Anda di halaman 1dari 24

Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440

Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

EKSISTENSI DAN PENERAPAN HUKUM ADAT MELAYU


DI KOTA JAMBI
Oleh
Supian, Fatonah dan Denny Defrianti
Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi
Email: supian.ramli@unja.ac.id , fatonah.nurdin@unja.ac.id ,
defriantidenny@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan data kualitatif melalui pendekatan ekstrinsik, yaitu
pandangan dan penilaian peneliti dari kacamata netral guna mengetahui dan memahami eksistensi
dan penerapan hukum adat melayu di Kota Jambi, selain itu juga bertujuan untuk memahami sejarah
hukum adat melayu Jambi. Fokus penelitian ini adalah eksistensi dan penerapan hukum adat melayu di
kota Jambi. Dengan menggunakan metode deskriptif dalam ranah kebudayaan.
Latar belakang dari penelitian ini adalah dimulai dari melihat proses lahirnya sejarah hukum
adat melayu Jambi dan apa mendasari hukum adat bagi masyarakat melayu Jambi hingga eksistensi dan
penerapannya. Jika hukum negara penerapannya hanya bisa menagati masalah. Maka hukum adat
melayu mampu menyelesaikan masalah.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sejak masuknya di Jambi hukum adat melayu Jambi
belandaskan pada ajaran Islam. Pucuk induk undang nan lima menjadi dasar hukum adat melayu Jambi.
Selain itu dikenal empat ragam adat melayu Jambi. Semua ketentuan adat bersumber pada Al-qur’an
dan hadist. Hal ini tercermin pada pepatah adat “adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.”
Dan seloko adat “syarak mengato, adat memakai.”
Simpulannya, Hukum adat melayu memiliki peranan yang sangat penting bagi mayarakat Jambi
sebagai pedoman dan kontrol sosial masyarakat melayu di kota Jambi disamping hukum negara. Dengan
demikian, dengan adanya kesadaran hukum adat sehingga terciptanya keselarasan dan ketertiban yang
terdapat dalam masyarakat.

Kata kunci: hukum adat, adat istiadat, budaya, melayu, Jambi.

PENDAHULUAN interaksi yang terjadi antar manusia


Latar Belakang Penelitian tersebut dalam suatu masyarakat,
Sejak lahir di dunia, manusia sehingga dibuatlah suatu pedoman yang
telah bergaul dengan manusia-manusia merupakan aturan bagi manusia dalam
lain di dalam wadah yang disebut pergaulannya di suatu masyarakat
masyarakat (Soekanto,199:1). Hal tersebut.
tersebut, bermula hanya sebatas
hubungan dengan orang tua, dan Kehidupan kekeluargaan dalam
kemudian hubungan tersebut masyarakat Jambi berpegang pada
pergaulannya akan semakin luas. norma-norma dan nilai-nilai adat yang
Dengan semakin luasnya hubungan berpedoman pada “adat bersandi syarak,

341
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

syarak bersandikan kitabullah. 2. Untuk mengetahui eksistensi dan


Ketentuan-ketentuan adat yang menjadi penerapan hukum adat melayu di
adat-istiadat dalam masyarakat dengan kota Jambi.
sendirinya berkaitan dengan ketentuan TINJAUAN PUSTAKA
agama Islam, yang berbunyi “syarak Penelitian Relevan
mangato, adat memakai (lembaga adat Menurut Eka Susylawati dalam
Propinsi Jambi,2003:185). Artinya, penelitiannya yang berjudul Eksistensi
bahwa apabila kita membicarakan adat hukum adat melayu dalam sistem
dan adat istiadat yang berlaku pada hukum di Indonesia. Hasil penelitiannya
masyarakat adat Jmbi, berarti sangat menunjukkan bahwa Hukum adat
erat kaitannya dengan kehidupan sebagai hukum non statutoir, sesuai
masyarakat Islami. dengan sifatnya akan secara terus
Sebagaimana telah dikemukakan menerus tumbuh dan berkembang di
terdahulu dalam latar belakang masalah masyarakat. Sebagai hukum tradisional
serta dari pengamatan awal (grand tour) dan asli hukum Indonesia, hukum adat
ditemukan fenomena-fenomena yang digolongkan sebagai hukum yang
dipilih sebagai objek perhatian untuk primitif, sehingga tidak jarang banyak
dikaji secara ilmiah. Penelitian ini pihak yang meragukan eksistensi dan
difokuskan pada kajian eksistensi dan pendayagunaannya pada era modern
penerapan hukum adat melayu di Kota seperti saat ini. Sedangkan pihak yang
Jambi. lain, masih mengakui eksistensi
Berdasarkan latar belakang pentingnya peran hukum adat pada era
penelitian di atas maka dapat modern ini, mengingat bahwa tidak
dikemukakan beberapa rumusan selamanya hukum tertulis yang berupa
masalah dalam penelitian ini, yaitu: perundang undangan, dapat selalu
1. Bagaimana sejarah hukum adat mengikuti perkembangan masyarakat.1
melayu Jambi ? Selanjutnya menurut Armida
2. Bagaimana eksistensi dan penerapan dalam penelitiannnya yang berjudul
hukum adat melayu di kota Jambi? Eksistensi Lembaga Adat: Studi Kasus
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui sejarah hukum 1
Lihat:
adat melayu Jambi. https://download.portalgaruda.org/articl
e.php?article.
342
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

Lembaga Adat Melayu Jambi Tanah masyarakat muslim, yang di satu sisi
Pilih Pasko Batuah Kota Jambi dan ingin menerapkan hukum waris Islam
Tinjauan Kritis terhadap Perda No. 5 berdasarkan prinsip kewarisan menurut
Tahun 2007. Hasil penelitiannya hukum syariat, tapi di sisi lain masih
menunjukkan bahwa Pertama, Perda memegang teguh hukum Adat. 3
No. 5 Tahun 2007 perlu ditinjau Penelitian sebelumnya yang
kembali karena beberapa pasal dan poin menjadi acuan penelitian ini adalah
masih lemah. Pasal 13 yang mengatur penelitian terdahulu tentang peranan
tentang hubungan kerja sama masih lembaga adat melayu dalam
samar-samar. Kedua, Lembaga Adat melestarikan budaya melayu yang
Melayu Kota Jambi belum menjalankan ditulis oleh tim peneliti yang diketuai
amanat Perda No. 5 Tahun 2007, yakni oleh Supian, Selfi Mahat Putri dan
bekerja sama dan berkoordinasi dengan Fatonah yang mengemukakan bahwa
Kepolisian Republik Indonesia, salah satu peranan lembaga adat adalah
Kejaksaan, dan Badan Peradilan; kerja tetap melestarikan adat dan budaya
sana belum terlaksana secara melayu termasuk di dalamnya hukum
organisasional dan institusional. adat yang sudah ada di dalam budaya
Kalaupun ada, kerja sama hanya bersifat masyarakat Jambi.
personal. Ketiga, Lembaga Adat Dari ketiga penelitian terdahulu
Melayu Kota Jambi belum dapat memiliki persamaan meneliti eksistensi
menjalankan perannya dalam hukum adat melayu dan lembaga adat.
pemerintah maupun masyarakat. 2 Perbedaan dengan penelitian-penelitian
Senada dengan hal tersebut, di atas terletak pada eksistensi dan
menurut Komari dengan judul penerapan hukum adat melayu di Kota
penelitiannya Eksistensi Hukum Waris Jambi. Penelitian ini melanjutkan
Di Indonesia: Antara Adat Dan Syariat. penelitian kami terdahulu tentang
Hasil penelitiannya bahwa sampai saat peranan lembaga adat dalam
ini pelaksanaan hukum waris di melestarikan budaya melayu Jambi.
Indonesia lebih bercirikan kombinasi METODE PENELITIAN
antara Adat dan syariat. Hal ini tampak Subjek dan Objek Penelitian
menjadi sikap ambivalen di kalangan

2 3
https://media.neliti.com/ https://journal.uinsgd.ac.id
343
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

Berdasarkan sifat dari penelitian diobservasi dan diwawancarai oleh


kualitatif, informasi tidak saja diperoleh peneliti di lapangan pada saat mereka
dari manusia tetapi juga berupa berkumpul melakukan tradisi adat
peristiwa, situasi yang diobservasi budaya melayu Jambi.
dalam penelitian ini. Informan Profil mengenai informan akan
memberikan data primer yang berkaitan dipaparkan sedetail mungkin untuk
langsung. mendapatkan gambaran utuh mengenai
Dalam penelitian ini yang eksistensi dan penerapan hukum adat
menjadi objek utama penelitian adalah melayu di kota Jambi..
hukum adat melayu Jambi. Bagaimana Informan dalam penelitian ini
eksistensi dan penerapan hukum adat dipilih berdasarkan pemahaman
melayu di kota Jambi. informan tentang, dengan tujuan untuk
Lokasi dan Informan Penelitian mendapatkan keragaman data yang
Penelitian ini dilakukan di Kota akurat. Keseluruhan dari informan ini
Jambi. Provinsi Jambi. Indonesia. dipilih secara beragam mulai dari
Informan merupakan bagian penting perbedaan jenis kelamin, usia, dan
dari penelitian ini karena selain sebagai profesi.
objek pengamatan, mereka juga sumber Nama Informan Penelitian
untuk memperoleh data yang valid. Berdasarkan kriteria yang telah
Peneliti mendapat sumber data utama disebutkan di atas, peneliti memilih 5
dari segala tindakan dan kata-kata yang informan pria saja.
dilakukan oleh informan yang Berikut nama-nama informan:
Tabel 1. Informan Penelitian
NO NAMA JENIS USIA PROFESI/JABATAN
KELAMIN
1. Drs. H. Hasip Kalimuddin pria 79 thn Ketua LAM Provinsi Jambi dan Mantan
Syam, M.M. (HKS) Wakil Gubernur Provinsi Jambi
2. Drs. H. Azrai Al Basri (AB) pria 64 thn Ketua LAM Kota Jambi
3. Muchtar Agus Cholib, S.H. pria 68 thn Wakil Ketua LAM Kota Jambi dan Mantan
(MAC) Hakim.
4. Drs. H. Hasan Ibrahim, M.M. pria 70 thn Wakil Ketua VI LAM Provinsi Jambi
(HI)
5. DR. Maizar Karim (MK) pria 55 thn Ketua Bagian Sejarah Hukum Adat Melayu
LAM Provinsi Jambi dan Dosen UNJA.
Sebagai tulisan ilmiah,
Metode (Desain) Penelitian penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif yang
344
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

mengandalkan data kepustakaan, dengan perkembangan dalam ruang dan


wawancara yang mendalam dan waktu tanpa mengurangi substansi nilai
observasi partisipan. Pertama, yang menjadi pengubahnya. Dengan
melakukan pengumpulan sumber demikian, sama halnya dengan proses
(heuristik) dari data kepustakaan baik lahirnya hukum adat, sebelum
berupa sumber primer (arsip) maupun keberadaannya diakui oleh masyarakat
sekunder berupa buku, jurnal, laporan baik secara yuridis normatif filosofis
penelitian, majalah dan koran. Setelah maupun sosiologis, hal ini tidak terlepas
itu, melakukan observasi lapangan dari sebuah siklus yang menjadi dasar
terhadap informan. Lalu dilanjutkan atau sumber pembentuknya sehingga
dengan obsevasi lapangan dan terakhir lahirlah sesuatu yang dinamakan dengan
baru penulisan penulisan laporan. hukum adat.
Untuk melengkapi data tertulis Istilah hukum adat dikemukakan
juga dilakukan wawancara mendalam. pertama kali oleh Prof. Dr. Christian
Wawancara mendalam dilakukan secara Snouck Hurgronye dalam bukunya yang
pribadi, agar informan dapat bercerita berjudul “De Accheers”(Orang-orang
lebih nyaman sehingga informasi yang Aceh), yang kemudian diikuti oleh Prof.
diberikan lebih mendalam. Wawancara Mr. Cornelis Van Vollen Hoven dalam
selain bertujuan untuk pengumpulan bukunya yang berjudul “Het Adat Recht
sumber juga sebagai kritik sumber Van Nederland Indie”(Pide, 2015: 1).
untuk menguatkan data tertulis yang Hukum Adat adalah Hukum Non
ada, agar penelitian bisa dijelaskan Statuir yang berarti Hukum Adat pada
secara kronologis kemudaian penulis umumnya memang belum/ tidak
melakukan observasi partisipan tertulis. Oleh karena itu dilihat dari
terhadap kegiatan hukum adat melayu mata seorang ahli hukum memperdalam
Jambi di kota Jambi. pengetahuan hukum adatnya dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN pikiran juga dengan perasaan pula. Jika
Sejarah Hukum Adat Melayu Jambi dibuka dan dikaji lebih lanjut maka
akan ditemukan peraturan-peraturan
Proses Lahirnya Hukum Adat
dalam hukum adat yang mempunyai
Apabila berbicara akan sebuah
sanksi dimana ada kaidah yang tidak
proses maka selalu berkaitan dengan
boleh dilanggar dan apabila dilanggar
perubahan. Perubahan berkaitan erat
345
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

maka akan dapat dituntut dan kemudian mengikat menjadi sebuah tata kelakuan.
dihukum. Dengan demikian, ada beberapa ciri-
Van Vollen Hoven juga ciri pokoknya yaitu, sebagai berkut:
mengungkapkan dalam bukunya 1. Tata kelakuan merupakan sarana
“Adatrecht” sebagai berikut “Hukum untuk mengawasi perilaku
adat pada waktu yang telah lampau agak masyarakat
beda isinya, hukum adat menunjukkan 2. Tata kelakuan merupakan kaidah
perkembangan” selanjutnya dia yang memerintahkan atau sebagai
menambahkan “Hukum adat patokan yang membatasi aspek
berkembang dan maju terus, keputusan- terjang warga masyarakat
keputusan adat menimbulkan hukum 3. Tata kelakuan mengidentifikasi
adat” pribadi dengan kelompoknya
Hukum adat merupakan 4. Tata kelakuan merupakan salah satu
terjemahan dari bahasa Belanda yaitu sarana untuk mempertahankan
adat recht. Hukum adat merupakan solidaritas masyarakat.
sistem hukum yang dikenal dalam Secara singkatnya, proses
tatanan lingkungan sosial, sehingga lahirnya hukum adat dapat digambarkan
dapat dikatakan jika sistem sosial dengan skema, sebagai berikut:
merupakan titik tolak dalam membahas
hukum adat di Indonesia. Kata “adat”
Manusia Kebiasaan Adat Hukum Adat

berasal dari bahasa Arab yang berarti


kebiasaan (Pide,2015:2). Gambaran tersebut diatas
Tata alur inilah yang menunjukkan bahwa proses lahirnya
menunjukkan bahwa proses beralihnya hukum adat yang mana berawal dari
istilah adat menjadi hukum adat (adat manusia yang dibekali oleh akal
recht) sebagai sebuah proses keteraturan melalui pikiran, kehendak dan
yang diterima sebagai kaidah. Menurut perilakunya
Suryono Soekanto (dalam Pide,2014:3- Hal tersebut sejalan dengan
4), apabila sebuah kebiasaan tersebut pendapat ketua lembaga adat melayu
diterima sebagai kaidah. Menurut provinsi Jambi, bapak Hasip
Suryono, bahwa apabila sebuah Kalimuddin Syam mengemukakan
kebiasaan tersebut memiliki daya bahwa;

346
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

“ hukum adat ini merupakan hukum Hukum ini berlaku untuk semua lapisan
tidak tertulis, hukum tidak tertulis ini masyarakat yang berada dalam wilayah
sudah ada dan berkembang dalam kekuasaan Melayu Jambi, dan yang
budaya masyarakat kita jauh sebelum melaksanakan Hukum Adat Melayu ini
terbentuknya negara kesatuan republik meliputi 3 bagian yaitu masa animisme
Indonesia. Seperti kita ketahui hukum dan dinamisme, hindu budha dan masa
adat ini sudah ada pada kehidupan Islam.” (AAB, wawancara, 3 Agustus
budaya nenek moyang bangsa kita. 2018)
Hukum adat ini lahir dan terbentuk dari Perkembangan hukum adat
adat kebiasan nenek moyang, yang melayu Jambi di dalam masyarakat
kemudian menjadi kontrol sosial bagi Indonesia tergambarkan dalam 3 bagian
masyarakat terdahulu dalam yaitu:
berinteraksi dan ini masih berlangsung Masa animisme dan dinamisme
hingga saat ini”. (HKS, wawancara, 1 Pada masa ini Hukum adat
Juli 2018). melayu berkembang di zaman sebelum
Selaras dengan pendapat masuknya Agama Hindu-Budha,
tersebut, ketua lembaga adat kota kepercayaan masyarakat pada saat itu
Jambi Datuk Azrai Al Basri masih bergantung pada roh-roh nenek
mengemukan bahwa: moyang dan benda-benda yang mereka
“Sejarah Hukum Adat Melayu ini sudah anggap keramat. Pada saat ini hukum
berdiri jauh sebelum adanya Negara adat melayu di pimpin oleh Jomhor.
Kesatuan Republik Indonesia, yang Jomhor merupakan tokoh-tokoh
mengatur pemerintahan, Hukum, Sosial, masyarakat yang cerdas dalam segi
Kemasyarakatan dan segala aspek yang berfikir dan memecahkan masalah,
berhubungan dengan masyarakat semua karena pada masa ini mereka belum
ini terangkum kedalam Hukum mengenal agama maka dari itu mereka
Pemerintahan Adat Melayu Jambi. menggunakan akal saja apabila terjadi
Hukum ini disebut juga sebagai Norma, suatu pelanggaran sosial.
yang pada zaman dahulu digunakan Masa Hindu dan Buddha
sebagai pedoman dalam Berumah Setelah masuknya agama Hindu-
Tangga, Berhalaman, Bertepian, Buddha maka adat Melayu Jambi
bertetangga, berkampung, bernegeri. menjadi lebih berwarna karena adanya

347
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

akulturasi antara kebudayaan melayu berfungsi sebagai cara yang lebih halus
untuk menjalin hubungan kekeluargaan,
jambi dan kebudayaan agama Hindu-
yang ketiga yaitu Hukum Adat, adat
Buddha yang menyebabkan adat dalam arti hukum ini yaitu setiap
persoalaan yang ada perintah dan
tersebut memiliki landasan yang kuat
larangan bila dilanggar akan dihukum
yaitu berupa agama dan adat Melayu dan inilah yang sama rata diterapkan
dalam provinsi Jambi sekarang, biarpun
Jambi pun berubah gelar menjadi taliti.
ada beragam macam adat di Jambi
Yang dI maksud taliti yaitu merubah tetapi Hukum Adat ini lah yang sama
penerapannya di Provinsi Jambi.”
segala ketentuan adat yang tidak sesuai
(MAC, wawancara, 3 Juli 2018)
dengan aturan agama diubah menjadi
Jika ditanya tentang kapan
aturan-aturan agama yang dibawa oleh
Hukum Adat Jambi itu ada maka
Hindu-Buddha.
jawabnya masih menurut MAC,
Masa Islam
“hukum adat Jambi ada sejak manusia
Adat Basandi Syarak, Syarak
ada di Jambi ini, disebut juga dalam
basandi Kitabullah. Pada masa inilah
adat “Lahir seperti jalan setapak
Hukum Adat Melayu diberi gelar Adat
ditengah rimbo” siapa yang memulai itu
nan Sebenar Adat, karena semua
tidak diketahui tiba-tiba sudah ada saja
peraturan yang telah dibuat dari masa
jalannya, akan tetapi setelah
Jomhor hingga Hindu-Budha
berkembangnya masyarakat dan juga
disempurnakan menggunakan Syariat
mendapat pengaruh budaya dari luar
Islam.
seperti Hindu-Buddha kemudian Islam
Bagaimana lahirnya Hukum adat
sehingga terjadilah perubahan dari
melayu Jambi? Menurut pakar hukum
masa-kemasa.” (MAC, wawancara, 3
negara bapak Muchtar Agus Cholif
Juli 2018)
yang juga menjabat sebagai wakil ketua
Hukum Adat Melayu Jambi itu
lembaga adat melayu Jambi,
sejak dari masa Melayu tua (yang
mengatakan bahwa,
disebut dengan Jumhor) sehingga masa
“Sebelum masuk kejawaban alangkah
baiknya kita pahami dulu apa itu Putri Selaro Pinang Masak yang
ADAT, adat secara ilmiah ada 3
menikah dengan Datuk Paduko Berhalo
pengertiannya, yang pertama Adat
dalam artian Budaya yaitu perbedaan terjadi penelitian kembali tentang
pakaian, tradisi, yang secara turun
Hukum Adat Melayu yang pada masa
temurun dilakukan masyarakat tersebut,
yang kedua adat dalam artian Etika atau itu Islam telah berkembang di Negeri
sopan santun suatu daerah yang
348
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

Jambi, jadi semua hukum yang b) Rapat Besar Adat II (Bukit Setinjau
bertentangan dengan Islam dihapuskan, Laut Kerinci, 1530 M)
akhirnya hukum adat ini sebutannya Pada RBA kali ini bertujuan
dari Jumhor berganti menjadi Taliti menyatukan Undang dengan Taliti,
yang merupakan hasil penelitian dan alasan mereka menyatukan karena
pencocokan denga hukum Islam yang mereka ingin memperluas kekuasaan
telah ada. Akan tetapi ditengah kerajaan jambi yang pada saat itu
masyarakat masih banyak yang terukur dari Selat Berhala sampai ke
menerapkan Hukum Adat Jumhor, wilayah Kotoboyo (Rangkiling,
melihat hal itu terjadi di tengah Sarolangun sekarang), dan dari
masyarakat maka ketika Orang Kayo Kotoboyo hingga Kerinci masih dalam
Hitam menjadi Rajo Jambi diadakan lah pengaruh Kerajaan Pagaruyung.
semacam Rapat Besar Adat (RBA) Pada tahun 1524 M raja Jambi
yang disakralkan dengan beberapa mengutus Jenang ke Kerinci untuk
syarat bersumpah ketika penutupan meminta pajak Upeti, akan tetapi
rapat yaitu : Dengan memotong Kerbau mereka menolak karena merasa bukan
Setengah Duo (Kerbau yang sedang bagian dari Warga Jambi melainkan
hamil tua) dan seluruh rambut peserta bagian dari Pagaruyung, dan Hukum
RBA yang hadir. Adat mereka tidak sama dengan jambi
Dalam sejarahnya Rapat Adat terjadi (Taliti) melainkan mengikuti Hukum
sebanyak empat kali yaitu : Adat Pagaruyung (Adat). Oleh karena
a) Rapat Besar Adat I (Bukit itu maka terjadilah perang antara
Siguntang, 1502 M) Kerinci-Jambi pada tahun 1524-1526,
Alasan terjadinya Rapat Besar Adat Kerinci pada saat itu dipimpin oleh
ini adalah Menyatukan Adat dengan Tiang Bungkuk Mendago Rajo yang
Syarak sehingga menghasilkan merupakan seorang depati dari Muaro
keputusan hasil rapat : 1. Negara Langkap, Tamiai. Dalam perang
Kerajaan Melayu Jambi berubah tersebut Kerinci kalah dari Kerajaan
menjadi Negara Melayu Islam Jambi sedangkan Tiang Bungkuk
Jambi, 2. Adat Basandi Syarak, 3. Mendago rajo dibawa ke Jambi untuk
Pucuk Adat Rumpun Taliti. diadili.

349
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

Akhirnya setelah RBA Dihadiri Oleh : -Dipihak belanda


dilaksanakan maka dikelurkanlah hasil langsung dihadiri oleh Residen Belanda.
putusan RBA tersebut yang berisi - Dipihak Jambi dihadiri oleh seluruh
sebagai berikut : Mengukuhkan Putusan Pasirah, Mendapo dan pimpinan
Adat di Bukit Siguntang, Memadukan adat yang ada dijambi saat itu.
Undang dengan Taliti, Penentuan Batas Hasil Rapat : 1. Penetapan Hukum
Wilayah Jambi. Pampas (Hukum Melukai Orang)
RBA ini dihadiri oleh Pangeran Sementara itu salah satu
Tumenggung Kabo Dibukit yang pengurus Lembaga Adat Melayu Jambi
merupakan anak Orang Kayo Hitam bidang hukum adat bapak Maizar Karim
dari daerah Jawa. mengemukakan bahwa,
c) Rapat Adat I (Bukit Tinggi, “Hukum Adat Melayu awalnya tida
berasaskan Islam, kemudian ada
SUMBAR. 1842 M)
pertemuan besar di bukit siguntang
Dihadiri oleh : Seluruh Kepala atau yang akhirnya menyatakan bahwa
melayu itu lebih duluan menetapkan
Pimpinan adat se-Sumatera dan
bahwa Islam sebagai asas negeri dengan
Pihak Belanda. slogan “Adat Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah” jadi Jambi ini yang
Hasil rapat :
lebih dahulu memakai slogan tersebut
1. Hakim adat tidak boleh ketimbang daerah tetangga Sumatera
Barat yang mulai mempopulerkannya
menjatuhkan hukuman badan
setelah musyawarah di Bukit
terhadap tersangka, tetapi hanya Marapalam setelah perang Paderi.”
(MK, wa.wancara, 3 Agustus 2018)
boleh dengan menjatuhkan hukum
denda (Hukum Bangun), karena Dari berbagai paparan ahli adat

pada saat itu KUHP atau hukum di atas dapat disimpulkan bahwa hukum

Belanda suda mulai diterapkan adat melayu Jambi sudah ada jauh

secara serentak di Sumatera. sebelum negara kesatuan Republik

2. Dalam rapat ini juga menetapkan Indonesia terbentuk. Hukum adat

standar denda paling tinggi yaitu melayu Jambi lahir dari adat istiadat dan

950 PESO atau setara dengan 2.400 norma-norma yang ada dan berkembang

gr emas. dari jaman nenek moyang orang

d) Rapat adat II (Tanah Pilih, Jambi. 1908 melayu, dari masa animisme dinamisme

M) hingga masa Hindu Budha dan berlanjut


pada masa Islam. Peraturan-peraturan

350
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

yang mengikat pada masa Hindu Budha menimbang kadar baik atau buruk, salah
disempurnakan dengan masuknya atau benar, patut atau tidak patut, pantas
Islam. Semua hukum adat melayu Jambi atau tidak pantas atas suatu perbuatan
pada awalnya dikenal dengan istilah atau peristiwa dalam masyarakat.
Jumhor berganti menjadi taliti Sehingga eksistensi hukum adat lebih
belandasakan pada Al-Quran dan Hadist sebagai pedoman untuk menegakkan
yang tergambarkan dalam seloko adat dan menjamin terpeliharanya etika
melayu Jambi “adat bersendi syarak, kesopanan, tata tertib, moral dan nilai
syarak bersendi kitabullah. Syarak adat dalam kehidupan masyarakat.
megato, adat memakai.” Hukum adat disebut hukum asli
Eksistensi dan Penerapan Hukum karena lahir dari bawah atau dari
Adat Melayu
masyarakat adat sesuai dengan
Dasar Hukum Adat Bagi Masyarakat kepentingannya menjelmakan perasaan
Melayu Jambi
Hukum adat merupakan sistem masyarakatnya dan hukum adat itu tidak
hukum yang dikenal dalam lingkungan kaku. Seperti disebut dalam seloko
kehidupan sosial di Indonesia. Hukum adat:”adat di atas tumbuh, lumbago di
adat adalah hukum asli bangsa atas tuang, memahat di atas batu,
Indonesia yang bersumber pada mengukir di atas baris”.
peraturan-peraturan hukum yang tidak Adat sebagai fundamen dan juga
tertulis yang berkembang sejak dahulu langsung berhubungan dengan
dan sudah berakar didalam masyarakat masyarakat sehari-hari, memiliki
serta dipertahankan dengan kesadaran wibawa dan kewibawaan inilah sebagai
hukum masyarakatnya. Meskipun modal utama dalam pemerintahan adat.
hukum adat tersebut tidak tertulis akan Hukum adat tidak mengenal adanya
tetapi hukum adat memiliki akibat rumah tahanan atau penjara sehingga
hukum terhadap bagi siapa saja yang bagi yang dinyatakan bersalah, hukum
melanggarnya. Norma-norma dan nilai- adat mempunyai sanksi moral dan
nilai yang ada di dalam hukum adat material sebagai efek jera.
sangat dipatuhi dan dipegang teguh oleh Hukum adat Jambi memiliki dan
masyarakat adat. berlandaskan atau sendih yang kukuh
Hukum adat bagi masyarakat dan kuat (Lembaga Adat Provinsi
berfungsi sebagai neraca yang dapat Jambi, 2001: 8). Hal ini terbukti,

351
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

walaupun telah melalui rentang waktu bersendi kitabulla.” , “ Syarak mengato


adat memakai.”
yang panjang dan masyarakatnya telah
Dasar Kedua, “Cermin nan
hidup dalam kekuasaan pemeintahan Idak Kabur” maksud dari induk undang
yang kedua ini yaitu ketentuan hukum
yang silih berganti dengan corak yang
yang sudah berlaku atau sudah ada,
berbeda-beda. Namun keberadaan berasal dari masa berabad-abad silam
yang telah terbukti kebenarannya dalam
hukum adat tetap diakui dan tetap hidup
mengayomi masyarakat dan diikuti dari
ditengah-tengah masyarakat hingga saat generasi ke generasi. Dasar kedua ini
mengacu pada seloko adat melayu yang
ini.
berbunyi “jalan berambah yang
Adapun yang menjadi landasan dituruti, baju berjahit yang dipakai.”
Dasar Ketiga, “Lantak nan
dasar hukum adat Jambi adalah yang
Idak Goyah” lantak atau tonggak adalah
disebut dengan induk undang nan lima. sebatang kayu atau beton yang salah
satu ujungnya ditanamkan atau
Yaitu: 1) Titian Tereh Batanggo Batu.
dimasukan ke dalam tanah untuk
2) Cermin Nan Idak Kabur. 3) Lantak dijadikan pedoman atau penahan
sesuatu. Maksudnya adalah dalam
Nan Idak Goyah. 4) Nan Idak Lapuk
menentukan hukum dan
Keno Ujan, Idak Lekang Karena Panas. melaksanakannya, orang yang
berwenang harus jujur, tidak pilih kasih,
5) Kato Seiyo.
memiliki mental dan tekad yang teguh
Kelima landasan hukum sehingga keadilan bagi semua orang
dapat ditegakkan. Sebagaimana
tersebut telah menjadi pandangan hidup
digambarkan dalam seloko adat melayu
yang membentuk watak dan kepribadian “beruk dirimba disusukan, anak
dipangku diletakan.”, “tibo dimato
anggota masyarakat daerah Jambi yang
jangan dipicingkan, tibo diperut jangan
dikenal dengan semboyan sepucuk dikempeskan.”
Dasar Keempat, “Nan Idak
Jambi sembilan lurah.
lapuk Keno Ujan, Idak Idak Lekang
Ada pun pengertian dari 5 Keno Panas” maksud dari induk
undang yang keempat ini adalah
macam induk undang nan lima tersebut
berpegang pada kebenaran yang tidak
dapat kita pahami sebagai berikut: berubah. Sebagaimana digambarkan
dalam seloko adat “dianjak layu,
Dasar Pertama, “Titian Tereh
diumbat mati.”
Batanggo Batu” maksud dari induk
Dasar Kelima, “Kato Seiyo”
undang yang pertama ini yaitu, hukum
maksudnya adalah kata seiya,
adat melayu Jambi bersumber dari
kesepakatan, mufakat. Artinya setiap
Hadist Rasulullah (titian tereh) yang
persoalan yang rumit akan diselesaikan
mengacu pada Al-Quran (batanggo
dengan musyawarah dan mufakat.
batu) yang di sebut “ Syarak” dijadikan
Hasilnya menjadi pegangan bersama.
tutunan utama sebagaimana
Sehingga pembicaraan yang sudah
diungkapkan dalam seloko adat melayu
dimusyawarahkan dan dimufakati
Jambi “adat bersendi syarak, syarak
dangan kato seiyo akan diperoleh
352
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

kesepakatan yang harus diakui dan sebenarnya kalimat tersebut diambil


dipatuhi bersama seperti digambarkan dari dasar hukum adat melayu jambi
dalam seloko adat “elok air karena yaitu “PUCUK UNDANG” yang terdiri
pembuluh, elok kato karena mufakat.”, dari 5 butir dan tidak dapat dipisah
“bulat boleh digulingkan, pipih boleh antara satu dengan yang lainnya, karena
dilayangkan.” tiap kalimat merupakan lanjutan dari
Kelima dasar hukum tersebut kalimat sebelumnya. (MAC,
wawancara, 3 Juli 2018).
dalam kondifikasinya dinamakan
“Induk Undang Nan Lima”. Sesuai Adat melayu Jambi khususnya

dengan kedudukannya maka dalam bersumber dan mengacu pada ajaran

menetapkan hukum adatatau agama Islam yaitu Al-Quran dan Hadist

menyelesaikan persoalan yang timbul seperti yang tercantum dalam dasar

harus berdasarkan pada prinsip-prinsip pertama induk undang nan lima “titian

yang terkandung dalam induk undang tereh batanggo batu,” yang

nan lima tersebut. Hal ini sesuai dengan digambarkan dengan seloko adat “adat

pernyataan yang diungkapkan oleh bersendi syarak, syarak bersendi

MAC bahwa; kibullah.” dan “syarak mengato, adat

“Penerapan hukum adat melayu Jambi memakai.”


dahulu bagus akan tetapi sekarang Hukum adat melayu Jambi, jika
mulai maraknya penyelewengan
kosakata adat seperti misalnya “Adat diteliti dengan seksama ternyata telah
besandikan syarak, Syarak besandikan mengatur segi-segi kehidupan
Kitabullah” ini salah karena ada
penambahan kata “Kan” diakhir kata perorangan dan masyarakat (sosial)
“Besandi” seharusnya kata tersebut pada yang sekeci-kecilnya dengan
tidak boleh dikurang maupun
ditambahkan karena leluhur dahulu perangkat hukum yang sederhana
bersusah payah agar bisa menemukan berupa petatah petitih dan seloko adat.
kata yang dapat dipakai secara universal
ibarat pepatah “Dak Lapuk Dek Ujan Eksistensi dan Penerapan Hukum
Dak Lekang Dek Paneh” yang artinya Adat Melayu Di Kota Jambi
tidak ketinggalan zaman. Akibat lain
yang ditimbulkan daripada Keberadaan masyarakat hukum
pengurangan atau penambahan kosakata
tersebut berdampak pada kalimat yang atau persekutuan hukum tidaklah dapat
sering diucapkan terpisah misalkan digugat oleh siapapun, karena
kalimat pepatah “Dak Lapuk Dek Ujan
Dak Lekang Dek Paneh” yang terus terbentuknya merupakan suatu
disebutkan oleh tokoh adat maupun natuurnoodwendigheid. Inilah yang
pembawa seloko, maka tidak sedikit
orang beranggapan bahwa kalimat dimaksudkan oleh Ter Haar (dalam
tersebut merupakan seloko, padahal Pide,2015:91) sebagai suatu realitas
353
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

matejurish yang tidak seorangpun membina penyakit-penyakit sosial


dalam masyarakat, separti para PSK,
berpikir untuk membubarkannya.
anak-anak jalanan yang putus sekolah,
Unsur-unsur definisi ini merupakan para pemakai narkoba,aliran sesat dan
lain-lain, dibina akhlaknya melalui
kriteria eksistensial masyarakat hukum
peranan dari lembaga adat, pemerintah
atau persekutuan hukum menurut sistem dan mitra lembaga adat seperti LSM
melakukan penyuluhan dan pembinaaan
hukum adat, yaitu:
karakter yang menyimpang tersebut.
1. Tatanan kelompok yang bersifat Hal tersebut merupakan bentuk kerjama
tetap dalam mengontrol mengatasi
2. Dengan kekuasaan (penguasa) permasalahan penyakit masyarakat.
sendiri Artinya, lembaga adat memiliki peran
3. Kekayaan material dan bukan yang penting dalam membantu
material sendiri (Pide,2015:91) pemerintah.
Sejalan dengan perubahan Lebih lanjut IH mengatakan, hal
zaman, maka adat dan budaya Jambi
mendapat tantangan dari berbagai ini bisa kita ambil contoh adanya
budaya yang datang. Pada awalnya yang keresahan yang terjadi dalam
mendapatkan tantangan tersebut hanya
di wilayah perkotaan saja, namun masyarakat tentang aliran sesat, maka
karena kemajuan zaman, kecanggihan lembaga adat bekerjasama dengan MUI,
sistem informasi dan era globalisasi saat
ini, sudah mulai masuk ke pedesaan KESBANGPOL,KOREM, POLDA
hingga pelosok dan pedalaman. akan bekerjasama dalam mengatasi
Terjadinya dekadensi moral dan
berabagai masalah serta krisis sosial permasalahan yang menjadi keresahan
yang sesungguhnya memerlukan masyarakat tersebut. Misalnya melalui
perhatian serius dan peran aktif seluruh
masyarakat Jambi bagi perkembangan seminar, dan pembinaan melalui
generasi penerus. Tergerusnya budaya pengajian.
ini sangat jelas terlihat dari aspek sopan
santun dan budaya berpakaian. Saat ini Dalam seloko adat, disebutkan
sudah sangat banyak terjadi
penyimpangan yang dilakukan oleh “Kempas dulu baliung dulu, kempas
generasi muda Jambi, penyimpangan kini baliung kini”. Maksudnya masa
pergaulan, penyimpangan akhlak,
penyimpangan berpakaian dan lain-lain. yang lalu sudah berganti dengan masa
Seperti yang dikemukakan oleh IH sekarang. Sayangnya pergantian masa
(wawancara, 3 Juli 2018):
“penerapan hukum adat melayu di yang terjadi membawa pergantian pula
Jambi sebenarnya masih berjalan dalam aspek budaya. Seharusnya
dengan baik, dalam hal ini masih
berperannya kontrol sosial dari lembaga budaya “ yang tak lapuk dek ujan, tak
adat melayu Jambi dan pemuka agama lekang dek panas” harus senantiasa
bekerjasama dengan pemerintahan
melalui KESBANGPOL, contoh dalam dipelihara, dilestarikan. Dan kewajiban

354
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

bersama seluruh masyarakat Jambi luar batas dan norma-norma agama


untuk tetap mempertahankan budaya bahkan pergaulan bebas.
Jambi yang religius ini, agar Jambi Oleh karena itu adat dan budaya
menjadi daerah yang berbudaya. Karena Jambi yang seharusnya “Nan Tidak
jika tidak, maka Jambi akan tergilas Lapuk dek Hujan, Tidak Lekang dek
oleh kemajuan zaman dan derasnya arus Panas” ini, mendapat ujian berat.
globalisasi, akibatnya dalam seloko adat Masyarakat melayu Jambi yang
disebutkan, “Biso kawi turun ke bumi, harusnya berpegang teguh kepada
jatuh ke gunung, gunung pecah, jatuh ke kebenaran dan nilai-nilai religius adat
sawah padi ampo, jatuh ke diri badan dan budayanya, “Di anjak layu,
binaso”.( Lembaga Adat Provinsi Jambi, dianggung mati”, tetapi mulai tergerus
Pokok-Pokok Adat,Hukum Adat Jambi , di tengah-tengah derasnya arus
2001: 14) globalisasi. Jika dalam adat dan budaya
Perubahan zaman, kemajuan Jambi,
teknologi komunikasi dan informasi,  Tegak mengintai lengang
adanya internet dan berbagai jenis  Duduk menanti kelam
 Tegak berdua bergandeng tangan
media sosial, di satu sisi merupakan
 Salah Bujang dengan Gadis kawin
sarana kemudahan yang dapat dirasakan Itu saja sudah dianggap aib besar,
serta dimanfaatkan oleh masyarakat,
pergaulan antara seorang bujang
tetapi di sisi lain dapat mempengaruhi
dengan gadis yang diduga kuat telah
sikap dan tingkah laku masyarakat,
melanggar adat, hanya dengan tegak
merusak moral dan akhlak serta
berdua bergandeng tangan, sudah
terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya
dianggap memberi malu kampung dan
masyarakat dan bangsa, termasuk
harus dikawinkan, maka bagaimana
budaya melayu Jambi. Anak-anak dan
dengan saat ini? Sudah sangat jauh
generasi muda bangsa, khususnya
melampaui batas-batas adat dan budaya
generasi muda melayu Jambi sudah
tersebut, tetapi ada segelintir orang yang
mulai berpindah budaya, atau bahkan
menganggap sudah biasa.
melampauai nilai-nilai religius budaya.
Jika kita berbicara tentang adat
Sudah mulai ada yang terpengaruh
dan melayu Jambi dalam konteks
narkoba, mabuk, judi dan tawuran,
ekonomi kreatif dan pariwisata. Dalam
sudah ada pula yang mulai bergaul di
konteks ekonomi dan dunia usaha, yang
355
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

cenederung bebas asal menghasilkan penengah masalah yang terjadi antara


warga sehingga dahulu hampir
uang, harus dijaga betul agar tidak
dikatakan tidak ada kasus yang naik
keluar dari koridor adat dan budaya hingga ke persidangan apalagi sampai
masuk penjara, karna sebelumnya telah
melayu Jambi, demikian pula dengan
diselesaikan secara kekeluargaan
pariwisata, jangan sampai untuk melalui musyawarah mufakat.”(AAB,
wawancara, 3 Agustus 2018).
mendapatkan devisa atau PAD daerah,
kemudian mengorbankan nilai-nilai Untuk menjaga nilai-nilai

religius yang sudah ada dalam adat dan religius tersebut, maka semua pihak

budaya melayu Jambi. Justru yang yang terkait, baik pemerintah ulama,

harus dikembangkan adalah ekonomi tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh

kreatif dan pariwisata yang terus pendidikan, tokoh pemuda dan seluruh

mempertahankan dan mengembangkan masyarakat Jambi, harus menunjukkan

nilai-nilai religius dalam adat dan peran dan kontribusinya dalam proyek

budaya melayu Jambi tersebut. ini. Harus ada pihak-pihak yang

Dalam eksistensi hukum adat memberi teladan, agar adat dan budaya

melayu di Jambi menurut pandangann melayu Jambi yang merupakan

AAB (wawancara, 3 Agustus 2018) ada ketentuan yang sudah ada sejak ratusan

nilai-nilai sosial yang terkandung tahun yang lalu itu, harus

didalam penerapan hukum adat : dipertahankan, karena sudah terbukti

“sejak dahulu Jambi ini aman dengan dan teruji kebaikan dan nilai-nilai
berlakunya hukum adat melayu jambi. religiusnya dalam membina dan
Hukum ini masih sangat kental
diterapkan dalam lingkup masyarakat mengayomi masyarakat. “Cermin nan
dan diselesaikan oleh ninik mamak, Tidak Kabur”, demikian dalam hukum
tuo-tuo tengganai di kampung, dan
semenjak dari tahun 2000an inilah adat melayu Jambi, adat dan budaya
hukum adat melayu mulai berkurang yang harusnya diikuti dari generasi ke
dalam hal penerapannya sehingga
terdapat beberapa contoh kasus generasi. Generasi tua mewariskan dan
permasalahan penegakan hukum, menerapkannya kepada generasi muda,
seperti misalnya orang mencuri : kalau
dahulu orang mencuri langsung diadili dan generasi muda mengambil dan
di kampung tersebut melalui pegawai mentauladani generasi tua.
syarak, ninik mamak, tuo-tuo tengganai
atau disebut juga dengan Badan LIT , Sementara eksistensi dan
badan lit merupakan suatu struktur penerapan hukum adat melayu menurut
yang dibentuk di kampung-kampung
yang berfungsi sebagai penyelesai atau pandangan MAC:

356
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

“Eksistensi dan penerapan hukum adat Lebih lanjut MK mengatakan


melayu Jambi terletak pada
bahwa “dalam mengganti rugipun harus
pengurusnya yang sangat
memperihatinkan, banyak dari ada syaratnya mulai dari Asam
pengurus tersebut hanya duduk
segaramnya, Selemak semanisnya,
bersantai tanpa tau apa tanggung
jawab yang sedang diembankan Umbuk umbainya, Sian Bakar dan
kepadanya, banyak pula dari mereka
Lainnya.” Hal ini diterapkan sebelum
yang duduk di lembaga adat tanpa
tahu hukum adat itu sendiri, maka dari munculnya undang-undang pemerintah
itu Datuk muchtar menyatakan dalam
desa, tapi setelah munculnya undang-
rapat akbar bersama gubernur dan
wakil gubernu serta para hadirin undang pemerintah desa mulai berlaku
pemangku adat negeri jambi ini dalam
hukum positif atau yang biasa disebut
pidatonya menyampaikan “Dalam
Kurun Waktu 40 Tahun Kedepan KUHP dan ini adalah awal dari
Apabila Hukum Adat Melayu Jambi
tergerusnya Hukum Adat Melayu di
tidak Kunjung ditegakkan maka Jambi
Akan dipimpin oleh Pemimpin yang tengah masyarakat dan jarang dipakai
tidak tahu siapa bapaknya”. Hal ini
terkecuali desa yang berada jauh dari
didasari oleh banyaknya perzinahan
dimana-mana akan tetapi tidak dapat perkotaan dan jalan lintas, dan dalam
diselesai lewat hukum adat karena
penyelesaian kasus secara hukum adat
para pemangku adat itu sendiri tidak
mengerti.” (MAC, wawancara, 3 Juli itupun masih di lanjutkan masyarakat ke
2018).
pihak kepolisian dengan alasan mereka
Penerapan Hukum Adat
tidak puas dengan hukum adat yang
Melayu itu sebelum berlakunya undang-
masih tradisional dalam menyelesaikan
undang pemerintahan yang sah di
permasalahan di era modern ini, tapi
Zaman Soeharto itu berlaku Hukum
tidak serta merta seluruh pelanggaran
Adat Melayu, menurut MK
tidak dapat diselesaikan lewat hukum
“dimanapun baik apapun peristiwa-
peristiwa kriminal dan pelanggaran adat, terbukti ada beberapa yang
hukum serta perbuatan negatif lainnya
diselesaikan secara hukum adat seperti
yang termasuk kedalam lingkup hukum
adat melayu akan diselesaikan dan perbuatan asusila dengan cara cuci
divonis secara adat melalui ketentuan
kampung, kemudian ada sengketa dan
Hukum Adat yang berlaku, akan tetapi
tidak dengan cara dipenjarakan peperangan antar kelompok masyarakat
melainkan dengan cara ganti rugi, dan
dapat diselesaikan lewat musyawarah
dikenakan hukum bangun bagi mereka
yang menghilangkan nyawa seseorang.” ninik mamak tuo-tuo tengganai
(wawancara, 3 Agustus 2018).
Kampung.”

357
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

Seperti penjelasan dari MK Datuk Azrai Al Basri


bahwa bisa diambil contoh dari (wawancara, 3 Juli 2018)
kampung saya itu di daerah Bungo mengemukakan bahwa Hukum adat
semenjak adanya jalur lintas sumatera, melayu merupakan adat nan sebenar
dan lancarnya lalulintas tersebut sudah adat karena berlandaskan pada Adat
jarang dipakai hukum adat tersebut, Basandi Syarak, Syarak Basandi
secara organisasi memang ada lembaga Kitabullah. Maka terdapatlah
adat tersebut akan tetapi dalam perbandingan antara Hukum Adat dan
realisasinya tidak ada. Hukum negara yg sering disebut juga
dengan KUHP, menurut Datuk Azra’I
Secara umum dalam adat
menuturkan bahwa hukum negara itu
melayu Jambi terbagi empat ragam
bukan menyelesaikan masalah akan
kategori dasar adat menurut para pakar
tetapi hanya sekedar mengatasi masalah
adat melayu Jambi. Yaitu:
saja, contoh : Kasus Pemerkosaan
Adat Yang Sebenar Adat terhadap perempuan, dalam hukum

Adat yang sebenarnya adat negara pelaku pemerkosaan dihukum


adalah inti adat yang berdasarkan dalam kurungan penjara selama
kepada ajaran agama Islam yang
bersumber pada Al-Quran dan Hadist. beberapa tahun, dalam hal ini masalah
Adat inilah yang tidak boleh diubah, teratasi oleh hukum negara akan tetapi
ditukar, dianjak dan dialihkan. Adat ini
berdasarkan kepada pengertian manusia belum dinyatakan selesai oleh keluarga
terhadap eksistensi dan sifat alam yang korban yang telah lebih dahulu
kasat mata. Sifatnya adalah sesuatu
yang melekat dan menjadi ciri khas menanggung malu akibat perbuatannya,
benda atau keadaan, yang akibatnya setelah pelaku keluar dari
membedakannya dangan benda dan
keadaan lainnya. MAC pernah penjara timbul masalah baru yang
mengemukakan contoh yaitu Allah disebabkan dendam keluarga korban
menciptakan manusia berpasangan,
laki-laki pasangannya adalah nah ini yang disebut kalau hukum
perempuan. Maka sudah seharus dan negara hanya mengatasi masalah tetapi
sewajarnya laki-laki menikahi atau
mengawini perempuan bukan yang bukan menyelesaikan masalah.
sejenis. Karena pasangan laki-laki Lebih lanjut beliau
adalah perempuan, sesuai dengan
pedoman dari Al-Quran dan Hadist. mengemukan bahwa lain halnya dengan
(MAC, wawancara 26 Juli 2018) hukum adat nan sebenar adat yang
mampu menyelesaikan masalah sampai

358
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

ke akarnya yaitu hati, apabila diambil yang sesuai dengan perkembangan


dari contoh kasus pemerkosaan tadi masyarakat melayu. Contohnya adat
oleh hukum adat diambil langkah meminang dalam prosesi adat melayu.
dengan cara dikawinkan/dinikahkan Jika perempuan sudah dipinang oleh
keduanya dengan begitu kedua keluarga seorang lelaki maka lelaki lain tidak
pun bersatu dan tidak ada lagi timbul boleh meminang perempuan tersebut.
rasa dendam yang datang dikemudian Kecuali pinanagan sebelumnya telah
hari sebab mereka suda saling dibatalkan.
menganggap keluarga satu sama lain. Adat Yang Teradat
Hukum adat yang sebenarnya Adat yang teradat adalah
adat merupakan hukum yang ditetapkan kebiasaan-kebiasaan yang secara
berlandaskan pada ketetepan alam berangsur-angsur atau cepat menjadi
berpedoman pada Al-Quran dan Hadist. adat. Adat yang teradat ini merupakan
Adat Yang Diadatkan konsep masyarakat Melayu terhadap
Adat jenis ini lebih dikenali kesinambungan dan perubahan, yang
sebagai hukum adat yang merupakan merupakan respon terhadap demensi
peraturan hidup yang diwujudkan oleh ruang dan waktu yang dijalani manusia.
nenek moyang orang Melayu dahulu Menurut MAC contoh seorang ibu
untuk memastikan keharmonisan dalam menyanyangi anaknya sudah
hidup bermasyarakat. Adat ini bekerja merupakan kodratnya, karena ibu yang
pada suatu landasan tertentu, menurut mengandung dan menyusuinya dan
mufakat dari penduduk daerah tersebut. sudah merupakan kodrat dan kewajiban
Adat yang diadatkan ini maknanya juga seorang anak harus menghormati
mengarah kepada sistem-sistem sosial ibunya karena status ibu yang telah
yang dibentuk secara bersama, dalam melahirkan dan merawat anaknya. Ini
asas musyawarah untuk mencapai adalah adat yang teradatkan. (MAC,
kesepakatan/mufakat. Adat yang wawancara, 26 Juli 2018)
diadatkan juga berkaitan dengan sistem Adat Istiadat
politik dan tata pemerintahan yang Adat istiadat merupakan
dibentuk berdasarkan nilai-nilai kumpulan tata kelakuan atau kebisaan
keagamaan, kebenaran, keadilan, yang kekal, diwariskan turun temurun
kejujuran, kesejahteraan dan nilai sosial dari generasi kegenerasi. Adat istiadat

359
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

menurut Soekanto (2011:73) dengan ajaran Islam yang masuk ke


mempunyai ikatan dan pengaruh yang tanah Jambi.
kuat dalam masyarakat, kekuatan Dalam eksistensi dan
mengikatnya tergantung pada penerapan hukum adat dapat dikatakan
masyarakat yang mendukung adat sebagai sistem pengendalian sosial yang
istiadat tersebut yang terutama telah memberikan perannya dalam
perpangkat tolak pada perasan keadilan. rangka terciptanya keteraturan
Adat istiadat ini merupakan ekspresi kehidupan dalam pergaulan hidup
dari kebudayaan melayu. dalam suatu masyarakat. Dengan
Empat ragam katagori dasar demikian, dapat dipahami bahwa begitu
adat melayu Jambi tersebut kita kenal pentingnya keberadaan hukum adat
hingga saat ini, seperti yang sebagai sistem pengendalian sosial yang
dikemukakan oleh MK, diharapkan agar anggota masyarakat
“Dalam adat Jambi ini terdapat 4 ragam mematuhi norma-norma sosial yang
kategori dasar adat melayu seperti : 1.
berlaku di masyarakat sehingga
Adat yang diadatkan, 2. Ada adat
istiadat, 3. Ada adat yang sebenar adat, terciptanya ketertiban, ketentraman, dan
4. Ada adat yang teradat, itu yang
tidak terjadinya ketegangan di dalam
saya tau, dan itu semua berlaku juga di
Minangkabau, Cuma memang masyarakat, karena hukum mengatur
terkadang ada yang berkata adat itu
menentukan hak dan kewajiban serta
dari Minangkabau, sebenarnya adat itu
berasal dari Jambi tapi di taliti lagi mengatu, menentukan hak dan
dengan hukum Islam di Minangkabau
kewajiban serta melindungi kepentingan
setelah ditaliti barulah adat tersebut
dikebangkan di Jambi, maka dari itu individu dan kepentingan sosial.
adat yang dipengaruhi Hukum Islam
Artinya, bahwa dengan adanya
disebut dengan Taliti. Hal ini didasari
karena kerajaan melayu Jambi lebih kesadaran hukum maka akan
dahulu berdiri setelah runtuh baru
terciptanya keselarasan dalam
pindah ke saruaso, Dhamasraya
sekarang.” (MK, wawancara, 3 kehidupan sosial sehingga
Agustus 2018).
mengakibatkan kehidupan
Empat ragam kategori adat ini bermasyarakat yang sadar akan hukum
sudah ada dalam kebudayaan maka akan terdapat kehidupan
masyarakat adat melayu Jambi dari masyarakat akan bisa berlangsung
masa melayu tua yang disebut Jumhor dengan lancar dan tertib.
hingga disebut Teliti yang disesuaikan

360
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

Pengendalian sosial merupakan saja akan tetapi juga dibantu oleh


pemuka agama dari India maupun Arab
suatu mekanisme untuk mencegah
Saudi, setelah Belanda menginjakan
terjadinya penyimpangan sosial serta kaki di tanah ini hukum adat pun sedikit
demi sedikit mulai dirusak hingga saat
mengajak dan mengarahkan masyarakat
ini, dan maka dari itu saat ini
untuk berperilaku dan bersikap sesuai pemerintah sedang gencar perhatiannya
terhadap pondok pesantren karena
norma dan nilai yang berlaku. Dengan
dipesantren merupakan awal
adanya pengendalian sosial yang baik pembentukan adab sehingga menjadi
suatu kebiasaan yang sering disebut
diharapkan mampu meluruskan anggota
hukum adat, bila dulu kita jarang
masyarakat yang berperilaku melihat keponakan melawan pamannya,
adik melawan kakaknya, tapi kini
menyimpang(Pide,2015:95).
bahkan orang tuanya sendiri pun tega
Ada beberapa jenis dibunuhnya. Dulu orang apabila telah
masuk waktu maghrib maka orang-
pengendalian sosial yang dilihat sebagai
orang akan berbondong-bondong kearah
pengawasan, yaitu sebagai masjid tapi kini azan maghrib telah
memanggil mereka hanya melenggang
Pengendalian Preventif, Pengendalian
santai didepan masjid.” (HKS, 1 Juli
Represif, Pengendalian Sosial 2018)
Sementara menurut MK,
Gabungan, Pengendalian Resmi
eksistensi dan penerapan hukum adat
(Formal), Pengawasan Tidak Resmi
melayu Jambi bisa kita lihat dari efektif
(Informal), Pengendalian Institusional
tidak hukum adat sebagai pengendalian
dan Pengendalian Berpribadi.
sosial. Beliau mengatakan bahwa;
Pengendalian ini adalah pengaruh baik
“Sebenarnya hukum adat itu cukup
atau buruk yang dating dari orang
efektif dalam mengatasi masalah
tertentu. Artinya, tokoh yang mampu selesai tanpa menimbulkan rasa
berpengaruh itu dapat dikenal. Bahkan dendam dihati korban, tak jaranguga
hingga terjadi jalinan kekeluargaan
silsilah dan riwayat hidupnya dan antara keluarga korban dan keluarga
teristimewa ajarannya juga dikenal pelaku, karena dalam penyelesaiannya
baik pelaku dan korban akan
(Pide,2015:95-97).
didudukkan bersama dengan ninik
mamak penghulu kampung, setelah itu
Dalam hal ini kita ambil contoh
ninik mamak mendengarkan pengakuan
penerapannya dalam hukum adat seprti dan pembelaan korban maupun pelaku,
yang diungkapkan oleh HKS: maka ninik mamak berunding secara
terbuka lalu menyampaikan hasil
“Kalau dahulu hukum adat itu diatur musyawarah tersebut kepada seluruh
oleh alim ulama yang berada di negeri peserta yang hadir dan diselipkan pesan
Jambi, tidak hanya dari dalam negeri dan nasehat untuk keduanya, setelah itu
361
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

diadakan makan bersama layaknya dalam keberlangsungan hidup anggota


keluarga, hal ini dapat memicu masyarakat.
timbulnya rasa maaf dari hati korban.”
(MK, wawancara, 3 Agustus 2018) Hukum adat Jambi memiliki dan
Jika Hal tersebut hukum adat berlandaskan dasar atau sandi yang
sebagai pengendalian sosial dari kuat, karena berlandaskan Hal ini
pernyataan diatas maka sehubungan terbukti, walaupun telah melalui rentang
dengan ini HKS mengungkapkan yang panjang dan masyarakatnya telah
bahwa: hidup dalam kekuasaan pemerintahan

“Penerapan hukum adat dikota terutama yang silih berganti dengan corak yang
pondok pesantrennya sudah terbilang berbeda-beda. Namun keberadaannya
baik dalam hukum adatnya karena taat
tetap diakui dan tetap hidup di tengah-
kepada Allah dan Rasulnya, sebagai
contoh apabila kita datang ke mall tengah masyarakat hingga saat ini. Ada
diwaktu sholat maka dapat kita jumpai lima dasar hukum adat yang nampaknya
tempat-tempat sholat itu penuh dan
telah menjadi pandangan hidup yang
sesak dengan pemuda pemudi, nah ini
justru berbanding terbalik dengan membentuk watak, karakter dan
kondisi yang ada di desa, akan tetapi di kepribadian masyarakat melayu Jambi.
kota itu masyarakat sudah tidak
mengenal lagi adat mereka hanya Menurut datuk Muchtar Cholif
mengikuti syariat agama dan di desa “hukum adat melayu telah
mereka mengenal adat tapi tidak mengapresiasi leluhur yang telah
mempraktekan apa yang diperintahkan berjasa membuat hukum singkat tapi
agama.” jelas tatanannya, jelas penerapannya,
Di dalam sistem pengendalian dan juga jelas dasarnya karna
bersumber langsung dari Al-Qur’an dan
sosial terdapat berbagai unsur-unsur
Al-Hadist, makadari itu hukum ini layak
seperti dalam hal mengatur, disebut dengan hukum yang sempurna,
memaksakan, dan bahkan dipatuhi oleh saking sempurna untuk membantah
masyarakat. Nilai-nilai tersebutlah yang pasal-pasal yang terdapat pada KUHP
hanya butuh “Undang Duo Puluh”
dikenal dalam hukum adat sebagai dalam hukum adat.” (MAC, wawancara,
pengendali sosial yang akan berperan 3 Juli 2018).
penting dalam menjaga kestabilan dan Di era global saat ini hukum
keserasian setiap perubahan-perubahan adat memiliki peranan sebagai pedoman
yang terjadi dalam masyarakat sehingga dan kontrol sosial masyarakat melayu di
terciptanya keselarasan dan ketertiban kota Jambi. Sejak masuknya agama
Islam maka hukum adat melayu Jambi
362
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

identik dengan ajaran Islam yang yang menentukan kebijakan dalam


berlandaskan pada al-quran dan al- masyarakat hukum adat melayu. yaitu:
hadist sebagai mana tertulis dalam Adat yang sebenar adar, Adat yang
pepatah Jambi “adat bersendi syarak, diadatkan, Adat yang teradat dan Adat-
syak bersendi kitabullah.” dan istiadat.
tergambar dalam seloko adat melayu Agama Islam telah menjadi
Jambi “ syarak mengato, adat indentitas adat melayu Jambi
memakai.” Sehingga sering kita keseluruhan maupun dalam sistem
mendengar ungkapan, orang akan hukum adat melayu Jambi. Hal ini
marah jika dikatakan tidak memilik tertulis dalam pepatah adat melayu
adat, hal ini dikarena anggapan umum Jambi “adat bersandi syarak, syarak
tumbuh dalam masyakat bahwah bersandi kitabullah.” dan tergambar
pernyataan “tidak beradat” dianggap dalam seloko “syarak mengato, adat
tidak bergama. memakai.”
PENUTUP Eksistensi dan penerapan
Kesimpulan hukum adat melayu di kota untuk hal-
Dalam eksistensi dan hal tertentu penerapan lima dasar induk
penerapan hukum adat melayu Jambi undang adat masih berlaku dan masih
dikenal lima dasar induk undang dijalankan hingga saat ini. Terutama
sebagai pedoman, yaitu: Titian Tereh hukum adat dalam prosesi pernikahan.
Batanggo Batu, Cermin Nan Idak Eksistensi dan penerapan hukum adat
Kabur, Lantak Nan Idak Goyah, Nan ini berkembang. Sebagaian masyarakat
Idak Lapuk Keno Ujan, Idak Lekang melayu dan para pakar adat melayu
Karena Panas dan Kato Seiyo. Jambi berpendapat bahwa hukum
Kelima dasar induk undang negara hanya mengatasi masalah tapi
tersebut telah menjadi pandangan hidup belum sampai menyelesaikan masalah.
masyarakat melayu Jambi dalam Tidak demikian halnya dengan hukum
penerapan hukum adat melayu Jambi. adat. Hukum adat dianggap bisa
Selain lima dasar induk undang tersebut menyelesaikan masalah tidak hanya
dalam masyarakat hukum adat melayu mengatasi masalah. Hal ini dikarenakan
Jambi juga dikenal empat ragam hukum adat penyelesaian menggunakan
kategori adat melayu secara umum hati dan dihasilkan dari kemufakatan

363
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..
Titian: Jurnal Ilmu Humaniora P-ISSN: 2615 – 3440
Vol. 02, No. 02, Desember 2018 https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian E-ISSN: 2597 – 7229

yang diimplementasikan dalam seloko Soekanto,Soerjono.1999. Pokok-Pokok


Sosiologi Hukum,.Raja Grafindo
“kato seiyo” dari dasari kelima induk
Persada: Jakarta
undang yang lima tersebut. Somad, Kemas Arsad. 2002.
Mengenal Adat Jambi Dalam
Di era global saat ini hukum
Perspektif Modern. Jambi: Dinas
adat memiliki peranan yang sangat Pendidikan Provinsi Jambi.
Sumarman, Anto.2003.Hukum Adat
penting sebagai pedoman dan kontrol
Perspektif Sekarang dan
sosial masyarakat melayu di kota Jambi. Mendatang Adi
Cita Karya Nusa Yogyakarta
Dengan demikian, dengan adanya
Svd, Raho Bernard.2016. Sosiologi.
kesadaran hukum adat sehingga Ledalero:Yogyakarta.
terciptanya keselarasan dan ketertiban Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi
yang terdapat dalam masyarakat. Perubahan Sosial. Jakarta:
Prenada Media Group.
Wignjodipoero,Soerojo.1998.Pengant
DAFTAR PUSTAKA ar Dan Asas-Asas Hukum Adat.
Lawang Kencana Indah: Jakarta.
Jenks, Chris. 1993. Culture Studi
Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Lindayanti dkk. 2013. Jambi dalam
Sejarah 1500-1942. Jambi: Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jambi
Lembaga Adat Provinsi Jambi. 2001.
Sejarah Adat Jambi; Pokok-
Pokok Adat Pucuk Jambi
Sembilan Lurah. Jambi:
Lembaga Adat Provinsi Jambi.
Lembaga Adat Provinsi Jambi. 2003.
Dinamika Adat Jambi Dalam
Era Global. Jambi: Lembaga
Adat Provinsi Jambi.
Pide,Mustari Suriyaman.2015.Hukum
Adat: Dahulu, Kini Dan Akan
Datang. Kencana:Jakarta.
Setiadi,Elly M.2011. Pengantar
Sosiologi:Pemahaman Fakta
Dan Gejala Permasalahan
Sosial:Teori, Aplikasi, Dan
Pemecahannya. Kencana:Jakarta
Soekanto, Soerjono.2010. Sosiologi
Suatu Pengantar. Raja Grafindo
Persada: Jakarta.

364
Supian, Fathonah, dan Denny Defrianti: Eksistensi dan Penerapan Hukum Adat ……..

Anda mungkin juga menyukai