Anda di halaman 1dari 47

ANTIBIOTIKA INJEKSI TANPA SKIN TEST

DAN TATALAKSANA EMERGENSI REAKSI


ANAFILAKTIK
(ANTIBIOTIC INJECTION WITHOUT THE SKIN TEST
AND EMERGENCY TREATMENT OF
ANAPHYLACTIC REACTIONS)

TRI BUDIANTO, DR, SPOG


KOMITE PENGEDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA
RSUD KOTA YOGYAKARTA
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta
PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PEMBEDAHAN
No. Dokumen Tanggal terbit

No. Revisi Halaman


RSUD
0 1/2
KOTA
YOGYAKARTA
Disusun oleh : Diperiksa oleh :
Komite PRA Wakil Direktur Pelayanan
Standar
Prosedur DitetapkanOleh :
Operasional DIREKTUR

drg. Hj. RR TutySetyowati, MM


NIP. 19620502 1988701 2 001
Pengertian Antibiotika profilaksis pada pembedahan ialah antibiotika yang diberikan pada
penderita yang menjalani pembedahan sebelum adanya infeksi.
Tujuan 1. Mencegah terjadinya infeksi daerah / luka operasi (IDO/ILO), akibat tindakan
pembedahan.
2. Menurunkan morbiditas pasca operasi akibat IDO.
3. Menekan munculnya mikroba resisten
Kebijakan 1. Indikasi penggunaan antibiotik profilaksis untuk operasi bersih dan bersih
kontaminasi (golongan operasi kontaminasi dan kotor masuk dalam prosedur
antibiotik terapi)
2. Prinsip penggunaan antibiotik profilaksis yang bijak adalah :
a. Pemilihan yang tepat, yaitu indikasi ketat dengan dosis yang adekuat, spektrum
sempit, prinsip dekolonisasi, retensi dalam tubuh sekitar 3 jam, interval dan
lama pemberian yang tepat, mudah didapat dan harga terjangkau
b. Didapatkan konsentrasi antibiotik cukup dalam jaringan pada saat mulai dan
selama operasi berlangsung
3. Pilihan antibiotik :
a. Pilihan pertama antibiotik Cefalosporin generasi pertama (Cefazolin 1,5-2 gram)
secara intravena, bila tidak ada diberikan cefalosporin generasi kedua
(Cefuroxime 1,5-2 gram) secara intravena.
b. Alternatif lain : antibiotik kombinasi (Metronidasol 500mg + Gentamisin 1.5-3
mg/kgbb) secara intravena.
Prosedur 1. Dokter memberikan penjelasan kepada pasien dan atau keluarga secara lisan
mengenai tujuan dan risiko pemberian antibiotik profilaksis.
2. Dokter dibantu perawat/ bidan melakukan anamnesis terkait riwayat alergi pada pasien,
sehingga dipilih antibiotika yang tidak alergi terhadap pasien tersebut.
3. DPJP menentukan antibiotika profilaksis sesuai prinsip antibiotika yang bijak.
4. Perawat / bidan menyiapkan jenis antibiotik yang sudah ditentukan DPJP
5. Perawat / bidan melarutkan antibiotika dalam larutan Normal Saline (NaCl 0,9%) 100 ml
6. Dokter dibantu perawat / bidan dalam memberikan antibiotik profilaksis tanpa
melakukan skin test terlebih dahulu dan tetap dilakukan observasi serta disiapkan
kemungkinan penanganan alergi obat/ anafilaktik.
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta
PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PEMBEDAHAN
No. Dokumen Tanggal terbit

No. Revisi Halaman


RSUD
0 2/2
KOTA
YOGYAKARTA
6. Dokter dibantu perawat/ bidan menyiapkan obat-obatan dan prosedur penanganan
anafilaktik syok sebelum memberikan antibiotika
7. Perawat / bidan memberikan antibiotika secara intravena drip :
- Antibiotika drips diberikan selama 5 - 15 menit
- Antibiotika drips sudah selesai diberikan 15-60 menit sebelum insisi luka operasi
- Antibiotika bisa diberikan saat induksi anestesi di kamar oprasi atau di kamar bersalin/
IRD/ bangsal
8. Dokter dibantu perawat/ bidan memberikan antibiotik ulangan satu kali dosis
(diperlukan dosis tambahan 1 kali pemberian sesuai waktu paruh antibiotika), yaitu
apabila : lama operasi berlangsung > 3 jam atau jumlah perdarahan selama operasi >
1500 ml
9. Pemberian 1 (satu) kali dosis ulangan tersebut, diberikan dengan mempertimbangkan
waktu paruh obat, yaitu 4 jam untuk cefazolin dan cefuroxime, 2 – 3 jam untuk
gentamisin dan 6 – 8 jam untuk metronidazole
10. Dokter/perawat/bidan mengobservasi reaksi anafilaksis dan tanda-tanda alergi setelah
pemberian antibiotik profilaksis.
11. Dokter/perawat menulis nama antibiotik profilaksis dan pukul berapa selesai antibiotik
diberikan dalam catatan anestesi dan atau instruksi pemberian obat.
-
Dokumen terkait
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta
Unit Terkait IRNA, IMP, IRI, IBS, IRD, Instalasi Hemodialisa
ALGORITMA PEMBERIAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PEMBEDAHAN

Dokter menjelaskan ke pasien dan atau keluarga tujuan dan risiko pemberian antibiotik profilaksis

Lakukan Anamnesis riwayat alergi pada pasien,


Pilih antibiotika yang tidak alergi terhadap pasien tersebut.

DPJP menentukan Antibiotik sesuai prinsip antibiotika yang bijak


Siapkan jenis antibiotik yang sudah ditentukan DPJP
Larutkan antibiotika dalam larutan Normal Saline (NaCl 0,9%) 100 ml

Siapkan obat-obatan dan prosedur penanganan anafilaktik syok sebagai


memberikan antibiotika

Perawat / bidan memberikan antibiotika secara intravena drip dengan target :


- Antibiotika drips diberikan selama 5 - 15 menit
- Antibiotika drips sudah selesai diberikan 15-60 menit sebelum insisi luka operasi
- Antibiotika bisa diberikan saat induksi anestesi atau di kamar bersalin/ IRD/ bangsal

Berikan antibiotik profilaksis tanpa melakukan skin test terlebih dahulu


Lakukan observasi kemungkinan alergi obat/ reaksi anafilaktik

Berikan antibiotik ulangan satu kali dosis apabila lama operasi berlangsung > 3 jam atau
jumlah perdarahan operasi > 1500 ml, pertimbangkan waktu paruh antibiotika

Tulis nama antibiotik profilaksis dalam catatan anestesi dan atau instruksi pemberian obat,
dituliskan pukul berapa antibiotika selesai diberikan.

Yogyakarta,
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta Direktur
Recommendations and much more

http://www.who.int/gpsc/ssi-prevention-guidelines/en/
PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK

No. Dokumen Tanggal terbit

RSUD No. Revisi Halaman


KOTA
0 1/2
YOGYAKARTA
Disusunoleh : Diperiksa oleh :
Komite PRA Wakil Direktur Pelayanan
Standar
Prosedur DitetapkanOleh :
Operasional DIREKTUR

drg. Hj. RR TutySetyowati, MM


NIP. 19620502 1988701 2 001
Pengertian Syok anafilaktik merupakan manifestasiklinis syok distributif sebagai reaksi
hipersensitivitas yang masuknya zat asing ke dalam tubuh dengan onset akut, ditandai
hipotensi akibat vasodilatasi mendadak disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat
menyebabkan terjadinyakematian. Terjadi hipotensi dan takikardia pada sistem
kardiovaskular, kulit tampak ruam, urtikaria, eritemadan angioedema, sistem
pernafasan bisa terjadi bronkospasme dan gejala gastrointestinal.
Tujuan Untuk memberikan pertolongan yang cepat dan tepat dengan menerapkan langkah-
langkah penanganan syok anafilaktik
Kebijakan 1. Pertolongan pertama untuk life saving boleh dilakukan oleh perawat yang
berpengalaman dan berpengetahuan dan atau dokter
2. Disiapkan peralatan dan obat-obatan pada troli/ tas emergensi : tensimeter dan
stetoskop, oksigendengan Flowmeter,Infus/transfusi set, abocath no 18/ 16, plester,
jarum suntik 1 ml, ambu bag, cairan infus NaCl 0,9% 3-6 botol, efinephrin
(adrenalin) 1 :1000, nebulizer dengan tersedia di bangsal terdekat, dipenhidramin,
salbutamol/ventolin, kortikosteroid (dexamethasone).
Prosedur 1. Penanganan utama dan segera :
a. Segera hentikan pemberian obat / antigen penyebab.
b. Meminta bantuan
c. Baringkan penderita dengan posisi tungkai lebih tinggi dari kepala
(trendelenburg position). Untuk ibu hamil diposisikan trendelenburg position
lateral ke kiri untuk mengurangi risiko kompresi vena kava inferior oleh rahim
yang membesar. Jika pasien muntah, pasien dibaringkan miring.
d. Bebaskan jalan napas,berikan oksigen 3-5 liter permenit dengan sungkup
muka atau 6-8 liter permenit dengan NRM. Kalau diperlukan lakukan
resusitasi kardio pulmonal (RKP)
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta
PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK

No. Dokumen Tanggalterbit

RSUD No. Revisi Halaman


KOTA
0 2/2
YOGYAKARTA
Prosedur a. Berikan Adrenalin 1 : 1000 (1 mg/ml)
❖ Segera secara IM pada otot deltoideus di lengan atas, dengan dosis 0,3 –
0,5 ml (anak : 0,01 ml/kgbb), dapat diulang setiap 5 menit kemudian,
hingga maksimal 3 kali injeksi (tabel dosis adrenalin terlampir).
❖ Pemberian adrenalin IV apabila tidak ada respon dengan pemberian secara
IM, atau terjadi kegagalan sirkulasi dan syok dengan dosis (dewasa) : 0,5
ml adrenalin 1 : 1000 ( 1 mg / ml ) diencerkan dalam 10 ml larutan NaCl
0,9% dan diberikan selama 10 menit.
b. Awasi kesadaran, tekanan darah, denyut nadi, pernafasandan kalau perlu
oksimetri nadi serta EKG sampai syok teratasi.
c. Pasang infus dengan larutan NaCl 0,9% (20 cc/ kg BB) dengan tetesan cepat,
bila hipotensi/ tekanan darah sistole kurang dari 100 mmHg.
d. Bila diperlukan pasien ditransfer ke IRI.
2. Penanganan Tambahan (tidak digunakan sebagai pengobatan lini pertama)
a. Pemberian Antihistamin :
Difenhidramin injeksi 10-50 mg (0,35 mg/kg bb/hari), dapat diberikan bila
timbul urtikaria.
b. Pemberian Kortikosteroid :
Methylprednisolone 125-250 mg IV, atau dexamethasone 20 mg IV. Catatan:
Steroid tidak boleh digunakan sebagai pengobatan lini pertama
c. Inhalasi short acting β2-agonist (salbutamol 2,5-5mg) atau bronkodilator lain
apabila terjadi bronkospasme berat
3. Penanganan penunjang :
a. Tenangkan penderita, istirahat dan hindarkan pemanasan.
b. Pantau tanda-tanda vital secara ketat sedikitnya pada jam pertama dan awasi 4
jam berikutnya.
4. Melakukan Pendokumentasian dengan tepat pada catatan perawatan

Formulir -
Dokumen terkait
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta
Unit Terkait IRNA, IMP, IRI, IBS, IRD, Hemodialisa, Radiologi, IRJ
Adrenaline (Epinephrine) dosages chart

Vol.adrenaline Adrenaline
Age (years) Weight (Kg)
1:1000 autoinjector
<1 5-10 0.05-0.1 mL
1-2 10 0.1 mL 10-20 kg (~1-5 yrs)
2-3 15 0.15 mL 0.15 mg (green labelled
4-6 20 0.2 mL device)
7-10 30 0.3 mL >20 kg (~>5yrs)
10-12 40 0.4 mL 0.3mg (yellow labelled
>12 and adults >50 0.5 mL device)

*For pregnant women, a dose of 0,3 mg should be used

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta


ALGORITMA PENANGANAN SYOK ANAFILAKTIK (DILAKUKAN SIMULTAN)

HENTIKAN PEMBERIAN OBAT


MINTA PERTOLONGAN/CARI BANTUAN
BARINGKAN PASIEN DENGAN POSISI KAKI LEBIH TINGGI/TRENDELENBURG POSITION

NILAI SECEPAT MUNGKIN !!


AIRWAY – BREATHING – CIRCULATION – KESADARAN – KULIT-BERAT BADAN

INJEKSIKAN EPINEFRIN IM
DOSIS 0,01 mg/ kg BB (sediaan ampul 1 mg/mL);
maksimal per dosis pada dewasa 0,5 mg, anak 0,3 mg IM

BILA PERLU DAPAT DIULANG TIAP 5 MNT,


MAKSIMAL DIULANG 3 KALI PEMBERIAN

Apabila ada indikasi BERIKAN OKSIGEN


O2 3-5 lt/mnt dengan sungkup muka ATAU 6-8 lt/mnt dengan NRM

PASANG INFUS
Abocath ukuran 16-18. Bila syok, berikan NaCl 0,9% 1-2 liter secara cepat (5-10 menit
pertama diberikan 20ml/kgBB untuk dewasa dan 10ml/kgBB untuk anak)

RJP
Bila perlu, lakukan RJP dengan kompresi jantung yang kontinu
(Dewasa: 100-120 x/menit, kedalaman 5 - 6 cm. Anak: 100 x/menit, kedalaman 4-5 cm)

MONITOR
Nilai dan catat Tanda-Tanda Vital, Status Mental dan Oksigenasi setiap 5-15 menit sesuai kondisi
pasien. Observasi 1-3 x24 jam atau pindahkan pasien ke IRI

TERAPI TAMBAHAN (tidak digunakan sebagai pengobatan lini pertama)


• Inhalasi short acting β2-agonist (Salbutamol 2,5-5mg)/ bronkodilator lain apabila terjadi bronkospasme berat
• Berikan kortikosteroid untuk semua kasus berat berulang dan pasien dengan asma :
o Methylprednisolone 125-250 mg IV
o Dexamethasone 20 mg IV
• Antihistamin IV (Dipenhidramin 10-50 mg) dapat diberikan bila timbul urtikaria dan eritema
• Bila keadaan stabil, dapat mulai diberikan kortikosteroid dan antihistamin per oral 3 x 24 jam
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta
Yogyakarta,
KEBIJAKAN

WHO, 2016

LEGALITAS ANTIBIOTIK PROFILAKSIS DAN


TIDAK DIPERLUKAN SKIN TEST PADA
PEMEBERIAN ANTIBIOTIK

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta


Emergency treatment
of anaphylactic reactions
Objectives - to understand:
• What is anaphylaxis?
• Who gets anaphylaxis?
• What causes anaphylaxis?
• How to recognise anaphylaxis
How to treat anaphylaxis

Follow up of the patient with anaphylaxis

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitivitas :
→Reaksi imun patologik, terjadi akibat respons imun yang
berlebihan dan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
REAKSI TIPE I ~ anafilaksis
(IgE dependent) ~ reaksi cepat

• Histamine
Mast cell • Eosinophil chemotactic
Basophil factor of anaphylaxis
• Leukotriene C4
• Prostaglandin D2
• Cytokines
Kulit Respiratory Tract Cardiovascular
Pruritus Kontraksi Dilatasi / permeabilitas 
Urticaria - Smooth muscle 
- Sekresi mocous - Edema
- Laryngeal edema - Hypotension

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Yogyakarta
Anafilaksi syok
Antibiotika masuk Reaksi Ag-Ab
A severe, life-threatening,
generalized systemic
hypersensitivity reaction
Sel mast aktif
Anafilaksis : merupakan reaksi
alergi sistemik yang berat, dapat
Bahan vasoaktif
menyebabkan kematian, terjadi Histamine/bradikinin

secara tiba-tiba sesudah


terpapar oleh alergen
Vasodilatasi/
Anaphylaxis is characterised by: Permeabilitas kapiler

– Rapidly developing, life threatening, Airway


and/or Breathing and or Circulation problems SYOK
– Usually with skin and/or mucosal changes dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta
What is anaphylaxis?
Anaphylaxis is a severe, life-threatening,
generalized or systemic hypersensitivity reaction

Anaphylaxis

Allergic anaphylaxis Non-allergic anaphylaxis

IgE-mediated anaphylaxis Non-IgE-mediated allergic anaphylaxis

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Johansson SGO, et al. Allergy 2001;56:813-824
Yogyakarta
Anaphylaxis: population study in 5 years
⚫ Incidence (annual): 21 per 100.000 person – year
⚫ 133 residents who experienced 154 anaphylactic
episode : - 116 residents 1 episode
- 13 resident 2 episode
- 4 residents 3 episode
⚫ 53% atopy
⚫ 68% allergen identified: food, medication and insect
sting
⚫ 52% allergy consultation
⚫ 7% hospitalization
⚫ 1 patient died dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota
Yogyakarta
Yocum, et al. JACI 1999;104:452-6
Time to cardiac arrest

Adapted from Pumphrey RS. Lessons for management of anaphylaxis from a study of fatal reactions.
Clin Exp Allergy 2000;30(8):1144-50.
Anaphylaxis can be fatal

 Be able to recognize the symptoms


 Know and avoid the triggers
 Have an emergency action plan
 Treat it promptly and appropriately

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Yogyakarta
The causes of anaphylaxis
35

30

25
Percent of Cases

20

15

10

0
Food Drug/Bio Sting Allergen Exercise Idiopathic
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota
Golden DBK, Patterns of anaphylaxis: Acute & lateYogyakarta
phase features of allergic reactions. In Anaphylaxis. Novartis
foundation 2004: 103
CLINICAL FEATURES

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Yogyakarta
Anaphylactic reaction is highly likely
when following 3 criteria are fulfilled:

• Sudden onset and rapid progression of


symptoms

• Life-threatening Airway and/or Breathing


and/or Circulation problems

• Skin and/or mucosal changes


(flushing, urticaria, angioedema)
Anaphylaxis symptoms
❖ MOUTH itching swelling of lips and/or tongue
❖ THROAT itching, tightness, closure, hoarseness
❖ SKIN itching, hives, redness, swelling
❖ GUT vomiting, diarrhea, cramps
❖ LUNG shortness of breath, cough, wheeze
❖ HEART weak pulse, dizziness, passing out
❖ NEURO headache, visual loss, loss of
consciousness, incontinence, confusion
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota
Yogyakarta
Frequency of occurrence of signs &
symptoms of anaphylaxis*+
Signs & symptoms
Cutaneous 90%
Urticaria & angiodema 85-90%
Flushing 45-55%
Pruritus without rash 2-5%
Respiratory 40-60%
Dyspnea, wheeze 45-50%
Upper airway angioedema 50-60%
Rhinitis 15-20%
Dizziness, syncope, hypotension 30-35%
Abdominal
Nausea, vomiting, diarrhea, cramping pain 25-30%
Miscellaneous
Headache 5-8%
Substernal pain 4-6%
Seizure 1-2%
* On the basis of a compilation of 1865 patients reported in references 1 through 14
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota
+ Percentages are approximations Yogyakarta
Remember

• Skin or mucosal changes alone are not a


sign of an anaphylactic reaction

• Skin or mucosal changes can be subtle or


absent in up to 20% of reactions (some
patients can have only a decrease in blood
pressure i.e., a Circulation problem)
• There can also be gastrointestinal
symptoms (e.g. vomiting, abdominal pain,
incontinence)
DIAGNOSIS

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Yogyakarta
Kriteria klinik diagnosis anafilaksis1

1. Terjadinya gejala penyakit SEGERA dan PROGRESIF


(beberapa menit sampai jam), yang melibatkan kulit,
jaringan mukosa, atau keduanya (urtikaria yang merata,
pruritus,atau kemerahan, edema bibir-lidah-uvula) DAN
PALING SEDIKIT SATU DARI BERIKUT INI :
a. Gangguan pernapasan (sesak, mengi-bronkospasme,
stridor, penurunan Arus Puncak Ekspirasi (APE),
hipoksemia.
b. Penurunan tekanan darah atau berhubungan dengan
disfungsi organ (hipotonia atau kolaps, pingsan,
inkontinens)

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Yogyakarta
Kriteria klinik diagnosis anafilaksis2
2. Dua atau lebih dari petanda berikut ini yang terjadi segera
setelah terpapar serupa alergen pada penderita (beberapa
menit sampai jam):
a.Keterlibatan kulit-jaringan mukosa (urtikaria yang
merata, pruritus-kemerahan, edema pada bibir-lidah-
uvula)
b.Gangguan pernapasan (sesak, mengi-bronkospasme,
stidor, penurunan APE, hipoksemia)
c.Penurunan tekanan darah atau gejala yang berhubungan
(hipotonia-kolaps, pingsan, inkontinens)
d.Gejala gastrointestinal yang menetap(kram perut, sakit,
muntah)
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota
Yogyakarta
Kriteria klinik diagnosis anafilaksis3

3. Penurunan tekanan darah segera setelah terpapar


alergen (beberapa menit sampai jam)
a. Bayi dan anak : tekanan darah sistolik rendah
(tgt umur), atau penurunan lebih dari 30%
tekanan darah sistolik.
b. Dewasa : tekanan darah sistolik kurang dari 90
mm Hg atau penurunan lebih dari 30% nilai basal
pasif
* Tekanan darah sistolik rendah untuk anak didefinisikan bila < 70
mm Hg antara 1 bulan sampai 1 tahun, kurang dari (70 mm Hg [2x
umur]) untuk 1 sampai 10 tahun, dan kurang dari 90 mm Hg dari 11
sampai 17 tahun.

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Yogyakarta
Anaphylactic reaction is highly likely
when following 3 criteria are fulfilled:

• Sudden onset and rapid progression of


symptoms

• Life-threatening Airway and/or Breathing


and/or Circulation problems

• Skin and/or mucosal changes


(flushing, urticaria, angioedema)
Grading of anaphylactic reactions according to severity of clinical symptoms
Symptoms
Grade Dermal Abdominal Respiratory Cardiovascular
I Pruritus
Flush
Urticaria
Angiodema
II Pruritus Nausea Rhinorrhoea Tachycardia (> 20 bpm)
Flush Cramping Hoarseness Blood pressure change (>
Urticaria Dyspnoea 20 mmHg systolic)
Angiodema (not Arrhytmia
mandatory)
III Pruritus Vomiting Laryngeal oedema Shock
Flush Defecation Bronchospasm
Urticaria Diarroea Cyanosis
Angiodema (not
mandatory)
IV Pruritus Vomiting Respiratory arrest Cardiac arrest
Flush Defecation
Urticaria Diarrhoea
Angiodema (not
mandatory)
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota
Bpm = beats perminute
Yogyakarta
Ring J, Brockow K & Behrendt. History and classification of anaphylaxis. In Anaphylaxis. Novartis Foundation 2004:12
Derajat berat reaksi hipersensitivitas
yang luas
Derajat Gambaran klinik
Ringan (hanya kulit dan jaringan Eritema luas,edema periorbita,atau
submukosa)* angioedema
Sedang (keterlibatan Sesak, stridor, mengi, mual, muntah,
pernapasan, pusing, presinkop diaforesis, rasa
kardiovaskuler,atau tertekan di dada atau tenggorok atau
gastrointestinal sakit perut
Berat (hipoksia,hipotensi,atau Sianosis, atau SpO2 < 92% pada tiap
defisit neurologik) tingkat, hipotensi (tek sistolik < 90 mm
Hg pd dewasa), bingung kolaps, hilang
kesadaran atau inkontinens

* Reaksi ringan dapat dibagi lagi, disertai


dr.Tri Budianto SpOG,KPRAatau
RSUDtidak
Kota ada angiodema
Yogyakarta Brown SGA. JACI, 2004:114:371-6
Mode of death

Drug Sting Food Food? Male Female

Lower airways 11 3 24 11 21 26

Upper + lower airways 6 4 13 3 5 19

Upper airways 7 8 5 3 16 12

Shock + asphyxia 21 4 2 12 15

Shock 32 18 2 23 29

Disseminated 5 1 1 2 4
intravascular coagulation
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota
Yogyakarta
Pumphrey RSH, Fatal anaphylaxis in the UK, 1992-2001. In Anaphylaxis. Novartis Foundation 2004:120
ABCDE APPROACH

A Airway problems Airway swelling, Difficulty in breathing, Hoarse voice,


Stridor
B Breathing problems Shortness of breath, Increased respiratory rate,
Patient becoming tired, Cyanosis, Respiratory
arrest
C Circulation problems Signs of shock, tachycardia, hypotension, angina, Cardiac
arrest
D Disability Anxiety, panic
E Exposure – look for Erythema, Urticaria, Angioedema
skin changes

Diferential diagnose : Astma, septic shock, Vasovagal episode, Panic attack,


Idiopathic (non-allergic) urticaria
, dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota
Yogyakarta
TREATMENT

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Yogyakarta
Penatalaksanaan anafilaksis
1. Hentikan pencetus, nilai beratnya dan berikan terapi yang sesuai

Minta bantuan

Adrenalin i.m (paha lateral) 0.01mg/kg boleh sampai 0.5mg

Pasang infuse

Berbaring rata/ tinggikan posisi kaki bila bias


Berikan oksigen aliran tinggi,alat bantu napas/ventilasi bila diperlukan

BILA HIPOTENSI

Akses i.v.tambahan (jarum 14G atau 16G pada orang dewasa) utk
infus NaCl fisiologis. NaCl fisiologis bolus atau infus 20 mL/kg
diberikan secepatnyadr.Tribila perlu
Budianto dengan
SpOG,KPRA tekanan
RSUD Kota
Yogyakarta
Penatalaksanaan anafilaksis
2. Bila respons tidak adekuat, keadaan mengancam kehidupan, atau memburuk:

Mulai dengan infuse adrenalin sesuai dengan panduan/protocol rumah sakit


ATAU
Ulang adrenalin i.m setiap 3-5 menit

Pertimbangkan hal-hal berikut


• Hipotensi
o Ulangi infuse NaCl fisiologis 10-20 ml/kg dapat mencapai 50 ml/kg dalam 30 menit.
o i.v. atropine 0.02 mg/kg bila bradikardi berat dosis minimum 0.1 mg
o i.v vasopresor untuk mengatasi vasodilatasi. Pada henti jantung adrenalin dapat
ditingkatkan menjadi 3-5 mg setiap 2-3 menit mungkin efektif.
o i.v. glucagons pada pasien yang memakai obat penyekat beta. Dosis orang dewasa
1-5 mg diikuti 5-15 ug/mnt
• Bronkospasme
o Inhalasi salbutamol secara kontinyu
o i.v. hidrokortison 5mg/kg diikuti prednisone 1mg/kg maksimal (50 mg) selama 4 hari
• Obstruksi saluran napas bagian atas
o Adrenalin inhalasi (5 mg atau 5 ml sediaan adrenalin 1;1000) mungkin membantu.
o Persiapkan tindakandr.Tri
bedah.
Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota
Yogyakarta
Penatalaksanaan anafilaksis
3 . Lama observasi dan tindak lanjut
1 Observasi paling tidak 4 jam setelah semua gejala dan tanda
menghilang.
• Bila memungkinkan periksa kadar triptase serum saat dating, 1 jam
stelahnya, dan sebelum dipulangkan.
• Pada kasus yang berat pasien dirawat semalam, terutama pasien
yang mempunyai riwayat reaksi yang berat atau asma yang tidak
terkontrol dan pasien yang datang pada malam hari.
2 Sebelum dipulangkan pasien diberikan penjelasan mengenai alergen
tersangka dan upaya penghindarannya
Setelah dipulangkan pasien dirujuk ke ahli alergi terutama pada kasus
yang sedang – berat, dan yang ringan karena alergi makanan yang
disertai asma.
3 Di negara maju setelah dibekali penjelasan dan pelatihan sebagian
pasien di berikan EpiPen yaitu adrenalin 0.3 atau 0.15 mg yang siap
pakai dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota
Yogyakarta
Absorption of epinephrine is faster after
intramuscular injection than after
subcutaneous injection

Intramuscular
epinephrine 8  2 minutes
(Epipen®)

Subcutaneous 34  14 (5-120) minutes


epinephrine p < 0.05

5 10 15 20 25 30 35

Time to Cmax after infection (minutes)

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Estelle FER. J Allergy Clin Immunol 2004;113:837-44
Yogyakarta
PREVENTION

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Yogyakarta
Education of anaphylaxis
➢ Individuals and their families
➢ Caregivers
➢ Health case professional (doctors, nurses)
➢ First responden
➢ Emergency medical services
➢ Teachers coaches, child care providers
➢ Food industries, restaurant, law makers

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Yogyakarta
Why is follow up is needed ?

 Anaphylaxis can occur repeatedly


 The trigger need to be confirmed
 Long-term preventive strategies need to be implemented

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota


Yogyakarta
Tindakan kewaspadaan
Anamnese jelas sebelum pemberian obat → identifikasi faktor resiko.
Pastikan akses vena lancar.
Pemantauan : dimulai detik-detik awal pemberian terapi sampai
beberapa waktu selesai pemberian meliputi pernafasan,
penurunan/peningkatan nadi/tensi, keluhan pusing dan perubahan
perfusi.
Komunikasi segera jika didapatkan tanda-tanda
Dokumentasi: riwayat allergi, pengobatan dan efek samping yang timbul.
SIAPKAN PERLENGKAPAN RESUSITASI

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta


Skin test….. Perlukah?

Make me
confius…!! Antibiotik Skin test
!! TIDAK PERLU…..
TAPI KEHATI2AN

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta


Hasil skin test negatif
a. Saat diberikan antibiotika → pasien tidak
alergi→ AMAN ???
b. Saat diberikan antibiotiknya pasien timbul
alergi ~ skin tes tidak menjamin adanya reaksi
alergi

REAKSI ALERGI BISA TERJADI


PADA PEMAPARAN YANG KESEKIAN KALI
WALAUPUN SEBELUMNYA TIDAK TERJADI APA-APA.

dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta


Hasil skin test positif
a. Pendapat Skin test memberi peringatan bahwa pasien
ini alergi sehingga obat antibiotika yang dimaksud batal
diberikan ➔ MASIH KONTROVERSI DAN TIDAK
DIPAKAI LAGI
b. Saat skin test pasien bisa langsung kollaps bila ada
reaksi anafilaksis. !!!@@@@###????
Suatu alergi tidak tergantung
dosis bahan alergen yang masuk.
Dosis test pun bisa menyebabkan
pasien syokRSUD
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA anaphilaksis
Kota Yogyakarta
Keuntungan dan Kerugian Skin Test

Keuntungan ?? :
– Sebagai warning mencegah terjdinya allergi ? ~ KONTROVERSI

Kerugian ~ SUDAH PASTI :


– Pasien nyeri sekali saat inj intra cutan.
– Trauma bagi anak-anak
– Resiko infeksi baru
– Biaya tambahan
– Memerlukan waktu dengan interpretasi berbeda-beda ~ TARGET WAKTU >
– Reaksi anafilaktik
Skin test
Tidak mewakili suatu respons allergi
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta
Prinsip pencegahan allergi
Sebagai upaya yang sangat penting untuk pencegahan
allergi dari antibiotika adalah MELAKUKAN ANAMNESE :
– Riwayat alergi ? ~ seringkali subyektif pasien
– Pernah disuntik lalu allergi ? Ada rekam medis ?
– Pernah disuntik antibiotika tidak alergi ? Rekam Medis ?
– Pernah mengalami syok anafilaktik akibat suntikan obat?
– Penting ! Rekam Medis/ Kartu alergi/ Riwayat alergi yang
ditentukan oleh tenaga medis yang kompeten
OBSERVASI ketat, kontinu dan siapkan tatalaksana
reaksi anafilaktik.
dr.Tri Budianto SpOG,KPRA RSUD Kota Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai