Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea dengan
beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata (kornea)
akan menekan bola mata kedalam dan mendapatkan perlawanan tekanan dari dalam melalui
kornea. Keseimbangan tekanan tergantung beban tonometer.
Alat dan Bahan : Tonometer Schiotz dan anestesi local (pantokain 0.5%)
Teknik :
Pasien diminta rileks dan tidur telentang
Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa perih
Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola mata tertekan
Pasien diminta melihat lurus keatas dan telapak tonometer Schiotz diletakkan pada permukaan
kornea tanpa menekannya
Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan beban 5.5 gr (beban
standar) terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr.
Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer schoitz untuk mengetahui tekanan
bola mata dalam mmHg
Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25 mmHg pasien menderita
glaucoma.
Angka skala Tekanan bola mata (mmHg) berdasarkan masing masing beban
5.5 gr 7.5 gr 10 gr
3.0 24.4 35.8 50.6
3.5 22.4 33.0 46.9
4.0 20.6 30.4 43.4
4.5 18.9 28.0 40.2
5.0 17.3 25.8 37.2
5.5 15.9 23.8 34.4
6.0 14.6 21.9 31.8
6.5 13.4 20.1 29.4
7.0 12.2 18.5 27.2
7.5 11.2 17.0 25.1
8.0 10.2 15.6 23.1
8.5 9.4 14.3 21.3
9.0 8.5 13.1 19.6
9.5 7.8 12.0 18.0
10.0 7.1 10.9 16.5
Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita myopia dan penyakit tiroid
dibanding dengan tonometer aplanasi karena terdapat pengaruh kekakuan sclera pada penderita
myopia dan tiroid.
Tonometri aplanasi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan tekanan intra ocular dengan menghilangkan
pengaruh kekakuan sclera dengan mendatarkan permukaan kornea.
Tekanan merupakan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan. Untuk mengukur tekanan mata
harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai kornea rata dan jumlah tenaga yang
diberikan. Pada tonometer Aplanasi Goldmann jumlah tekanan dibagi penampang dikali 10
dikonversi dalam mmHg tekanan bola mata. Dengan tonometer aplanasi tidak diperhatikan
kekakuan sclera karena pada tonometer ini pengembangan dalam mata 0.5 mm 3 sehingga tidak
terjadi pengembangan sclera yang berarti. Pada tonometer schiotz , pergerakan cairan bola mata
sebanyak 7-14 mm3 sehingga kekakuan sclera memegang peranan dalam penghitungan tekanan
bola mata
Alat :
Slit lamp dengan sinar biru
Tonometer Aplanasi
Flouresein strip
Obat anastesi local
Teknik :
Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topical pantocain 0.5%
Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada daerah limbus inferior. Sinar oblik
warna biru disinarkan dari slit lamp kedasar telapak prisma tonometer Aplanasi Goldmann
Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahinya tepat dipenyangganya.
Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10mmHg
Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan
Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang telah diberi
flouresein terlihat bagian luar berhimpit dengan bagian dalam
Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang member gambaran setengah
lingkaran yang berhimpit. Tekanan tersebut merupakan TIO dalam mmHg.
Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah dianggap menderita glaucoma.
Tonometri Non Kontak
NCT memiliki keuntungan dengan prinsip kerja yang mengguntungkan dengan prinsip kerja
menggunakan hembusan angin untuk mengubah bentuk kornea sehingga mengurangi resiko
infeksi silang virus maupun bakteri. NCT lebih mudah digunakan dibanding dengan GAT
maupun tonometer perkins, tidak memerlukan anastesi local dan dapat digunkan oleh
paramedic terlatih non dokter. Pengukuran dengan NCT sebaiknya dilakukan 3-4 kali pada
setiap mata. Kesalahan pembacaan hasil TIO pada penggunaan NCT dapat terjadi jika
pemeriksa tidak menjelaskan prosedur pemeriksaan dan tidak mendemonstrasikan sehingga
pada saat pemeriksaan pasien kaget. Kesalah juga dapat terjadi ketika pemeriksa tidak
melakukan 3-4 kali pengukuran TIO pada setiap mata (Elliot, 2014).