Anda di halaman 1dari 30

SALDA AISYAH HEDIANI

P27820118050
II REGULER B

STANDAR KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN


Standar menurut Wiyono D, 1999, adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang
dilakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan
syarat-syarat: kesehatan, keteladanan, perkembangan ilmu pengtahuan dan teknologi,
pengalaman serta perkembangan masa kini dan masa yang akan datang guna memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya. Standar menurut Potter dan Perry, 2005, adalah pengkuran atau
pedoman yang berfungsi sebagai dasar untuk perbandingan ketika mengevaluasi fenomena.

Beberapa pengertian tentang standar keperawatan disampaikan oleh beberapa sumber


sebagai berikut :

1. Standar keperawatan merupakan bimbingan dalam melaksanakan asuhan keperawatan,


sehingga dapat menjamin kualitas pelayanan dan konsisten. Dengan mengikuti standar,
perawat dapat terhindar dari kesalahan dalam melakukan asuhan keperawatan, karena
standar paling efektif dalam mempertanggung jawabkan pekerjaan (Schweiger, 1980).
2. Standar keperawatan adalah sesuatu pernyataan yang absah dan sangat efektif untuk
menilai asuhan keperawatan yang diberikan, karena berisi kriteria-kriteria keberhasilan
yang dapat dievaluasi (Mason, 1984).
3. Standar keperawatan adalah pernyataan atau kelompok pernyataan yang menentukan
tanggung jawab dan akontabilitas keperawatan (Marker, 1988).
4. Standar keperawatan berisi kriteria-kriteria yang perlu dilaksanakan dalam
menyelenggarakan praktik keperawatan, sehingga asuhan keperawatan yang dihasilkan
mempunyai mutu, efektifitas serta efisiensi sesuai dengan harapan (Dep Kes RI, 1994).
5. Standar praktik keperawatan menurut Gillies, 1996 adalah pernyataan deskriptif dari
penampilan yang diinginkan sehingga kualitas struktur, proses dan hasilnya dapat dinilai.
6. Standar praktik keperawatan memberikan arahan dan bimbingan langsung terhadap
perawat yang ingin melakukan praktik keperawatan (Mc Closkey & Grace, 1990).
7. Standar asuhan keperawatan menurut Potter dan Perry, 2005, adalah tingkat minimal
asuhan yang diterima untuk memastikan diberikannya asuhan berkualitas tinggi pada klien.
Standar asuhan mendefinisikan jenis-jenis terapi yang biasanya diberikan pada klien
dengan masalah atau kebutuhan tertentu.
Menurut American Nurses Association (ANA), 1991, standar praktik keperawatan
menggambarkan tanggung jawab perawat dalam melaksanakan pekerjaannya, standar
merupakan: (1.) refleksi nilai dan prioritas pekerjaan bagi perawat

(2.) memberikan bimbingan langsung dalam praktik keperawatan,

(3.) menyediakan kerangka kerja untuk evaluasi dalam praktik klinik dan

(4.) menegaskan/memberikan gambaran tentang hasil pekerjaan dan tanggung jawab profesi
keperawatan kepada masyarakat dan klien.

Tanggung jawab yang melekat pada profesi dalam menegakkan dan menerapkan standar
praktik keperawatan menurut Phaneuf & Lang, 1985 meliputi:

(1.) menegakkan, menjaga dan memperbaiki standar,

(2.) semua anggota profesi memegang teguh standar yang telah ditentukan,

(3.) mendidik masyarakat untuk menghargai standar,

(4.) melindungi masyarakat dari praktik individu yang tidak memenuhi standar serta,

(5.) melindungi anggota profesi dalam pelaksanaan tugasnya.

B. LINGKUP STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN


Lingkup standar praktik keperawatan terdiri dari standar praktik professional dan standar
kinerja professional.
C. TUJUAN UMUM STANDAR KEPERAWATAN

Untuk meningkatkan asuhan atau pelayanan keperawatan dengan cara memfokuskan kegiatan
atau proses pada usaha pelayanan untuk memenuhi kriteria pelayanan yang diharapkan.

Berguna bagi :

1. Perawat

Pedoman membimbing perawat dalam penentuan tindakan keperawatan yang dilakukan


teradap kien.

2. Rumah sakit

Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan keperawatan di rumah sakit.


3. Klien

Perawatan yang tidak lama, biaya yang ditanggung keluarga menjadi ringan.

4. Profesi

Alat perencanaan mencapai target dan sebagai ukuran evaluasi.

5. Tenaga kesehatan lain

Mengetahui batas kewenangan dengan profesi lain sehingga dapat saling menghormati dan
bekerja sama secara baik.

D. MANFAAT PRAKTEK KEPERAWATAN


1. Praktek Klinis
Memberikan serangkaian kondisi untuk mengevaluasi kualitas askep dan merupakan
alatmengukur mutu penampilan kerja perawat guna memberikan feeedback untuk
perbaikan.
2. Administrasi Pelayanan Keperawatan
Memberikan informasi kepada administrator yang sangat penting dalam perencanaan
pola staf, program pengembangan staf dan mengidentifikasi isi dari program orientasi.
3. Pendidikan Keperawatan
Membantu dalan merencanakan isi kurikulum dan mengevaluasi penampilan kerja
mahasiswa.
4. Riset Keperawatan
Hasil proses evaluasi merupakan penilitian yang pertemuannya dapat memperbaiki
danmeningkatkan kualitas askep.
5. Sistem Pelayanan Kesehatan
Implementasi standar dapat meningkatkan fungsi kerja tim kesehatan dalam
mengembangkanmutu askep dan peran perawat dalam tim kesehatan sehingga terbina
hubungan kerja yang baikdan memberikan kepuasan bagi anggota tim kesehatan.

E. STANDAR PRAKTIK PROFESIONAL


Standar Praktik Profesional terdiri dari 5 standar, yaitu :
1. Standar I Pengkajian
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh,
akurat , singkat dan berkesinambungan.
a. Rasional
Pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses keperawatan yang bertujuan
menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan pasien yang digunakan untuk merumuskan
masalah pasien dan rencana tindakan.

b. Kriteria Struktur
1) Metode pengumpulan data yang digunakan dapat menjamin :
pengumpulan data yang sistematis dan lengkap, diperbaharuinya data dalam pencatatan yang
ada, kemudahan memperoleh data, dan terjaganya kerahasiaan.
2) Tatanan praktik mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan yang merupakan bagian
integral dari sistem pencatatan pengumpulan data pasien
3) Sistem pencatatan berdasarkan proses keperawatan. Singkat, menyeluruh, akurat dan
berkesinambungan.
4) Praktik mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan yang menjadi bagian dari sistem
pencatatan kesehatan pasien.
5) Ditatanan praktik tersedia sistem penyimpanan data yang dapatmemungkinkan diperoleh
kembali bila diperlukan.
6) Tersedianya sarana dan lingkungan yang mendukung.

c. Kriteria Proses
1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik dan mempelajari data penunjang ( pengumpulan data penunjang diperoleh
dari hasil pemeriksaan laboratorium dan uji diagnosis), serta mempelajari catatan lain.
2) Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terkait, tim kesehatan, rekam medis, serta
catatan lain.
3) Pasien berpartisipasi dalam proses pengumpulan data.
4) Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : Status kesehatan pasien saat
ini, Status kesehatan pasien masa lalu, Status biologis (Fisiologis), Status psikologis (Pola
koping), Status social kultural, Status spiritual, Respon terhadap terapi, Harapan terhadap
tingkat kesehatan yang optimal, Risiko masalah potensial

d. Kriteria Hasil
1) Data dicatat dan dianalisis sesuai standar dan format yang ada.
2) Data yang dihasilkan akurat, terkini, dan relevan sesuai kebutuhan pasien.
2. Standar II Diagnosa Keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan.
a. Rasional
Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan rencana intervensi keperawatan dalam
rangka mencapai peningkatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan
kesehatan pasien.

b. Kriteria Struktur
Tatanan praktik memberi kesempatan ;
1) Kepada teman sejawat, pasien untuk melakukan validasi diagnosis keperawatan
2) Adanya mekanisme pertukaran informasi tentang hasil penelitian dalam menetapkan
diagnosis keperawatan yang tepat.
3) Untuk akses sumber-sumber dan program pengembangan profesional yang terkait.
4) Adanya pencatatan yang sistematis tentang diagnosis pasien.

c. Kriteria Proses
1) Proses diagnosis terdiri dari analisis, & interpretasi data, identifikasi masalah pasien dan
perumusan diagnosis keperawatan.
2) Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab (E), gejala/tanda (S)
atau terdiri dari masalah dengan penyebab (PE).
3) Bekerjasama dengan pasien, dekat dengan pasien, petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosis keperawatan.
4) Melakukan kaji ulang dan revisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

d. Kriteria Hasil
1) Diagnosis keperawatan divalidasi oleh pasien bila memungkinkan
2) Diagnosis keperawatan yang dibuat diterima oleh teman sejawat sebagai diagnosis yang
relevan dan signifikan.
3) Diagnosis didokumentasikan untuk memudahkan perencanaan, implementasi, evaluasi dan
penelitian.

3. Standar III Perencanaan


Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan
meningkatkan kesehatan pasien.
a. Rasional
Perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan.

b. Kriteria Struktur
Tatanan praktik menyediakan :
1) Sarana yang dibutuhkan untuk mengembangkan perencanaan.
2) Adanya mekanisme pencatatan, sehingga dapat dikomunikasikan.

c. Kriteria Proses
1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan
keperawatan.
2) Bekerja sama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
3) perencanaan bersifat individual (sebagai individu, kelompok dan masyarakat) sesuai dengan
kondisi atau kebutuhan pasien.
4) Mendokumentasikan rencana keperawatan.

d. Kriteria Hasil
1) Tersusunnya suatu rencana asuhan keperawatan pasien
2) Perencanaan mencerminkan penyelesaian terhadap diagnosis keperawatan.
3) Perencanaan tertulis dalam format yang singkat dan mudah didapat.
4) Perencanaan menunjukkan bukti adanya revisi pencapaian tujuan.

4. Standar IV Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (Implementasi)


Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana
asuhan keperawatan
a. Rasional
Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan partisipasi pasien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang
diharapkan.

b. Kriteria Struktur
Tatanan praktik menyediakan :

1) Sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan.


2) Pola ketenagaan yang sesuai kebutuhan.
3) Ada mekanisme untuk mengkaji dan merevisi pola ketenagaan secara periodik.
4) Pembinaan dan peningkatan keterampilan klinis keperawatan.
5) Sistem Konsultasi keperawatan.

c. Kriteria Proses
4) Bekerjasama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
5) Kolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan status kesehatan pasien.
6) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pasien.
7) Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan dibawah tanggungjawabnya.
8) Menjadi koordinator pelayanan dan advokasi terhadap pasien untuk mencapai tujuan
kesehatan.
9) Menginformasikan kepada pasien tentang status kesehatan dan fasilitasfasilitas pelayanan
kesehatan yang ada.
10) Memberikan pendidikan pada pasien & keluarga mengenai konsep & keterampilan asuhan
diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan yang digunakannya.
11) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon
pasien.

d. Kriteria Hasil
1) Terdokumentasi tindakan keperawatan dan respon pasien secara sistematik dan dengan
mudah diperoleh kembali.
2) Tindakan keperawatan dapat diterima pasien.
3) Ada bukti-bukti yang terukur tentang pencapaian tujuan.
5. Standar V Evaluasi
Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan pasien terhadap tindakan dalam pencapaian
tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan.
a. Rasional
Praktik keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang mencakup berbagai perubahan data,
diagnosa atau perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Efektivitas asuhan keperawatan
tergantung pada pengkajian yang berulangulang.

b. Kriteria Struktur
1) Tatanan praktik menyediakan : sarana dan lingkungan yang mendukung terlaksananya proses
evaluasi.
2) Adanya akses informasi yang dapat digunakan perawat dalam penyempurnaan perencanaan
3) Adanya supervisi dan konsultasi untuk membantu perawat melakukan evaluasi secara
effektif dan mengembangkan alternatif perencanaan yang tepat.

c. Kriteria Proses
1) Menyusun rencanaan evaluasi hasil tindakan secara komprehensif, tepat waktu dan terus-
menerus.
2) Menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur perkembangan kearah
pencapaian tujuan.
3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat dan pasien
4) Bekerja sama dengan pasien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
6) Melakukan supervisi dan konsultasi klinik.

d. Kriteria Hasil
1) Diperolehnya hasil revisi data, diagnosis, rencana tindakan berdasarkan evaluasi.
2) Pasien berpartisipasi dalam proses evaluasi dan revisi rencana tindakan.
3) Hasil evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan
4) Evaluasi tindakan terdokumentasikan sedemikian rupa yang menunjukan kontribusi terhadap
efektifitas tindakan keperawatan dan penelitian.

F. STANDAR KINERJA PROFESSIONAL


Standar Kinerja Profesional terdiri dari 8 standar, yaitu :
1. Standar I Jaminan Mutu
Perawat secara sistematis melakukan evaluasi mutu dan efektifitas praktik keperawatan.
a. Rasional
Evaluasi mutu asuhan keperawatan melalui penilaian praktik keperawatan merupakan suatu
cara untuk memenuhi kewajiban profesi yaitu menjamin pasien mendapat asuhan yang
bermutu.

b. Kriteria Struktur
1) Adanya kebijakan institusi untuk mendukung terlaksananya jaminan mutu.
2) Tersedia mekanisme telaah sejawat dan program evaluasi interdisiplin di tatanan praktik.
3) Perawat menjadi anggota telaah sejawat dan anggota program evaluasi interdisiplin untuk
menilai hasil akhir asuhan kesehatan.
4) Tersedianya rencana pengembangan jaminan mutu berdasarkan standar praktik yang sudah
ditetapkan untuk memantau mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

c. Kriteria Proses
1) Perawat berperan serta secara teratur dan sistematis pada evaluasi praktik keperawatan
melalui: Penetapan indikator kritis dan alat pemantauan, Pengumpulan dan analisis data,
Perumusan kesimpulan, umpan balik dan rekomendasi, Penyebaran informasi, Penyusunan
rencana tindak lanjut, Penyusunan rencana dan pelaksanaan penilaian secara periodik.
2) Perawat memanfaatkan usulan-usulan yang sesuai, yang diperoleh melalui progam evaluasi
praktik keperawatan.

d. Kriteria Hasil
1) Adanya hasil pengendalian mutu
2) Adanya tindakan perbaikan terhadap kesenjangan yang di identifikasi melalui program
evaluasi baik pada individu perawat, unit atau organisasi.

2. Standar II Pendidikan
Perawat bertanggung jawab untuk memperoleh ilmu pengetahuan mutakhir dalam praktik
keperawatan.
a. Rasional
Perkembangan ilmu dan teknologi, sosial, ekonomi, politik dan pendidikan masyarakat
menuntut komitmen perawat untuk terus menerus meningkatkan pengetahuan sehingga
memacu pertumbuhan profesi.

b. Kriteria Struktur
1) Adanya kebijakan di tatanan praktik untuk tetap memberi peluang dan fasilitas pada perawat
untuk mengikuti kegiatan yang terkait dengan pengembangan keperawatan.
2) Tersedianya peluang dan fasilitas belajar pada tatanan praktik.
3) Adanya peluang untuk berpartisipasi dalam kegiatan organisasi profesi untuk
mengembangkan profesi.

c. Kriteria Proses
1) Perawat mempunyai prakarsa untuk belajar mandiri agar dapat mengikuti perkembangan
ilmu dan meningkatkan keterampilan
2) Perawat berperan serta dalam kegiatan pemantapan di tempat kerja (inservice) seperti diskusi
ilmiah, ronde keperawatan.
3) Perawat mengikuti pelatihan, seminar atau pertemuan profesional lainnya
4) Perawat membantu sejawat mengidentifikasi kebutuhan belajar
d. Kriteria Hasil
1) Adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat tentang ilmu keperawatan dan
teknologi mukhtahir.
2) Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir dalam praktik klinik

3. Standar III Penilaian Kerja


Perawat mengevaluasi praktiknya berdasarkan standar praktik profesional dan ketentuan lain
yang terkait.
a. Rasional
Penilaian kinerja perawat merupakan suatu cara untuk menjamin tercapainya standar praktik
keperawatan dan ketentuan lain yang terkait

b. Kriteria Struktur
1) Adanya kebijakan tentang penilaian kinerja perawat.
2) Adanya perawat penilai sebagai anggota penilai kerja.
3) Adanya standar penilaian kerja
4) Adanya rencana penilaian kinerja berdasarkan standar yang ditetapkan.

c. Kriteria Proses
1) Perawat berperan serta secara teratur dan sistematis pada penilaian kinerja melalui :
Penetapan mekanisme dan alat penilaian kinerja, Pengkajian kinerja berdasarkan kriteria yang
ditetapkan, Perumusan hasil penilaian kinerja meliputi area yang baik dan yang kurang,
Pemberian umpan balik dan rencana tindak lanjut,
2) Perawat memanfaatakan hasil penilaian untuk memperbaiki dan mempertahankan kinerja

4. Standar IV Kesejawatan (collegial)


Perawat berkontribusi dalam mengembangkan keprofesian dari sejawat kolega.
a. Rasional
Kolaborasi antara sejawat melalui komunikasi efektif meningkatkan kualitas pemberian
pelayanan asuhan pelayanan kesehatan pada pasien.

b. Kriteria Struktur
1) Tersedianya mekanisme untuk telaah sejawat pada tatanan prkatek.
2) Adanya Perawat yang berperan sebagai telaah sejawat yang mengevaluasi hasil asuhan
keperawatan.
3) Perawat berperan aktif dalam kolaborasi sejawat

c. Kriteria Proses
1) Perawat berperan serta aktif dalam melaksanakan kolaborasi antar interdisiplin melalui
mekanisme telaah sejawat.
2) Perawat memanfaatkan hasil kolaborasi sejawat dan melaksanakan asuhan keperawatan

d. Kriteria Hasil
1) Adanya kesepakatan antar sejawat
2) Dilakukan perbaikan tindakan berdasarkan hasil pertemuan kolaborasi sejawat

5. Standar V Etik
Keputusan dan tindakan perawat atas nama pasien ditentukan dengan cara yang etis (sesuai
dengan norma, nilai budaya, Bab dan idealisme profesi).
a. Rasional
Kode etik perawat merupakan parameter bagi perawat dalam membuat penilaian etis. Berbagai
isu spesifik tentang etik yang menjadi kepedulian perawat meliputi : penolakan pasien terhadap
pengobatan, “informed-consent”, pemberhentian bantuan hidup, kerahasiaan pasien.

b. Kriteria Struktur
1) Adanya komite etik keperawatan
2) Adanya kriteria masalah etik
3) Adanya mekanisme penyelesaian masalah etik.
4) Adanya Program Pembinaan etik profesi keperawatan.

c. Kriteria Proses
1) Praktik perawat berpedoman pada kode etik
2) Perawat menjaga kerahasiaan pasien
3) Perawat bertindak sebagai advokat pasien
4) Perawat memberikan asuhan dengan “tanpa menghakimi” (nonjudgement), tanpa
diskriminasi
5) Perawat memberikan asuhan dengan melindungi otonomi, martabat dan hak-hak pasien.
6) Perawat mencari sumber-sumber yang tersedia untuk membantu menetapkan keputusan etik

d. Kriteria Hasil
1) Ada bukti dalam catatan tentang pasien, bahwa isu-isu etik ditemukan dan dibahas didalam
pertemuan tim
2) Sasaran dalam pembninaan keperawatan berkelanjutan mencerminkan diterapkannya
konsep-konsep yang ada dalam kode etik.

6. Standar VI Kolaborasi
Perawat berkolaborasi dengan pasien, keluarga dan semua pihak terkait serta tim multi disiplin
kesehatan dalam memberikan keperawatan pasien.
a. Rasional
Kerumitan dalam pemberian asuhan membutuhkan pendekatan multi disiplin untuk
memberikan asuhan kepada pasien. Kolaborasi multi disiplin mutlak diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas asuhan dan untuk membantu pasien mencapai kesehatan
optimal. Melalui proses kolaboratif kemampuan yang khusus dari pemberi asuhan kesehatan
digunakan untuk mengkomunikasikan, merencanakan, menyelesaikan masalah dan
mengevaluasi pelayanan.

b. Kriteria Struktur

1) Adanya kebijakan kerja tim dalam memberikan asuhan kesehatan terhadap pasien.
2) Perawat dilibatkan dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan asuhan pasien.
3) Adanya jadual pertemuan berkala.
4) Tersedianya mekanisme untuk menjamin keterlibatan pasien dalam pengambilan keputusan
tim

c. Kriteria Proses
1) Perawat berkonsultasi dengan profesi lain sesuai kebutuhan untuk memberikan asuhan yang
optimal bagi pasien.
2) Perawat mengkomunikasikan pengetahuan dan keterampilan keperawatan sehingga sejawat
dapat mengintergrasikannya dalam asuhan pasien
3) Perawat melibatkan pasien dalam tim multidisiplin
4) Perawat berfungsi sebagai advokat pasien
5) Perawat berkolaborasi dengan tim multi disiplin dalam program pengajaran, supervisi dan
upaya-upaya penelitian.
6) Perawat mengakui dan menghormati sejawat dan kontribusi mereka

d. Kriteria Hasil
1) Ada bukti bahwa perawat merupakan anggota atau bagian integral dari tim multidisiplin
2) Ada bukti terjadinya kolaborasi multi disiplin, seperti tercermin dalam rencana terapi

7. Standar VII Riset


Perawat menggunakan hasil riset dalam praktik keperawatan.

a. Rasional
Perawat sebagai profesional mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan pendekatan
baru dalam praktik keperawatan melalui riset.

b. Kriteria Struktur
1) Tersedianya kebijakan institusi tentang riset.
2) Tersedianya pedoman riset
3) Tersedia kesempatan bagi perawat untuk melakukan dan atau berpartisipasi dalam riset
sesuai tingkat pendidikan
4) Tersedia peluang dan fasilitas untuk menggunakan hasil riset.

c. Kriteria Proses
a) Perawat mengidentifikasi masalah keperawatan terkait praktik yang memerlukan riset
b) Perawat menggunakan hasil riset yang dapat dipertangung jawabkan dalam upaya
investigasi.
c) Perawat melaksanakan riset
d) Perawat menggunakan hasil riset

e) Perawat menjamin adanya mekanisme untuk melindungi manusia sebagai subjek.


f) Perawat mengembangkan, mengimplementasikan dan mengevaluasi telah riset sesuai tingkat
pendidikan.
g) Perawat mendapatkan konsultasi dan atau supervisi dari pakar bila diperlukan
h) Perawat berkewajiban dalam mendiseminasikan hasil riset

d. Kriteria Hasil
a) Masalah pasien teridentifikasi dan ditanggulangi melalui upaya riset
b) Adanya bukti landasan pengetahuan keperawatan secara terus menerus diuji dan
dimutakhirkan dengan hasil-hasil riset yang relevan.
c) Praktik perawat mencerminkan digunakannya temuan riset mutakhir yang tersedia.
d) Telah dipublikasikan kontribusi perawat terhadap pengembangan teori, praktik dan riset
8. Standar VIII Pemanfaatan Sumber-sumber.
Perawat mempertimbangakan faktor-faktor yang terkait dengan keamanan, efektifitas dan biaya
dalam perencanaan dan pemberian asuhan pasien.
a. Rasional
Pelayanan keperawatan menuntut upaya untuk merancang program pelayanan keperawatan
yang lebih efektif dan efisien. Perawat berpartisipasi dalam menggali dan memanfaatkan
sumber-sumber bagi pasien.

b. Kriteria Struktur
1) Tersedianya kebijakan ukuran produktif yang digunakan dipelayanan keperawatan dan unit
keperawatan
2) Tersediannya sumber dana sesuai dengan anggaran yang disetujui.
3) Tersedianya standar kinerja yang jelas dan mekanisme penyelesaian konflik
4) Tersedianya sistem informasi manajemen yang digunakan oleh berbagai tingkat manajerial
keperawatan, untuk menerima, mengatur, menganalisa dan menyampaikan serta menyimpan
informasi yang diperlukan untuk merencanakan pelaksanaan keperawatan, mengatur tenaga
keperawatan, mengarahkan kegiatan keperawatan dan evaluasi keluaran keperawatan.
5) Tersedianya program K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di institusi.
6) Tersedianya protokol penting penanggulangan biaya.
7) Tersediannya alat-alat yang dibutuhkan pasien.

c. Kriteria Proses
1) Perawat pengelola menyiapkan dan menatalaksanaan program anggaran unit
2) Perawat bertanggung jawab untuk mendistribusikan sumber daya yang tersedia dengan cara
paling efektif dan tidak boros.
3) Perawat mengontrol penggunaan sebagian besar dari sumber daya institusi yang menjadi
tanggung jawab keperawatan.
4) Perawat menganalisa laporan bulanan anggaran untuk mengevaluasi pola pengeluaran dan
dapat menyesuaikan penggunaanya pada situasi berubah.
5) Perawat pengelola menyesuaikan jumlah beban kerja unit dengan setiap tenaga kerja purna
waktu.
6) Menetapkan tugas pokok dan fungsi keperawatan dengan tepat (menyusun jejaring yang
mendukung kesejawatan bagi perawat dan menanggapi dengan tepat semua keluhan dan konflik
perawat dengan sejawat, ketidak serasian keluarga dengan jadual kerja, ketidak adilan
penugasan kerja dan kurang memadai orientasi kerja).
7) Perawat bertanggung jawab mejamin ketersediaan alat-alat yang berfungsi baik.
8) Perawat bertanggung jawab menjamin K3 institusi/unit keperawatan.

d. Kriteria Hasil
1. Tersedianya laporan bulanan anggaran untuk memberikan gambaran pola pengeluaran dan
penyesuaian anggaran
2. Terwujudnya loyalitas karyawan terhadap kelompok kerjanya, karena kepuasan kerja dan
kontribusi pekerjaannya diakui dan dihargai.
3. Adanya otonomi dalam pengaturan sumber daya yang diperoleh dari masyarakat.
4. Pemanfaatan sumber-sumber pelayanan kesehatan di masyarakat.
5. Terwujudnya pelayanan yang memperhatikan keamanan, efektifitas dan biaya yang sesuai.

LEGISLASI KEPERAWATAN

A. Pengertian Sistem Legislasi dalam Praktek Keperawatan


Legislasi praktek keperawatan merupakan ketetapan hukum yang mengatur
hak dan kewajiban seorang perawat dalam melakukan praktek keperawatan. Legislasi
praktek keperawatan di Indonesia diatur melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
tentang registrasi dan praktek perawat.
Legislasi (Registrasi dan Praktek Keperawatan) Keputusan Menteri Kesehatan
No.1239/Menkes/XI/2001, Latar belakang “Perawat sebagai tenaga profesional
bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara
mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
kewenangannya. Untuk itu perlu ketetapan yang mengatur tentang hak dan kewajiban
seseorang untuk terkait dengan pekerjaan/profesi.”
Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau
penyempurnaan perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan kiat
dalam praktik keperawatan.

B. Tujuan Pemberlakuan Legislasi


 Tujuan umum :
1. melindungi masyarakat dan perawat,
2. Supaya masyarakat tidak semena-mena terhadap perawat.
3. Supaya perawat tidak semena-mena dalam memberikan keperawatan
 Tujuan khusus :
1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
2. Melidungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan
3. Menetapkan standar pelayanan keperawatan

C. Proses Legislasi Keperawatan


Legislasi Keperawatan ini dapat dibagi atas 3 tahap, antara lain :
a. Registrasi : pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan
resmi
Syarat : 1. Memiliki STR

Cara mendapatkan STR :

1. Memiliki ijazah pendidikan tinggi Keperawatan.


2. Memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi.
3. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental.
4. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi.
5. Membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Yang menerbitkan STR : KONSIL KEPERAWATAN

KONSIL adalah Suatu badan indepeden yang letaknya ada di ibukota, mereka yang
membuat soal-soal ujikompetensi, dan menentukan lulus/tidaknya, dan tidak bisa di
suap.

b. Lisensi : Pemberian izin kepada seseorang yang memenuhi persyaratan oleh


badan pemerintah yang berwenag, sebelum ia diperkenankan melakukan
pekerjaan dan prakteknya yang telah ditetapkan

Seorang perawat bisa memiliki 3 lisensi

1. SIP (Surat Izin Perawat) wajib dimiliki perawat BERSIFAT NASIONAL


Syarat : (Harus ada rekomendasi dari PPNI, mengapa ? karena yg
menerbitkan SIP yaitu pemrintah provinsi)
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
2. Fotokopi Surat Tanda Registrasi (STR) yang masih berlaku yang dilegalisir
asli
3. Fotokopi ijazah
4. Surat izin atasan
5. Rekomendasi Organisasi Profesi IDI
6. Pas foto ukuran 4x6 sebanyak 3 lembar

SIAPA YANG MENERBITKAN SIP : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi


atas nama Menteri Kesehatan
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001
Pasal 4 ayat (2) : sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima dan berlaku
secara nasional.

2. SIK (Surat Izin Kerja) : Surat ini merupakan bukti yang diberikan
kepada perawat untuk melakukan praktek keperawatan di sarana pelayanan
kesehatan.
Syarat SIK :
1. fotokopi ijazah yang dilegalisir;
2. fotokopi STR Perekam Medis;
3. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
4. surat pernyataan mempunyai tempat kerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
5. pas foto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm berlatar belakang merah sebanyak 3
(tiga) lembar;
6. rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang
ditunjuk; dan
7. rekomendasi dari organisasi profesi.

3. SIPP (Surat Izin Praktek Perawat ): Praktek mandiri


Syarat SIPP :
1. Mengisi Formulir
2. Fotokopi KTP berlaku
3. Ijazah ahli madya keperawatan atau Ijazah pendidikan dengan kompetensi
lebih tinggi yang diakui pemerintah
4. Surat Keterangan pengaalman kerja min 3 tahun dari pimpinan sarana tempat
kerja, khusus bagi ahli madya keperawatan
5. Fc SIP/STR yang masih berlaku
6. Surat Keterangan sehat dari dokter
7. Pas foto (4x6) dan (3x4) masing2 2 Lembar
8. Rekomendasi dari organisasi profesi
9. Lampiran daftar obat
10. Surat pernyataan memiliki tempat di praktik mandiri atau di fasilitas yankes
diluar praktik mandiri
11. Rekomendasi Dinas Kesehatan Bondowoso atau Pejabat Yang Ditunjuk

Semua tindakan yang dimasukkan dalam tubuh : INVASI.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001
Pasal 21
(1) Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP
di ruang praktiknya.
(2) Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan
memasang papan praktik.

Pasal 22
(1) Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan keperawatan dalam
bentuk kunjungan rumah.
(2) Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan
rumah harus membawa perlengkapan perawatan sesuai kebutuhan.

C. Sertifikasi : faktor peningkatan kemampuan

Perawat sudah lulus, sudah kerja untuk mendapatkan kemampuan maka


perawat berhak mendapatkan sertifikat
Contoh : PPGD, EDOSKOPI, ECG, ICU, EKG , DLL
Semakin banyak sertifikat yang dimiliki maka peluang kerja semakin banyak.

Cara mendapat sertifikat :


Mengikuti pelatihan yg lembaganya terakreditasi dengan jelas

D. KEGUNAAN LEGISLASI KESEHATAN

Legisalasi Kesehatan Meliputi HUkum Kesehatan dan Undang-Undang Kesehatan. Kedua


bidang ini Harus didalami secara baik karena keduanya berkaitan dengan pelayanan profesi
kesehatan kepada masyarakat.

Di satu sisi Hukum Kesehatan Harus diketahui dan didalami karena pemhetahuan ini akan
member wawasan tentang ketentuan – ketentuan hukum yang berhubungn dengan pelayanan
kesehatan. Memahami dan memdalami pengetahuan hukum kesehatan akan member keyakinan
diri kepada kepada tenaga kesehatan dalam menjalankan profesi kesehatan yang berkualitas
dan selalu berada pada jalur yang aman, tidak melanggar etika dn ketentuan hukum.

Dalam hal ini, seluruh tenaga kesehatan harus memahami adanya landasan hukum dalam
transaksi terapeutik antara tenaga kesehatan dengan pasien(klien), mengetahui dan memahami
hak dan kewajiban masing-masing, dan adanya wajib simpan rahasia kedokteran(seluruh tenaga
kesehatan), rahsia jabatan dan pekerjaan, memahami dalam situasi dan keadaan apa rahasia dan
jabatan boleh dikesampingkan, memilki pengetahuan tentangstandar pelayanan medic dan
standar profesi medic, pengetahuan tentang malpraktek medic, penangan tentang penderita
gawat darurat, dan lain-lain..

Undang-undang ini merupakan salah satu usaha pemerintah dalam mencapai derajat kesehatan
yang lebih baik bagi seluruh anggota masyarakat. Hal ini berkaitan dengan sasaran
pembangunan disegala bidang. Termasuk bidang kesehatan

Seperti yang dijelaskan dalam pasal 3UU Kesehatan, tujuan pembangunan kesehatan adalah
peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajad kesehatan yang optimal.

Kegunaan legislasi dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Memberikan rambu-rambu dalam pelayanan kesehatan yang harus dipahami oleh
pelaku pelayanan profesi kesehatan, agar terhindar dari pelayanan kesehatan yang
bermasalah.
2. Mencapai terwujudnya derajat kesehatan yang optimal yaitu dengan peningkatan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan yang optimal.
3. Mendorong tenaga kesehatan untuk menambah, mengasah,dan memperdalam
pengetahuannya dan keterampilan pada bidang kesehatan, serta mengikuti
perkembangan hukum dan aspek medikolegal dari pelayanan kesehatan.
4. Sebagai alat untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna penyelenggaraan
pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan sumber daya.
5. Penjangkau perkembangan makin kompleks yang akan terjadi dalam kurun waktu
mendatang.
6. Pemberi kepastian dan perlindungan hukum terhadap pemberi dan penerima jasa
pelayanan kesehatan. Hal ini terkait dengan pembinaan dan pengawasan, sehingga
diatur juga bagaimana penyidikan dapat dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan yang telah diatur, mencakup juga sanksi hukum menurut ketentuan pidana
dan perdata.

E. FUNGSI LEGISLASI KEPERAWATAN

1. Memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang


diberikan.

2. Memelihara kualitas layanan keperawatan yang diberikan

3. Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga keperawatan.

4. Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.

5. Memotivasi pengembangan profesi.

6. Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan.

F. UNDANG-UNDANG LEGISLASI PRAKTEK KEPERAWATAN


1) UU No. 23 Tentang Kesehatan
2) PP Nomor 32 Tentang Tenaga Kesehatan
3) Perda Kab. Kudus No. 11 Tahun 2004 Tentang Retribusi Pelayanan Tenaga
Kesehatan
4) SKB MENKES-KABKN NO.733-SKB-VI-2002 NO.10 th 2002 Tentang
Jabatan
5) UU No. 43 Th. 1999 Tentang POKOK2 KEPEGAWAIAN
6) PERPRES No. 54 Th. 2007 Tentang Tunjangan Fungsional Tenaga Kesehata
7) PERPRES No. 26 Tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Struktural
8) PP No. 12 Tahun 2002 Tentang Kenaikan Pangkat PNS
9) PP No. 13 Tahun 2002 Tentang Pengangkatan PNS Dalam Jab. Struktural
10) PP No. 13 Tahun 2007 Tentang Penetapan Pensiun Pokok
11) PP No. 43 Tahun 2007 Tentang PHD Menjadi PNS
12) PP No. 099 Tahun 2000 Tentang Kenaikan Pangkat PN
13) PP No. 12 Tahun 2002 Tentang Perubahan PP 99 Th 2000 Kenaikan Pangkat
PNS
14) PP Nomor 09 Tahun 2003 Tentang Pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian PNS
15) KEPMENPAN No. 138 Tahun 2002 Tentang Penghargaan Pegawai Negeri
Sipil

Kewenangan Praktek Keperawatan diatur dalam

a) UU kesehatan RI No.23 tahun 1992, Bab V Pasal 34


ayat 2 dan 3
b) UU kesehatan RI No.23 tahun 1992, Bab V Pasal 32
ayat 2 dan 3
c) UU kesehatan RI No.25 tahun 1992, Bab V Pasal 32
ayat 2 dan 3
d) UU kesehatan RI No.26 tahun 1992, Bab V Pasal 32
ayat 2 dan 3
e) UU kesehatan RI No.23 tahun 1992, Bab V Pasal 33
ayat 2 dan 3

REGULASI KEPERAWATAN
A. DEFINISI REGULASI

Regulasi keperawatan (regristrasi & praktik keperawatan) adalah kebijakan atau ketentuan yang
mengatur profesi keperawatan dalam melaksanakan tugas profesinya dan terkait dengan
kewajiban dan hak. Beberapa regulator yang berhubungan dengan perawat dan keperawatan
Indonesia.

Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan resmi baik
milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan memakai
sebutan registered nurse. Untuk dapat terdaftar, perawat harus telah menyelesaikan pendidikan
keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang diterima. Izin praktik
maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun.

B. TUJUAN REGULASI

1. Agar perawat perioperatifsemakin profesional dan proporsional sesuai dengan


tanggungjawab yang harus dipenuhi.

2. Diharapkan tidak terjadi adanya overlap.

3. Menghindari terjadi mal praktik yang kemungkinan dapat terjadi.

4. Meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatiahan sesual dengan bidang.

C. KLASIFIKASI

Dalam masa transisi professional keperawatan di Indonesia, sistem pemberian izin praktik dan
registrasi sudah saatnya segera diwujudkan untuk semua perawat baik bagi lulusan SPK,
akademi, sarjana keperawatan maupun program master keperawatan dengan lingkup praktik
sesuai dengan kompetensi masing-masing.

Pengaturan praktik perawat dilakukan melalui Kepmenkes nomor 1239 tahun 2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat, yaitu setiap perawat yang melakukan praktik di unit pelayanan
kesehatan milik pemerintah maupun swasta diharuskan memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dan
Surat Izin Kerja (SIK). Pengawasan dan pembinaan terhadap praktik pribadi perawat dilakukan
secara berjenjang, mulai dari tingkat Propinsi, Kabupaten sampai ke tingkat puskesmas.
Pengawasan yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah (Dinas Kesehatan Kabupaten
Tanjung Jabung Timur) belum sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1239 tahun
2001.

SIP adalah suatu bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan
keperawatan diseluruh wilayah indonesia oleh departemen kesehatan.

SIK adalah bukti tertulis yang diberikan perawat untuk melakukan praktek keperawatan
disarana pelayanan kesehatan.

SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktik perwat
perorangan atau bekelompok, Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam
bentuk kunjungan rumah.

Standar profesi yaitu pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan
profesi secara baik.

D. KOMPONEN REGULASI

1. Keperawatan sebagai profesi memiliki karakteristik yaitu adanya kelompok pengetahuan


(body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam
tatanan praktik keperawatan.

2. Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari
dalam suatu sistem keperawatan yang formal dan terstandar menurut perawat untuk akuntabel
terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya.

3. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam meningkatkan derajat kesehatan.

4. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan perawatan semakin


meningkat.

E. MAJELIS KOLEGIOM dan KONSIL KEPERAWATAN

1) Menurut UU NO. 38 2014


a. Kolegium
Kolegium Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat untuk
setiap cabang disiplin ilmu Keperawatan yang bertugas mengampu dan meningkatkan mutu
pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut.

Pasal 44
(1) Kolegium Keperawatan merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi Perawat.
(2) Kolegium Keperawatan bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi Perawat.
Pasal 45
Kolegium Keperawatan berfungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu Keperawatan dan
standar pendidikan tinggi bagi Perawat profesi.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai Kolegium Keperawatan diatur oleh Organisasi Profesi
Perawat.
b. Konsil Keperawatan
Konsil Keperawatan adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen
Pasal 47
(1) Untuk meningkatkan mutu Praktik Keperawatan dan untuk memberikan pelindungan serta
kepastian hukum kepada Perawat dan masyarakat, dibentuk Konsil Keperawatan.
(2) Konsil Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia.
Pasal 48
Konsil Keperawatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 47 berkedudukan di ibukota negara
Republik Indonesia.
Pasal 49
(1) Konsil Keperawatan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan, dan pembinaan Perawat
dalam menjalankan Praktik Keperawatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Keperawatan
memiliki tugas:
a. melakukan Registrasi Perawat;
b. melakukan pembinaan Perawat dalam menjalankan Praktik Keperawatan;
c. menyusun standar pendidikan tinggi Keperawatan;
d. menyusun standar praktik dan standar kompetensi Perawat; dan
e. menegakkan disiplin Praktik Keperawatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan.
Pasal 50
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Konsil Keperawatan
mempunyai wewenang:
a. menyetujui atau menolak permohonan Registrasi Perawat, termasuk Perawat Warga Negara
Asing;
b. menerbitkan atau mencabut STR;
c.menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi
Perawat;
d. menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi Perawat; dan
e. memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan Institusi Pendidikan Keperawatan.
Pasal 51
Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan Konsil Keperawatan dibebankan kepada anggaran
pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 52
(1) Keanggotaan Konsil Keperawatan terdiri atas unsur Pemerintah, Organisasi Profesi
Keperawatan, Kolegium Keperawatan, asosiasi Institusi Pendidikan Keperawatan, asosiasi
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan tokoh masyarakat.
(2) Jumlah anggota Konsil Keperawatan paling banyak 9 (sembilan) orang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian, dan
keanggotaan Konsil Keperawatan diatur dengan Peraturan Presiden.
2) Menurut UU NO.36 2014
Konsil
Pasal 36
(1) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia mempunyai fungsi sebagai koordinator konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia
memiliki tugas:
a. memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan;
b. melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan; dan
c. membina dan mengawasi konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
(3) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia memiliki wewenang menetapkan perencanaan kegiatan untuk konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan.
Pasal 37
(1) Konsil masing-masing tenaga kesehatan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan dan
pembinaan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik Tenaga Kesehatan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
(2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil masing-masing
Tenaga
Kesehatan memiliki tugas:
a. melakukan Registrasi Tenaga Kesehatan;
b. melakukan pembinaan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik Tenaga Kesehatan;
c. menyusun Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan;
d. menyusun standar praktik dan standar kompetensi Tenaga Kesehatan; dan
e. menegakkan disiplin praktik Tenaga Kesehatan.
Pasal 38
Dalam menjalankan tugasnya, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan mempunyai
wewenang:
a. menyetujui atau menolak permohonan Registrasi Tenaga Kesehatan;
b. menerbitkan atau mencabut STR;
c. menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi
Tenaga
Kesehatan;
Keanggotaan konsil
PPasal 40
(1) Keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia merupakan pimpinan konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan.
(2) Keanggotaan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan terdiri atas unsur:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan;
c.Organisasi Profesi;
d. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan;
e. asosiasi institusi pendidikan Tenaga Kesehatan;
f. asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan; dan
g. tokoh masyarakat.
Pasal 42
Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian, serta
keanggotaan Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia dan sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia diatur dengan
Peraturan Presiden.

KREDENSIAL KEPERAWATAN

A. Pengertian Kredensial Keperawatan


Istilah kredensial merupakan serapan dari bahasa Inggris, yaitu "credentialing" yang berarti
'mandat'. Selain pengertian kradensial sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
tersebut di atas, terdapat beberapa pengertian kredensial yang dikenal, diantaranya adalah :
1. Kredensial adalah proses untuk menentukan dan mempertahankan kompetensi perawat.
2. Kredensial adalah proses telaah validasi terhadap dokumen pendidikan, pelatihan,
pengalaman pekerjaan, registrasi, sertifikasi, lisensi, dan dokumen profesional lainnya
yang dimiliki oleh tenaga keperawatan.
3. Kredensial adalah proses evaluasi oleh Komite Keperawatan Rumah Sakit terhadap
tenaga keperawatan (perawat dan bidan) untuk menentukan kewenangan profesi sesuai
dengan kompetensinya.
Kredensial, menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 49 Tahun 2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit
diartikan sebagai proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan kelayakan
pemberian kewenangan klinis. Sedangkan yang dimaksud dengan kewenangan klinis adalah
uraian intervensi keperawatan dan kebidanan yang dilakukan yang dilakukan oleh tenaga
keperawatan berdasarkan area prakteknya.

B. Tahapan Proses Kredensial Keperawatan.


Menurut Robert Priharjo, proses kredensial adalah salah satu cara profesi
keperawatan mempertahankan standar praktek dan akuntabilitas persiapan pendidikan
anggotanya. Kredensial merupakan proses untuk menentukan dan mempertahankan kompetensi
praktek keperawatan. Proses kredensial terdiri dari beberapa kegiatan, diantaranya lisensi,
registrasi, sertifikasi, dan akreditasi.

Proses atau metode yang digunakan dalam kredensial ditentukan oleh masing-masing institusi,
dan dituangkan dalam peraturan internal staf keperawatan. Beberapa proses atau metode yang
dapat digunakan dalam proses kradensial diantaranya adalah metode porto folio dan metode
asesmen kompetensi. Proses kredensial pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Perawat atau bidan mengajukan permohonan kepada Ketua Komite Keperawatan untuk
memperoleh kewenangan klinis.
2. Ketua Komite Keperawatan menugaskan kepada sub komite kredensial untuk melakukan
proses kredensial.
3. Sub komite kredensial membentuk panitia ad hoc untuk melakukan review, verifikasi dan
evaluasi dengan metode yang telah disepakati.
4. Sub komite memberikan laporan kepada Ketua Komite Keperawatan hasil kredensial sebagai
bahan rapat menentukan kewenangan klinis.
5. Seluruh proses kredensial dan hasil rapat penentuan kewenangan klinis selanjutnya dilaporkan
secara tertulis oleh sub komite kredensial kepada Ketua Komite Keperawatan untuk diteruskan
kepada direktur dan dijadikan bahan rekomendasi kepada direktur.
6. Direktur mengeluarkan penugasan klinis terhadap perawat atau bidan bersangkutan.

C. Tahapan proses kredensial


menurut :
1. Robert Priharjo.
Robert Priharjo menyebutkan bahwa proses kredensial memiliki empat tahap, yaitu :
1. Lisensi, seperti Surat Ijin Kerja (SIK) dan Surat Ijin Praktek Perawat (SIPP).
2. Registrasi, seperti Surat Tanda Registrasi (STR).
3. Sertifikasi, seperti Surat Uji Kompetensi Profesi dan sertipikat pelatihan.
4. Akreditasi, terkait dengan ijazah, sertipikat dan dokumen seperti tersebut di atas sudah
terakreditasi atau belum.

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 49 Tahun 2013.


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan tersebut, proses kredensial memliki empat tahap, yaitu :
1. Perawat dan/atau bidan mengajukan permohonan untuk memperoleh kewenangan klinis
kepada Ketua Komite Keperawatan.
2. Ketua Komite Keperawatan menugaskan sub komite kredensial untuk melakukan
proses kredensial (dapat dilakukan secara individu atau kelompok).
3. Sub komite membentuk panitia ad hoc untuk melakukan review, verifikasi dan evaluasi
dengan berbagai metode : porto folio, asesmen kompetensi. Misalnya : verifikasi ijazah,
Surat Tanda Registrasi, sertipikat kompetensi, logbook yang berisi uraian capaian
kinerja.
4. Sub komite memberikan laporan hasil kredensial sebagai bahan menentukan
kewenangan klinis bagi setiap tenaga keperawatan.

D. Tujuan Kredensial Keperawatan.


Dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan bidang Tenaga Kesehatan, menyebutkan
bahwa tugas dari kredensial keperawatan adalah untuk:
1. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
2. melindungi masyarakat atas tindakan keperawatan yang dilakukan.
3. menetapkan standar pelayanan keperawatan.
4. menilai boleh tidaknya melaksanakan praktek keperawatan.
5. menilai kesalahan dan kelalaian.
6. melindungi masyarakat dan perawat.
7. memilih dan mempertahankan kompetensi keperawatan.
8. membatasi pertolongan kewenangan dalam melaksanakan praktek keperawatan hanya
bagi yang kompeten.
9. meyakinkan masyarakat bahwa yang melaksanakan praktek memiliki kompetensi yang
diperlukan.

E. Hasil kredensial keperawatan


Di rumah sakit berupa surat penugasan klinis yang berisi rincian kewenangan klinis
yang merupakan daftar kompetensi seorang perawat boleh memberikan tindakan asuhan
keperawatan pada pasien. Hanya saja, rincian kewenangan klinis tersebut hanya berlaku di
rumah sakit yang bersangkutan. Jika perawat pindah ke rumah sakit lain, maka rincian
kewenangan tersebut tidak berlaku dan perawat yang bersangkutan harus mengikuti
kredensial ulang.
F. PROSES KRESIDENSIAL
menjamin tenaga keperawatan kompeten dalam memberikan pelayanan keperawatan
kepada pasien sesuai dengan standar profesi. Dengan demikian, kredensial merupakan
elemen penting dalam menurunkan resiko litigasi (gugatan hukum di pengadilan)
terhadap rumah sakit dan tenaga keperawatan yang bekerja di dalamnya. Proses
kredensial yang efektif dapat menurunkan rediko adverse events pada pasien dengan
meminimalkan kesalahan tindakan yang diberikan oleh tenaga keperawatan tertentu
yang memegang kewenangan klinis tertentu di rumah sakit tersebut

Anda mungkin juga menyukai