Anda di halaman 1dari 7

ASAS-ASAS NORMATIF PENDIDIKAN ISLAM

Dasar-dasar normatif dari pendidikan islam yakni dasar yang bersifat


keharusan atau tidak boleh diabaikan dalam pendidikan yang islami. Sesuatu yang
melekat dalam pendidikan Islam yang dimaksud meliputi Nilai Aqidah, Ibadah,
Syariah – Maqashid al-syar’i (Al-Dharuriyat Al-Khams); Nilai-nilai manusia
sebagai Abdullah (hamba Allah) dan Khalifatullah serta Nilai-nilai manusia
sebagai Pendidik dan Anak Didik.1

1. Nilai Akidah: Tauhid Sebagai Fokus Utama Pembelajaran PAI

 Pengertian

Tauhid maksudnya adalah mengimani dan meyakini eksistensi Allah


beserta segenap atribut-Nya, dengan itu akan melahirkan sebuah nilai yaitu
nilai ilahiah. Nilai ilahiah adalah nilai yang dikaitkan dengan konsep, sikap
dan keyakinan yang memandang berharga apa yang bersumber dari Tuhan
atau dalam arti luas memandang berharga terhadap agama. Nilai ilahiah
meliputi nilai imaniah, ubudiah dan muamalah. Nilai ilahiah-imaniah
mengenai konsep, sikap dan keyakinan yang memandang berharga
mengenai adanya Tuhan dan atribut-Nya, juga mengenai hal-hal gaib yang
termasuk ke dalam kerangka rukun iman. Nilai ilahiah-ubudiah mengenai
konsep, sikap, dan keyakinan yang memandang berharga terhadap ibadah
dalam rangka pendekatan diri kepada Allah. Nilai ilahiah-muamalah yaitu
mengenai konsep, sikap, dan keyakinan terhadap hubungan antara manusia
dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam di bawah kerangka
tuntunan Tuhan.2

Tauhid sebagai fokus utama pengajaran Pendidikan Agama Islam


(PAI) artinya bagaimana memperkuat pengajaran tauhid agar tumbuh dan

1
Kamrani Buseri, Dasar, Asas dan Prinsip Pendidikan Islam (Banjarmasin: IAIN Antasari,
2014), hlm. 125.

2
Ibid., hlm. 126.
berkembang dalam diri pribadi anak didik yang akan menjadi tumpuan
pengembangan kepribadiannya ke depan.3

 Tantangan Globalisasi

Globalisasi adalah arus mendunia, artinya saat ini batas suatu negara
tidak bisa lagi signifikan untuk memberikan identifikasi karakteristik suatu
negara. Globalisasi menjadikan komunikasi antar manusia menjadi lebih
mudah bahkan dengan jarak yang jauh sekalipun, memberikan arus
informasi yang semakin cepat, luas, dan beragam bahkan sukar dibatasi.
Globalisasi menyebabkan IPTEK semakin berkembang pesat akibatnya
dengan pesatnya perkembangan IPTEK tersebut telah membebaskan
manusia dari serba tuhan. Manusia merasa kurang dekat dengan Tuhan
atau agama, karena ilmu pengetahuan bersifat sekuler, empirik dan
rasional menyebabkan sesuatu yang tidak riil atau sesuatu yang tidak
empirik menjadi terabaikan, termsuk nilai ilahiah.

 Strategi Pendidikan Nilai Ilahiah Sebuah Solusi

Kronologis pendidikan keimanan dimulai dengan mengenalkan dan


menyadarkan akan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, baru
memperkenalkan nama-Nya, sifat-sifat-Nya, kemudian pada tahap
pengabdian kepada Tuhan agar manusia merasa dilindungi dan dibantu
oleh Tuhan dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat.

Bila dikaitkan dengan tantangan global, maka strategi dalam konteks


pendidikan nilai ilahiah, antara lain:

1) Strategi penguatan keimanan karena iman akan melahirkan nilai.


Keimanan yang kukuh kepada Allah dan kepada hari akhir, akan
menumbuhkan nilai yang berbeda dengan orang yang tidak beriman.

2) Strategi rasional, artinya diupayakan rasionalisasi atau mengangkat


keselarasan ayat-ayat Qauliyah dengan intelektual manusia.

3
Ibid.,
3) Strategi penumbuhan kesadaran melalui hak atas pemilihan, keimanan
hendaknya atas dasar kesukarelaan atau keikhlasan. Oleh karena itu
Allah memberikan kebebasan memilih apakah mau beriman atau kafir.

4) Strategi pemanfaatan ekstrakurikuler untuk mengintensifkan


pendidikan agama. Misalnya, LDK (lembaga dakwah kampus).

5) Strategi evaluasai komprehensif

6) Strategi penyesuaian dengan perkembangan psikologi

7) Strategi penguatan

8) Strategi penumbuhan nilai keagamaan sejak dini

9) Strategi penguatan kondisi masyarakat

10) Strategi keteladanan orangtua di rumah. 4

2. Ibadah, Syari’ah dan Al-Dharuriyyat Al-khams

Ibadah bagian penting dan tidak boleh tidak harus diwariskan kepada
generasi muda Islam. Ibadah merupakan tugas utama bagi manusia sebagai
abdullah, kerena manusia diciptakan agar mengabdi kepada Tuhan. Allah
telah memberikan banyak anugrah, rahmat, nikmat, berkah dalam kehidupan,
selayaknyalah manusia bersyukur atau berterima kasih kepada-Nya melalui
ibadah atau pengabdian semata-mata hanya kepada-Nya.5

Islam, iman, dan ihsan menyatukan antara akidah, ibadah, syariah dan
merefleksikan dalam perilaku sehari-hari yakni ihsan. Ibadah sebagai salah
satu hal yang normatif harus didikkan, karena ibadah merupakan refleksi
iman, dan iman menjadi semakin kuat melalui pelaksanaan ibadah secara
teratur sesuai yang ditentukan oleh agama.6

4
Ibid., hlm. 142.

5
Ibid., hlm. 143.

6
Ibid.,
Berkenaan dengan syariah yang berarti jalan yang harus dilalui atau secara
konkrit berbagai ketentuan hukum yang memandu kehidupan sehari-hari, ada
yang normatif qath’i dan normatif ijtihadi seperti berbagai hal yang
berhubungan dengan mu’amalah. Namun intinya harus selaras dengan al-
dharuruyyat al-khams (lima tujuan utama ajaran islam) atau al-dharuriyyat
al-sittah (enam tujuan utama ajaran islam). Al-dharuriyyat al-khams meliputi
pemeliharaan fisik/jiwa, akal, keturunan, harta, dan agama, sementara al-
dharuriyyat al-sittah yakni selain pemeliharaan yang lima itu ditambah satu
lagi yakni ajaran pokok Islam termasuk juga memelihara lingkungan.7

Seluruh kegiatan ijtihad pendidikan yang dilakukan untuk meneliti,


mengerti, memahami, serta menciptakan berbagai teori terkait dengan isu-isu
pendidikan, selain dimulai dengan niat yang suci atau ikhlas disertai pula
dengan kerja keras sebagai ciri dari mujtahid, maka seluruh prosesnya tidak
boleh bertentangan dengan syariah. Hasilnya pun harus sesuai dengan syariah
dan tidak boleh keluar dari kisi-kisi tujuan diturunkannya syariah. Semua
teori pendidikan, bahkan operasional pendidikan tidak boleh keluar dari
maqashid al-syar’i yakni al-dharuriyyat al-sittah. 8

3. Manusia Sebagai Abdullah Sekaligus Khalifatullah

Pendidikan Islam sebagai motor penggerak merupakan inti dari interrelasi


akidah, ibadah dan muamalah dalam arti luas. Secara lebih rinci bisa dilihat
sebagai upaya menghidupkan akidah, ibadah dan muamalah secara simultan,
sekaligus berarti mengembangkan fithrah dan hanief serta potensi manusia
untuk mewujudkan dua fungsi utamanya, yakni sebagai abdullah dan
khalifatullah.9

Pendidikan Islam harus memperhatikan konsep abdullah dan khalifatullah


ini sebagai sesuatu yang simultan, sehingga tidak boleh diabaikan atau diberi
prioritas yang satu melebihi yang lain, atau berat sebelah bahkan hanya

7
Ibid., hlm. 146.

8
Ibid.,

9
Ibid., hlm. 147.
terfokus kepada salah satu saja. Penyeimbangan dan simultansi keduanya
menghendaki perhatian yang terus menerus dan harus selalu dilakukan
evaluasi bagi operasional pendidikan.10

4. Manusia Sebagai Pendidik Dan Anak Didik

Menurut pandangan Islam seluruh umat manusia adalah pemimpin.


Sebagai pemimpin tentu dia harus sadar bahwa dia juga sebagai seorang
pendidik, karena pemimpin dalam Islam harus menjadi teladan. Nabi
Muhammad SAW beliau seorang pemimpin besar sekaligus sebagai pendidik
dan menjadi teladan bagi seluruh umat manusia. Berkaitan dengan manusia
sebagai pendidik sekaligus anak didik sejak awal penciptaan manusia sebagai
khalifah Allah yakni semenjak Nabi Adam beliau diberi pengajaran langsung
oleh Allah sebagaimana penegasan firman Allah pada surah Al-Baqarah ayat
31.11

‫ضهتمم نعنلىَ املنمنلئقنكقة فننقاَنل أنمنبقتئوُقنيِ بقأ نمسنماَقء ههنتؤنلقء إقمن تكمنتتمم ن‬
‫صاَقدققيِنن‬ ‫نونعلمنم آندنم املنمسنماَنء تكلمنهاَ ثتمم نعنر ن‬

Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)


seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!"

Dari ayat di atas tergambar bahwa Adam manjadi anak didik dari Allah
karena Allah langsung mengajarkan nama-nama benda, kemudian Allah
menantang para malaikat untuk mengemukakan nama-nama benda tersebut.
Ternayata malaikat tidak bisa menyebutkannya, kemudia Allah Menyuruh
Adam untuk memberitahu malaikat tentang nama-nama benda yang telah
diketahui atas dasar pengajaran Allah kepadanya.12

10
Ibid., hlm. 148.

11
Ibid.,

12
Ibid., hlm. 149.
‫ت نواملنمر ق‬
‫ض‬ ‫نقاَنل نياَ آندتم أنمنبقمئهتمم بقأ نمسنماَئققهمم ْ فنلنمماَ أنمنبنأ نهتمم بقأ نمسنماَئققهمم نقاَنل أنلنمم أنقتمل لنتكمم إقننيِ أنمعلنتم نغميِ ن‬
‫ب المسنماَنوا ق‬
‫نوأنمعلنتم نماَ تتمبتدونن نونماَ تكمنتتمم تنمكتتتموُنن‬

Artinya : “Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-


nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama
benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa
sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa
yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"

Ayat ini bisa difahami bahwa Adam mengjarkan nama-nama benda itu kepada
pada malaikat. Dari pemahaman ini, maka kita sebagai manusia harus selalu
belajar sekaligus mengajarkan ilmu kepada sesama. Kita tidak boleh berhenti
sebagai anak didik atau pendidik, suatu saat kita sebagai anak didik dan pada
saat lainnya kita harus menjadi pendidik. Apabila kita perhatikan sabda Nabi
“balligu ‘anni walau aayatan”, maksudnya kalaupun kita memiliki ilmu
hanya satu ayat wajib menyampikan kepada orang lain. M Natsir menegaskan
bahwa kewajiban berdakwah adalah wajib a’in bagi siapapun. Abdurrahman
an Nahlawi menggambarkan sifat pendidik antara lain:

1) Arah, jalan dan pikirannya semata-mata sebagai pendidik

2) Ikhlas

3) Sabar

4) Benar atau jujur terhadap apa yang disampaikan

5) Selalu menambah pengetahuan

6) Terampil dalam berbagai metode mengajar

7) Mampu untuk konsisten dan disiplin

8) Mengajar sesuai dengan perkembangan jiwa anak

9) Memperhatikan terhadap berbagai pengaruh terhadap suatu generasi


10) Adil.13

13
Ibid., hlm. 150.

Anda mungkin juga menyukai