaran

Atas dasar metode penalaran yang digunakan, teori akuntansi dapat


dirumuskan dari berbagai pendekatan yang berbeda yaitu: a) deduktif; b) induktif;
etikal; c) sosiologi; d) ekonomi; dan elektik (Belkaoui, 1993). Pada pembahsan ini
lebih ditekankan pada pendekatan dedukif dan induktif dengan alasan bahwa
pendekatan ini sering digunakan dibanding dengan empat pendekatan yang lain.
1. Pendekatan Deduktif
Validitas teori yang dikembangkan melalui pendekatan ini, sangat tergantung
pada kemampuan peneliti untuk mengidentifikasi dan menghubungkan dengan tepat
berbagai komponen proses akuntansi dalam urutan yang logis. Kesalahan dalam
menentukan tujuan dan kemampuan prosedur untuk mencapai tujuan tersebut, akan
menghasilkan konklusi yang salah.
Perumusan teori akuntansi yang didasarkan pada pendekatan deduktif,
dimulai dari proposisi akuntansi dasar sampai dihasilkan prinsip akuntansi yang
rasional sebagai pedoman dan dasar untuk mengembangkan teknik-teknik akuntansi.

Secara umum, langkah yang digunakan dalam merumuskan teori akuntansi


adalah sebagai berikut: (a) menentukan tujuan pelaporan keuangan; (b) memilih
postulate akuntansi yang sesuai dengan kondisi ekonomi, politik dan sosiologi, (c)
menentukan prinsip akuntansi; serta (e) mengembangkan teknik akuntansi
(Belkaoui, 1993).
Penentuan tujuan pelaporan keuangan merupakan hal yang paling penting
karena tujuan yang berbeda mungkin memerlukan struktur yang berbeda dan akan
menghasilkan prinsip yang berbeda pula. Apabila tujuan telah ditetapkan, beberapa
definisi dan asumsi dapat dibuat. Peneliti kemudian mengembangkan logika yang
terstrukur untuk mencapai tujuan tersebut, berdasarkan definisi dan asumsi yang
dibuat.

Keuntungan pendekatan deduktif adalah kemampuan untuk merumuskan


struktur teori yang konsisten, terkoordinasi, lengkap dan setiap tahapan berjalan
secara logis. Dengan cara demikian, konsistensi internal (internal consistency) antar
preposisi dapat tercapai. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa setiap prinsip dapat
diuji logika kebenarannya dan dapat digunakan untuk menentukan apakah
digunakan sebagai standar dalam mengevaluasi berbagai praktek akuntansi
(Salmonson, 1969).

Kelemahan pendekatan deduktif didasarkan pada postulat dan tujuan tertentu


yang kemungkinan salah. Apabila hal ini terjadi, otomatis prinsip yang dihasilkan
juga sala. Di samping itu, pendekatan deduktif juga terbukti sering menghasilkan
prinsip yang terlalu teoritis sehingga tidak dapat diterapkan dalam praktek.
Implikasinya, pendekatan ini kurang teruji dalam praktek.
2. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif didasarkan pada konklusi yang digeneralisasikan
berdasarkan hasil observasi dan pengukuran yang terinci. Littleton (1953) bahwa
prinsip akuntansi dapat dihasilkan secara induktif dengan melakukan pengujian
empiris terhadap kegiatan akuntansi. Hal ini didukung (Moonitz) mengatakan bahwa
observasi terhadap data akuntansi kelihatan lebih tepat dengan pendekatan induktif.
Pendapat ini juga didukung oleh Schrder (1962 : 645) yang menyatakan bahwa
perumusan teori akuntansi dapat dilakukan secara induktif dengan cara
mengobservasi data keuangan yang dihasilkan dari transaksi bisnis.
Kesimpulannya, proses induktif melibatkan kegiatan observasi mengenai data
keuangan yang berkaitan dengan berbagai unit usaha. Dari hasil observasi tersebut,
kemudian dilakukan generalisasi dan dirumuskan prinsip-prinsip akuntansi sesuai
hubungan yang ada. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (a) mencatat
semua observasi; (b) menganalisis dan mengklasifikasikan hasil observasi, sehingga
dapat dirumuskan berbagai kesamaan dan ketidaksamaan; (c) hasil observasi
kemudian digeneralisasi; serta (d) pengujian terhadap generalisasi (Belkaoui, 1993).
Keuntungan uama pendekatan induktif adalah bahwa pendekatan ini
didasarkan pada kebebasan dimana perumusan teori akuntansi tidak dibatasi oleh
struktur atau model yang telah diyakini/disiapkan sebelumnya. Jadi pihak yang
mengobservasi memiliki kebebasan untuk mengamati variabel tertentu selama hal
tersebut relevan dengan tujuanyang akan dicapai.
Kelemahannya yaitu: (1) observer dipengaruhi oleh ide-ide yang tidak
disadari tentang jenis hubungan yang diamati (unsur bias); dan (2) generalisasi data
yang digunakan dalam observasi cenderung berbeda antara satu perusahaan dengan
perusahaan yang lain. Konsekuensinya, kesimpulan yang dibuat dari hasil
generalisasi kemungkinan besar salah hanya karena data yang pening justru tidak
diobservasi.

Klasifikasi Berdasarkan Sistem Bahasa

Teori dapat diekspresikan dalam wujud kata atau tanda (sign). Dalam filsafat
pengetahuan, studi tentang tanda dikenal dengan istilah semiology. Semiology dibagi
menjadi tiga bagian, sintaktik (syntactics), semantik (semanics), dan pragmatik
(pragmatics or behavioral).
1). Sintaktik (Syntactics)

Berhubungan dengan logika internal dari dunia abstrak, logika internal yang
konsisten dikemukakan dalam bentuk pernyataan terstrukur yang dapat berupa:
pernyataan abstrak dengan tata bahasa baku dan pernyataan logika matematik.
Pernyataan dalam bentuk bahasa yang terstrukur, misalnya “apabila permintaan
suatu barang naik, maka harga barang itu akan cenderung ikut naik”. Sedangkan
pernyataan logika matematika atau dalam bentuk model-model misalnya: Y = a +
bX, atau persamaan dasar akuntansi A = K + E.

Atas dasar tersebut perlu matematics rules atau systactics rules, yaitu dengan
atribut atau simbol-simbol abstrak sebagai berikut:
(a) Y = a + bX

Keterangan:

Y = variabel dependen

a = bilangan konstan

b = koefisien

X = variabel independen

2). Semantik (Semantics)

Semantik pada gambar di atas digambarkan dalam garis yang dihubungkan


dengan kotak-kotak persegi, hubungan ini memusatkan perhatiannya pada peristiwa,
obyek atau gejala yang sesungguhnya terjadi dengan semua karakteristiknya.
Berdasarkan pernyataan logika matematik atau model-model pada tingkat
sintaktik tersebut di atas, dapat dihubungkan dengan fakta empirik yang ada di dunia
nyata (real world), dengan menetapkan definisi operasionalnya, sebagai berikut:

(a) Misalnya, memprediksikan jumlah penjualan (Y) pada tahun yang akan datang,
berdasarkan data historis penjualan yang tersedia di perusahaan dalam 5 tahun
sebelumnya, maka penjelasannya sebagai berikut:

Y = a + Bx

Keterangan:

Y = Jumla penjualan yang diprediksikan sebagai varibel dependen

a = Konstanta

b = Koefisien

X = Data historis penjualan 5 tahun sebelumnya, sebagai variabel

independen atau variabel bebas/pengarus.

Bilangan konstan atau koefisiennya dapat ditentukan dengan pendekatan : (1)


moment, (2) least square (3) regresi, tergantung pada karakteristik data yang tersedia
dan tujuan yang ingin dicapai. Apabila semua data sudah dimasukkan dalam notasi
yang sesuai, maka dapat ditentukan jumlah prediksi penjualannya (Y), yang dapat
dipakai sebagai dasar penetapan kebijaksanaan penjualan pada masa yang akan
datang.

3). Pragmatik (Pragmatics or Behavioral)


Aspek pragmatik cukup berperan dalam bidang penelitian ilmu-ilmu sosial,
seperti: sosiologi, psikologi, antropologi, dan akuntansi. Hubungan pragmatik,
berkaitan dengan perilaku individu atau kelompok kepentingan sebagai akibat dari
adanya situasi tertentu, atau tersedianya informasi keuangan yang berguna untuk
pengambilan keputusan investasi. Apabila suatu hipotesis pada tingkat sintaktik
dilakukan pengujian (test) validitasnya dengan fakta empirik, hasilnya bisa sama
atau berbeda, bahkan bisa ditolak.

Supaya lebih mudah dipahami selanjutnya akan diberikan contoh dalam


aplikasi akuntansi sebagai berikut:

(1) Teori Sintaktik

Teori sintaktik berusaha untuk menjelaskan praktik akuntansi dan


memprediksi bagaimana akuntan akan bereaksi pada situasi tertentu atau bagaimana
mereka melaporkan peristiwa tertentu. Dengan demikian teori ini berkaitan dengan
struktur proses pengumpulan data dan pelaporan keuangan.

Interpretasi teori akuntansi atas dasar sintaksis dapat digambarkan sebagai


berikut: input semantik dalam sistem tersebut adalah transaksi dan pertukaran yang
dicatat dalam jurnal dan buku besar perusahaan. Tranaksi tersebut kemudian
dimanipulasi (dibagi dan dijumlah) atas dasar alasan dan asumsi-asumsi akuntansi
kos historis. Contohnya akuntan menganggap bahwa inflasi tidak perlu dicatat dan
nilai pasar (nilai wajar) aset dan utang dihiraukan. Akuntan kemudian menggunakan
konsep pembukuan berpasangan (double entry) dan prinsip-prinsip akuntansi kos
historis untuk menghitung laba dan rugi serta neraca saldo. Dalil atau prinsip
individu diverifikasi setiap saat laporan keuangan diaudit, dengan cara mengecek
kebenaran perhitungan dan manipulasi. Dengan cara ini, akuntansi kos historis telah
dipraktekkan sejak dahulu sampai sekarang.

(2) Teori Semantik (Interpretasi)

Teori semantik berkaitan dengan penjelasan mengenai fenomena (obyek atau


peristiwa) dan istilah atau simbol yang mewakilinya. Jadi teori ini memberikan
penjelasan mengenai definisi operasional dari praktek akuntansi. Struktur akuntansi,
meskipun dapat dirumuskan secara logis, tidak akan berarti sama sekali apabila
simbol atau istilah yang menggambarkan peristiwa atau pengukuran tidak berkaitan
secara empiris dengan fenomena dunia nyata. Oleh karena itulah, teori yang
berkaitan dengan interpretasi (semantik) diperlukan untuk memberikan arti bagi
proposisi akuntansi. Dengan cara demikian, konsep interpretasi yang dibuat akuntan
diartikan sama oleh pemakai informasi akuntansi.

(3) Teori Pragmatik (Perilaku)

Teori ini berusaha menjelaskan pengaruh informasi akuntansi terhadap


perilaku pengambilan keputusan. Jadi teori pragmatik dimaksudkan untuk mengukur
dan mengevaluasi pengaruh ekonomi, psikologi, dan sosiologi pemakai terhadap
alternatif prosedur akuntansi dam media pelapornya.

(3.1) Pendekatan Pragmatik-Deskriptif

Metoda ini paling universal dan tua, kemungkinan adalah pemakaian


pragmatik deskriptif. Atas dasar metoda ini, perilaku akuntansi diamati terus
menerus dengan tujuan untuk meniru prosedur dan prinsip-prinsip akuntansi. Proses
seperti ini merupakan pendekatan induktif yang digunakan untuk mengembangkan
teori akuntansi.
Ada beberapa kritik yang ditujukan pada pendekatan tersebut yaitu (1) tidak
ada penilaian yang logis terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan akuntan. Tidak
alasan untuk membenarkan bahwa akuntan mencatat rekening tertentu dengan cara
yang seharusnya dilakukan, dan tidak ada pertimbangan analitis terhadap kualitas
tindakan atau rekening yang dibuatnya; (2) metode tersebut tidak memungkinkan
untuk dilakukan perubahan, karena pendekatannya tidak berujung pangkal.
Argumennya, teknik-teknik akuntansi tidak pernah dipermasalahkan atau diragukan
karena teknik-teknik tersebut terus-menerus digunakan oleh para pendukung
pragmatik; serta (3) perhatian cenderung dipusatkan pada perilaku-perilaku akuntan,
bukan pada pengukuran atribut-atribut perusahaan seperti aset, utang, pendapatan
dan lain-lain.

Atas dasar kenyataan tersebut Sterling (1970) berkesimpulan bahwa


pendekatan pragmatik tidak sesuai untuk penyusunan teori akuntansi. Kesimpulan
tersebut dikaitkan dengan teori normatif tentang bagaimana akuntansi seharusnya
dikerjakan, bukannya teori positif yang menjelaskan atau memprediksi di dunia
nyata.

(3.1) Pendekatan Pragmatik-Psikologis

Pendekatan pragmatis yang kedua adalah mengamati reaksi pemakai laporan


keuangan. Akuntan memanipulasi transaksi akuntansi menurut aturan-aturan
sintaktik yang berbeda dengan yang digunakan untuk menghasilkan laporan
keuangan (contoh: adanya sistem akuntansi inflasi yang berbeda). Laporan tersebut
kemudian disimpulkan oleh pemakai.

Dilihat dari aspek bahasa, rerangka teoritis akuntansi dapat saja terpusat pada
salah satu unsur teori tersebut: sintaktik (struktur), semantik (interpretasi) dan
pragmatik (perilaku). Namun demikian, Hendriksen dan Van Breda (1992)
berpendapat bahwa rerangka teori akuntansi yang lengkap seharusnya memiliki tiga
komponen teori di atas.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Definisi teori akuntansi merupakan perdebatan panjang antara akademisi dan
praktisi. Para ahli mendefinisikan akuntansi baik sebagai seni, komunikasi,
aktivitas jasa maupun sebagai teknologi.
2. Zimmerman (1986) mendefinisikan teori sebagai kumpulan variabel-variabel
yang saling terkait serta hipotesis untuk menjelaskan dan memprediksi
fenomena-fenomena yang terjadi di dunia nyata. Menurut Macfoedz (1996) teori
akuntansi sebagai konsep, standar, model, hipotesis dan metoda yang saling
terkait yang diekstraksi dari disiplin filosofi akademi dan keilmuan untuk
menjelaskan dan memprediksi fenomena bisnis.
3. Peranan teori dalam akuntansi sangat berbeda dengan peranan teori yang
digunakan dalam ilmu pasti (natural science), dimana dalam ilmu pasti teori
dikembangkan dari hasil observasi empiris. Akuntansi cenderung dikembangkan
atas dasar pertimbangan nilai (value judgment), yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan tempat akuntansi dipraktekkan. Teori tersebut kemudian dituangkan
dalam bentuk kebijakan sebagai landasan dalam praktek akuntansi.
4. Teori akuntansi diklasifikasikan berdasarkan metoda penalaran yang digunakan,
sistem bahasa yang digunakan dan tujuan perumusan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Riahi – Belkaoui. 2001. Teori Akuntansi. Jakarta : Salemba Empat

Suwarjono. 2006. Teori Akuntansi. Yogyakarta : BPFE UGM

Harahap, Sofyan Safri. 2007. Teori Akuntansi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Watts and Zimmerman. 1982. Positive Accounting. Alabama University

Anda mungkin juga menyukai